• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL (2)"

Copied!
272
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TWO

STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN ASPEK

KOGNITIF DAN ASPEK AFEKTIF SISWA KELAS X.5 SMA

NEGERI 02 JUNREJO, KOTA BATU

SKRIPSI

Oleh

MUAMAR AGUNG RIFALDI

06130089

PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK

IBRAHIM MALANG

(2)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TWO STAY

TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN ASPEK KOGNITIF DAN

ASPEK AFEKTIF SISWA KELAS X.5 SMA NEGERI 02 JUNREJO,

KOTA BATU

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Muamar Agung Rifaldi

06130089

PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

(3)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TWO STAY

TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN ASPEK KOGNITIF DAN

ASPEK AFEKTIF SISWA KELAS X.5 SMA NEGERI 02 JUNREJO,

KOTA BATU

SKRIPSI

Oleh

Muamar Agung Rifaldi

06130089

Telah disetujui Pada tanggal 19 Juli 2010 Oleh,

Dosen Pembimbing

Istianah Abu Bakar, M.Ag

NIP. 19770709 200312 2 004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

Drs. Moh. Yunus, Msi.

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TWO STAY

TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN ASPEK KOGNITIF DAN

ASPEK AFEKTIF SISWA KELAS X.5 SMA NEGERI 02 JUNREJO,

KOTA BATU

SKRIPSI

dipersiapkan dan disusun oleh Muamar Agung Rifaldi (06130089)

telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 27 Juli 2010 dengan nilai A

dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan IPS (S.Pd)

pada tanggal: 2 Agustus 2010

Panitia Ujian Tanda Tangan

Ketua sidang

Istianah Abu Bakar, M.Ag

NIP. 19770709 200312 2 004 : ______________________________

Sekretaris sidang

H. Zulfi Mubaraq, M.Ag

NIP. 19731017 200003 1 001 : ______________________________

Dosen pembimbing

Istianah Abu Bakar, M.Ag

NIP. 19770709 200312 2 004 : ______________________________

Penguji utama

Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony

NIP. 19440712 196410 1 001 : ______________________________

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

(5)

PERSEMBAHAN

!

"

#

$

%

&

'

(

"

)

"

*

$

'

"

# ))

# )#"

+,,-!

&

)

)

"

..

"/

(6)

MOTTO

ﻥﺍﻭﺪﻌﻟﺍﻭ ﹺﻢﹾﺛِﻹﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹾﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗ ﹶﻻﻭ ﻯﻮﹾﻘﺘﻟﺍﻭ ﱪﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﹾﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗﻭ

...

Artinya: ...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...(Surat Al-Maidah: 21)

(7)

Istianah Abu Bakar, M.Ag

Dosen Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri Malana Malik Ibrahim Malang

NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Muamar Agung Rifaldi Malang, 19 Juli 2010 Lamp : 4 (Empat) Eksemplar

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN MALIKI Malang di

Malang

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut dibawah ini:

Nama : Muamar Agung Rifaldi

NIM : 06130089

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Judul Skripsi : ”Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afektif Siswa Kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu”

Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan.

Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pembimbing,

Istianah Abu Bakar, M.Ag

(8)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 19 Juli 2010

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tiada kata lain yang pantas dan patut penulis untaikan selain rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT “Sang Maha Lembut” yang telah melimpahkan kasih-sayang-Nya yang tiada batas, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini dengan mengambil judul ”Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS)

Untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afektif Siswa Kelas X.5

SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu”

Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap terlimpah curahkan kepada suri teladan suci kita bersama yakni Baginda Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan pembimbing abadi umat Islam. Karena, melalui Beliaulah kita menemukan jalan yang terang benderang dalam mendaki puncak tertinggi iman, dari gunung tertinggi Islam.

Penulis menyadari bahwa baik dalam memulai perjalanan studi maupun dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya, permohonan maaf, dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

(10)

2. Bapak Prof. DR. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

3. Bapak Dr. H. M. Zainuddin, MA., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Sang Maestro Bapak Drs. Muh. Yunus M.Si., selaku Kepala Jurusan P. IPS Fakultas Tarbiyah dan beserta segenap dosen Fakultas Tarbiyah khususnya jurusan P. IPS UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang dengan ikhlas telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Sang Pembimbing Ibu Istianah Abu Bakar, M.Ag., yang dengan ikhlas membagikan waktu, tenaga, dan fikiran beliau dalam upaya memberikan bimbingan, petunjuk, serta pengarahan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Segenap staf perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Universitas Negeri Malang yang dengan ikhlas membantu menyediakan buku-buku literatur yang penulis butuhkan. 7. Kepala Sekolah, guru, dan segenap staf SMA Negeri 02 Junrejo, Kota

Batu yang dengan ikhlas membantu penulis dalam penelitian skripsi ini. 8. Bapak Ali Ridho, M.M Sang Guru pamong penelitian bidang studi

(11)

9. Siswa-siswi kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu yang dengan ikhlas dan sabar bekerjasama dalam membantu proses penelitian skripsi ini.

10.Untuk Mentariku (Siti Umaria), yang selalu setia membantu dalam susah ataupun senang demi penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat-sahabati PMII Malang dan teman-teman, kawan-kawan, kelas IPS angkatan 2006, 2007, 2008 (Khususnya Kelas A, B dan C) kalian semua adalah yang terbaik.

12.Seluruh Sahabat-sahabati PMII di sanggar seni dan budaya An-Nashih (Bang Ber, Cak Cus, Cak Yuyud, M. Solikhin, M. Toyib, M. Kanif Syamsuri, M. Fadholi, dll) Kalian best of the best.

13.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan yang sangat bermanfaat bagi penulis demi terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali “Jazaakumullah Ahsanal Jazaa” semoga semua amal baiknya diterima oleh Allah SWT.

