BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH
F. Good Governance Dalam Pemerintahan Daerah
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam
praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik. Dalam hal ini, warga masyarakat daerah didorong untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam pengambilan kebijakan di daerah. selain itu, penegakan hukum dilaksanakan guna mendukung otonomi daerah dalam konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga, para pengambil kebijakan di daerah bertanggungjawab kepada publik dalam menentukan arah kebijakan daerah sehingga tidak ada satu lembaga publik apa pun di daerah yang tidak berada di dalam
jangkauan pengawasan publik.50
Dalam menerapkan prinsip good governance ini, seluruh aparatur penyelenggara
pemerintahan daerah dituntut mempunyai perspektif good governance. Prinsip ini
sebenarnya sejalan dengan asas umum pemerintahan yang baik yang selama ini menjadi sandaran dalam penyelenggaraan pemerintahan umum di Indonesia. Asas ini menghubungkan esensi norma hukum dan norma etika yang merupakan norma tidak tertulis. Aparatur pemerintahan daerah dituntut memahami kedua esensi norma tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan hukum dan etika di dalam masyarakat daerah.
Demikian juga dalam pengambilan kebijakan dan keputusan di daerah, arah tindakan aktif dan positif pemerintah daerah haruslah berlandaskan pada
50
Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Mejaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika,
penyelenggaraan kepentingan umum. Sudah menjadi tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk menjaga kepentingan umum tersebut guna mencapai harapan daerah dalam rangka memperkuat kesatuan bangsa. Kepentingan umum ini juga pada hakikatnya mencakup kepentingan nasional dalam arti bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia. Landasan kepentingan umum inilah yang akan mengatasi kepentingan individu, golongan, dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan eksistensi pemerintahan negara secara keseluruhan sehingga daerah tidak dapat mengabaikannya demi alasan apapun. Kepentingan umum dalam rangka mengatasi kepentingan individu tidak diakui eksistensinya sebagai hakikat pribadi manusia, akan tetapi hak individu tersebut tetap dihormati sepanjang diformulasikan terhadap kepentingan yang lebih luas.51
Sementara itu, prinsip otonomi daerah yang dewasa ini diterapkan, yaitu otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggnung jawab tersebut, negara (pemerintah pusat) memberikan peranan kepada daerah untuk mengatualisasikan dirinya dalam prinsip pemerintahan yang baik sesuai dengan situasi dan kondisi daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah ini, banyak pihak yang terlibat dan sangat
mempengaruhi arah kebijakan otonomi daerah tersebut. Dalam prinsip good
governance, kebijakan otonomi daerah diarahkan untuk memandu semua pihak yang terlibat dan mempengaruhi kebijakan otonomi daerah untuk berjalan seiring pada satu tujuan bersama. Upaya tersebut dilakukan dengan menempuh konsep dialog untuk memperoleh pamahaman dan persepsi yang sama mengenai arah dan tujuan pelaksanaan otonomi di daerah. oleh sebab itu, ketidakmampuan semua pihak dalam
51
memahami dan mempersepsikan otonomi daerah secara dialog akan cenderung mengarah pada rivalitas konflik yang justru merugikan kepentingan dan tujuan
otonomi daerah itu sendiri.52
52
BAB III
TINJAUAN TENTANG PELAKSANA TUGAS (PLt) WALIKOTA
A. PELAKSANA TUGAS (PLt) WALIKOTA
Istilah Pelaksana tugas atau yang selanjutnya disingkat dengan PLT adalah pegawai negeri sipil yang ditunjuk/diperintahkan untuk sementara melaksanakan
tugas dan jabatan struktural karena pejabatnya berhalangan tetap.53
Pelaksana tugas (Plt) dalam administrasi Negara adalah pejabat yang menempati posisi jabatan yang bersifat sementara karena pejabat yang menempati posisi itu sebelumnya berhalangan atau terkena peraturan hukum sehingga tidak menempati posisi tersebut. Pelaksana Tugas ditunjuk oleh pejabat pada tingkat diatasnya dan umumnya menempati jabatan struktural dalam administrasi Negara, seperti kepala instansi pemerintahan. Meskipun demikian, istilah ini dipakai pula untuk jabatan
publik seperti Gubernur dan Bupati/Walikota. 54
Pelaksana Tugas (Plt) Walikota adalah pejabat yang menempati posisi Walikota yang bersifat sementara karena Walikota berhalangan atau melanggar peraturan hukum sehingga tidak menempati posisi tersebut dengan tujuan untuk menghindari kekosongan jabatan Walikota dalam Pemerintahan Kota. Dalam hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Walikota ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur.
