• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asas Kelangsungan Usaha Dan Asas Keseimbangan Dalam

BAB II ASAS KELANGSUNGAN USAHA DAN

B. Asas Kelangsungan Usaha Dan Asas Keseimbangan Dalam

pada suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang dinyatakan pailit pada saat ini akan membawa dampak dan pengaruh buruk, bukan hanya pada perusahaan itu saja namun juga dapat berakibat global. Oleh sebab itu, lembaga kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok di dalam aktivitas bisnis karena adanya status pailit merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis sudah tidak mampu lagi untuk bermain di arena pasar, maka dapat keluar dari pasar. Di dalam hal seperti inilah kemudian lembaga kepailitan itu berperan.66

B. Asas Kelangsungan Usaha Dan Asas Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan.

Asas kelangsungan usaha merupakan salah satu asas hukum dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sebagai asas hukum yang ditentukan dalam suatu

65H.Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006, h. 72

66Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan Kepailitan Untuk Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, h. 205

peraturan perundang-undangan, maka asas kelangsungan usaha telah melalui proses penilaian etis dari pembentuk Undang-Undang. Dengan demikian, asas kelangsungan usaha sesungguhnya merupakan hasil pengejewantahan pemikiran manusia yang harus menjadi intisari dalam penyelesaian sengketa utang melalui kepailitan dan pkpu.67

UUK dan PKPU, khususnya dalam penjelasan umum UUK dan PKPU tidak menyebutkan secara rinci makna asas kelangsungan usaha. Dalam penjelasan umum UUK dan PKPU secara singkat dinyatakan bahwa perusahaan debitor yang prosfektif tetap dapat dilangsungkan. Penilaian etis asas kelangsungan usaha setidaknya mempunyai bobot kemaslahatan bagi kehidupan bersama khususnya dalam lingkup kegiatan usaha. Keberlangsungan usaha diharapkan berdampak positif bagi pemilik perusahaan, tenaga kerja, para pemasok, masyarakat maupun Negara.

Penilaian etis ini juga didasarkan tradisi diantara pelaku bisinis dalam cara menyelesaikan sengketa. Kedudukan kreditor yang dapat berganti posisi sebagai debitor dalam perjanjian ataupun perikatan lainnya memerlukan perlakuan yang standar manakala debitor mengalami kesulitan keuangan, dengan demikian perlu diterapkan standar toleransi yang akan melindungi debitor yang mengalami kesulitan keuangan. Bentuk yang telah lazim adalah penundaan pembayaran atau pembebasan utang.

67Serlika Aprita, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Menggunakan Uji Insolvensi:

Upaya Mewujudkan Perlindungan Hukum Berbasis Keadilan Restrukturitatif Bagi Debitor Pailit Dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan, Disertasi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2019, h.

105.

Dalam penundaan pembayaran utang, dimungkinkan debitor dapat terus menjalankan usahanya sebagai suatu going concern dengan memberikan kesempatan kepada debitor untuk memperoleh kelonggaran waktu yang wajar dari kreditor-kreditornya guna dapat melunasi utang-utangnya, baik dengan atau tanpa memperbaharui syarat-syarat perjanjian kredit. Dengan demikian melalui pemberian penundaan pembayaran utang yang diimplementasikan dalam restrukturisasi utang debitor.68

Tujuan penundaan pembayaran juga membantu debitor yang beritikad baik. Jadi dalam hal ini, integritas dari debitor benar-benar menjadi ujian apakah ia sungguh-sungguh ingin melunasi utang yang sudah jadi kewajibannya.

Penundaan pembayaran utang ini jelas sangat bermanfaat karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat kreditor lain diluar PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 266 UUK dan PKPU sehingga debitor dapat melanjutkan restrukturisasi usahanya tanpa takut dicampuri oleh tagihan-tagihan kreditor yang berada diluar PKPU. Selain itu kreditor juga seharusnya terjamin melalui PKPU karena apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut maka kreditor dapat mengajukan pembatalan perdamaian kepada pengadilan niaga dan debitor dinyatakan pailit.

