• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA

B. Tinjauan Umum tentang Akta Otentik

4. Kekuatan Akta Otentik Sebagai Alat Bukti

Kekuatan pembuktian akta otentik adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada

74Habib Adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Op.cit.,hal. 58.

pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat.76

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1866 KUHPerdata, maka alat-alat bukti terdiri dari:

a. Bukti tulisan

b. Bukti dengan saksi-saksi c. Persangkaan-persangkaan d. Pengakuan

e. Sumpah

Alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 1866 KUHPerdata, jelas bahwa alat bukti tulisan merupakan alat bukti yang utama daripada alat bukti lainnya. Adapun dari bukti tulisan tersebut terdapat suatu yang berharga untuk pembuktian yaitu akta. Akta dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu akta di bawah tangan dan akta otentik.

Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, “Akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya”.

Menurut Pasal 1874 KUHPerdata, yang dimaksud dengan bukti tulisan lain adalah surat-surat, register-register, surat-surat rumah tangga dan lain-lainnya, yang dibuat bukan dengan tujuan sebagai alat bukti di muka pengadilan dan tidak harus ada tanda tangannya. Bukti tulisan di bawah tangan atau otentik mengharuskan adanya tanda tangan dan sengaja dibuat sebagai alat bukti di muka pengadilan

serta memuat peristiwa-peristiwa hukum yang menimbulkan hak dan perikatan. Bukti tulisan di bawah tangan (akta di bawah tangan) dan bukti tulisan otentik (akta otentik) berbeda dengan bukti tulisan lainnya yang tidak mengharuskan adanya tanda tangan.

Untuk dapat membuktikan adanya suatu perbuatan hukum, maka diperlukan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian. Dalam hal ini agar akta sebagai alat bukti tulisan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maka akta tersebut harus memenuhi syarat otentisitas yang ditentukan oleh undang-undang, salah satunya harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang inilah profesi Notaris memegang peranan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan syarat otentisitas suatu surat atau akta agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna karena berdasarkan pasal 1 UUJN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.

Perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan, dapat dilihat dari kekuatan pembuktiannya. Oleh karena akta otentik dibuat oleh pejabat yang mempunyai wewenang untuk itu, maka akta otentik merupakan alat bukti yang kuat dan sempurna dan tidak membutuhkan pengakuan atau alat bukti yang lainnya dan apabila ada yang menyangkal, maka yang menyangkal harus dapat membuktikannya dengan memperlihatkan alat bukti yang sejajar dengan alat bukti otentik tersebut.

Dalam Pasal 1870 KUHPerdata disebut bahwa, ”Suatu akta otentik

mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”.

Menurut pendapat umum yang dianut, pada hakikatnya setiap akta otentik kekuatan pembuktian akta otentik dibedakan 3 (tiga), yakni:77

1). Kekuatan pembuktian lahiriah(Uitwendige Bewijskracht).

Kekuatan pembuktian lahiriah ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tandatangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.78

Oleh karena itu, nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.

2). Kekuatan pembuktian formal(Formele Bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta

77Ibid. 78Ibid.

tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap dan para pihak yang menghadap, paraf dan tandatangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara) dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak).79

Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini (juga dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya) yang merupakan pembuktian lengkap, maka akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada di dalam akta partij maupun di dalam akta pejabat, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang, yakni apa yang ada dan terdapat di atas tandatangan mereka.80

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,

79Habib adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Op.cit., hal. 72-73.

disaksikan dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun.81

3). Kekuatan pembuktian material(Materiele Bewijskracht)

Dahulu dianut pendapat, bahwa dengan kekuatan pembuktian formal tadi habislah kekuatan pembuktian dari akta otentik. Pendapat sedemikian sekarang ini tidak dapat diterima lagi. Ajaran semacam itu yang dinamakan “de leer van de louter formele bewijskracht” telah ditinggalkan, oleh karena

itu merupakan pengingkaran terhadap perundang-undangan sekarang,

kebutuhan praktek dan sejarah.82

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/ disampaikan di hadapan Notaris dan

81Habib Adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Op.cit.,hal. 74.

para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangannya dituangkan/dimuat dalam

akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata

pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka.83

Jika akan membuktikan aspek material dari akta, maka yang bersangkutan

harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau

menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.84 Sedangkan yang menjadi fungsi suatu akta otentik dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:

1. Fungsi formal (formalitas causa) artinya suatu perbuatan hukum baru sah

jika dibuat dengan akta otentik dan tidak dapat dibuktikan dengan bukti lain; 2. Fungsi sebagai alat bukti(probationis casua)artinya akta otentik dibuat untuk

dipergunakan sebagai alat bukti di kemudian hari tentang perbuatan hukum yang disebut dalam akta.

83Habib Adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Op.cit., hal. 74.

Kebenaran akta Notaris adalah kebenaran formal, maksudnya dasar

pembuatan akta mengacu pada identitas komparan dan dokumen-dokumen

formal sebagai pendukung untuk suatu perbuatan hukum. Sehingga akta yang dibuat Notaris adalah bersifat kebenaran formal, disebut begitu karena Notaris

tidak melakukan penelusuran dan penelitian sampai ke lapangan tentang

dokumen formal yang dilampirkan sehingga akta Notaris bukan kebenaran materil sebagaimana pencarian kebenaran dan keadilan dalam proses hukum di pengadilan.

Suatu akta Notaris dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna apabila akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil, dan memenuhi syarat otentisitas sebagaimana dipersyaratkan dalam UUJN sehingga akta yang telah memenuhi semua persyaratan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan harus dinilai benar, sebelum dapat dibuktikan ketidakbenarannya.

Apabila suatu akta otentik ternyata tidak memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil maupun materil dan tidak memenuhi syarat otentisitas suatu akta, maka akta otentik tidak lagi disebut sebagai akta otentik melainkan hanya akta di bawah tangan.

Dokumen terkait