• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Ketentuan Umum Tentang Hukum Perjanjian

4. Asas-Asas Perjanjian

Selain untuk syarat sahnya suatu perjanjian, ternyata dalam hukum perjanjian terdapat asas-asas hukum, dimana yang dimaksud dengan pengertian dasar asas adalah sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir60. Sebagai dasar atau tumpuan untuk berpikir bila diibaratkan membangun suatu bangunan, maka asas adalah dasar atau fondasi dari bangunan tersebut. Asas hukum terbentuk oleh kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan-patokan bagi perilaku dalam pergaulan masyarakat. Untuk itu, pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram61.

Dalam kaitan pergaulan hidup manusia yang tertib dan tenteram seperti yang dinyatakan Soerjono di atas, berkaitan dengan upaya untuk

59

J.Satrio. Op.Cit., Hal 246

60

Balai Pustaka. Op.Cit., Hal 70

61

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998),

memenuhi kebutuhan hidup manusia yang sering kali berlawanan, dimana dikhawatirkan dapat menimbulkan ekses-ekses dalam masyarakat. Hal ini dinyatakan oleh Lili Rasjidi bahwa :

“seperti diketahui, terdapat berbagai ragam kepentingan yang melekat kepada masing-masing individu tersebut yang bersifat sejajar (sama), berlainan, atau berlawanan dalam usahanya memenuhi apa yang disebut sebagai kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekundernya. Dan agar dalam memenuhi kebutuhan tersebut tidak terjadi ekses-ekses dalam masyarakat akibat adanya benturan-benturan, terutama antara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan, diperlukan adanya kaidah-kaidah tersebut diatas agar segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur”.62

Pemahaman terhadap asas hukum sangat penting, seperti yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo :

“Apabila kita sekarang sampai pada pembicaraan mengenai asas hukum, maka pada saat itu kita membicarakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum63

Adapun asas hukum yang melandasi hukum perjanjian terdiri atas : a. Asas Konsensualitas

Konsensualitas berasal dari kata “consencus” dalam bahasa Indonesia yang berarti kesepakatan atau kemufakatan bersama yang dicapai melalui kebulatan suara64. Asas konsensualitas memiliki makna bahwa suatu perjanjian itu sudah terjadi pada saat tercapainya

62

Lili Rasjidi. Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu?. (Bandung : Remaja, 1991), Hal 31

63

Soerjono Soekanto. Op.Cit., Hal 60

64

kesepakatan. Sri Gambir Melati mengenai asas konsensualitas ini menyatakan, bahwa :

“asas konsensualitas yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kita memberikan pengertian bahwa hukum perikatan dari Burgerlijk Wetboek kita menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan kata sepakat saja. Sedangkan pernyataan kehendak (wils Verklaring) dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan atau surat dan lain-lain”65

Subekti mengemukakan bahwa, asas konsensualitas, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian66.

Asas konsensualitas ditemukan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, berasal dari kata atau istilah “sepakat”. Kata-kata sepakat menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakan baik untuk menciptakan suatu perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian67.

b. Asas kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan mengadakan perjanjian atau asas kebebasan berkontrak sangat erat kaitannya dengan asas yang lain dalam hukum perjanjian yaitu asas konsensualitas. Keterkaitan antara asas

65

Balai Pustaka. Op.Cit., Hal 58

66

Subekti Op.Cit., Hal 26

67

konsensualitas dengan asas kebebasan berkontrak yang diutarakan oleh Sri Gambir bahwa :

“menyinggung tentang masalah asas konsensualitas dalam hukum perikatan maka eratlah kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak seperti apa yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai hukum Perikatan yang tercantum dalam buku III BW”68.

Mengenai asas kebebasan berkontrak ini, J. Satrio mengatakan bahwa, disamping itu kalau kita hubungkan Pasal 1338 dengan Pasal 1320 dan 1339 tersimpul pula suatu asas hukum perjanjian yang lain, yang tak kalah penting, yaitu asas kebebasan berkontrak69.

Adapun ketentuan hukum yang mengatur tentang kebebasan berkontrak sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”

Kemudian Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan bahwa, persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan

68

Sri Gambir. Op.Cit., Hal 130.

69

tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

Sedangkan Pasal 1320 KUH Perdata merumuskan tentang syarat sahnya suatu persetujuan atau perjanjian, yang telah diuraikan dalam uraian sebelumnya. Sutan Remy Syahdeni merumuskan mengenai asas kebebasan berkontrak ini dalam hukum perjanjian di Indonesia, adalah:. a) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjan; c) Kebebasan untuk memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya; d) Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;

e) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional)70

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini menegaskan bahwa apabila seseorang membuat perjanjian secara sah (memenuhi pasal 1320 KUH Perdata). Maka perjanjian itu berakibat bagi para pihak yang membuatnya, yaitu perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi sipembuatnya oleh karenanya akibat atas asas

pacta sunt servanda sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata adalah :

70

Sutan Remy Syahdeni. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, cetakan pertama. (Jakarta : Institut Banker

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

d. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik berarti bahwa pelaksanaan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan keadilan. Dalam pasal 1338 ayat(1) KUH Perdata dijelaskan bahwa “ Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik” pasal tersebut merupakan dasar dari asas itikad baik.

Dokumen terkait