53
Pasal 1 angka 10 Peraturan Bupati Bantul Nomor 59 Tahun 2010.
54
B. PROSEDUR PENGANGKATAN PELAKSANA TUGAS WALIKOTA Pelaksana Tugas (Plt) Walikota atau Pelaksana Tugas Kepala Daerah tingkat Pemerintahan Kota itu diangkat apabila Walikota yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan, atau karena berada dalam proses hukum maka diberhentikan sementara (dinonaktifkan) sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sebelum ada pejabat yang diangkat secara definitif, maka yang
melaksanakan tugas walikota itu dinamakan Pelaksana Tugas (Plt). Seperti yang terjadi pada saat ini di Pemerintahan Kota Medan, Wakil Walikota Medan diangkat
menjadi Plt. Walikota Medan.55
Latar belakang adanya Pelaksana Tugas (plt) Kepala Daerah atau Walikota terutama disebabkan karena adanya faktor masalah hukum yang dialami Kepala Daerah definitif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 124 ayat (1) dan (3) dan Pasal 126 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang bunyinya;
Pasal 124 ayat (1);56
“Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.”
55
Hasil Wawancara dengan Kepala Biro Otonomi Daerah Provinsi Sumatera Utara (Tanggal 6 Februari 2014).
56
Pasal 124 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22.
Pasal 124 ayat (3);57
“Menteri Dalam Negeri memproses pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Walikota dan/atau Wakil Walikota terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, melalui usulan Gubernur.
Pasal 126 ayat (1);58
“Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme,makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan Negara.”
Proses pemberhentian sementara Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dilakukan apabila berkas perkara dakwaan melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan Negara telah dilimpahkan ke Pengadilan dan dalam proses penuntutan dengan dibuktikan register
perkara.59
Berdasarkan bukti register perkara, Presiden memberhentikan sementara Gubernur dan/atau Wakil Gubernur melalui usulan Menteri dalam Negeri sedangkan
57
Pasal 124 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22.
58
Pasal 126 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22.
59
Pasal 126 (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22.
Bupati dan/atau Wakil Bupati, Walikota dan/atau Wakil Walikota diberhentikan oleh Menteri Dalan Negeri melalui usulan Gubernur.
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 130 ayat (1) PP No.6 tahun 2005;60
“Apabila Kepala Daerah diberhentikan sementara karena dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau lebih, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan Negara, maka Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Bunyi pasal ini memberikan kewenangan secara atributif kepada Wakil Walikota untuk menjalankan tugas sehari-hari Walikota dalam menjalankan roda pemerintahan kota. Wakil Walikota tersebut diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Walikota, seperti Plt. Walikota Medan, Plt. Walikota Pekan Baru, Plt. Walikota Pare-Pare.
Pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Medan bersifat normatif, artinya apabila Walikota definitif sudah berstatus terdakwa dengan dikeluarkannya nomor register perkara dan dilaporkan kepada Kementerian dalam negeri, kemudian Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Pemberhentian sementara dari Jabatan Walikota dan
60
Pasal 130 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22.
Penetapan Pelaksana Tugas (Plt) Walikota61. Surat Keputusan tersebut diserahkan secara langsung oleh Gubernur kepada Pelaksana (Plt) Walikota sebagai tanda resmi penonaktifan Walikota definitf dan pendelegasian kewenangan dari Walikota kepada Pelaksana Tugas (Plt) Walikota untuk menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Walikota dalam menyelenggarakan pemerintahan kota.
C.KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS (PLt) WALIKOTA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN
Penerapan asas Negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan peenggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini dalam Negara hukum yang menerapkan asas legalitas dalam konstitusinya, sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat (3) UUDNRI 1945 perubahan ketiga, mengandung arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan
memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat.62
Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi,
yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Kewenangan (authority,
gezag) itu sendiri merupakan kekuasaan yang diformalkan untuk orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari
kekuasaan legislatif maupun dari pemerintah.63
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan yang berbasis hukum. Gagasan
61
Hasil wawancara dengan Kepala Biro Otonomi Daerah Pemprovsu (Tanggal 06/02/2014, Jam 16.21 wib).
62
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/638_Sumber%20Kewenangan.pdf
(diakses Tanggal 10/02/2014, jam 00.19 wib ).