Pengertian asas kelangsungan usaha sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Kepailitan adalah dimungkinkannya perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Norma tersebut dalam

68Serlika Aprita, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Menggunakan Uji Insolvensi:

Upaya Mewujudkan Perlindungan Hukum Berbasis Keadilan Restrukturitatif Bagi Debitor Pailit Dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan, Disertasi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2019, h.

106.

Pasal 104 ayat (1) dirumuskan sebagai berikut berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Sedangkan menurut Pasal 104 ayat (2) menyebutkan apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Going concern atau asas kelangsungan usaha, merupakan prinsip kelangsungan hidup suatu entitas (badan usaha). Going concern menunjukkan suatu entitas (badan usaha) dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.69 Bukti akan potensi dan kemampuan bertahan suatu badan usaha atau perseroan yang termasuk dalam kategori, dibuktikan dalam bentuk laporan auditor selaku pihak yang memiliki kompetensi dalam menilai apakah suatu perseroan dapat tepat melangsungkan usahanya atau layak untuk dipailitkan.

Erman Rajagukguk, memberikan pendapat bagaimana going concern, memegang peranan penting dalam suatu proses permohonan pailit terutama suatu putusan permohonan pailit, walaupun telah memenuhi persyaratan permohonan pailit sebagaiman diatur di dalam Pasal 2 Ayat (1) junto Pasal 8 Ayat (4) UU Kepailitan, hakim pengadilan niaga hendaknya mempertimbangkan kondisi debitor, adapun pendapat Erman Rajagukgugk tersebut, adalah sebagai berikut:

“Hakim perlu mempertimbangkan kondisi Debitur dalam memutuskan perkara kepailitan, manakala Debitur yang bersangkutan masih mempunyai harapan untuk

69Marulio Simalango, Asas Kelangsungan Usaha (Going Concern) Dalam Hukum Kepailitan Indonesia, Jurnal Hukum, November 2017, h.60

bangkit kembali, mampu membayar utangnya kepada Kreditur, apabila ada waktu yang cukup dan besarnya jumlah tenaga kerja yang menggantungkan nasibnya pada perseroan yang bersangkutan. Dalam kasus-kasus tertentu kesempatan untuk terus berusaha perlu diberikan kepada Debitur yang jujur dan dengan putusan itu pula sekaligus kepentingan Kreditur dan kebutuhan masyarakat dapat dilindungi.”70

Penormaan asas kelangsungan usaha dalam Pasal 104 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah dalam konteks setelah penjatuhan putusan pailit.

Sedangkan penormaan dalam rangka penjatuhan keputusan pailit tidak secara tegas mengaturnya. Dengan demikian, penjatuhan putusan pailit mengacu pada ketentuan norma dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Pasal tersebut memberikan penegasan bahwa patokan hakim untuk mengabulkan sebuah permohonan paiilit hanya didasarkan pada syarat yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) bahkan Undang-Undang menyatakannya dengan kata harus dikabulkan.

Dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, dimungkinkan debitor dapat terus menjalankan usahanya sebagai going concern dengan memberikan kesempatan kepada debitor untuk memperoleh kelonggaran waktu yang wajar dari kreditor-kreditornya guna dapat melunasi hutang-hutangnya, baik dengan atau

70Rudhy A.Lontoh, Denny Kailimang dan Benny Pontoh, Hukum Kepailitan:

Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran, Ed.1, Cet.1, Alumni, Bandung, 2001, h. 200

tanpa memperbaharui syarat-syarat perjanjian kredit. Dengan demikian, melalui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang yang diimplementasikan dalam bentuk kelangsungan usaha yang diberikan kepada debitor, maka debitor dapat melakukan restrukturisasi utang.71

Bentuk standar toleransi lainnya adalah setelah debitor dinyatakan pailit, debitor tetap mempunyai kesempatan untuk mengajukan perdamaian kepada para kreditornya diberikan kesempatan untuk tetap dapat melakukan program-program restrukturisasi utang antara lain:72

