• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN PELAKSANA

TUGAS (PLT) WALIKOTA DALAM PEMERINTAHAN KOTA

MENURUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Pemerintah Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

M.F.HABIBULLAH

NIM : 100200289

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN PELAKSANA

TUGAS (PLT) WALIKOTA DALAM PEMERINTAHAN KOTA

MENURUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Pemerintah Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

M.F.HABIBULLAH

NIM : 100200289

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Mengetahui

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Suria Ningsih, S.H., M.Hum

NIP. 196002141987032002

Pembimbing I

Pembimbing II

Suria Ningsih, S.H., M.Hum

Afrita, S.H.,M.Hum

NIP.196002141987032002

NIP.197104301997022001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Pelaksana Tugas (Plt) Walikota merupakan pejabat pengganti

sementara walikota yang berhalangan untuk mengendalikan

pemerintahan kota. Dalam melaksanakan tanggung jawab

penyelenggaraan pemerintahan kota, sejatinya kewenangan Plt. Walikota adalah menjalankan sepenuhnya tugas dan wewenang sebagai Walikota.

Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan

penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (Field

Research).

Pelaksana Tugas (Plt) Walikota berperan mengendalikan dan memimpin pemerintahan kota Medan selama dinonaktifkannya Walikota definitif. Namun kewenangan PelaksanaTugas (Plt) Walikota dalam mengendalikan Pemerintahan Kota dibatasi dengan 4 hal antara lain, Plt. Walikota dilarang; melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dibuat pejabat sebelumnya, membuat kebijakan pemekaran daerah, membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang di lakukan penulis maka didapatilah pengetahuan tentang kendala-kendala yang dihadapi Plt. Walikota dan upaya yang dilakukan mengatasi kendala-kendala tersebut selama menjalankan tugas dan kewajibannya sehari-hari sebagai pemegang kendali pemerintahan kota.

Kata Kunci : Kepala Daerah, Pelaksana Tugas (Plt) Walikota, kewenangan, Good Governance

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Departemen Hukum Administrasi Negara, NIM : 100200289

**) Dosen Pembimbing I/Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota

Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi

Pemerintah Kota Medan)”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

4. Bapak Dr. OK Sahidin, SH.,M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Ibu Suria Ningsih. SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi

Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I Penulis.

6. Ibu Afrita. SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Abangda Agmalun Hasugian, SH dan Abangda Fachrurozi Afandi,SH

yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis.

9. Rekan-rekan seperjuangan BTM Aladdinsyah, SH Fakultas Hukum Universitas

(5)

10.Rekan-rekan seperjuangan Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Rekan-rekan satu stambuk 2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12.Rekan-rekan se-almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan rasa terima-kasih yang tiada

terhingga kepada Ayahanda Alm. Ir. Irian Usma dan Ibunda Dra.Hasnizar beserta

Abangda Ahmad Zaky dan Adinda Cut Nurudiniyah atas segala dukungan yang telah

diberikan yang begitu maksimal, semoga kebersamaan yang kita jalani ini tetap

menyertai kita semua.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Nenek yang baik

hati dan Pakni beserta keluarga di rumah yang terus memberikan perhatian dan

nasehat kepada penulis.

Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I P E N D A H U L U A N ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH ... 14

A. Pemerintah Daerah ... 16

1. Tugas Dan Kewajiban Pemerintah Daerah ... 17

2. Larangan Kepala Daerah ... 22

B. Pertimbangan Perlu Adanya Pemerintahan di Daerah ... 23

1. Landasan Dasar ... 23

2. Latar Belakang Perlunya Pemerintahan di Daerah .... 24

C. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah ... 27

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah ... 29

1. Asas Umum Pemerintahan yang Baik ... 29

2. Asas Keahlian dan Kedaerahan ... 33

E. Pelimpahan dan Penyerahan Kewenangan... 38

(7)

BAB III TINJAUAN TENTANG PELAKSANA TUGAS (PLT)

WALIKOTA ... 42

A.Pelaksana Tugas (Plt) Walikota ... 42

B.Prosedur Pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota 43

C.Kewenangan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Kota medan ... 46

1. Pengertian Kewenangan ... 48

2. Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan ... 51

a. Teori Pendelegasian Kewenangan Dengan

Atribusi.. ... 53

b. Teori Pendelegasian Kewenangan Dengan

Delegasi. ... 54

c. Teori Pendelegasian Kewenangan Dengan

Mandat... 57

3. Kewenangan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam

Pemerintahan Kota Medan ... 60

BAB IV PERAN PELAKSANA TUGAS (PLT) WALIKOTA

DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

KOTA MEDAN MENURUT HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA ... 67

A.Landasan Hukum Pelaksana Tugas (Plt) Walikota

Medan... ... 67

B.Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Kota Medan ... 68

C.Kendala-Kendala Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Kota Medan ... 69

D.Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Yang Dihadapi

(8)

BAB V PENUTUP ... 78

A.Kesimpulan ... 78

B.Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

Pelaksana Tugas (Plt) Walikota merupakan pejabat pengganti

sementara walikota yang berhalangan untuk mengendalikan

pemerintahan kota. Dalam melaksanakan tanggung jawab

penyelenggaraan pemerintahan kota, sejatinya kewenangan Plt. Walikota adalah menjalankan sepenuhnya tugas dan wewenang sebagai Walikota.

Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan

penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (Field

Research).

Pelaksana Tugas (Plt) Walikota berperan mengendalikan dan memimpin pemerintahan kota Medan selama dinonaktifkannya Walikota definitif. Namun kewenangan PelaksanaTugas (Plt) Walikota dalam mengendalikan Pemerintahan Kota dibatasi dengan 4 hal antara lain, Plt. Walikota dilarang; melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dibuat pejabat sebelumnya, membuat kebijakan pemekaran daerah, membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang di lakukan penulis maka didapatilah pengetahuan tentang kendala-kendala yang dihadapi Plt. Walikota dan upaya yang dilakukan mengatasi kendala-kendala tersebut selama menjalankan tugas dan kewajibannya sehari-hari sebagai pemegang kendali pemerintahan kota.

Kata Kunci : Kepala Daerah, Pelaksana Tugas (Plt) Walikota, kewenangan, Good Governance

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Departemen Hukum Administrasi Negara, NIM : 100200289

**) Dosen Pembimbing I/Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan

Negara kesatuan mencakup wilayah Sabang sampai Merauke yang sebelumnya

dikuasai oleh Belanda. Melalui perjuangan revolusioner ini, maka berdirilah negara

merdeka yang bernama Republik Indonesia.

Sebagai sebuah negara, Indonesia memiliki sebuah konstitusi bernama

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam UUDNRI 1945,

kerangka kenegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia diatur. Undang –

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Ditegaskan pula bahwa

Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Dengan demikian,

negara Indonesia adalah negara konstitusi, bersendikan demokrasi, dan berbentuk

republik kesatuan.1

Namun, mengingat wilayah negara Indonesia sangat besar dengan rentang

geografis yang luas dan kondisi sosial-budaya yang beragam, UUDNRI 1945

kemudian mengatur perlunya pemerintahan daerah. Pasal 18 UUDNRI 1945

menegaskan bahwa negara Indonesia dibagi dalam daerah besar (provinsi) dan

daerah kecil (kabupaten/kota) yang bersifat otonom dengan mempertimbangkan

asal-usul daerah yang bersangkutan sebagai keistimewaan. Dengan demikian, dalam

1

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta:

(11)

sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, adanya pemerintahan

daerah merupakan ketentuan konstitusi yang harus diwujudkan.

Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 UUDNRI

1945 telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain

Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang Nomor 22 Tahun 1948,

Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang Nomor 18 Tahun 1965,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008.2

Landasan normatif penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terus berubah

dalam beberapa kurun waktu tertentu sebagai akibat dari adanya pengaruh perubahan

politik pemerintahan yang memberi warna tersendiri dalam pola kegiatan, pola

kekuasaan, dan pola perilaku kepemimpinan kepala daerah. Sejak terbitnya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 sampai dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008, sebagai ketentuan normatif yang mengatur sistem penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, telah mengatur kedudukan, tugas, fungsi, kewajiban, dan

persyaratan kepala daerah.3

Pengaturan dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah telah

meletakkan peranan kepala daerah sangat strategis mengingat kepala daerah

merupakan komponen signifikan bagi keberhasilan pembangunan nasional karena

menjadi subsistem dari pemerintahan nasional atau negara. Kepala daerah

2

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahn Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta:

2008, hal. 54.

3

J Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah: Pola Kegiatan, Kekuasaaan, dan Perilaku Kepala

(12)

merupakan figur atau manajer yang menentukan efektivitas pencapaian tujuan

organisasi pemerintahan daerah. Proses pemerintahan di daerah secara sinergis

ditentukan sejauh mana peran yang dimainkan oleh pemimpin atau manajer

pemerintahan daerah. Dengan kata lain, arah dan tujuan organisasi pemerintahan

daerah ditentukan oleh kemampuan, kompetensi, dan kapabilitas kepala daerah

dalam melaksanakan fungsi-fungsi administrasi/manajerial, kepemimpinan,

pembinaan, dan pelayanan, serta tugas-tugas lain yang menjadi kewajiban dan

tanggung jawab kepala daerah.4

Dalam memutar roda organisasi pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan

kemasyarakatan, serta dalam menghadapi konflik, gejolak dan permasalahan

pemerintahan di daerah, kepala daerah secara terus-menerus dihadapkan oleh

pelbagai tuntutan dan tantangan, baik secara internal maupun eksternal yang harus

direspon dan diantisipasi sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan

kompetensi kepala daerah.

Namun, penyelenggaraan otonomi daerah tidak berjalan mulus begitu saja.

Jabatan justru bisa menimbulkan masalah. Hal ini terbukti di beberapa daerah di

Indonesia yang dipimpin oleh kepala daerah terlibat masalah hukum. “Menteri dalam

negeri Gamawan Fauzi menuturkan sebanyak 290 kepala daerah sudah berstatus

tersangka, terdakwa, dan terpidana karena terbelit kasus. Dari jumlah itu, sebanyak

251 kepala daerah atau sekitar 86,2 persen terjerat kasus korupsi.”5

Kepala daerah

yang terlibat kasus hukum tersebut harus menjalani proses pengadilan sampai

dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

4

J.Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah : Pola Kegiatan, kekuasaan dan Perilaku Kepala

Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta: 2009, hal. 4.