Dan akhirnya, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi memperbaiki karya tulis yang sederhana ini, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi para pengkaji/pembaca dan bagi penulis sendiri. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Malang, 07 Juni 2010

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan antara Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar

Tradisional ... 23

2.2Perbedaan Aspek Afektif dan Aspek Kognitif ... 33

3.1Kriteria Tingkat Kemampuan aspek Afektif dan Psikomotorik ... 54

4.1Sejarah Pimpinan Sekolah SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu ... 63

4.2Profil SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu ... 66

4.3Aspek Afektif pada Siklus I ... 98

4.4Pencapaian Aspek Afektif pada Siklus II ... 121

4.5Pencapaian Aspek Afektif pada Siklus III ... 143

5.1Hasil Nilai Postes pada Aspek Kognitif Siklus I, Siklus II dan Siklus III ... 150

5.2Nilai Rata-rata Aspek Afektif Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 154

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Alur Diskusi dengan Model Two Stay Two Stray (TSTS). ... 28 3.1 Tahapan Spiral Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ... 56 5.1Grafik Hasil Nilai Postes pada Aspek Kognitif Siklus I, Siklus II dan

Siklus III ... 151 5.2Grafik Hasil Nilai Postes pada Aspek Kognitif Siklus I, Siklus II dan

Siklus III ... 156 5.3Grafik Rincian Nilai Rata-rata Setiap Aspek Afektif Siswa dari Siklus I,

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1.a. Gambaran Kegiatan yang Dilakukan Guru dan Siswa Selama Melakukan

Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ... 167

1.b. Nama-nama Kelompok Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) Mata Pelajaran Sosiologi di Kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu. ... 170

2.a. Kriteria Penilaian Lembar Observasi Aspek Afektif Siswa ... 171

2.b. Format Lembar Observasi Aspek Afektif ... 172

2.c Data Lembar Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus I, II, dan III ... 174

2.d Analisis Lembar Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus I, II, dan III ... 180

2.e Hasil Analisis Lembar Observasi Aspek Afektif Siswa... 186

3.a Hasil Nilai Aspek Kognitif Siklus I, II dan III ... 187

4.a Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I, II, dan III ... 193

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN NOTA DINAS ... vi

HALAMAN PERNYATAAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

ABSTRAK ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

F. Definisi Istilah ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Sosiologi ... 15

B. Pembelajaran Kooperatif... 18

C. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ... 26

(16)

(TSTS) untuk Meningkatkan Aspek kognitif

dan aspek afektif siswa ... 35

F. Pembelajaran Kooperatif Dalam Perspektif Islam ... 37

G. Penelitian Terdahulu. ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42

B. Kehadiran Peneliti ... 45

C. Lokasi Penelitian ... 46

D. Data dan Sumber Data ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Analisis Data ... 52

G. Pengecekan Keabsahan Temuan ... 54

H. Tahap-tahap Penelitian ... 55

I. Indikator Kinerja ... 59

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang dan Obyek Penelitian ... 62

B. Paparan Hasil Penelitian ... 67

a. Refleksi Awal ... 73

b. Paparan Data Siklus I ... 76

c. Paparan Data Siklus II ... 100

d. Paparan Data Siklus III ... 123

BAB V. PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembelajaran Model Two Stay Two Stray (TSTS)...146

B. Aspek Kognitif...150

(17)

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 161 B. Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(18)

ABSTRAK

Agung Rifaldi, Muamar. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afktif Siswa Kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu. Skripsi, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Istianah Abu Bakar, M.Ag

Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru sosiologi SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu didapatkan bahwa nilai rata-rata aspek kognitif siswa pada kelas X.5 masih dibawah KKM sekolah yaitu 66 dengan hasil nilai rata-rata kognitif 53.46. Hasil tersebut menunjukkan angka yang masih rendah dibandingkan dengan kelas lain. Proses pembelajaran yang biasa dilaksanakan menggunakan model ceramah yaitu penyampaian materi secara utuh kepada siswa dan diselingi dengan latihan-latihan soal, pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan pembelajaran kurang berarti bagi siswa. Siswa kurang memperoleh pengalaman langsung, dan guru kurang memberikan kesempatan serta kepercayaan terhadap diri siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Hal ini juga berdampak pada rendahnya aspek afektif siswa. Berdasarkan permasalahan ini peneliti melakukan upaya perbaikan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS). Model pembelajaran tersebut melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar. Pakok pikiran pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 3 siklus. Sebagai subjek penelitiannya adalah siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu, berjumlah 39 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes aspek kognitif sosiologi berupa ulangan harian akhir siklus, dan lembar observasi aspek afektif pada saat proses pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu mengalami peningkatan aspek kognitif dan aspek afektif, setelah diberi tindakan berupa penerapan pembelajaran dengan menggunakan model two stay two stray (TSTS). Peningkatan aspek kognitif ditandai dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa dari sebelum tindakan 53.46 meningkat pada siklus I menjadi 70 dan meningkat pada siklus II menjadi 74 serta meningkat pada siklu III menjadi 82. Peningkatan nilai rata-rata aspek afektif dari siklus I sebesar 76 meningkat menjadi 83 pada siklus II dan meningkat menjadi 91 ada siklus III.

Model pembelajaran two stay two stray (TSTS) dapat meningkatkan aspek kognitif dan aspek afektif siswa dengan cara memberikan suasana belajar diskusi yang menyenangkan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar aktif melakukan pertukaran informasi dan materi dengan sesama teman, menyampaikan gagasan kepada teman, menyampaikan jawaban dan pertanyaan terhadap permasalahan diskusi, serta membutuhkan kerjasama dalam kelompok.

(19)

ABSTRACT

Agung Rifaldi, Muamar. 2010. the Application of Cooperative Learning Two Stay Two Stray (TSTS) Model to Increase Cognitive and Affective Aspect of The Students Class X-5 State Senior High School of Junrejo 02, Batu. Thesis, Social Science Education Department, Tarbiyah Faculty, State Islamic University Maulana Malik Ibrahim Malang. Istianah Abu Bakar, M. Ag.