1. Moratorium, yakni merupakan penundaan pembayaran yang sudah jatuh tempo

2. Haircut, merupakan pemotongan pokok pinjaman dan bunga 3. Pengurang tingkat suku bunga

4. Perpanjangan jangka waktu pelunasan 5. Konverrsi utang kepada saham

6. Debt Forgiveness (pembebasan utang)

7. Bailout, yakni pengambil alihan utang-utang, misalnya pengambil alihan utang-utang swasta oleh pemerintah.

8. Write-off, yakni penghapus bukuan utang-utang.

Asas kelangsungan usaha merupakan salah satu asas yang diatur dalam UUK dan PKPU, dimana debitor yang masih prospektif dimungkinkan untuk melangsungkan usahanya. Asas kelangsungan usaha dalam penjelasan umum

71Catur Irianto, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha dalam Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 3 November 2015, h. 405

72Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU Nomor 37 Tahun 2004), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, h.200.

UUK dan PKPU berarti dalam Undang-Undang ini dimungkinkan perusahaan debitor yang masih prospektif tetap dilangsungkan. Asas kelangsungan usaha ini berkaitan erat dengan kedudukan debitor yang masih memiliki kemampuan untuk melanjutkan usahanya akan tetapi kondisi keuangannya dalam keadaan asetnya lebih kecil dari pada utangnya. Pada penerapannya Undang-Undang Kepailitan sama sekali tidak menyinggung tentang kondisi keuangan debitor sebagai syarat dijatuhkannya putusan pailit.73 Harusnya Undang-Undang Kepailitan juga memberikan pengaturan mengenai kondisi keuangan debitor sebagai syarat untuk dinyatakan pailit.

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai makna asas kelangsungan usaha menunjukkan bahwa UUK dan dan PKPU, khususnya dalam penjelasan umum tidak menyebutkan secara rinci makna asas kelangsungan usaha. Dalam penjelasan umum secara singkat dinyatakan bahwa perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Untuk mengetahui lebih luas dan jelas asas kelangsungan usaha, maka perlu melakukan pengkajian secara lebih dalam.

Pada dasarnya asas kelangsungan usaha merupakan perwujudan dari asas keadilan dan asas keseimbangan. UUK dan PKPU telah mengadopsi asas keseimbangan tersebut dengan menyebutkan asas adil dalam penjelasan umum dari Undang-Undang tersebut antara lain dikemukakan pokok-pokok penyempurnan Undang-Undang tentang kepailitan tersebut meliputi segi-segi penting yang dinilai perlu untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif.

73Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, h.2

Keadilan berasal dari kata adil, menurut kamus bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak dan tidak berat sebelah.74 Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang berlaku sesuai aturan hukum, dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, serta keberlakuannya mempunyai kedudukan yang sama bagi semua pihak.75 Berdasarkan ketentuan dalam penjelasan umum UUK dan PKPU menunjukkan bahwa UUK dan PKPU mengadopsi asas keseimbangan dengan menyebutkan asas keadilan yang mempunyai makna untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya.76

Asas keseimbangan dipahami sebagai keseimbangan kedudukan posisi tawar para pihak dalam menentukan hak dan kewajibannya dalam perjanjian.

Ketidak seimbangan posisi menimbulkan ketidakadilan, sehingga perlu intervensi pemerintah untuk melindungi para pihak yang lemah melalui penyeragaman syarat-syarat perjanjian hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Herlien Budiono.77 Herlien Budiono memberikan 2 (dua) makna asas keseimbangan yaitu:

1. Asas keseimbangan sebagai asas etikal yang bermakna suatu keadaan pembagian beban dikedua sisi berada dalam keadaan seimbang. Makna keseimbangan disini adalah pada satu sisi dibatasi kehendak (berdasarkan

74Eko Hadi Wiyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Akar Media, Jakarta, 2007 h. 10