5

http:// http://www.tempo.co/read/news/2013/02/09/063460207.html, (diakses tanggal

(13)

Sementara itu berdasarkan Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa kepala daerah dan/atau wakil

kepala daerah diberhentikan sementara karena dinyatakan melakukan tindak pidana

kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun atau lebih berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau karena

didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau

tindak pidana terhadap keamanan negara yang dinyatakan dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pemberhentian sementara kepala daerah untuk menjalani proses pengadilan

memberikan kewenangan kepada Wakil Kepala Daerah untuk melaksanakan tugas

dan kewajiban Kepala Daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap untuk menghindari terjadinya kekosongan

jabatan kepala daerah.

Pengangkatan pelaksana tugas (plt) kepala daerah ini menimbulkan

permasalahan dalam aspek hukum administrasi negara karena pelaksana tugas kepala

daerah berbeda dengan kepala daerah definitif. Dalam hal pengangkatan pelaksana

tugas kepala daerah maupun kewenangan yang dimiliki pejabat pelaksana tugas

kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah.

Berbagai aspek di atas menjadi latar belakang bagi penulis untuk membuat

skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt)

Walikota dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka skripsi yang berjudul

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam

Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara ( Studi Pemerintah Kota

Medan) akan dibatasi pada permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004?

2. Bagaimana batas kewenangan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam

menyelenggarakan pemerintahan kota menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku?

3. Bagaimana perspektif Hukum Administrasi Negara terhadap peran Pelaksana

Tugas (Plt) Walikota dalam Pemerintahan Kota Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah untuk

dapat menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami bagaimana penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menurut Undang–

Undang Nomor 32 Tahun 2004.

2. Memahami batas kewenangan Pelaksana Tugas (PLt) Walikota dalam

menyelenggarakan pemerintahan kota menurut peraturan perundang-undangan

(15)

3. Memahami peran dan kendala Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam

menjalankan roda Pemerintahan Kota Medan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis

Dalam penelitian ini di harapkan agar hasil penelitian nantinya dapat

memberikan atauapun menambah pengetahuan terutama dalam Hukum Administrasi

Negara mengenai peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam menjalankan roda

pemerintahan kota.

b. Secara praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk memberikan gambaran dan

menambahkan wawasan tentang peranan dan kewenangan seorang Pelaksana Tugas

(Plt) Walikota dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul penulisan ini adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana

Tugas (Plt) Walikota dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi

Negara (Studi Pemerintah Kota Medan), judul skripsi ini belum pernah ditulis dalam

bentuk yang sama oleh Mahasiswa di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Dengan

(16)

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam penelitian skripsi ini, penulis memberikan judul yaitu “Tinjauan Yuridis

Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)”.

Sebelum penulis melanjutkan pembahasan, terlebih dahulu penulis mencoba

memberikan beberapa penjelasan, pengertian secara umum dari judul skripsi ini,

sekaligus memberikan penegasan demi mencegah kesimpangsiuran atau kekaburan

dalam memahami tulisan ini.

Pemerintah daerah adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang terdiri

dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.6

Wakil Kepala Daerah adalah wakil dari pucuk pimpinan (kepala daerah) di suatu

wilayah pemerintahan. Sesungguhnya wakil kepala daerah mempunyai kedudukan

yang setara dengan kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan, terkecuali

dalam penentuan kebijakan.7

Walikota adalah pelaksana kebijakan daerah kota yang dibuat bersama DPRD

Kota. Namun sebagai bagian dari pelaksana kebijakan pemerintah nasional, walikota

juga pelaksana semua peraturan perundangan baik yang dibuat bersama dengan

DPRD Kota, DPR, dan Presiden, Menteri maupun Gubernur. Semua peraturan

perundangan yang sah harus dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Walikota.8

Pelaksana Tugas (Plt) adalah pejabat yang menempati posisi jabatan yang

bersifat sementara karena pejabat yang menempati posisi itu sebelumnya

6

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_daerah_di_Indonesia.html(diakses tanggal 28/11/ 2013, jam 07.23).

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Wakil_kepala_daerah.html (diakses tanggal 28/11/2013, jam 07.51).

8

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo,

(17)

berhalangan atau terkena peraturan hukum sehingga tidak menempati posisi

tersebut.9

Pelaksana tugas Walikota adalah pejabat pengganti walikota yang melekat pada

wakil walikota dikarenakan diberhentikannya walikota untuk menghindari

kekosongan jabatan walikota, yang dalam hal ini pelaksana tugas walikota

ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.10

Pemerintahan kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Walikota

dan DPRD Kota menurut asas otonomi daan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.11

Dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan dari alat perlengkapan negara di

pusat kepada instansi bawahan guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam

9

http://id.wikipedia.org/wiki/Pelaksana_Tugas.html (diakses tanggal 28/11/2013,jam 23.20).

