• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tingkat Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan

3. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut Bar-On (dalam Stein dan Book, 2002) kecerdasan emosi merupakan sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaanya namun saling tumpang tindih. Kumpulan tersebut dikelompokkan ke dalam lima ranah, yaitu:

a. Intra pribadi

Terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri yaitu melingkupi:

1) Kesadaran diri

Kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa individu merasakanya seperti itu dan pengaruh individu tersebut terhadap orang lain,

2) Sikap asertif

Kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan individu, membela diri dan mempertahankan pendapat,

3) Kemandirian

Kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri, berdiri dengan kaki sendiri,

commit to user 4) Aktualisasi diri

Kemampuan mewujudkan potensi yang individu miliki dan merasa senang dengan prestasi yang di raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi,

b. Antar pribadi

Ranah antar pribadi berkaitan dengan ketrampilan bergaul yang dimiliki individu yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Wilayah ini dibagi menjadi tiga skala, yaitu:

1) Empati

Kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain,

2) Tanggung jawab

Kemampuan untuk menjadi anggota masyarakat yang dapat bekerja sama dan bermanfaat bagi kelompok masyarakatnya,

3) Hubungan antar pribadi

Kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan menerima serta rasa kedekatan emosional,

c. Penyesuaian diri

Kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul. Wilayah ini dibagi menjadi tiga skala, yaitu:

commit to user 1) Uji realitas

Kemampuan untuk melihat sesuatu sesuai dengan kenyataanya, bukan seperti yang individu inginkan atau takuti,

2) Sikap fleksibel

Kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan individu dengan keadaan yang berubah-ubah,

3) Pemecahan masalah

Kemampuan untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak untuk mencari dan menerapkan permasalahan yang jitu dan tepat,

d. Pengendalian stres

Ranah pengendalian stres berkaitan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Wilayah ini dibagi menjadi dua skala, yaitu:

1) Ketahanan menanggung stres

Kemampuan untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, dan secara konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar menghadapi konflik emosi,

2) Pengendalian impuls

Kemampuan untuk menahan atau menunda keinginan untuk bertindak, e. Suasana hati

Ranah suasana hati memiliki dua skala, yaitu: 1) Optimisme

Kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit,

commit to user 2) Kebahagiaan

Kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.

Goleman (2007) mengemukakan aspek-aspek kecerdasan emosional sebagai berikut:

a. Mengenali emosi sendiri

Kemampuan individu untuk mengenali perasaan sesuai dengan apa yang terjadi, mampu memantau perasaan dari waktu ke waktu dan merasa selaras terhadap apa yang dirasakan,

b. Mengelola emosi

Kemampuan untuk menangani perasaan sehingga perasaan dapat diungkap dengan tepat, kemampuan untuk menenangkan diri, melepaskan diri dari kemarahan yang menjadi-jadi,

c. Memotivasi diri sendiri

Kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan, menunda kepuasan dan merenggangkan dorongan hati, mampu berada dalam tahap flow,

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengetahui perasaan orang lain (kesadaran empatik), menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang lain,

commit to user

e. Membina hubungan

Kemampuan mengelola emosi orang lain dan berinteraksi secara mulus dengan orang lain.

Menurut Mayer dan Salovey (2000), kecerdasan emosional dibagi menjadi empat cabang, yaitu: (1) penerimaan emosi, (2) penggunaan emosi untuk memfasilitasi pemikiran/gagasan, (3) pemahaman emosi dan (4) pengaturan emosi di dalam mempertinggi perkembangan pribadi dan hubungan sosial. Bentuk keempat cabang tersebut dengan mengidentifikasi emosi dalam diri dan orang lain sebagai sesuatu yang sangat fundamental dan memanage emosi; kemampuan untuk meregulasi emosi dalam diri dan orang lain. Cabang-cabang tersebut lebih jelasnya, yaitu:

a. Kemampuan menerima emosi

1) Kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi emosi secara fisik dan psikologis,

