• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Afektif dan aspek kognitif

Dalam dokumen PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL (2) (Halaman 51-57)

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

D. Aspek Afektif dan aspek kognitif

Menurut Sunardi dalam Ivana, mengatakan bahwa upaya peningkatan aspek afektif akan berhasil apabila penerap;an guru selaku pembimbing dan fasilitator siswa dalam pembelajaran, mampu menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat merasa atau berbuat sebagai berikut.

1) Merasa tertarik dan terundang terhadap materi yang disajikan dalam bentuk sikap, nilai, moral yang akan dibinakan kepada siswa, sehingga guru perlu menyajikan stimulus berupa kejadian atau peristiwa yang dapat merangsang siswa.

2) Merasa berkeinginan untuk ikut serta terlibat (involving) dalam setiap kegiatan yang dilakukandalam proses pembelajaran.

3) Mau terbuka dalam setiap kegiatan dalam rangka melakukan klasifikasi baik terhadap siswa, sistem nilai, yang dianut oleh diri siswa, oleh orang lain, maupun sistem nilai yang akan dibinakan. 4) Berkemauan untuk menyerap sikap, nilai, moral tersebut dengan

suatu kesadaran akan pentingnya sikap, nilai, moral bagi diri siswa dan kehidupannya.

5) Berkemauan untuk melaksanakan sikap, nilai, atau moral yang telah diterima siswa dalam perbuatan dan kehidupannya36.

Sikap yang dimiliki oleh siswa sangat berpengaruh pada berbagai hasil pendidikan. Sehingga sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan, aktivitas pembelajaran yang digunakan dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas harus dinilai secara teratur. Penilaian sikap ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap aspek afektif adalah dengan menggunakan lembar observasi.

Menurut Benyamin S Bloom dkk dalam Mulyasa, hasil belajar dikategorikan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini hanya menyangkut ranah kognitif dan afektif. Kemampuan ranah kognitif dapat diukur dengan menggunakan tes yang mengarah pada pengukuran aspek kognitif yang diharapkan. Aspek kognitif ditekankan pada enam ranah kognitif (kognitif domain) yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperhansion), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation)37. Secara rinci penjelasan

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan.

36 Sari, Dwi Ivayana, ” Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua Tinggal Dua Tamu untuk Meningkatkan Proses dan Prestasi Belajar Matematika Siswa VIIII A SMP Dharma Wanita Universitas Brawijaya”, Skripsi, Universitas Negeri Malang, 2008, hlm. 30-31

37 Mulyasa, E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 139

2) Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan: mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu kebentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata; membuat perkiraan tentang kecenderungan nampak dalam data tertentu seperti dalam grafik kemampuan setingkat lebih tinggi dari kemampuan pengetahuan.

3) Penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus / problem yang kongkret dan baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem baru.

4) Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan antara bagian-bagian itu.

5) Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain, sehingga tercipta suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana.

6) Evaluasi mancakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu atau beberapa hal. Kemampuan ini dinyatakan dalam metode penilaian penelitian terhadap sesuatu38.

Tabel 2.2 Perbedaan antara Aspek Afektif dan Aspek Kognitif

No Aspek Afektif Aspek Kognitf

1 Aspek afektif memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan aspek-aspek yang lainnya. Aspek afektif bersifat abstrak dan tidak jelas karena tersembunyi di dalam diri siswa, sehingga cukup sulit untuk dirumuskan secara jelas. Salah satu ciri kemampuan afektif adalah belajar menghayati nilai dari objek-objek yang dihadapi melalui alam perasaan, baik berupa orang, benda maupun peristiwa atau kejadian.

Belajar merupakan usaha yang dilakukan setiap manusia dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan. Belajar akan menimbulkan perubahan perilaku yang diperoleh melalui pengetahuan dan wawasan. Belajar merupakan aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

2

3

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang paling kompleks. Adapun penjelasan sebagai berikut: 1) penerimaan, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulus dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. 2) partisipasi, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang pada dirinya, 3) penilaian atau penentuan sikap, yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan tersebut. 4) organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, penetapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya ke dalam organisasi. 5) karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya termasuk keseluruhan nilai karakteristiknya.

Aspek afektif yang akan diamati dalam penelitian ini adalah: 1) penerimaan, 2) partisipasi, 3) penentuan sikap, 4) organisasi, dan

Dalam proses belajar diharapkan akan diperoleh hasil belajar berupa perubahan tingkah laku baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Aspek kognitif adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil yang tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu pula. Dalam belajar terdapat pula tiga masalah pokok yaitu: (1) masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar, (2) masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan, (3) masalah mengenai hasil belajar. Dua masalah pokok yang pertama berkenaan dengan proses belajar yang sangat berpengaruh kepada masalah pokok ketiga, dengan demikian bagaimana peristiwa terjadinya proses belajar akan menentukan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka aspek kognitif siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami proses

5) penentuan pola hidup. Pada aspek penerimaan indikator yang digunakan dalam mengukur aspek tersebut adalah respon terhadap pendapat siswa yang mempunyai beberapa kriteria antara lain selalu menolak pendapat teman, tidak menghargai pendapat teman, kurang menghargai pendapat teman, mampu menghargai pendapat teman.

belajar. Aspek kognitif siswa ditunjukkan dari perbandingan skor tes pada siklus I, siklus II dan siklus III. Aspek kognitif yang diamati dalam penelitian ini adalah pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.