10

Pasal 1 butir 2 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,

LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

11

(18)

penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya

karena instansi bawahan melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat.12

Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kepada kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.13

Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang kepada organ pemerintahan.14

Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.15

Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya.16

F. Metode Penelitian

Dalam setiap penulisan karya ilmiah diperlukan metode pendekatan untuk

kesempurnaan tulisan sehingga menjadi tulisan yang benar dan dapat

dipertanggungjawabkan. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah

metode penelitian normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan,17 karena

menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan utama.

12

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum, Ghalia

Indonesia, Bogor: 2007, hal. 91.

13

Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

14

Ridwan HR, Hukum Adminstrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta: 2006, hal. 104.

15

Ibid., hal. 105.

16

Ibid.

17

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Nprmatif, Suatu Tinjauan Singkat,

(19)

Penulis juga melakukan pendekatan penelitian, antara lain:

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Dalam metode ini penulis melakukan penelitian melalui kepustakaan dengan cara

membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pokok

permasalahan, peraturan perundang-undangan yang dianggap relevan serta

mendukung kesempurnaan skripsi ini. Data tersebut penulis uji dengan penelitian di

lapangan agar mengetahui lebih mendalam tentang permasalahannya.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Dalam penulisan skripsi ini peneliti melakukan riset ke Kantor Walikota Medan

yang merupakan kantor pemerintahan kota Medan dan ke Kantor Gubernur yang

merupakan kantor pemerintahan Provinsi Sumatera Utaradengan maksud untuk

mengetahui bagaimana prosedur pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala

Daerah, bagaimana peranan seorang Pelaksana Tugas (plt) Walikota dalam

pemerintahan kota dan sejauhmana kewenangan yang dimiliki oleh Pelaksana Tugas

(plt) walikota dalam menjalankan roda pemerintahan kota sebagaimana yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan merupakan sasaran penelitian penulis. Penulis

secara langsung turun kelapangan meminta data-data yang diperlukan.

Dengan cara inilah Penulis megumpulkan data guna melengkapi dan mendukung

uraian selanjutnya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Sumber data

Guna kepentingan penulisan skripsi, penulis menggunakan data sebagai berikut:

a. Data primer, adalah data yang diperoleh dengan pengamatan langsung pada

(20)

b. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen – dokumen resmi, buku – buku,

hasil – hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.Yang terdiri atas:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan landasan utama yang digunakan dalam penulisan skripsi ini,

yaitu:

1)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

3)Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

4)Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

5)Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,

Pengesahan Pengangkatan, Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah.

6)Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga

atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,

Pengesahan Pengangkatan, Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah.

2. Bahan hukum skunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku dan pendapat atau

doktrin-doktrin dari para pakar hukum.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari

bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, berupa Kamus Hukum,

(21)

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif yaitu suatu metode analisa data dengan menjelaskan dan

menjabarkan permasalahan yang diteliti kemudian menganalisa hasil

penelitian yang ada di lapangan untuk dapat dirumuskan dalam suatu

kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana bab-bab tersebut disesuaikan

dengan isi dan maksud dari tulisan skripsi ini, secara garis besar pembahasannya

dibagi lagi dalam sub-sub bab sesuai dengan penulisan skripsi.

Adapun kelima bab tersebut dapat dilihat dari gambaran sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II : Tinjauan umum Pemerintah Daerah

Disini penulis menjelaskan tentang pengertian pemerintah daerah,

pertimbangan perlu adanya pemerintahan di daerah, tujuan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, asas penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, pelimpahan dan penyerahan kewenangan

(22)

Bab III : Tinjauan tentang Pelaksana Tugas (PLt) Walikota

Pada bab ini penulis mencoba menguraikan tentang pengertian

pelaksana tugas (plt) walikota, prosedur pengangkatan pelaksana

tugas (Plt) walikota, dan kewenangan pelaksana tugas (plt) walikota

dalam penyelenggaraan pemerintahan kota

Bab IV : Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota dalam penyelenggaraan

pemerintahan kota Medan menurut Hukum Administrasi Negara

Didalam bab ini diuraikan tentang landasan hukum terbentuknya

Pelaksana Tugas (PLt) Walikota Medan, peran Pelaksana Tugas

(Plt) Walikota dalam Pemerintahan Kota Medan, kendala-kendala

yang dihadapi Pelaksana Tugas (PLt) Walikota dalam

penyelenggaraan pemerintahan kota Medan, dan upaya yang

dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam

penyelengaraan pemerintahan kota Medan.

Bab V : Penutup

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan – kesimpulan

atas pembahasan tulisan ini, yang merupakan jawaban dari

permasalahan-permasalahan yang ada, selanjutnya penulis akan

memberikan saran-saran sebagai sumbangan penulisan atau

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH

Pemerintahan daerah yang kita kenal sekarang berasal dari perkembangan

praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Pada saat itu muncul

satuan-satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah membentuk suatu tuan lembaga

pemerintahan. Pada awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu

komunitas swakelola dari sekelompok penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut

diberi nama municipal (kota), county (kabupaten), commune/gementee (desa).