Based on the early observation and interview with the sociology teachers of State Senior High School 02 Junrejo Batu, this inform that the average value of student’s cognitive aspect of class X-5 is still under minimal completeness criterion (KKM). That is 66. The average value of the students is 53,46. The result shows low number than other class. Learning processes that usually done use speech model. That is material fully taught to the students and it is increased by tasks. This learning causes the students inclined passive and it is not has mean for the students. The students are lack to get direct experience and the teachers are lack to give chance and honesty to the students to active in the learning process. This problem also gives impact on the low of student’s affective aspect. Based on this problem, the researcher try to do improvement with apply cooperative learning Two stay Two Stray (TSTS) model. That learning model involves the students actively. The main idea of the cooperative learning Two Stay Two Stray (TSTS) model is gives chance to a group to divide the result and information to other group.

The approach that is used in this research is qualitative research. The kind of this research is classroom research (PTK). This consists of three cycles. The subjects are the students of class X-5 State senior High School 02 of Junrejo Batu. Number of the students is 39 students. The instruments to collect the data that is used in this research are cognitive test of sociology. It is daily test of the final cycle. Besides that, it also use observation sheet of affective aspect when learning process.

The result of research shows that the students of class X-5 State Senior High School get increasing of cognitive and affective aspect. After they applied the learning use Two Stay Two Stray model, the cognitive increasing is signed by the increasing of average value of the students. The student’s average value before acting is 53,46, then increase in first cycle become 70, then increase in second cycle become 74 and then increase in third cycle become 82. The increasing of average value of affective aspect from first cycle is 76 then increase become 83 on the second cycle and increase become 91 on the third cycle.

The learning method Two Stay Two Stray (TSTS) can increase the cognitive and affective aspect with gives happiness discuss, to gives chance to the students to exchange the information and materials to others, to gives idea to others, to gives answer and question about the problem, and it needs cooperative in group.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya untuk meningkatkan aspek kognitif maupun aspek afektif siswa dapat dilakukan dengan pembelajaraan kooperatif, dimana Menurut Holubec dalam Nurhadi, pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dan mencapai tujuan belajar2. Menurut Johson dalam Lie mengatakan bahwa pada umumnya hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa3.

Kemudian, berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi sosiologi kelas X SMA Negeri 02 Junrejo, kota Batu, dimana dalam wawancara tersebut peneliti mendapatkan banyak informasi mengenai kondisi belajar siswa dan nilai aspek afektif dan aspek kognitif siswa mulai dari kelas X.1 sampai dengan X.6. Dalam wawancara tersebut peneliti disarankan oleh guru bidang studi sosiologi untuk memberikan tindakan kepada siswa kelas X.5, karena berdasarkan

2 Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: UM Press, 2004), hlm. 60

(21)

catatan guru tersebut kelas X.5 dalam kegiatan pembelajaran siswanya masih pasif dalam hal berinteraksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa4.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti melanjutkan observasi dengan melihat pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi sosiologi selama satu kali pertemuan di kelas X.5 dan oleh guru bidang studi sosiologi peneliti langsung diminta untuk mengajar di kelas, karena pada saat itu guru bidang studi sosiologi merangkap jabatan sebagai sekertaris wakil kepala kurikulum SMA Negeri 02 Batu dan disibukkan dengan adanya Ujian Nasional SMA. Maka, berdasarkan hasil pengamatan saat pembelajaran tersebut didapatkan bahwa pembelajaran Sosiologi di kelas X, salah satunya yang menjadi sampel adalah menggunakan metode ceramah atau pembelajaran transfer informasi yaitu memindahkan secara utuh pengetahuan guru ke pikiran siswa.

Dalam pembelajaran ini guru mencoba memfokuskan pada upaya menuangkan pengetahuan yang dimiliki guru sebanyak mungkin kepada siswa. Waktu yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi Sosiologi hanya 2x45 menit, kemudian memberikan rumusan pokok dan penjelasan seperlunya kepada siswa, setelah itu dilanjutkan dengan latihan-latihan soal yang terdapat di buku paket. Pada saat guru menjelaskan materi siswa hanya mendengarkan, sebagian siswa-siswa yang duduk dibelakang terlihat ramai dan bergurau dengan

(22)

temannya. Mereka berbicara sendiri dan tidak mendengarkan penjelasan guru. Apabila mereka diawasi oleh guru bidang studi, maka siswa tersebut seolah-olah sedang mendengarkan penjelasan guru dengan membuka-buka buku paketnya dan serius memperhatikan pelajaran. Sebagian siswa juga ada yang mendengarkan penjelasan guru dengan mencocokkan catatan yang ditulis oleh guru di papan tulis dengan buku paket yang mereka miliki. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa hanya sebatas menanyakan bagaimana cara menyelesaikan jawaban soal yang ada dalam buku paket. Siswa lebih terfokus dengan latihan-latihan soal pada buku paket saja. Guru dinilai kurang mengajak siswa menghubungkan materi Sosiologi yang sedang dipelajari dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan nyata yang terkait dengan Sosiologi. Guru kurang mengajak siswa untuk melakukan diskusi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk saling bertukar pendapat antar siswa dalam mempelajari materi Sosiologi. Guru melakukan hal tersebut karena ingin menyelesaikan materi dan takut tidak dapat menyampaikan seluruh materi5.

Hasil wawancara berikutnya mengenai nilai rata-rata aspek kognitif siswa pada materi sebelumnya didapatkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa untuk kelas X.5 rendah dan jauh dari KKM sekolah. Hasil ulangan tersebut didapatkan nilai rata-rata siswa kelas X.5 adalah sebesar 53.46, dengan uraian bahwa siswa yang nilainya di atas KKM hanya 11 siswa atau (29 %), sedangkan nilai siswa yang di bawah KKM sebanyak 28 siswa atau (71%) dari jumlah keseluruhan siswa 39. Sehingga hampir seluruh kelas X.5 harus mengikuti ujian

(23)

perbaikan ulang untuk mata pelajaran sosiologi pada ulangan harian satu6. Keadaan ini harus segera diberikan perhatian yang lebih untuk kelas X.5 karena dengan nilai ulangan harian yang rendah kalau tidak segera diberi tindakan akan berdampak pada aspek kognitif yang begitu rendah dan dampak tersebut dapat berkelanjutan sampai pada jenjang berikutnya.

