• Tidak ada hasil yang ditemukan

Design For Manufacturing (DFM)

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 67-76)

Biaya manufaktur merupakan penentu utama dalam keberhasilan ekonomis dari suatu produk. Keberhasilan ekonomis tergantung dari marjin keuntungan dari tiap penjualan produk dan berapa banyak yang dapat dijual oleh perusahaan. Jadi secara keseluruhan DFM memiliki sasaran jaminan kualitas produk yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur (Ulrich dan Eppinger, 2001: 223).

DFM mengarahkan untuk meminimasi biaya manufaktur tanpa harus mengurangi kualitas dari produk tersebut. Metode itu terdiri dari lima langkah (Ulrich dan Eppinger, 2001: 224):

- Memperkirakan biaya manufaktur - Mengurangi biaya komponen - Mengurangi biaya perakitan

- Mengurangi biaya pendukung produksi

- Mempertimbangkan pengaruh keputusan DFM pada faktor lainnya.

Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk (Ulrich dan Eppinger, 2001: 225) Gambar 2.13 Metode Dalam DFM

Biaya manufaktur secara keseluruhan dapat diperkirakan dengan memperhatikan variabel-variabel komponen yang secara sistematis memperlihatkan cara memperkirakan biaya manufaktur secara keseluruhan.

Setelah biaya manufaktur secara keseluruhan diperkirakan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperkirakan secara terpisah untuk dianalisis manakah biaya yang dapat dikurangi dengan tanpa mengurangi kualitas produk. Perkiraan biaya tersebut dibagi ke dalam tiga bagian yaitu biaya komponen, biaya perakitan serta biaya overhead.

Perkiraan-perkiraan biaya tersebut dapat dipisah dengan tampilan seperti berikut : Perkiraan biaya komponen, dengan cara memperhitungkan jumlah material yang digunakan, beserta biaya overhead yang merupakan 10% dari bahan yang dibeli, dan 80% dari upah perakitan.

Selanjutnya memperkirakan biaya perakitan dengan melihat jumlah proses perakitan, untuk kemudian dihitung waktu perakitan. Setelah itu total biaya perakitan didapatkan dengan mengalikan total waktu perakitan dengan biaya perakitan dalam satuan rupiah/jam.

Bila pengurangan-pengurangan biaya sudah dilakukan, maka tahap akhir dari DFM adalah memperkirakan ulang biaya manufaktur secara keseluruhan dengan menggunakan format yang sama seperti yang dilakukan di awal tahapan ini.

Keputusan untuk menerima desain dapat diteruskan jika sasaran dari DFM terpenuhi, yaitu apabila minimasi biaya tidak mempengaruhi kualitas dan fungsi dari produk tersebut.

2.1.10 Prototype

Prototype sebagai sebuah penaksiran produk melalui satu atau lebih dimensi yang

menjadi perhatian (Ulrich dan Eppinger, 2001: 259). Dengan definisi ini, setiap wujud yang memperlihatkan sedikitnya satu aspek produk yang menarik bagi tim pengembangan dapat ditampilkan sebagai sebuah prototype. Definisi ini menyimpang dari penggunaan umumnya, dimana mencakup bermacam bentuk prototype seperti penggambaran konsep, model matematika, dan bentuk fungsional yang lengkap sebelum dibuat dari suatu produk.

Prototype dapat diklasifikasikan diantara dua dimensi. Dimensi yang pertama

adalah tingkat dimana sebuah prototype merupakan bentuk fisik sebagai lawan dari analitik. Aspek-aspek dari produk yang diminati oleh tim pengembangan secara nyata dibuat menjadi suatu benda untuk pengujian dan percobaan. Prototype analitik menampilkan produk yang tidak nyata, biasanya sistematis, cara. Aspek yang menarik adalah produk dianalisis daripada dibuat. Sedangkan dimensi kedua dalah tingkatan dimana sebuah prototype merupakan prototype yang menyeluruh sebagai lawan dari terfokus. Prototype yang menyeluruh mengimplementasikan sebagian besar atau semua atribut dari produk. Prototype yang menyeluruh dapat disamakan dengan pemakaian sehari-hari dari kata prototype, merupakan sebuah skala keseluruhan, versi kerja keseluruhan produk. Berlawanan dengan prototype menyeluruh, prototype terfokus mengimplementasikan satu atau sedikit sekali atribut produk. Secara praktek umum dimaksudkan untuk menggunakan dua atau lebih

prototype terfokus yang terpisah, tim dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan lebih cepat daripada jika membuat satu prototype menyeluruh.