Mungkin fenomena tersebut mirip dengan satuan komunitas asli penduduk Indonesia

yang disebut dengan desa (jawa), nagari (Sumatera Barat), huta (Sumatera Utara),

marga (Sumatera Selatan), gampong (Aceh), kampung (Kalimantan Timur), dan

lain-lain. Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan

pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan genealogis

maupun territorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum

yang pada asalnya bersifat komunal.18

Pada mulanya satuan-satuan komunitas tersebut terbentuk atas kebutuhan

anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya

mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk mencakup

lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Dengan

demikian, lembaga yang terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-model

tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan.

18

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta,

(24)

Dalam perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut dimasukkan

kedalam sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat. Untuk

kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan

kategori-kategorinya, batas-batas geografinya, kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya.

Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu dibentuk menjadi unit

organisasi formal dalam sistem administrasi negara pada tingkat lokal. Sesuai

dengan kepentingan politik negara yang bersangkutan, organisasi pemerintahan lokal

dipilah menjadi dua, yaitu satuan organisasi perantara dan satuan organisasi dasar.

Misalnya di Perancis, satuan organisasi adalah department dan satuan dasarnya

adalah commune. Di Indonesia, satuan organisasi perantara adalah provinsi,

sedangkan satuan organisasi dasarnya adalah kota, kabupaten, dan desa.

Menurut Stoker (1991) munculnya pemerintahan daerah modern berkaitan erat

dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris pada pertengahan abad ke

-18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota secara

besar-besaran. Urbanisasi tersebut mengakibatkan berubahnya corak wilayah.

Muncul wilayah-wilayah baru terutama di kota-kota dan pinggiran kota yang sangat

padat dengan ciri khas perkotaan. Kondisi tersebut memunculkan masalah baru

dibidang sosial, politik, dan hukum. Oleh karena itu, untuk merespons hal tersebut

perlu pengaturan kembali sistem kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.

Dalam rangka merespons kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad hoc

untuk menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.

Dalam perkembangan berikutnya, didalam suatu satuan administrasi lokal dibentuk

(25)

wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Dari sinilah mulai

berkembang praktik pemerintahan daerah sebagaimana kita kenal saat ini.

A. Pemerintah Daerah

Dalam negara yang berbentuk kesatuan hanya disebutkan pemerintah setempat

atau pemerintah Lokal (Local Government) dalam pemerintahan daerah ini, maka

Oppenheim dalam bukunya yang berjudul “HET NEDERLANDSCH GEMENTE

RECHT” memberikan beberapa ciri-ciri dari Pemerintah Daerah yakni :19

1. Adanya lingkungan atau daerah batas yang lebih kecil daripada negara.

2. Adanya penduduk dari jumlah yang mencukupi.

3. Adanya kepentingan-kepentingan yang pada coraknya sukar dibedakan dari yang

diurus oleh negara, akan tetapi yang demikian menyangkut lingkungan itu,

sehingga penduduknya bergerak untuk berusaha atas dasar swadaya

4. Adanya suatu organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan

kepentingan-kepentingan itu.

5. Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang diperlukan.

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD.

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala

daerah. Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan

perundangan. Menurut pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah

Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat daerah sebagai unsur

19

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan

(26)

penyelenggara pemerintahan daerah20. Dalam menyelenggarakan pemerintahan

daerah kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, yang

masing-masing untuk provinsi disebut wakiil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil

bupati, dan untuk kota disebut wakil walikota.

1. Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi ikut ditentukan oleh kemampuan

Kepala Daerah dalam membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan

organisasi kearah pencapaian tujuan. Demikian pentingnya peranan pemimpin dalam

organisasi, sehingga Stogdill mengatakan “kepemimpinan adalah sarana pencapaian

tujuan” 21 .

Menurut Tjikroamidjojo, walaupun tugas Kepala Daerah cukup kompleks dan

diwarnai oleh karakteristik organisasi, namun terdapat tugas dan fungsi Kepala

Daerah yang sifatnya universal karena selalu dilakukan oleh setiap pemimpin

organisasi, yaitu mengambil kebijaksanaan organisasi, menentukan arah dan

pelaksanaan kebijaksanaan, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi organisasi

pemerintahan, mengevaluasi tujuan organisasi dengan mengantisipasikan

perubahan-perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengkoordinasikan unit-unit kerja,

dan mengambil keputusan. Ateng Syafrudin mengatakan kepala daerah berperan

sebagai pamong masyarakat, yang dapat memenuhi harapan masyarakat dibidang

ketentraman, ketertiban dan keamanan, agar masyarakat berada dalam suasana dan

20

Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

21

J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah : Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala

(27)

semangat kekeluargaan guna tercapainya kesejahteraan yang mengandung keadilan

sosial, demi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa.22

Dengan demikian, seorang pemimpin pemerintahan termasuk Kepala Daerah

perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang makin tinggi pula, dan tidak cukup jika

hanya mengandalkan intuisi semata.23

Berhubung kabupaten/kota adalah subsistem dari Sistem Pemerintahan Nasional

maka Kepala Daerah mempunyai tugas dan fungsi utama yang beracu pada GBHN,

yakni terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual

berdasarkan Pancasila (GBHN 1993).24

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi Kepala Daerah telah diatur

dengan perautan pelaksana, yang apabila diidentifikasi, terdapat 2 (dua) kriteria

tugas dan kewajiban sebagai berikut.25

a. Tugas Administrasi/Manajerial

Tugas administrasi/manajerial adalah tugas yang dilakukan Kepala Daerah dalam

merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengarahkan dan mengendalikan,

serta mengawasi jalannya organisasi kearah pencapaian tugas. Tugas tersebut

meliputi hubungan kerja dengan seluruh instansi-instansi vertikal di daerah dan

semua perangkat daerah, mengusahakan terus-menerus agar semua peraturan

perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh instansi pemerintahan

serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu dan mengambil segala tindakan yang

dianggap perlu, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan

segala tugas dan wewenang pemerintahan yang diberikan kepadanya sesuai dengan

(28)

peraturan perundang-undangan. Mengambil keputusan mengenai masalah-masalah

yang berbeda-beda di lokasi yang berlainan, dengan kondisi yang beraneka ragam,

memberikan penjelasan pada sidang DPRD, konsultasi dengan pimpinan,

komisi-komisi, fraksi dan anggota-anggota DPRD, rapat staf secara periodik/insidentil, rapat

koordinasi dan pertemuan konsultatif dengan unsur-unsur pemerintahan daerah.

b. Tugas Manajer Publik

Sebagai manajer publik, Kepala Daerah mempunyai tugas menggerakkan

partisipasi masyarakat, membimbing, dan membina kehidupan masyarakat sehingga

masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Secara operasional tugas

tersebut berbentuk pembinaan ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai

kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; mewakili daerahnya di dalam dan di

luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan; serta memimpin penyelenggaraan pemerintahan

daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Setiap saat menerima

tamu dari berbagai lapisan masyarakat, mengunjungi masyarakat daerah dalam

wilayahnya, menjadi penasihat, Pembina dan ketua kehormatan dari berbagai

organisasi; menampung, menjelaskan masalah, pengaduan, dan sebagainya dari

masyarakat. Sesepuh, pamong dan pengayom/pelindung warga masyarakat di

daerahnya; menjaga keselarasan dan keseimbangan kepentingan antara seluruh

lapisan mayarakat dan golongan di daerahnya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tugas, wewenang, dan

kewajiban Kepala Daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan

(29)

menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBN kepada DPRD untuk

dibahas dan ditetapkan bersama, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah,

mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dapat menunjuk kuasa hukum

untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta

melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Mengacu pada pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa

yang menjadi kewajiban Kepala Daerah adalah memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan

menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, menjaga etika dan norma

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, memajukan dan mengembangkan daya

saing daerah, melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik,

melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah,

menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua

perangkat daerah, dan menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan

pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain itu, seperti yang

dinyatakan dalam pasal 27 ayat (2) bahwa Kepala Daerah mempunyai

kewajiban-kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada

pemerintah, untuk gubernur disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam

Negeri dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota

(30)

pertanggungjawaban kepada DPRD dan menginformasikan laporan penyelenggaraan

pemerintah daerah kepada masyarakat.

Sementara itu, tugas wakil kepala daerah adalah membantu Kepala Daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah, membantu Kepala Daerah

mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan

dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, melaksanakan pemberdayaan

perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial

budaya dan lingkungan hidup, instansi vertikal yang diimaksud adalah perangkat

departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada

daerah dalam wilayah tertentu, dalam rangka dekonsentrasi, memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala

daerah provinsi, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di

wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah

kabupaten/kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah, melakukan tugas dan kewajiban

pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah, dan melaksanakan tugas

dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.26

Dalam melaksanakan tugasnya wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada

kepala daerah. apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau

tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus dalam

masa jabatannya, wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis

masa jabatannya.27

26

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara

Langsung, Rajawali Pers, Jakarta: 2005. Hal. 31.

27

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah, Grasindo,

(31)

2. Larangan Kepala Daerah

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:28

a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri,

anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan

umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga

negara dan/atau golongan masyarakat lain;

b. Turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik

negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;

c. Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik

secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan daerah

bersangkutan;

d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa

dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan

dilakukannya;

e. Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di Pengadilan selain

yang untuk mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;

f. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;

g. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD

sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

28

(32)

B. Pertimbangan Perlu Adanya Pemerintahan Di Daerah 1. Landasan Dasar

Sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu diperhatikan penjelasannya yang

menyatakan bahwa “Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil,

dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem

Pemerintahan Negara, dan hak-hak, asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat

istimewa”.29

Adapun Penjelasan Pasal 18 dimaksud adalah sebagai berikut:30

a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan

mempunyai daerah didalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan

dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)

atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan

ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah,

oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

b. Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende

landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di

29

Tyahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta,

1996, hal. 57.