75M. Agus Santoso, Hukum Moral dan Keadilan, Kencana, Jakarta, 2012, h.85

76 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase, Kencana, Jakarta, 2009, h. 17

77Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bndung, 2011, h. 33.

pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan) dan pada sisi lain keyakinan (akan kemampuan). Dalam batasan kedua sisi tersebut keseimbangan akan diwujudkan. Didalam konteks studi ini keseimbangan dimengerti sebagai keadaan hening atau keselarasan karena dari berbagai gaya yang berkerja tidak ada satupun yang mendominasi lainnya, atau karena tidak satu elemen menguasai lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa janji antara para pihak dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya.

2. Asas keseimbangan sebagai asas yuridikal artinya asas keseimbangan dapat dipahami sebagai asas yang layak atau adil, dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan yuridis dalam hukum kontrak Indonesia.

Dalam hal keseimbangan kontraktual terganggu maka jalan keluar untuk menguji daya kerja asas keseimbangan melalui tindakan, isi dan pelaksanaan perjanjian. Asas keseimbangan yang melandasi kesepakatan antara para pihak dapat dimunculkan keterikatan yuridis yang layak atau adil. Upaya pencarian kriterium harus dimulai dengan memilah fakta mana didalam kontrak dapat dikualifikasikan sebagai fakta atau kondisi yang memunculkan perikatan hukum yang pada giliirannya dapat dinilai serta diuji berkenaan dengan keterikatan yuridikal yang berlandaskan asas keseimbangan. Asas keseimbangan disamping harus memiliki karakteristik tertentu juga harus secara konsisten terarah kepada kebenaran logikal dan

secara memadai bersifat konkret.78

Asas keseimbangan dapat diartikan sebagai keseimbangan posisi para pihak dalam hukum kontrak. Asas-asas hukum kontrak yang hidup dalam kesadaran hukum Indonesia sebagaimana tercermin dalam hukum adat maupun asas-asas hukum modern sebagaimana ditemukan dalam perkembangan hukum kontrak belanda diperundang-undanngan, praktek hukum dan yurisprudensi sehingga bertemu dalam suatu asas yaitu asas keseimbangan, hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Arief Sidharta.79 Keadaan berimbang para pihak dalam kontrak dilandasi suatu asas yang berlaku dalam hukum perdata sebagaimana perrtama kali diperkenalkan oleh Mariam Darus Badrulzaman yakni asas keseimbangan.80 Asas keseimbangan ini menjiwai posisi berimbang dari para pihak dalam perjanjian.

Pengaturan asas kelangsungan usaha dalam hukum kepailitan mempunyai peranan penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi debitor yang memiliki kemampuan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan sebagai upaya perwujudan asas keadilan bagi semua pihak.81 Asas kelangsungan usaha merupakan salah satu asas yang diatur dalam UUK dan PKPU, dimana debitor yang masih prospektif dimungkinkan untuk melangsungkan usahanya. Untuk melihat prospektif usaha debitor salah satunya dapat dilihat dari keadaan keuangannya. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini penormaan asas kelangsungan

78Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, h. 304-307.

79Ibid.,

80Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, h. 65

81Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, h.9

usaha dalam peraturan perundang-undangan kepailitan di Indonesia disebutkan sebagai dasar dari pengaturan hukum kepailitan Indonesia.

Saat ini penormaan asas kelangsungan usaha dalam peraturan perundang-undangan tentang kepailitan di Indonesia disebutkan sebagai dasar dari pengaturan hukum kepailitan Indonesia. Hal ini diperkuat dengan ketentuan dalam penjelasan umum UUK dan PKPU dalam penjelasannya menyebutkan bahwa keberadaan Undang-Undang ini didasarkan kepada sejumlah asas-asas kepailitan, satu diantaranya yaitu asas kelangsungan usaha yang menjelaskan bahwa Undang-Undang ini memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif untuk tetap dilangsungkan.

