• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

2. Asas Keahlian dan Kedaerahan

Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu Departemen- Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen. Kemudian dengan

berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus

diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya

pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.39

Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas

perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek (staatkundige)

decentralisatie.

39

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemeintahan Daerah, Pustaka Bani Quraisy,

Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

a. Asas desentralisasi

Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya

disebut swatantra atau otonomi40. Pasal 1 angka (7) mengemukakan, desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.41

Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.

Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam

40

Ibid., hal. 89.

41

Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula

pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi.42

Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk

otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan

(overdragen)urusan pemerintahan kepada daerah.

b. Asas dekonsentrasi

Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau

delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya

karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat43. Pasal 1

angka (8) mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang

42

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88

43

pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.44

Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan daerah.

Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah.

Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan Undang-

44

Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna yang tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan yang secara fungsional dari

pejabat atasan (dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah).45

c. Asas tugas pembantuan

Disamping asas desentralisasi dan dekosentrasi dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di

Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-

kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah

daerah dibawahnya berdasarkan undang-undang46. Pasal 1 angka (9) menyatakan,

tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.47

Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam konteks hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat

45

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah,Ghalia Indonesia, Bogor:2007, hal.91.

46

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta:

2005, hal. 21.

47

Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk yang diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.

Sebagian urusan yang dilaksanakan menurut asas tugas pembantuan antara lain; urusan haji, urusan bencana alam, lingkungan hidup, olahraga, kepemudaan dan lain- lain.48

Dokumen terkait