Sumber:Ivana dan Mulyasa

E. Penerapan Pembelajaran Kooperatif model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek kognitif dan aspek afektif siswa. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model two stay two stray (TSTS), dimana pemilihan model two stay two stray (TSTS) karena model tersebut memiliki kelebihan yaitu keterlibatan siswa sangat besar dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, artinya tidak ada campur tangan guru yang terlalu jauh dalam penyampaian materi terhadap siswa. Dari sini siswa diharapkan keaktifannya dalam diskusi untuk memecahkan masalah dari materi yang dipelajarinya. Kemampuan akademik siswa yang heterogen dimanfaatkan sebagai acuan untuk membentuk kelompok belajar kooperatif. Tahapan dalam pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah persiapan, presentasi guru, kegiatan kelompok, presentasi kelas dan evaluasi.

Pada tahap persiapan siswa akan dituntut untuk selalu hadir dalam pembelajaran dan datang tepat waktu, siswa juga dituntut untuk selalu membawa bahan ajar berupa buku Sosiologi dari berbagai penerbit yang akan digunakan oleh kelompoknya untuk menyelesaikan tugas permasalahan sebagai bahan

diskusi. Dalam tahapan persiapan dengan menggunakan model two stay two stray (TSTS) ini jelas melatihkan siswa terhadap aspek afektif tentang sikap ketepatan hadir saat pembelajaran dan kelengkapan sumber bahan ajar. dengan melatihkan aspek afektif tersebut secara tidak langsung juga akan mempengaruhi terhadap aspek kognitif siswa, yang mana dengan ketepatan hadir dan kelengkapan bahan ajar akan membuat siswa akan dapat mengikuti proses pembelajaran lebih baik dan memiliki kesiapan belajar lebih tinggi sehingga siswa akan lebih mudah dalam belajar.

Tahapan selanjutnya adalah tahapan inti dari model pembelajaran two stay

two stray (TSTS) yaitu diskusi kelompok. Pada tahapan diskusi kelompok siswa

diberi tugas untuk menyelesaikan tugas LKS dan permasalahan-permasalahan sosiologi. Pada tahapan ini aspek afektif jelas sangat dilatihkan kepada siswa yaitu bagaimana kerja sama kelompok dan diskusi kelompok dalam menyelesaikan tugas tersebut, keaktifan siswa dalam mencari jawaban dari sumber belajar juga sangat dituntut dalam tahapan ini untuk menyelesaikan tugas LKS dan permasalahan-permasalahan sosiologi. Dengan melatihkan aspek afektif tersebut maka aspek kognitif juga ditingkatkan pada tahapan ini karena pada saat tahapan tersebut siswa akan berupaya untuk membaca bahan ajar dan saling bertukar informasi dengan temannya mengenai temuan jawaban LKS dan permasalahan-permasalahan sosiologi, dengan kegiatan tersebut otomatis pengetahuan siswa akan sangat bertambah.

Pada kegiatan kelompok juga ada tahapan yang sangat penting yaitu kegiatan bertamu dan menerima tamu. Pada tahapan ini siswa akan bertukar

dengan kelompok lain untuk saling berdiskusi kembali dan saling mencari informasi mengenai jawaban LKS dan permasalahan-permasalahan sosiologi. Pada tahapan ini jelas aspek afektif kembali dilatihkan kepada siswa terutama pada perilaku siswa untuk aktif tanya jawab guna menggali informasi dari kelompok lain. Aspek kognitif dalam tahapan ini juga dilatihkan yaitu dengan saling bertukar informasi mengenai materi diskusi dan jawaban LKS serta permasalahan-permasalahan sosiologi maka otomatis pengalaman, wawasan dan khususnya pengetahuan siswa akan bertambah.

Secara umum pembelajaran model two stay two stray (TSTS) juga memiliki dampak sertaan jangka panjang yang cukup bagus, dimana dengan pembelajaran ini akan melatih siswa untuk dapat mengkoordinir dirinya sendiri untuk lebih aktif dalam belajar secara mandiri tidak hanya bergantung untuk belajar dari guru saja atau tidak beranggapan bahwa guru hanya satu-satunya sumber belajar, tetapi siswa dapat belajar sendiri dari buku, teman maupun lingkungan disekitarnya. Hal positif ini tentunya akan membantu meningkatkan aspek kognitif dan aspek afektif siswa dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

Dalam dokumen PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL (2) (Halaman 51-57)

Dokumen terkait