• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III UNSUR PAKSAAN YANG DAPAT MENIMBULKAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

2. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

Pemahaman yang mendalam tentang perjanjian, terlebih dahulu kita harus mengerti prinsip-prinsip/asas-asas dalam hukum perjanjian. Asas-asas dalam hukum perjanjian adalah :

a. AsasPersonalia

Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah hanya untuk kepentingan perseorangan saja.95Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata, Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.” Sedangkan dalam Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa: “persetujuan

hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Namun, ketentuan tersebut ada pengecualiannya, yaitu Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi: “Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat seperti itu.”

95 Salim HS.,Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, cet. 3, Jakarta, Sinar

b. AsasKonsensualitas

Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan harus adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai. AsasKonsensualitasdapat diartikan, bahwa didalam pembuatan suatu kontrak harus didasarkan pada adanya kata sepakat. Sepakat maksudnya adalah bahwa dua belah pihak yang mengadakan perjanjian, dengan kata lain mereka saling menghendaki sesuatu secara timbal balik. Adanya kemauan atas kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun terjadinya kesepakatan oleh karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak.

Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan, tekanan dari pihak manapun, betul- betul atas kemauan sukarela pihak-pihak. Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena:

1) Kekhilafan atau kekeliruan (dwaling);

2) Pemerasan/ Paksaan(dwang);

3) Penipuan(bedrog)

Unsur kekhilafan/kekeliruan dibagi dalam dua bagian, yakni kekhilafan

mengenai orangnya dinamakan error in persona. Dan kekhilafan barangnya

dinamakan error in substansia. Mengenai kekhilafan/kekeliruan yang dapat

objek atau prestasi yang dikehendaki.

Sedangkan kekhilafan/kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal. Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu atau ke dua belah pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan ataupun khilaf dengan siapa ia melakukan perjanjian.

Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena

ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar- benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian (Pasal 1324 KUH Perdata).

Mengenai pengertian penipuan (bedrog) ini terjadi apabila menggunakan

perbuatan secara muslihat sehingga pada pihak lain menimbulkan suatu gambaran yang tidak jelas dan benar mengenai suatu hal. Untuk mengatakan terjadi suatu penipuan, maka harus ada kompleks dari muslihat-muslihat itu.

Subekti mengatakan bahwa, ”penipuan (bedrog) terjadi apabila suatu pihak

dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, disertai dengan kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberi perizinan”.96

Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar (palsu) disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk

menjerumuskan seseorang. Misalnya, perbuatan memperjualbelikan sebuah rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat- suratnya.97

Penipuan terjadi tidak saja jika suatu fakta tertentu dengan sengaja disembunyikan atau tidak diungkap, tetapi juga bila suatu informasi yang keliru sengaja diberikan, atau bisa juga terjadi dengan tipu daya lainnya.98 c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak(Freedom of Contract)diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan

kesusilaan,99 memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh

undang-undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang

perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik,100 dan mereka wajib

melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat layaknya undang-undang. Secara umum kalangan ilmuwan hukum menghubungkan dan memperlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 ayat (1)

97Achmad Iksan,Hukum Perdata IB, Jakarta, Pembimbing Masa, 1969, hal. 20.

98 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op.cit.,hal. 99.

99Ibid

.

100Munir Fuady,Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis,Cet. 2, Bandung, Citra

KUHPerdata sebagai asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian.101 Oleh karena Buku III KUHPerdata bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh mengenyampingkan pasal-pasal dalam Hukum Perjanjian jika mereka menghendaki. Tetapi, jika dalam perjanjian tersebut para pihak tidak mengatur mengenai sesuatu hal, maka bagi sesuatu hal tersebut berlakulah ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata.102

d. Asas Kepercayaan.103

Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari.

e. Asas Kekuatan Mengikat.104

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa dipenuhinya syarat sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar undang-undang. f. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus

101I.G. Rai Widjaja,Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting),Cet. 2., Jakarta, Kesaint

Blanc, 2003, hal. 82.

102

Subekti,Hukum Perjanjian,Op.cit.,hal. 13.

103

Mariam Darus Badrulzaman,Kompilasi Hukum Perikatan,Cet. 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 87.

dilaksanakan dengan itikad baik.”

Ketentuan ini pada dasarnya merupakan penegasan lebih lanjut dari pelaksanaan suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah. Terpenuhinya syarat sahnya perjanjian tidak begitu saja menghilangkan hak dari salah satu pihak dalam perjanjian untuk tetap meminta pembatalan dalam hal perjanjian telah dilaksanakan tidak dengan itikad baik oleh pihak lainnya dalam perjanjian.105

g. Asas Keseimbangan.106

Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk menuntut prestasi (kreditur) berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya (debitur), namun kreditur juga memiliki beban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Jadi, kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

h. Asas Kepatutan dan Kebiasaan.107

Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”

105 I.G. Rai Widjaja,Op.cit.,hal. 84.

106 Mariam Darus Badrulzaman,Kompilasi Hukum Perikatan, Op.cit., hal. 88. 107 Ibid.,hal. 89.

Dokumen terkait