Dalam hal ini terlihat bahwa siswa kurang untuk memperoleh pengalaman langsung dalam pembelajaran sehingga aspek afektif siswa terlihat kurang dilatihkan dalam model pembelajaran seperti ini. Temuan yang menunjukkan bahwa aspek afektif siswa yang masih rendah pada saat proses pembelajaran terlihat dari hal-hal yang dilakukan siswa sebagai berikut:

1. sikap penerimaan, pada sikap penerimaan siswa masih kurang baik hal ini terlihat dari respon siswa terhadap pendapat siswa yang lainnya terkesan cuek dan kurang memperhatikan, terlebih lagi pada saat siswa mencoba menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru, dan ternyata jawabannya salah siswa masih banyak yang mengejek maupun menertawakan jawaban tersebut.

2. Sikap partisipasi, pada sikap partisipasi siswa masih kurang hal ini terlihat jelas pada saat guru memberikan soal latihan kepada siswa, maka siswa banyak yang tidak mengerjakan atau mencoba mencari jawaban dari buku, siswa hanya menunggu soal tersebut dibahas oleh siswa yang paling pintar sehingga keaktifan siswa dalam mencari jawaban dari buku masih rendah, hal ini juga terlihat pada saat guru memberikan kesempatan siswa untuk

(24)

berdiskusi dengan teman sebangkunya, ternyata siswa tidak berdiskusi sama sekali,

3. Penentuan sikap, penentuan sikap siswa terhadap rangsangan yang datang juga masih sangat rendah, hal ini terlihat apabila ada pertanyaan dari guru maupun temannya, respon siswa dalam menanggapi atau menjawab masih rendah,

4. Sikap organisasi, sikap organisasi yang dimiliki siswa masih rendah, hal ini terlihat apabila guru memberikan tugas secara kelompok kepada siswa, maka cenderung siswa untuk kurang bekerjasama dengan baik dalam menyelesaikan masalah tersebut, siswa malah menggantungkan jawaban kepada siswa yang dianggap paling pintar dalam kelompok tersebut dan begitu pula siswa yang paling pintar kurang memberi kesempatan kepada siswa yang lainnya untuk ikut serta dalam mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru tersebut,

5. Sikap pembentukan pola hidup, sikap pembentukan pola hidup juga belum menunjukkan hal yang positif, hal ini terlihat dari kehadiran siswa yang datang tepat waktu maupun kelengkapan buku catatan atau buku Sosiologi masih kurang, bahkan kebanyakan siswa hanya punya buku tulis catatan dan buku LKS Sosiologi saja, padahal diperpustakaan jumlah buku Sosiologi sangat banyak dan dapat dipinjam untuk dibawa pulang, contoh Berkenalan dengan Sosiologi7. Akan tetapi, siswa tetap tidak ada yang

(25)

pinjam ke perpustakaan. Siswa lebih suka mencatat apa yang ditulis gurunya daripada belajar dari buku bacaan8.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok, yang menuntut keaktifan siswa untuk saling bekerjasama dan membantu dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerjasama yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok harus saling membantu menguasai bahan ajar. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan tinggi harus membantu siswa yang berkemampuan rendah agar dapat menguasai materi yang sedang dipelajari sehingga kelompoknya dapat berhasil karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Oleh karena itu setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model two stay two stray (TSTS), dimana pemilihan model two stay two stray (TSTS) karena model tersebut memiliki kelebihan yaitu keterlibatan siswa sangat besar dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, artinya tidak ada campur tangan guru yang terlalu jauh dalam penyampaian materi terhadap siswa. Dari sini siswa diharapkan keaktifannya dalam diskusi untuk memecahkan masalah dari materi yang dipelajarinya. Kemampuan akademik siswa yang heterogen dimanfaatkan sebagai acuan untuk membentuk kelompok belajar kooperatif.

(26)

Tahapan dalam pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah persiapan, presentasi guru, kegiatan kelompok, presentasi kelas dan evaluasi. Dalam tahapan kegiatan kelompok tersebut siswa diberi kesempatan untuk saling diskusi atau bertanya jawab dengan temannya. Seperti yang telah diketahui bahwa anggota dalam kelompok disusun berdasarkan kemampuan akademik. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang berkemampuan akademik yang tinggi dapat membagikan pengetahuannya kepada teman yang berkemampuan rendah dan sedang. Dalam pembelajaran ini siswa akan melakukan diskusi dan tanya jawab dalam kelompok. Biasanya siswa merasa malas atau takut apabila disuruh bertanya kepada guru. Tetapi dengan adanya pembagian kelompok seperti diatas mungkin siswa akan lebih enak untuk bertanya atau bertukar pikiran dengan teman sekelompoknya. Sehingga mereka akan mendapatkan kejelasan terhadap apa yang disampaikan oleh temannya. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk bertamu ke kelompok lain, hal ini bertujuan agar siswa tidak hanya mendapatkan wawasan dari kelompoknya sendiri melainkan mendapatkan tambahan wawasan dari kelompok lainnya sehingga siswa bisa berbagi pengalaman, wawasan maupun pengetahuan tentang konsep Sosiologi yang sedang dipelajari. Dengan adanya kegiatan ini siswa yang berkemampuan sedang dan rendah tidak perlu hanya bergantung kepada guru tetapi dapat belajar secara mandiri maupun kelompok untuk saling bertukar fikiran dengan teman sekelasnya sehingga dapat meningkatkan aspek kognitif dan aspek afektif siswa.

(27)

dengan judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model two stay two stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afektif Siswa Kelas

(28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) dapat meningkatkan aspek kognitif siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu?