Asas kelangsungan usaha ini berkaitan erat dengan kedudukan debitor yang masih memiliki kemampuan untuk melanjutkan usahanya akan tetapi kondisi keuangannya dalam keadaan asetnya lebih kecil dari pada utangnya. Pada penerapannya Undang-Undang kepailitan sama sekali tidak menyinggung tentang kondisi keuangan debitor sebagai syarat dijatuhkannya putusan pailit. Harusnya undang-undang kepailitan juga memberikan pengaturan mengenai kondisi keuangan debitor sebagai syarat untuk dinyatakan pailit. Sebagai asas hukum yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan, maka asas kelangsungan usaha telah melalui proses penilaian etis dari pembentuk undang-undang. Dengan demikian, asas kelangsungan usaha sesungguhnya merupakan hasil pengejewantahan pemikiran manusia yang harus menjadi intisari dalam penyelesaian sengketa utang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Eksistensi asas kelangsungan usaha dapat ditemukan dengan jalan melakukan kontruksi hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang mengatur perihal memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

Pengaturan asas kelangsungan usaha dan asas keseimbangan khususnya dalam pemberesan harta pailit diatur dalam Pasal 104 ayat 1 dan 2, Pasal 178 ayat 2, Pasal 179 ayat 1 dan 2, dan Pasal 184 ayat 2 dan Pasal 242 ayat 2 UUK dan PKPU.

1. Pasal 104 ayat 1 dan 2 UUK dan PKPU Pasal 104 ayat 1 UUK dan PKPU berbunyi:

Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.82

Pasal 104 ayat 2 UUK dan PKPU berbunyi:

Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, maka kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).83

Berdasarkan ketentuan Pasal diatas menunjukkan bahwa kepailitan terhadap perusahaan debitor (Perseroan Terbatas) tidak seecara otomatis mengakibatkan perseroan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan perseroan dikarenakan kepailitan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia tidak mengakibatkan berhentinya operasional perseroan. Akan tetapi dalam hal perusahaan yang dilanjutkan ternyata tidak mempunyai prospek untuk diselamatkan maka hakim pengawas akan memutuskan untuk

82Pasal 104 ayat 1 UUK dan PKPU

83 Pasal 104 ayat 2 UUK dan PKPU

menghentikan beroperasinya perusahaan debitor pailit (Perseroan Terbatas) dalam permohonan seorang kreditor. Setelah peseroan tersebut dihentikan maka kurator memulai untuk menjual untuk menjual harta debitor pailit tanpa memerlukan adanya persetujuan debitor pailit. Kurator dalam melaksanakan tugasnya untuk menjual harta debitor pailit berusaha untuk meningkatkan nilai harta debitor pailit sehingga apabila terdapat sisa dari pembayaran utang-utang debitor pailit dapat dipergunakan untuk melanjutkan kelangsungan usaha debitor.

2. Pasal 179 ayat 1 dan 2 UUK dan PKPU Pasal 179 ayat 1 UUK dan PKPU berbunyi:

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditor yang hadir dalam rapat pencocokan utang dapat mengusulkan supaya perusahaan debitor pailit dilanjutkan.84

Pasal 179 ayat 2 UUK dan PKPU berbunyi:

Jika ada panitia kreditor dan usul diajukan kreditor, panitia kreditor dan kurator wajib memberikan pendapat mengenai usul tersebut.85

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut menunjukkan bahwa jika perusahaan diberi kesempatan waktu yang cukup untuk menata kembali masalah keuangan perusahaannya dan adanya itikad baik dari debitor untuk menyelesaikan permasalahan utang, maka secara rasional kemungkinan besar perusahaan akan pulih kembali, dan kepailitan debitor dapat dicegah, serta para tenaga kerja atau buruh tidak khawatir akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Perusahaan-perusahaan itu merupakan aset Negara, sehingga apabila yang bermasalah dilikuidasikan atau dipailitkan, Negara akan kehilangan

84 Pasal 179 ayat 1 UUK dan PKPU

85 Pasal 179 ayat 2 UUK dan PKPU

sumber pendapatan lain dari sektor pajak. Dengan demikian utang-utang perusahaan harus dijadwal ulang, direstrukturisasi. Perusahaan yang diberi kesempatan akan berpotensi terbayar semua. Sedangkan dalam kondisi krisis ekonomi, jika sebuah perusahaan dilikuidasi atau dipailitkan, maka kemungkinan besar asetnya tidak laku terjual.