30

(33)

Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu

mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang

bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa

tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan

mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

2. Latar Belakang Perlunya Pemerintahan di Daerah

Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka perlu dipahami tentang latar

belakang pemikiran perlunya pemerintahan di daerah dengan cara mengkaji dan

mendalami suasana kejiwaan dan kebatinan yang menjadi dasar disusunnya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang saat ini berlaku

sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Adapun

beberapa pertimbangan perlunya Pemerintahan di Daerah itu adalah sebagai

berikut:31

a. Pertimbangan Dari Segi Sejarah dan Pengalaman Berpemerintahan

Dalam rangka menyusun suatu sistem pemerintahan negara, perlu diperhatikan

tata pemerintahan yang telah ada, mulai dari jauh sebelum penjajahan, kemudian

adanya sistem pemerintahan penjajahan termasuk sistem pemerintahan raja-raja.

Demikian pula mengenai sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya

mulai dari tingkat desa, kampong, nagari, atau dengan istilah lainnya sampai pada

tingkat pucuk pimpinan pemerintahan. Disamping itu dengan membuat

perbandingan sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara lain. Hal ini

31

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan di

(34)

terlihat dalam pola pikir dan usulan-usulan yang terungkap sewaktu para pendiri

Republik Indonesia mengadakan sidang-sidang dalam mempersiapkan kemerdekaan

Indonesia, termasuk mempersiapkan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Pertimbangan Dari Segi Kondisi dan Situasi

Wilayah negara Indonesia secara nyata dan obyektif merupakan gugusan

kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang satu sama lain

dipisahkan oleh selat, laut dan di kelilingi lautan yang sangat luas. Keadaan

penduduknya dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan ragam bahasa

daerahnya yang bermacam-macam.

Demikian pula keadaan dan kekayaan alam serta potensi permasalahan yang satu

sama lain memiliki kekhususan tersendiri, kesemuanya itu akan lebih efisiensi dan

efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh satu unit

atau perangkat pemerintahan yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.

c. Pertimbangan Dari Segi Teknis Pemerintahan

Setelah disepakatinya mengenai asas atau prinsip-prinsip dan tujuan Negara

Indonesiasebagaimana tertuang dalam Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam pelaksanaannya diperlukan

adanya perangkat pemerintahan di daerah, karena disadari bahwa tidak semua urusan

pemerintahan dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Perangkat

pemerintahan di daerah adalah sebagai bagian dalam mekanisme pemerintahan pusat

bukan merupakan negara sendiri, hal ini ditekankan dalam proses pengambilan

keputusan rapat pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjaga

kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak memisahkan diri dari

(35)

daerah yang bersifat administrasi belaka yang kesemuanya daerah itu merupakan

wilayah administrasi pemerintahan negara itu merupakan wilayah administrasi

pemerintahan negara Indonesia dimana pembentukannya ditetapkan dengan suatu

undang-undang.

Disamping hal tersebut karena disadari bahwa situasi dan keadaan pada waktu

disusunnya Undang-Undang Dasar 1945 adalah menghendaki tindakan yang serba

cepat, dan perlu disusun adalah dasar-dasarnya yang bersifat pokok saja, maka

rumusan yang berkaitan dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 itu singkat, padat yang memungkinkan mampu

mengakomodasi, perkembangan keadaan di masa-masa mendatang, sehingga

dijelaskan bahwa sistem Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 itu bersifat singkat dan supel. Kurang lebihnya atas dasar pertimbangan yang

demikian itulah maka dirumuskan pasal 18 beserta penjelasannya yang sudah

dipaparkan di muka.

d. Pertimbangan Dari Segi Politis Dan Psikologi

Dalam perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menonjol adalah wawasan integralistik dan demokratik serta semangat

persatuan dan kesatuan nasional, sehingga untuk tetap menjaga kekompakan semua

tokoh dan keutuhan masyarakat dan wilayahnya, kepada daerah-daerah perlu diberi

pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu untuk

memberikan rasa tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus

memberi kesempatan kepada daerah untuk berperan serta dalam pemerintahan,

(36)

Dengan adanya beberapa pertimbangan di atas, Pemerintahan Daerah di

Indonesia dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu :

1) Local Self Government atau Pemerintahan Lokal yang mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri,

2) Local State Government atau Pemerintahan Lokal Administratif. Hal ini sesuai dengan asas pemerintahnnya, yaitu asas desentralisasi dan

dekosentrasi.

Berdasarkan adanya pembentukan Local Government atau Pemerintahan Lokal

dalam suatu negara, baik bersifat horizontal maupun vertikal, diperlukan adanya

pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah yang masing-masing diurus oleh

Pemerintah Lokal tadi. Pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah

mengakibatkan lahirnya pembatas yang tegas atas kewenangan-kewenangan dari

masing-masing Pemerintah Lokal sekaligus merupakan pula soal pembagian wilayah

negara.

C. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah

Pemerintah Daerah adalah unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di

daerah yang merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan negara. Oleh Karena

itu tujuan yang diemban oleh Pemerintah Daerah adalah sama dengan tujuan yang

(37)

dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.32

Dalam penyelenggaraan pemerintahaan yang dilihat dari aspek-aspek

manajemennya, terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang antara Pemerintah

Pusat dan Daerah.

Namun demikian tanggungjawab akhir dari seluruh penyelenggaraan urusan

pemerintahan itu tetap ada pada Pemerintah. Oleh karena itu dinyatakan bahwa

otonomi yang diberikan kepada daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak,

yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai

sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan

dengan penuh tanggungjawab.