2. Apakah pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) dapat meningkatkan aspek afektif siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aspek kognitif siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS)

2. Meningkatkan aspek afektif siswa kelas X.5 SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS).

D. Manfaat Penelitian

(29)

untuk memperbaiki proses pembelajaran Sosiologi dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS). Beberapa kegunaan dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat praktis a. Bagi lembaga

Hasil dari penelitian tindakan kelas ini, lembaga akan mendapatkan masukan mengenai kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan sekolah di masa yang akan datang. Dimana kebijakan yang akan diambil tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas serta di sekolah. Hal ini selaras dengan fungsi penelitian sebagai fungsi evaluasi, yaitu menilai kebaikan, kelayakan, atau kebermanfaatan suatu praktik.9

Jika kegiatan pembelajaran di kelas dapat dimaksimalkan serta semakin ditingkatkan mutunya, maka sekolah diharapkan akan menjadi lembaga lebih baik di masa yang akan datang. Selain itu, kekurangan-kekurangan yang terjadi selama kegiatan pembelajaran yang berlangsung sebelumnya dapat menjadi pelajaran berharga yang memberikan sumbangan besar dalam pengembangan KBM. Sebagaimana pepatah menyebutkan ”pengalaman adalah guru yang terbaik”.

b. Bagi penulis

Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang berkualitas diperlukan keputusan-keputusan profesional. Keputusan tersebut sangat penting karena akan mempunyai pengaruh terhadap peserta didik, guru sebagai pendidik,

(30)

orang tua peserta didik dan masyarakat, baik itu pengaruh dalam jangka pendek maupun pengaruh dalam jangka panjang.

Bagi penulis sendiri, penelitian ini akan memberikan pengalaman baru dalam mencoba serta mengaplikasikan metode pembelajaran sosiologi. Dengan mengaplikasikan metode pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stay (TSTS), yang sesuai dengan materi pelajaran sosiologi. Sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Hasil yang diharapkan, tidak hanya terjadi pengajaran tetapi pembelajaran.

2. Manfaat teoritis

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Dengan adanya penelitian mengenai keterampilan menulis ini, diharapkan mampu menjadi salah satu sumbangan kecil dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang makin semarak. Meskipun dalam penulisan penelitian ini masih terdapat banyak sekali kekurangan, namun diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan yang saling melengkapi serta memeriahkan khazanah ilmu pengetahuan yang sudah ada.

E. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada tindakan sebagai berikut:

(31)

serta guru pamong bidang studi sosiologi pada saat PKLI mempersilahkan dengan hormat untuk meneliti di mata pelajaran sosiologi kelas X dan direkomendasikan di kelas X.5. kemudian didukung pula oleh kepala sekolah SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu demi kemajuan ilmu pendidikan sosiologi di SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu.

b. Aspek kognitif dalam penelitian ini kami batasi dengan mata pelajaran sosiologi kelas X yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, yaitu dilakukan dengan penilaian instrumen pilihan ganda dan uraian sesuai indikator yang ingin dicapai dari tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan penerapan (C3), karena guru pamong bidang studi sosiologi memberikan pendapatnya kepada peneliti bahwa pada aspek kognitif mata pelajaran sosiologi kelas X SMA Negeri 02 Junrejo, Kota Batu indicator yang dicapai hanya dari tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan penerapan (C3).

(32)

F. Definisi Istilah

1. Menurut Johson dalam Lie mengatakan bahwa pada umumnya hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa10. Maka diketahui bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok, yang menuntut keaktifan siswa untuk saling bekerjasama dan membantu dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerjasama yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok harus saling membantu menguasai bahan ajar. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan tinggi harus membantu siswa yang berkemampuan rendah agar dapat menguasai materi yang sedang dipelajari sehingga kelompoknya dapat berhasil karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Oleh karena itu setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.

2. Model two stay two stray (TSTS) adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah sebagai berikut: (1) kerja kelompok secara heterogen, (2) setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok bertamu ke kelompok lain, (3) dua orang

(33)

yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka dari kelompok lain, (4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dengan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka11. 3. Aspek kognitif dalam penelitian ini adalah nilai siswa berdasarkan tes yang

diberikan pada akhir tindakan terdiri dari tiga tingkat yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3)12.

4. Aspek afektif adalah perubahan sikap positif siswa terutama pada aspek perilaku: 1) penerimaan, 2) partisipasi, 3) penentuan sikap, 4) organisasi, dan 5) penentuan pola hidup13.

G. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan skripsi ini dijadikan beberapa bab pembahasan sebagai kerangka yang dijadikan acuan dalam berpikir secara sistematis. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I: Pada Pendahuluan yang merupakan gambaran umum isi penelitian

meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi Istilah dan sistematika penulisan.

11 Ibid., hlm. 60-61

12 Mulyasa, E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 139

(34)

Bab II: Kajian pustaka, berisi: hakikat sosiologi, pembelajaran kooperatif,

Model Two Stay Two Stray (TSTS), Aspek Kognitif dan Aspek Afektif, Penerapan Pembelajaran Kooperatif model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek kognitif dan aspek afektif siswa, pembelajaran kooperatif dalam perspektif Islam, dan penelitian terdahulu.

Bab III:Metode penelitian, berisi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran

peneliti, lokasi penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian dan indikator kinerja.

Bab IV: Pemaparan data, berisi: lokasi penelitian, sarana prasarana, deskripsi

kelas, rencana tindakan siklus I, II dan III, tindakan observasi siklus I, II, dan III, refleksi penelitian siklus I, II, dan III.

Bab V: Analisa pembahasan.

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Sosiologi

Dapatkah dikatakan bahwa Sosiologi adalah ilmu? Jawabannya, ya dan hampir semua ahli mengatakan demikian. Tetapi apakah yang dimaksud dengan ilmu? menurut Soerjono Soekamto Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran (logika)14.