63
negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan kepada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah dan jaminan perlindungan dari hak-
hak rakyat.64
Penerapan asas legalitas, menurut Indroharto akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang berada dalam situasi seperti yang ditentukan dalam ketentuan undang- undang itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Sementara itu kepastian hukum akan terjadi karena suatu peraturan dapat membuat semua tindakan akan dilakukan pemerintah itu bisa diramalkan atau diperkirakan terlebih dahulu. Dengan melihat kepada peraturan yang berlaku dapat dilihat atau diharapkan apa yang akan dilakukan oleh aparat pemerintahan yang bersangkutan sehingga warga masyarakat bisa menyesuaikan
dengan keadaan tersebut.65
Telah disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki asas legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan
oleh undang-undang. Subtansi azas legalitas adalah wewenang.66
Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam memproses penyelenggaraan pemerintahan
64
Junuarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung: 2010, hal. 133.
65
Ibid.,hal. 134.
66
di samping unsur-unsur lainnya, yaitu; hukum, kewenangan, keadilan, kejujuran,
kebijaksanaan dan kebajikan.67
1. Pengertian Kewenangan
Wewenang/kewenangan (inggris: authority / competence ; Belanda: gezag /
bevoegdheid) adalah kekuasaan dan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Dengan adanya wewenang yang didapatkan secara legal tersebut maka segala tindakan dan hubungan hukum publik
yang dimiliki seorang pejabat publik itu berkatagori legal/sah.68
HD. Stout mengatakan:69
Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik”
Sementara menurut FPCL. Tonnaer:70
Kewenangan pemerintahan dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan dengan begitu, dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara.
Menurut George R. Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupakan hak
jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau
67
http://sonny-tobelo.blogspot.com/2011/01/teori-kewenangan.html (diakses Tanggal
10/02/2014, jam 01.04 wib). 68
http://dadangnurmawan.blogspot.com/2011/07/kontroversi-plt-walikota- bekasi.html(diakses tanggal: 03/02/2014, jam 06.36 wib).
69
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit.,hal. 136.
70
tingkah laku perorangan dan grup. Sedangkan Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan sosial, yang berfungsi untuk
menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat.71
Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka
yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok. Max Weber,
wewenang adalah sebagai kekuasaan yang sah.72
S.F. Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan tegas wewenang tersebut sah, baru kemudian tindakan
pemerintahan mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht).73
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Begitu pentingnya kewenangan ini, maka konsep itu dikatakan sebagai hal yang paling penting dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Selain hal tersebut dalam kewenangan terdapat hak dan
kewajiban yang harus dijalankan. P. Nicolai mengatakan: 74
Kemampuan untuk melakukan tindakan hokum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan
71
http://dedetzelth.blogspot.com/2013/05/pengertian-dan-kewenangan-pemerintahan html
(diakses tanggal: 03/02/2014, jam 07.26 wib).
72
Ibid.,
73
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/638_Sumber%20Kewenangan.pdf (diakses tanggal 03/02/2014, jam 07.20 wib).
74
tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak
berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en
plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian
kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen),
sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan secara keseluruhan.75
Dalam arti sosiologis, kekuasaan merupakan suatu kemampuan individu atau kelompok untuk melaksanakan kemauannya meskipun harus menghadapi pihak lain yang menentangnya. Kemampuan untuk dapat melaksanakan keinginan tersebut disebabkan oleh kekuatan fisik, keunggulan psikologis atau kemampuan intelektual. Kekuasaan seseorang akan bertambah apabila ia mendapat sambutan dari suatu kelompok yang penuh pengabdian untuk mewujudkan tujuannya. Akar kekuasaan adalah hasrat untuk mendominasi pihak lain dan menundukkan mereka dibawah
pegaruhnya.76
Dalam kerangka negara hukum wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain kewenangan hanya diberikan oleh Undang-Undang dimana pembuat Undang-Undang dapat memberikan
75
Ibid.,hal. 137
76
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/638_Sumber%20Kewenangan.pdf , diakses tanggal 03/02/2014, jam 07.20 wib
wewenang pemerintah, baik kepada organ pemerintah maupun kepada aparatur
pemerintahan.77
Berbeda dengan pemikiran barat yang mengandung makna bahwa kewenangan adalah kemampuan dari seseorang atau kelompok yang memiliki kekuasaan. Dalam konsep Islam, manusia adalah mandataris (khalifah) yang ada dimuka bumi sehingga wewenang mutlak ada pada Allah. Manusia hanya pengemban amanah dari Allah. Dalam Hukum Islam digariskan kaidah bahwa adanya penguasa yang berwenang
sebagai penanggungjawab dan pengatur (pemerintah) merupakan keharusan.78
Dalam era reformasi, kewenangan pemerintah dalam ajaran Islam wajib pula digunakan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penguasa berkewajiban meniadakan jurang pemisah antara kaya dan miskin. Dengan demikian, semua wewenang dari pemerintah harus bertumpu pada prinsip dasar yang ditetapkan Allah
dan Rasul-Nya.79
2. Sumber dan Cara Memperoleh Kewenangan
Dalam Hukum Administrasi Negara wewenang pemerintahan yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara – cara yaitu atribusi,
delegasi, dan mandat. Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
77
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit.,hal. 137
78
Ibid.