2) Kemampuan untuk mengidentifikasi emosi orang lain,

3) Kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara akurat untuk

mengekspresikan kebutuhan mereka,

4) Kemampuan untuk mendeskriminasikan kejujuran dan ketidakjujuran perasaan,

b. Kemampuan menggunakan emosi untuk memfasilitasi pemikiran

1) Kemampuan mengarahkan pemikiran prioritas pada bagian dasar

commit to user

2) Kemampuan menggeneralisasikan emosi untuk membenarkan dan

memori,

3) Kemampuan memberikan pemilihan mood yang baik untuk

mengapresiasikan berbagai sudut pandang,

4) Kemampuan menggunakan emosi untuk problem solving dan berfikir kreatif,

c. Kemampuan untuk memahami emosi

1) Kemampuan memahami hubungan macam-macam emosi,

2) Kemampuan menerima konsekuensi emosi,

3) Kemampuan memahami perasaan kompleks, dan status yang

berlawanan,

4) Kemampuan untuk memahami perpindahan emosi,

d. Kemampuan untuk mengatur emosi

1) Kemampuan untuk membuka perasaan, yakni antara senang dan tidak

senang,

2) Kemampuan untuk memonitor dan merefleksikan emosi,

3) Kemampauan menggunakan emosi,

4) Kemampuan mengatur emosi seseorang dan mengatur emosi orang lain,

Bradberrry dan Graves (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat komponen yang secara bersama-sama membentuk kecerdasan emosi, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan manajemen hubungan sosial. Kesadaran diri dan manajemen diri lebih mengenai diri seseorang, dua skill

commit to user

ini membentuk kompetensi seseorang dalam menyadari keberadaan emosi serta mengelola perilaku kecenderungan dirinya. Sedangkan kesadaran sosial dan manajemen hubungan sosial adalah lebih mengenai bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dalam memahami perilaku dan alasan orang lain, keduanya akan membentuk kompetensi seseorang dalam memahami perilaku dan alasan orang lain serta kemampuanya dalam mengelola konflik antarpersonal.

Jack Block menemukan bahwa tanda-tanda kecerdasan emosi adalah keyakinan diri, optimisme, dan keseimbangan sosial. Kecerdasan emosi memiliki kontrol diri yang lebih unggul dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Mereka mengatur dan mengekspresikan emosi dengan wajar, bersikap terbuka tapi simpatik dan peduli dalam suatu hubungan. Kehidupan emosional menjadi kaya tetapi seimbang; nyaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan sosial. Dapat mengatur stress tidak ada perasaan khawatir yang berlebihan, cenderung mudah berteman, spontan, suka bermain, dan terbuka dengan pengalaman sensual (Kaplan dan Sadock, 1994).

Dari uraian aspek-aspek diatas kecerdasan emosi timbul dikarenakan atas hal-hal dasar yang membentuknya, aspek-aspek yang membentuk kecerdasan emosi beberapa diantaranya adalah aspek dari dalam maupun dari luar.

C. Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini

commit to user

mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik (Hurlock, 1990).

Piaget (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintregrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang kebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Hurlock (1990) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Monks (dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun untuk remaja awal, 15-18 tahun untuk remaja pertengahan dan 18-21 tahun untuk remaja akhir.

Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1990), antara lain:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya,

b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya

commit to user

hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya,

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan,

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat,

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut,

f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita,

g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Dari pengertian diatas remaja adalah individu yang berusia 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan di pondok pesantren.

commit to user

Pondok Pesantren adalah sekolah pendidikan umum yang persentasi ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam. Kebanyakan muridnya tinggal di asrama yang disediakan di sekolah itu. Pondok Pesantren banyak berkembang di pulau Jawa. Remaja santri kelas 3 mu’allimin di pondok pesantren Al-Mukmin Sukoharjo rata-rata berusia antara 17 sampai 19 tahun.

D. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo.

Goleman (2007), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

Menurut Goleman (dalam Bastian, 2005) kecerdasan emosi mencakup susunan kualitas yang sangat banyak, seperti: kontrol diri, semangat, ketekunan,

keterbukaan, motivasi, pengaturan mood, empati, optimisme, harapan,

kepercayaan diri, kontrol impuls, menunda kepuasan, mengatasi kecemasan dan stress untuk membangun hubungan interpersonal yang sukses.

Salovey (dalam Bastian, 2005) menyatakan bahwa kecerdasan emosi terhubung dengan coping melalui gabungan 3 proses (ruminasi, dukungan sosial dan penyikapan trauma) yang terhubung dengan kemampuan koping. Ruminasi adalah pemikiran berulang-ulang yang fokus terhadap pemikiran negatif seseorang tentang gejala-gejala penderitaan yang dirincikan dengan kecemasan

commit to user

dan depresi. Individu yang mengalami ruminasi cenderung memiliki fokus yang berlebihan terhadap persepsi dan penilaian mood mereka tanpa benar-benar berusaha untuk mengaturnya supaya dapat meringankan konflik.

Menurut penelitian LeDoux (dalam Goleman, 2007) disebutkan bahwa di dalam otak manusia terdapat amigadala yang berfungsi sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu mengambil alih kendali apa yang kita kerjakan bahkan sewaktu otak berpikir, neokorteks, masih menyusun keputusan. Fungsi-fungsi amigadala dan pengaruhnya pada neokorteks merupakan inti kecerdasan emosional.