Kemudian Sosiologi sudah memenuhi syarat-syarat ilmu dan dapat didefinisikan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antar manusia yang hidup dalam kelompok (seperti keluarga, kelas sosial, atau masyarakat, dan produk-produk yang timbul dari interaksi-interaksi tersebut seperti nilai, norma, serta kebiasaan,-kebiasaan yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tersebut.

Selain itu, ruang lingkup sosiologi adalah masyarakat yang hidup dalam waktu yang relatif lama, hidup bersama yang dalam satu kesatuan, dan mempunyai sebuah sistem yang dapat menimbulkan kebudayaan di mana setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya.

Dalam meneliti kasus dan konflik yang terjadi dalam masyarakat, pemerintah banyak melibatkan sosiolog dan antropolog karena sosiolog dan antropolog dianggap sebagai ahli riset di mana mereka lebih menaruh perhatian pada pengumpulan data dan penggunaan data. Dengan data tersebut para sosiolog dan antropolog harus mampu menjernihkan berbagai anggapan keliru yang

(36)

berkembang dalam masyarakat. Selain ahli riset, para sosiolog dan antropolog juga berperan sebagai konsultan kebijakan, teknisi, dan sebagai guru atau pendidik15.

Ilmu-ilmu sosiologi yang diterapkan di SMA kelas X yaitu tentang memahami perilaku keteraturan hidup sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai adalah konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dengan demikian, nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Norma sosial merupakan patokan perilaku manusia dalam kehidupan di masyarakat, macam-macam norma yang berlaku di masyarakat adalah norma agama. Norma hukum, norma kesopanan dan norma kesusilaan.

Syarat terjadinya interaksi sosial menurut soekanto adalah kontak sosial dan komunikasi16. Kontak sosial bisa terjadi tanpa adanya komunikasi, tetapi tanpa komunikasi kontak sosial tidak bermakna apa-apa dalam sebuah interaksi, karena masing-masing pihak tidak bisa saling memahami maksud dan perasaan masing-masing.

Dengan demikian, mereka disatukan oleh nilai-nilai dan norma-norma sosial yang diterima bersama oleh masyarakat. Nilai Sosial adalah hal-hal yang dianggap berharga oleh suatu masyarakat, sedangkan norma sosial adalah ukuran

15

Kun Maryati dan Juju Suryawati.2006, Buku Guru Sosiologi SMA Kelas X, (Bandung: Esis, 2006), hlm. 60

(37)

(benar atau salah, tepat atau tidak tepat, pantas atau tidak pantas) perilaku seseorang dalam masyarakat17.

Kemudian, sosialisasi sebagai proses dalam pembentukan kepribadian, sosialisasi adalah proses belajar seorang anak untuk menjadi anggota yang berpartisipasi di dalam masyarakat, yang dipelajari dalam proses sosialisasi adalah peran nilai, dan norma sosial itu sendiri. Pembentukan kepribadian dalam sosiologi disebut diri, diri merupakan produk sosial. Oleh karena itu sosiologi lebih memusatkan perhatian pada faktor lingkungan kebudayaan, pengalaman kelompok, dan pengalaman unik sebagai faktor-faktor pembentuk kepribadian dan cenderung tidak melihat faktor warisan biologis dan lingkungan fisik. Nilai dan norma sosial bukan hanya sebagai isi atau materi yang diajarkan dalam proses sosialisasi, tetapi juga dapat menentukan pola sosialisasi yang terjadi di masyarakat.

Lemert menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena pemberian julukan, cap, atau merek tertentu yang dianggap menyimpang dalam suatu masyarakat18. Ia membagi penyimpangan kedalam dua bentuk, yakni penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan terjadi karena ketidaksepadanan pesan-pesan yang disampaikan oleh masing-masing agen sosialisasi, pengambilan peran yang salah, atau karena belajar subkebudayaan yang menyimpang.

17 Saptono, Bambang Suteng S, SOSIOLOGI Untuk SMA Kelas X, (Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama, 2006), hlm. 3

(38)

Upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat disebut pengendalian sosial. Tujuan pengendalian sosial adalah mencapai keserasian antara stabiltas dan perubahan di dalam masyarakat. Sifat pengendalian sosia lada dua macam, yaitu preventif ialah penegendalian sosial dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Represif ialah pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya pelanggaran. Peran lembaga resmi dan tidak resmi dalam masyarakat seperti polisi, pengadilan, adat dan tokoh masyarakat sangat penting untuk pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat agar tidak terjadi perilaku menyimpang.

Dengan demikian, Ilmu-ilmu sosiologi yang diterapkan di SMA kelas X memahami perilaku keteraturan hidup sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dan sosialisasi sebagai proses dalam pembentukan kepribadian dianggap berharga oleh suatu pendidikan SMA, Sehingga siswa-siswi mampu menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat dengan segala dampaknya terhadap lingkungan maupun perkembangan peradapan manusia itu sendiri, yang tergantung pada individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan masyarakat, itulah yang dikaji dalam sosiologi SMA kelas X.

B. Pembelajaran Kooperatif

(39)

kooperatif dalam kelas. Sejak saat itu para peneliti diseluruh dunia mulai menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas, dan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang sangat cocok19.

Ada beberapa definisi pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan. Menurut Holubec pembelajaran koperatif (cooperative learning) merupakan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dan mencapai tujuan belajar20. Menurut Johson pada umumnya hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa21. Menurut Sharan pembelajaran kooperatif didasarkan pada asumsi pembelajaran “konstruktivis” dan tujuan serta penugasan peran utama pada motivasi intrinsik siswa22.

Sedangkan cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Lie juga menyebut “cooperative learning sebagai sistem pembelajaran gotong-royong”. Dalam sistem pembelajaran ini,

19 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 9

20

Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, (Malang; UM Press, 2004), hlm. 60

21 Anita Lie, Mempraktekkan Cooperative learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta; PT. Gramedia, 2002), hlm. 7

(40)

guru hanya bertindak sebagai fasilitator23. Dengan ringkas Abdurahman dan Bintoro mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata24.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok, yang menuntut keaktifan siswa untuk saling bekerjasama dan membantu dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerjasama yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok harus saling membantu menguasai bahan ajar. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan tinggi harus membantu siswa yang berkemampuan rendah agar dapat menguasai materi yang sedang dipelajari sehingga kelompoknya dapat berhasil karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Oleh karena itu setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya.

1. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan

(41)

antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” Abdurahman dan Bintoro25 Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif menurut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi Tatap Muka (Face to Face)

Interaksi tatap muka menurut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog secara langsung, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa dalam kelompok tersebut.

c. Akuntabilitas Individual (Individual Accountability)

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditunjukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok

(42)

didasarkan atas rata-rata tes dan nilai rata-rata aspek afektif semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan keaktifan belajarnya demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota secara individual inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.

d. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi (Interpersonal Skill Promotive Interaction)

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggan rasa, sikap sopan santun terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani memepertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (Interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari semua siswa26.

2. Perbedaannya dengan Pembelajaran Tradisional

Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula adanya belajar kelompok. Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional. Abdurrahman dan Bintoro mengemukakan sejumlah perbedaan tersebut yang sangat menonjol antara kelompok belajar tradisional dengan kelompok belajar kooperatif. Kooperatif lebih menekankan pada keterampilan proses dan kelompok belajar tradisional

(43)

menekankan pada hasil sedangkan kelompok belajar kooperatif selain menekankan dalam proses juga pada hasil belajar27.

Tabel 2.1 Perbedaan antara Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok

Belajar Tradisional28

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pembelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memerlukan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan interverensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan

Guru saling memberikan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas keberhasilan temanya yang dianggap “pemborong”.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

27 Ibid., hlm. 62

(44)

interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Sumber: Nurhadi, dkk

Ada banyak alasan mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan. Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johson dalam Nurhadi dkk menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif sebagaimana terurai sebagai berikut:

1. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 2. Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.

3. Memungkinkan para siswa saling belajar menegenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan atau pendapat.

4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5. Meningkatkan keterampilan metakognitif.

6. menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.

7. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

8. Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan.

9. Dapat menjadi acuan bagi perkembengan keperibadian yang sehat dan terintegrasi.

10. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 11. Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.

12. Mencegah terjadinya kenakalan dimasa remaja. 13. Menimbulkan perilaku rasional dimasa remaja.

14. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 15. Meningkatkan rasa saling percaya dan positif kepada semua manusia. 16. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai prespektif.

17. Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup.

18. Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan diri sendiri. 19. Meningkatkan kesediaan menngunakan ide orang lain yang dirasakan

lebih baik.

(45)

21. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas29.

Menciptakan suasana belajar kooperatif bukan pekerjaan yang mudah. Untuk menciptakan suasana belajar tersebut diperlukan pemahaman filosfis dan keilmuan yang cukup disertai dedikasi yang tinggi serta latihan yang cukup pula.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Adapun beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang sudah diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolahan adalah sebagai berikut:

a. Belajar dalam Kelompok

Pembagian Kelompok Belajar diarahkan untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai suatu konsep yang diajar. Tujuannya agar hasil yang dicapai melalui usaha bersama dari seorang wakil yang dipercayakan di dalam kelompok tersebut. Dalam kelompok ini setiap wakilnya mempunyai peranan tertentu dan jelas dalam usaha kelompok mencapai tujuan yang ditetapkan, kelompok yang dibentuk guru bukan kelompok besar tetapi paling banyak terdiri dari 5 orang, juga diperhatikan keberadaan personil tiap kelompok dan diatur secara homogen maupun heterogen agar jalannya pembelajaran efektif dan efisien.

b. Interaksi Sosial Ditekankan

Setiap wakil dari kelompok akan bertemu dalam satu kelompok dan membahas secara bersama-sama yang selanjutnya hasil yang diperoleh akan dibawakan kembali dalam kelompoknya semula, dengan demikian pembahasan menjadi berkembang, wakil kelompok mempunyai tanggung jawab memajukan

(46)

pemahaman anggota kelompoknya maka dia dianggap sanggup untuk menerima dan memberi suatu informasi/konsep pelajaran pada anggota kelompoknya.

c. Kerja Sama antar Siswa dalam Mencapai Tujuan

Keberhasilan kelompok akan tergantung kepada pemahaman individu-individu anggotanya. Setiap anggota mempunyai tanggung jawab untuk dapat memberi suatu masukan yang berarti pada kelompoknya. Ini dikenal sebagai prinsip kerja sama kelompok untuk mencapai keberhasilan. Dalam prinsip ini, tugas diberikan kepada semua wakil dari kelompok untuk kemudian dipresentasikan. Tanggung jawab tiap wakil kelompok tersebut dimaksudkan agar setiap pelajar dapat aktif dalam kelompoknya. Selanjutnya agar setiap pelajar mendapat kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam pembahasan kelompoknya, dengan begitu kecakapan seorang anggota dapat diberikan kepada anggota lain30.

C. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

Salah satu teknik atau model pembelajaran kooperatif adalah model two stay two stray (TSTS) atau dua tinggal dua tamu dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), model pembelajaran struktur dua tinggal dua tamu ini memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan hasil informasi dengan kelompok lain31. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan

30 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm 59-63

(47)

melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya32.

Pembelajaran dengan metode ini diawali dengan pembagian kelompok. setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan hasilnya.

Adapun menurut Lie langkah-langkah pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah sebagai berikut:

1. Siswa bekerjasama dalam kelompok secara heterogen seperti biasa.

2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok lain.

3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan infomasi mereka ketamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

Penyajian gambar skema diskusi model two stay two stray (TSTS) yang akan dilakukan dalam kelas secara lebih rinci seperti pada Gambar 2.1 tentang alur perpindahan diskusi dengan model two stay two stray (TSTS)33.

32 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:, Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 93

(48)
(49)

Menurut Lie Pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), sistem penilaian, menyiapkan LKS (lembar kerja siswa) dan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dengan masing-masing beranggotakan 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi belajar.

