• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 BAHASA, BUDAYA, DAN KOMUNIKASI

1.4 Asal Mula dan Perkembangan Bahasa

Sebagai gejala alam yang sangat “erat” hubungannya dengan manusia, bahasa ada sejak manusia dan kebutuhan akan berkomunikasi ada. Para peneliti, ilmuwan, dan pemerhati bahasa sudah memperkirakan bahwa bahasa moyang manusia tumbuh dari bentuknya yang sangat sederhana dan terus berkembang menjadi ribuan bahasa yang dipakai oleh manusia saat ini. Parera (1991:6-7), berdasarkan berbagai pendapat para ahli, menyatakan bahwa bahasa itu adalah gejala almiah dan manusiawi. Isyarat komunikasi yang berwujud bahasa itu telah dimiliki oleh masyarakat pemakainya sejak mereka ada. Asal mula bahasa manusia yang sesungguhnya tidak dapat dipastikan oleh para ahli karena rentangan zaman yang amat panjang dan keterbatasan bukti-bukti yang ada. Yang jelas, bahasa ada pada manusia, tetapi tidak diciptakan oleh seseorang atau kelompok orang secara sengaja, melainkan “tercipta” seiring dengan per- kembangan kecerdasan dan pola hidup manusia. Inilah bukti bahwa bahasa itu alami dan manusiawi.

Asal mula dan perkembangan (evolusi) bahasa telah dan terus dipelajari oleh peneliti dan ilmuwan bahasa melalui berbagai bidang ilmu. Penelurusan itu, di antara yang paling mungkin, dilakukan oleh ilmuwan dan peneliti di bidang Linguistik Bandingan-Historis dan Linguistik Kebudayaan. Asal mula dan perkembangan bahasa banyak dikaitkan dengan teori

evolusi yang dikenal juga sebagai neo-Darwinisme. Teori evolusi menjadi landasan penting untuk pengkajian evolusi bahasa manusia, di samping kajian sejarah dan perbandingan bahasa, sejak moyangnya sampai ke perkembangannya saat ini. Meskipun teori evolusi bukan ditujukan untuk mengkaji bahasa, namun teori yang dicetuskan oleh Darwin ini boleh dipakai untuk mengungkapkan asal mula dan perkembangan bahasa yang dikaitkan dengan evolusi manusia sebagai penuturnya (lihat Foley, 1997; Schendl, 2001).

Bukti-bukti biologis, geologis, dan arkeologis menunjukkan bahwa ras manusia “lahir” dari genetika kera besar (apes) yang dalam perkembangannya muncul secara alami, dengan kehendak dan izin Tuhan, sebagai makhluk cerdas dan berbudaya. Ras manusia yang terus berkembang secara “istimewa” sampai lahirnya manusia dan masyarakat modern berjalan secara alamiah dan dalam rentangan masa yang sangat panjang. Perkembangan pola hidup dan budaya manusia dari masa ke masa itu diiringi pula oleh tumbuh dan berkembangnya bahasa sebagai alat komunikasi utama. Sebagaimana sudah disinggung di atas, bahasa manusia adalah hasil budi-daya manusia sebagai makhluk cerdas dan terus berkembang. Iringan ini memungkinkan bahasa selalu berdampingan dengan berbagai fitur sosia-budaya dan pola hidup manusia secara keseluruhan.

Ilmuwan bahasa dan ilmuwan lain yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan perkembangan (evolusi) manusia sulit membuat pernyataan pasti kapan dan dari mana bahasa itu berasal. Namun dengan mengait-ngaitkan berbagai hasil kajian berbagai bidang ilmu pengetahuan yang ikut menyinggung bahasa, boleh dinyatakan bahwa kapasitas dan kemampuan menggunakan dan memaknai lambang dan tanda, serta berbahasa yang dimiliki oleh manusia seiring dengan berkembangnya kapasitas dan ukuran otak Homo sapiens yang secara biologis dan genetis dianggap sebagai makhluk yang menurunkan manusia modern. Diperkirakan kemampuan berbahasa yang paling sederhana telah mulai dimiliki oleh Homo sapiens sejak 2.000.000 sampai 300.000 tahun yang lalu. Sejak masa itu, ukuran dan kemampuan otak manusia purba terus

membaik diiringi oleh pertumbuhan alat-alat ucap yang dimilikinya. Sejak 60.000 tahun yang lalu, diperkirakan ukuran dan kemampuan berfungsi alat-alat ucap manusia sudah mendekati seperti yang dimiliki oleh manusia modern (lihat Foley, 1997; Harley, 2001).