Apabila disimak secara seksama, dibalik pertimbangan-pertimbangan tentang

perlu adanya Pemerintahan di Daerah, sebagaimana telah diungkapkan terdahulu,

disitulah dikandung maksud dan tujuan diselenggarakannya pemerintah di daerah.

Secara sederhana tujuan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah dapat

dirumuskan sebagai berikut:33

a. Dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dikonstruksikan dalam sistem

pemerintahan pusat dan daerah, yang memberi peluang turut sertanya rakyat

dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

b. Dari segi formal dan konstitusional, bertujuan untuk melaksanakan ketentuan dan

amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

32

Tjahya Supriatna, Sistem Adminstrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta:

1996, hal. 86.

33

(38)

c. Dari segi operasional, bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyeleenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan

pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan

pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

d. Dari segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan

menertibkan pelaksanaan tata pemerintahan sehingga dapat terselenggara secara

efisien, efektif, dan produktif.

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

1. Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Pergeseran konsepsi negara penjaga malam (nachwachtersstaat) ke negara

kesejahteraan (welfare state) membawa konsekuensi terhadap peranan dan aktivitas

pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peranan pemerintah pada negara

kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada

pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah,

pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan

masyarakat.34

Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial

harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas

legalitas sebagai konsekuensi dari asas negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas

legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini

34

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum

(39)

cenderung membuat pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Oleh karena itu,

pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya.

Dengan demikian, Markus Lukma (1989205) mengemukakan bahwa freis ermessen

merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau

badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat

sepenuhnya kepada undang-undang.35

Kebebasan bertindak pejabat administrasi negara tanpa harus terikat secara

sepenuhnya kepada undang-undang seperti tersebut diatas secara teoritis ataupun

dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi

penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka

kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan rakyat

yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu,

untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas negara hukum atau

tidak, dapat menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.36

Ketentuan pasal 1 anagka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,

menyatakan:37

“ Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung

tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan

(40)

Fahmal mengemukakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sejak dahulu

sudah dikenal di beberapa negara. Namun, perhatian terhadap asas-asas umum

pemerintahan yang baik tersebut baru mulai meningkat pada pertengahan abad ke20.

Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik disebut dengan istilah

Algemene Beginselen van Berhoorlijk Bestuur, sedangka di Prancis dikenal dengan

nama les principles du droit constumier publique.

Penyelenggaraan Pemerintahan di Pusat dan Pemerintahan di Daerah

berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas 9

Jika sejumlah asas-asas telah dijadikan dasar bagi pembangunan, berarti

kehidupan kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan akan berjalan menurut

asa-asas itu. Hal ini terkait pula dengan konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan

bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang termuat dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.

38

(41)

Pasal 3 Undang-Undang ini menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan

negara meliputi pemerintah dan pemerintah daerah dan penjelasannya menegaskan:

a. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam

setiap kebijakan penyelenggaraan negara.

b. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara.

c. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan perlindungan

atas hak asasi pribadi, dan golongan dan rahasia negara.

e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.

f. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

g. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

(42)

h. Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untuk

memperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberian

otonomi yang luas supaya lebih efisien (berdaya guna) mengenai waktu dan

tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas (hasil guna) dilakukan

sentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik.

2. Asas Keahlian dan Kedaerahan

Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap

urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara

fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu

Departemen-Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen-Departemen. Kemudian dengan

berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus

diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya

pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.39

Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi

sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang

merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh

Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas

perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek (staatkundige)

decentralisatie.

39

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemeintahan Daerah, Pustaka Bani Quraisy,

(43)

Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

a. Asas desentralisasi

Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan

wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan

mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya

disebut swatantra atau otonomi40. Pasal 1 angka (7) mengemukakan, desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.41

Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan

kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian

daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian,

dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada

pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului

pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.

Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan

peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas

urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian

wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat

dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam

dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas

perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam

40

Ibid., hal. 89.

41

(44)

undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat

ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai

penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan

wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula

pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi.42

Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas

memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan

kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat

atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya

sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk

otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan

(overdragen)urusan pemerintahan kepada daerah.

b. Asas dekonsentrasi

Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau

delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya

karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat43. Pasal 1

angka (8) mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang

42

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88

43

(45)

pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.44

Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau

melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang

tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan

atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri

pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan

pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan

daerah.

Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat

addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang

pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang

berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap

sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan

sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di

daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah.

Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan

daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak

menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan

44

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BERDASARKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.. (STUDI DI

Peran Pemerintahan Kelurahan Dalam Pembinaan Generasi Muda (Studi Kasus Di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan).. Fakultas Ilmu

berjudul Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan). Di dalam

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BERDASARKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.. (STUDI DI KOTA MEDAN) * Tyan

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (STUDI DI KOTA MEDAN). B.

Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang keefektifan Unit Pelaksana Teknis Pasar dalam melaksanakan Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2009 dan mengetahui permasalahan

Peran Aktif Bahwa untuk peran media massa Online terhadap program kerja Walikota sudah diterapkan di Kota Probolinggo dan untuk memberikan informasi kepada masyarakat sudah