2. Presentasi guru

Pada tahap ini, guru menyampaikan indikator pembelajaran dan menjelaskan materi secara garis besarnya sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.

3. Kegiatan kelompok

Dalam kegiatan ini, pembelajarannya menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Masing-masing siswa boleh mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari temannya. Kemudian dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah, sementara dua anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. Setelah memperoleh informasi dari dua anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuan dari kelompok lain serta mencocokkan hasil kerja mereka.

4. Presentasi kelompok

(50)

hal ini masing-masing siswa boleh mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban atapun tanggapan kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke jawaban yang benar.

5. Evaluasi kelompok dan penghargaan

Pada tahap evaluasi ini, untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahai materi yang telah diberikan dapat dilihat dari seberapa banyak pertanyaan yang diajukan dan ketepatan jawaban yang telah diberikan atau diajukan34.

Menurut Agustina dalam Mirza diketahui bahwa suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah sebagai berikut:

1) dapat diterapkan pada semua kelas / tingkatan, 2) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, 3) lebih berorientasi pada sikap dan keaktifan,

4) membantu meningkatkan prestasi belajar.

Sedangkan kekurangan dari pembelajaran kooperatif model two stay two stray (TSTS) adalah sebagai berikut:

a. Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama,

b. Siswa cenderung tidak mau belajar kelompok dan menyerahkan tugas kepada satu siswa dalam kelompk tersebut,

c. Bagi guru membutuhkan banyak persiapan materi, tenaga, dan waktu.

d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas35.

Cara mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model dua tiggal dua tamu, yaitu sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan

34 Ibid., hlm. 62-63

(51)

membentuk kelompok-kelompok yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Dari sisi jenis kelamin, ada dua kelompok yang terdapat siswa laki-laki dan siswa perempuannya. Dari hal kemampuan akademis, dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu orang berkemampuan kurang. Dengan pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan dapat membatu anggota kelompoknya. Adapun aspek afektif dan aspek kognitif ditunjukan dalam tabel 2.2 tentang perbedaan aspek kognitif dan aspek afektif.

D. Aspek Afektif dan Aspek Kognitif

Menurut Sunardi dalam Ivana, mengatakan bahwa upaya peningkatan aspek afektif akan berhasil apabila penerap;an guru selaku pembimbing dan fasilitator siswa dalam pembelajaran, mampu menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat merasa atau berbuat sebagai berikut.

1) Merasa tertarik dan terundang terhadap materi yang disajikan dalam bentuk sikap, nilai, moral yang akan dibinakan kepada siswa, sehingga guru perlu menyajikan stimulus berupa kejadian atau peristiwa yang dapat merangsang siswa.

2) Merasa berkeinginan untuk ikut serta terlibat (involving) dalam setiap kegiatan yang dilakukandalam proses pembelajaran.

3) Mau terbuka dalam setiap kegiatan dalam rangka melakukan klasifikasi baik terhadap siswa, sistem nilai, yang dianut oleh diri siswa, oleh orang lain, maupun sistem nilai yang akan dibinakan. 4) Berkemauan untuk menyerap sikap, nilai, moral tersebut dengan

(52)

5) Berkemauan untuk melaksanakan sikap, nilai, atau moral yang telah diterima siswa dalam perbuatan dan kehidupannya36.

Sikap yang dimiliki oleh siswa sangat berpengaruh pada berbagai hasil pendidikan. Sehingga sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan, aktivitas pembelajaran yang digunakan dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas harus dinilai secara teratur. Penilaian sikap ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap aspek afektif adalah dengan menggunakan lembar observasi.

Menurut Benyamin S Bloom dkk dalam Mulyasa, hasil belajar dikategorikan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini hanya menyangkut ranah kognitif dan afektif. Kemampuan ranah kognitif dapat diukur dengan menggunakan tes yang mengarah pada pengukuran aspek kognitif yang diharapkan. Aspek kognitif ditekankan pada enam ranah kognitif (kognitif domain) yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperhansion), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation)37. Secara rinci penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan.

36 Sari, Dwi Ivayana, ” Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua Tinggal Dua Tamu untuk Meningkatkan Proses dan Prestasi Belajar Matematika Siswa VIIII A SMP Dharma Wanita Universitas Brawijaya”, Skripsi, Universitas Negeri Malang, 2008, hlm. 30-31

Gambar

Gambar 2.1. Alur Diskusi dengan Model Two Stay Two Stray (TSTS).
Tabel 2.2 Perbedaan antara Aspek Afektif dan Aspek Kognitif
Tabel 3.1 Kriteria Tingkat Kemampuan aspek Afektif dan Psikomotorik
Gambar 3.1. Tahapan Spiral Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti dalam melakukan penelitian ini hendak membatasi penelitian ini hanya dengan melihat peran semua akun komunitas Ketimbang Ngemis Solo di media sosial dalam membentuk

 Untuk mengetahui bahan yang di gunakan dalam analisis fisik dan analisis kimia besi (Fe), Mangan (Mn), Aluminium (Al), dan Kesadahan pada sampel air bersih...  Untuk

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dengan posisi ini maka alternatif manajemen strategi yang dapat dilakukan KJKS BMT Syariah Sejahtera adalah strategi pertumbuhan pada strategi korporat dan strategi fokus pada

Judul : perubahan perilaku seksual beresiko di kalangan pengguna NAP2A melalui model pemberdayaan pendidik komunitas (studi eksperimen penanggulangan penyalahgunaan NAP2A

Bab ini antara lain akan menjelaskan tentang diet serta perangkat lunak yang akan digunakan untuk mengimplementasikan aplikasi pola hidup sehat berdasarkan golongan

This paper deals with the problem of determining the economic order quantity (EOQ) for deteriorating items in the fuzzy sense where delay in payments for retailer and customer

Dalam penelitian ini ditemukan peraturan yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta sudah mengacu pada kompetensi para pelaku di industri pariwisata namun bila dibandingkan dengan