Para ilmuwan berpendapat bahwa lahirnya bahasa diawali oleh lahirnya kemampauan berpikir, memahami alam, dan “memaknai” lambang dan tanda-tanda untuk keperluan komunikasi. Diperkirakan bentuk bahasa yang mula-mula muncul itu sangat sederhana dan diungkapkan dengan dukungan isyarat atau bahasa tubuh. Bentuk bahasa pada masa awal itu lebih banyak berbentuk tiruan bunyi alam dalam bentuk onomatopoeia (onomatopoeic words). Pendapat yang menyatakan bahwa bahasa berevolusi dari merapal atau meniru dikenal dengan teori “ding-dong”, “heave-ho”, atau “bow-wow”. Bentuk-bentuk bahasa yang meniru dan didominasi oleh bunyi- bunyi yang dibuat secara bervariasi terus berkembang bagaikan bahasa bayi yang bermula dari desisan lidah yang tidak jelas sampai mereka bisa berbahasa seperti orang dewasa. Bentuk- bentuk tiruan dan kata onomatopoeia itu terus dirangkai secara alamiah dan dalam waktu yang panjang sehingga membentuk kata, kelompok kata, klausa, kalimat dan bentuk-bentuk bahasa lainnya (Foley, 1997; Bonvillain, 1997; Harley, 2001).

Asal mula terbentuknya tatabahasa, menurut Pinker dan Bloom (lihat Harvey, 2001) juga dimulai dari tatanan sangat sederhana dan terus berkembang sebagai tatanan tatabahasa yang dimiliki oleh bahasa-bahasa manusia modern. Tahapan perkembangan tatabahasa juga mengikuti proses evolusi sebagaimana terjadi pada lapisan bahasa yang lain. Perkembangan tersebut sejalan dengan perkembangan taraf hidup yang dimiliki oleh manusia di zamannya dan perkembangan fungsi neurologis-biologis otak mereka. Dengan demikian, teori evolusi dan biologi dapat digunakan untuk menjelaskan tumbuh dan berkembangnya tatabahasa bahasa manusia.

Foley (1997), lebih jauh, menyatakan bahwa di samping didukung oleh perkembangan kapasitas tingkat kecerdasan, perangkat otak, dan alat ucap manusia dari masa ke masa,

pertumbuhan dan perkembangan bahasa manusia didukung pula oleh dimensi sosial-budaya yang mengelilingi manusia itu sendiri. Kebutuhan hidup dan perkembangan tatana kebudayaan manusia telah dan terus mendorong kebutuhan untuk berkomunikasi secara verbal. Keadaan ini mempercepat “kelahiran” bentuk dan pola bahasa yang digunakan secara sistematis dan diphami bersama oleh kelompok masyarakat tertentu. Dalam masa yang cukup panjang, bahasa manusia terus bergeser dan berubah dalam berbagai sisinya untuk digunakan oleh manusia secara bersama. Berdasarkan pendapat ahli dan hasil penelitian terkait dengan perkembangan bahasa, Foley (1997) juga menyebutkan bahwa evolusi bahasa manusia nampaknya terjadi melalui proses aneka-sebab (multicausal processes). Faktor-faktor sosial-budaya, kognitif, dan tindakan langsung yang terjadi dalam peradaban manusia terjalin sedemikian rupa untuk mengubah dan mengembangkan bahasa.

Perkembangan bentuk dan makna bahasa terus berkembang sedemikian rupa sejalan dengan kemampuan manusia mengembangkan budayanya dan meragamkan pemakaiannya. Dengan berbagai cara, manusia tiada hentinya untuk memperkaya makna dan nilai bahasa dalam berbagai tautan pemakaiannya. Makna sosial, fungsional, dan komunikatif lainnya sering sudah melewati makna asli dalam bahasa modern karena kebutuhan berkomunikasi yang semakin rumit dan sistematis. Berbahasa tidak hanya berarti menggunakan bentuk- bentuk bahasa secara lahiriah, tetapi juga memikirkan dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai budaya dan moral yang digunakan oleh kelompok masyarakat pemakaian bahasa tersebut.