Prototype digunakan untuk empat tujuan, yaitu:

Pembelajaran : prototype sering digunakan untuk menjawab dua tipe pertanyaan

“Akankah dapat bekerja?” dan “Sejauh mana dapat memenuhi kebutuhan pelanggan?”.

Komunikasi : prototype memperkaya komunikasi dengan manajemen puncak, penjual, mitra, keseluruhan anggota tim, pelanggan, dan investor. Hal ini benar karena sebuah gambaran, alat, tampilan tiga dimensi dari produk lebih mudah dimengerti daripada sebuah penggambaran verbal, bahkan sketsa produk sekalipun.

Penggabungan : prototype digunakan untuk memastikan bahwa komponen-komponen dan subsistem-subsistem dari produk bekerja bersamaan seperti yang diharapkan.

Milestones : dalam tahap pengembangan produk berikutnya, prototype digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa produk telah mencapai tingkat kegunaan yang diinginkan.

Prinsip-prinsip yang menunjukkan tentang keputusan-keputusan terhadap tipe prototype mana yang harus dibuat dan mengenai bagaimana memasukkan prototype

ke dalam rencana pengembangan:

Prototype analitik umumnya lebih fleksibel dibandingkan prototype fisik.

Prototype fisik dibutuhkan untuk menemukan fenomena yang tidak dapat diduga.

Sebuah prototype dapat mengurangi resiko iterasi yang merugikan.

Sebuah prototype dapat memperlancar langkah pengembangan lainnya.

Sebuah prototype dapat menstrukturisasi ketergantungan tugas.

Ratusan teknologi produk yang berbeda digunakan untuk membuat prototype, khususnya prototype fisik. Dan teknologi yang telah timbul sebagai hal yang penting sekali dalam 10 tahun terakhir, model 3D dan pembuatan bentuk bebas.

 Model komputer 3D: Pada dekade yang lalu, cara yang dominan dalam menampilkan rancangan telah berubah secara dramatis dari gambar-gambar, seringkali dibuat dengan komputer, menjadi model komputer 3D. Model ini menampilkan rancangan sebagai bentuk 3D, masing-masing biasanya dibangun dari bangun geometrik dasar seperti silinder, balok, dan lubang. Keuntungan model komputer 3D meliputi kemampuan untuk secara otomatis memperhitungkan sifat fisik seperti massa dan volume; efisiensinya meningkat dari membuat satu dan hanya satu gambaran resmi dari rancangan, menjadi dapat dibuat gambaran yang lebih terfokus, seperti tampilan yang mewakili

keseluruhan. Model komputer 3D juga dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan geometrik antara bagian-bagian dan memberikan gambaran pokok untuk analisis yan lebih terpusat untuk kinematik atau tegangan. Model komputer 3D ini telah mulai diperlakukan sebagai prototype. Pada beberapa penempatan penggunaan model komputer 3D telah menyisihkan satu atau lebih prototype fisik.

 Pembuatan bentuk bebas: Pada tahun 1984, sistem pembuatan bentuk bebas pertama kali dikenalkan dengan menggunakan sistem 3D. Teknologi ini disebut stereolithografi, dan lusinan teknologi yang bersaing akan mengikutinya,

membuat objek fisik secara langsung dari model komputer 3D dan dapat sebagai

“pencetak tiga dimensi”. Koleksi teknologi ini sering kali disebut membuat prototype secara cepat. Sebagian besar teknologi bekerja dengan membangun

sebuah objek, satu lapisan secara keseluruhan pada saat bersamaan, dengan pengendapan material atau dengan mengeraskan cairan secara selektif. Bagian hasilnya paling sering dibuat dari plastik, tetapi bahan lainnya tersedia, seperti lilin, kertas, keramik, dan logam. Pada beberapa kasus, bagian-bagian tersebut digunakan secara langsung untuk penggambaran atau dalam hal kerja prototype.