3. Pasal 184 ayat 2 UUK dan PKPU

Pasal 184 ayat 2 UUK dan PKPU berbunyi:

Dalam hal perusahaan dilanjutkan dapat dilakukan penjualan benda yang termasuk harta pailit, yang tidak diperlukan untuk meneruskan perusahaan.86

Berdasarkan ketentuan pasal ini menunjukkan bahwa dalam hal perusahaan debitor yang masih prospektif diberikan kesempatan untuk melanjutkan kembali usahanya maka dapat dilakukan penjualan benda yang termasuk harta pailit, yang tidak diperlukan untuk meneruskan perusahaan debitor. Debitor pailit dapat diberikan bagian dari harta pailit secukupnya dengan tujuan supaya debitor tetap dapat melanjutkan kelangsungan kehidupannya, seperti perabot rumah dan perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, atau perabot kantor yang mana hal ini ditentukan oleh hakim pengawas.

4. Pasal 240 ayat 1 UUK dan PKPU

Pasal 240 ayat 1 UUK dan PKPU berbunyi:

Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas sebagian atau seluruh hartanya.87

86Pasal 184 ayat 2 UUK dan PKPU

87Pasal 240 ayat 1 UUK dan PKPU

Berdasarkan ketentuan pasal ini menunjukkan bahwa dalam masa PKPU dengan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pengurus, debitor masih dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas asetnya.

5. Pasal 242 ayat 2 UUK dan PKPU

Pasal 242 ayat 2 UUK dan PKPU berbunyi:

Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sita yang telah diletakkan gugur dan dalam hal debitor disandera, debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan putusan penundaan kewajiban, pembayaran utang tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian mempunyai kekuatan hukum tetap dan atas permintaan pengurus atau hakim pengawas jika masih diperlukan, pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta debitor.88

Berdasarkan ketentuan pasal ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan bagi debitor pailit yang perusahaannya masih prospektif untuk tetap dapat melanjutkan usahanya. Dengan masih berlangsungnya usaha debitor untuk melunasi utang kepada kreditor-kreditornya secara keseluruhan berdasarkan rencana perdamaian yang disepakati dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) untuk memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas menunjukkan bahwa UUK dan PKPU memungkinkan bagi debitor yang perusahaannya memiliki prospek dan potensi untuk tetap dilangsungkan. Setelah pernyataan pailit dijatuhkan oleh pengadilan terdapat norma-norma yang memungkinkan perusahaan debitor tetap melanjutkan kegiatan usaha (on going concern). Terdapat norma yang berkenaan

88Pasal 242 ayat 2 UUK dan PKPU

dengan tindakan setelah pernyataan pailit yang ditugaskan kepada kurator.

Dengan berpedoman kepada makna asas keseimbangan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan umum UUK dan PKPU menunjukkan bahwa fungsi asas kelangsungan usaha dapat dikatakan berjalan dengan baik pula, hal ini dikarenakan konsep asas kelangsungan usaha sebagaimana dalam Penjelasan Umum UUK dan PKPU menunjukkan keberlakuan dari efektif atau tidaknya

Dengan berpedoman kepada makna asas keseimbangan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan umum UUK dan PKPU menunjukkan bahwa fungsi asas kelangsungan usaha dapat dikatakan berjalan dengan baik pula, hal ini dikarenakan konsep asas kelangsungan usaha sebagaimana dalam Penjelasan Umum UUK dan PKPU menunjukkan keberlakuan dari efektif atau tidaknya