Kecemasan adalah keadaan fisiologis yang memiliki komponen kecerdasan, emosi, dan sikap. Komponen-komponen tadi berkombinasi membentuk perasaan yang dikenal dengan ketakutan atau khawatir. Kecemasan selalu disertai oleh sensasi fisik seperti jantung berdebar-debar, perasaan ingin mnuntah, sakit dada, nafas pendek, sakit perut dan sakit kepala. Jaras syaraf melibatkan amigadala dan hippocampus yang diduga terlibat dapat memicu kecemasan. Ketika berhadapan dengan keadaan tidak menyenangkan dan stimulus berbahaya seperti salah membau, akan terjadi kenaikan aliran darah pada amigadala. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara kecerdasan emosi, dimana sedikit banyak emosi dikontrol oleh amigadala, dengan terjadinya kecemasan pada seseorang (Kaplan dan Sadock, 1994).

Kecemasan menyebabkan seseorang merasa bingung dan tidak tahu apa yang akan diperbuatnya, mereka yang mengalami kecemasan ini biasanya mempunyai penilaian yang kurang baik terhadap dirinya, mempunyai kecerdasan

commit to user

emosi yang rendah dan kurang percaya diri. Kecemasan itu terasa menyakitkan karena sifatnya menyerang, mengancam dan menghancurkan keadaan dirinya, namun kecemasan dapat diatasi bila seseorang mempunyai kecerdasan emosional yang baik dengan cara berfikir realistis dan bersikap secara tepat (Davidoff dan Collings, dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007).

Ohman dan Soares (dalam Adrian, 2009) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul kecemasan dan rasa takut.

Goleman (2007) menyatakan bahwa emosi yang terlampau ditekan, terlampau ekstrim dan terus menerus akan menjadi sumber penyakit. Selain itu, emosi dengan intensitas yang tinggi akan melampaui titik wajar akan beralih menjadi kecemasan kronis, amarah yang tidak terkendali dan depresi.

Menurut Rooprai (2009) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mencegah timbulnya perasaan negatif seperti marah, kurang percaya diri, kecemasan dan sebaliknya fokus pada perasaan positif salah satunya percaya diri, empati dan keserasian. Pengembangan kecerdasan emosi harus lebih ditekankan untuk mengatasi stress dan kecemasan.

commit to user

Salovey (dalam Berrocal, 2006) berpendapat bahwa hasil penelitian kaitan antara kecerdasan emosi dengan depresi, kecemasan dan keseluruhan psikis serta kesehatan mental telah menunjukkan hasil pada subyek orang dewasa. Sebagai contoh seseorang yang lebih banyak memperhatikan emosinya, seseorang yang memiliki nilai lebih rendah kejernihan emosinya dan seseorang yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur keadaan emosi menunjukkan rendahnya penyesuaian emosi.

Penelitian Gottman dan De Claire (dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007) menemukan bahwa individu yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus lebih sehat secara fisik. Mereka juga lebih baik prestasinya atau di dunia kerja dan cenderung akan menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Individu yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih terampil dalam menenangkan diri mereka sendiri bila mereka marah, dibandingkan dengan individu yang tidak dilatih emosinya.

Menurut Spielberger dan Rickman kecemasan adalah reaksi normal pada situasi sosial yang merupakan sikap mengancam harga diri atau mental yang sehat. Kecerdasan emosi menurut Bar-On, merupakan pengukuran mental yang sehat pada seseorang dimana kecemasan yang tidak dapat di kontrol tidak akan memiliki mental yang sehat. Pengukuran kecerdasan emosi menurut Emmerling dan Goleman bahwa kecerdasan emosional bisa di kembangkan begitu juga dengan mental yang sehat dan kontrol kecemasan (Rensburg, 2005).

Mereka yang gagal menguasai kompetensi kecerdasan emosi menghadapi bermacam-macam resiko gangguan jiwa yang semakin tinggi, seperti gangguan

commit to user

mood dan kecemasan, gangguan makan, dan penyalahgunaan zat kimia. Karena kemampuan kecerdasan emosi ini dapat diajarkan, menawarkan anak-anak dan orang dewasa kesempatan untuk memperkuat kompetensi-kompetensi ini dapat bertindak sebagai suntikan melawan aspek-aspek resiko sosial dan resiko kejiwaan (Kaplan dan Sadock. 1994).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa terdapat kaitan negatif antara kecemasan dengan kecerdasan emosi dimana individu dengan kecerdasan emosional yang rendah menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi dan sebaliknya individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai tingkat kecemasan yang rendah.

Dokumen terkait