Namun bagian tersebut sering kali digunakan sebagai pola untuk membuat bentuk atau cetakan dari bagian yang memiliki sifat bahan khusus yang kemudian dapat dibentuk atau dicetak. Teknologi pembuatan bentuk bebas memungkinkan prototype 3D yang nyata dibuat lebih awal dan lebih murah dibandingkan yang

mungkin sebelumnya. Jika digunakan secara tepat, prototype ini dapat mengurangi waktu pengembangan produk dan / atau memperbaiki prooduk hasil.

Sebagai tambahan, untuk memungkinkan pembuatan prototype kerja yang cepat, teknologi ini dapat digunakan untuk mewujudkan konsep produk secara cepat dan murah, meningkatkan kemudahan dengan konsep-konsep yang dapat dikomunikasikan dengan anggota tim lainnya, senior manager, rekan pengembangan, atau pelanggan potensial.

Empat metode langkah untuk merencanakan sebuah prototype selama usaha pengembangan produk, yaitu (Ulrich dan Eppinger, 2001: 270-274):

Langkah 1: Menetapkan Tujuan Prototype

Mengingat kembali empat tujuan prototype, yaitu: pembelajaran, komunikasi, penggabungan, dan milestone. Dalam menetapkan tujuan sebuah prototype, tim mendaftar khususnya pembelajaran dan kebutuhan komunikasi. Anggota tim juga mendaftar beberapa kebutuhan penggabungan baik yang jadi ataupun tidak.

Prototype diharapkan untuk menjadi satu atau beberapa tonggak utama dari proyek pengembangan produk keseluruhan.

 Langkah 2: Menetapkan Tingkat Perkiraan Konsep

Merencanakan sebuah prototype membutuhkan tingkatan di mana produk akhir diperkirakan akan ditetapkan. Tim harus mempertimbangkan apakah

prototype fisik diperlukan atau apakah prototype analitik yang terbaik untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Dalam banyak kasus, prototype yang terbaik adalah prototype yang paling sederhana yang akan memenuhi tujuan yang ditetapkan pada langkah 1. Pada beberapa kasus, prototype yang sudah ada atau prototype yang dibuat untuk tujuan lain dapat dipinjam.

 Langkah 3: Menggariskan Rencana Percobaan

Dalam banyak kasus, penggunaan prototype dalam pengembangan produk dapat dianggap sebagai sebuah percobaan. Praktek percobaan yang baik membantu untuk menjamin penggalian nilai maksimum dari kegiatan pembuatan prototype. Rencana percobaan meliputi identifikasi variabel percobaan (jika ada),

protocol, pengujian, sebuah indikasi mengenai pengukuran apa yang akan ditampilkan, dan sebuah rencana untuk menganalisis data hasil.

 Langkah 4: Membuat Jadwal Untuk Perolehan, Pembuatan, dan Pengujian.

Karena pembuatan dan pengujian prototype mempertimbangkan subproyek dalam keseluruhan proyek pemgembangan, tim diuntungkan dari jadwal untuk kegiatan membuat prototype. Tiga tanggal pertemuan sangat penting dalam menetapkan usaha pembuatan prototype. Pertama, tim menetapkan kapan bagian-bagian akan siap untuk dirakit (ini kadang-kadang disebut tanggal “rangkaian bagian”). Kedua, tim menetapkan tanggal kapan prototype akan diuji pertama kali

(ini kadang-kadang disebut tanggal “pengujian asap”), karena merupakan waktu tim untuk pertama kalinya menyalurkan energi dan “melihat asap” dalam produk dengan sistem listrik. Yang ketiga, tim menetapkan tanggal saat prototype diharapkan telah selesai diuji dan memberikan hasil akhir.

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 67-76)

Dokumen terkait