79
Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang
pemerintahan itu dibedakan antara:80
a. Yang berkedudukan sebagai original legislator; dinegara kita ditingkat pusat
adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan undang-undang, dan tingkat daerah adalah DPRD dan pemda yang melahirkan Peraturan Daerah;
b. Yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar pada
suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah dimana diciptakan wewenang- wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha Negara tertentu.
Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha Negara lainnya. Jadi suatu
delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.81
Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt
mendefinisikan sebagai berikut.82
a. Attributie: toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan,(atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).
b. Delegatie:overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya).
80
Ridwan HR, Op.cit., hal. 104
81
Ibid.,
82
c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).
Sumber kekuasaan dan wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang- undangan. Kekuasaan dan kewenangan pemerintah yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, baik pada pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui atribusi, delegasi dan mandat. Pembentuk undang-undang menentukan suatu organ pemerintahan berikut wewenangnya baik kepada organ yang sudah ada maupun yang baru dibentuk. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan terdiri dari tiga bentuk yaitu pelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan kewenangan dengan delegasi, dan pelimpahan kewenangan dengan mandat.
a. Teori Pendelegasian Kewenangan dengan Atribusi
Menurut Kamus Istilah Hukum, atribusi (attribute) mengandung arti pembagian
(kekuasaan), dalam kata attributie van rechtsmacht, diartikan sebagai pembagian
kekuasaan kepada berbagai instansi (absolute competentie atau kompetensi mutlak),
yang merupakan sebagai lawan dari distributie van rechtmacht. Pada atribusi
(pembagian kekuasaan hukum) diciptakan suatu wewenang. Cara yang biasa dilakukan untuk melengkapi organ pemerintahan dengan penguasa pemerintah dan wewenang-wewenangnya adalah melalui atribusi. Dalam hal ini, pembentuk undang- undang menentukan penguasa pemerintah yang baru dan memberikan kepadanya suatu organ pemerintahan berikut wewenangnya, baik kepada organ yang sudah ada
maupun yang dibentuk pada kesempatan itu.83
83
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah : Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Mengenai pengertian atribusi, Indroharto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan baik yang dilakukan oleh original
legislator ataupun delegated legislator.84
Atribusi kewenangan terjadi apabila pendelegasian kekuasaan itu didasarkan pada amanat suatu konstitusi dan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah, tetapi tidak didahului oleh suatu pasal dalam undang-undang untuk diatur lebih lanjut. Sedangkan dalam delegasi, kewenangan terjadi apabila pendelegasian kekuasaan didasarkan pada amanat undang-undang dan suatu peraturan pemerintah yang sebelumnya diamanatkan dalam salah satu pasal undang-undang (khususnya
dalam konsideran mengingat) untuk di tindaklanjuti.85
Atribusi digambarkannya sebagai pemberian kewenangan kepada suatu organ lain yang menjalankan kewenangan-kewenangan itu atas nama dan menurut pendapatnya sendiri, tanpa si pemberi itu sendiri ditunjuk untuk menjalankan kewenangan-kewenangan itu. Jadi, pada delegasi terjadi penyerahan kewenangan dari pihak yang sendiri memang telah ditunjuk untuk menjalankan kewenangan itu, sedang atribusi terjadi, pemberian kewenangan dari pihak yang sendiri tidak (tanpa)
ditunjuk untuk menjalankan kewenangan itu.86
b. Teori Pelimpahan Kewenangan dengan Delegasi
Delegasi mengandung arti penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum lainnya. Dengan
84
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, op.cit.,hal. 138
85
Agussalim Andi Gadjong, op.cit.,hal. 102
86
adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang dari badan pemerintahan atau