• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA KELAS 3 MU’ALLIMIN PONDOK PESANTREN AL MUKMIN SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA KELAS 3 MU’ALLIMIN PONDOK PESANTREN AL MUKMIN SUKOHARJO"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA KELAS 3 MU’ALLIMIN

PONDOK PESANTREN AL-MUKMIN SUKOHARJO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh :

Firman Ridlo Mursyidi

G 0104023

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul : Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan

Tingkat Kecemasan Pada Remaja Kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo

Nama Peneliti : Firman Ridlo Mursyidi

NIM : G0104023

Tahun : 2004

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : ...

Pembimbing Utama

Drs. Makmuroh, MS NIP 195306181980032002

Pembimbing Pendamping

Nugraha Arif Karyanta, S.Psi NIP 197603232005011002

Koordinator Skripsi

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo

Firman Ridlo Mursyidi, G0104023, Tahun 2004

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari :

Tanggal :

1. Pembimbing Utama

Dra. Makmuroch, MS. . ( __________________ )

2. Pembimbing Pendamping

Nugraha Arif Karyanta, S.Psi.. ( __________________ )

3. Penguji I

Dra. Emi Dasiemi, MS. ( __________________ )

4. Penguji II

H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., MM. ( __________________ )

Surakarta, __________________

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP 197608172005012002

Ketua Program Studi Psikologi

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika

terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia

derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Mei 2010

(5)

commit to user

v

MOTTO

Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah: 5-6)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS.Al Baqoroh 286)

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams (Eleanor Roosevelt)

There are many people who have big plans but their big plans never come true. The reason is, too many people have big plans but fail to

(6)

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Allah SWT

Dzat Maha Agung yang berkuasa di seluruh alam semesata

Muhammad SAW Pemimpin dan Teladan Umat

Ibunda, ayahanda, dan kakek-kakakku tercinta Mbak Selly, Mbak Atik dan Mas Oki atas kesabaran dan kasih sayang dalam mendidik ananda

Adik-adikku Lina, Dik Bibi dan Dik Devan serta keponakanku Zia atas kasih sayang dan doa kalian

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Allhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT

tidak lupa penulis panjatkan, hanya dengan rahmat dan hidayahNya-lah

penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa penulis

sampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga,

sahabat dan pengikutnya yang setia.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh

derajat sarjana S-1 pada Bidang Studi Psikologi Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tanpa bantuan berbagai pihak,

kiranya penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, penghargaan yang

setinggi-tingginya dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah

penulis lakukan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi ini, terutama kepada:

1. Drs. Hardjono, M.Si. Selalu Ketua Program Studi Psikologi yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di Prodi

Psikologi serta memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Dra. Makmuroch, MS. selaku dosen pembimbing utama, atas bimbingan,

waktu dan masukan yang berarti bagi penulis.

3. Nugraha Arif Karyanta, S.Psi. selaku dosen pembimbing pendamping, atas

bimbingan, waktu dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.

4. Dra. Emi Dasiemi, MS. dan H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., MM. selaku dosen

penguji yang memberikan bantuan dan saran yang berarti bagi penulis.

5. KH Wahyuddin selaku Direktur Pondok Pesantren Islam Al Mukmin

Sukoharjo, Jawa Tengah yang telah memberi ijin penelitian dan memberikan

bantuan dalam pengambilan data pada penelitian ini.

6. Prof. DR. Dr. H Mohammad Fanani, SpKj (K) selaku ustad pengajar Pondok

(8)

commit to user

viii

kepada penulis untuk menjalankan aktivitas penelitian ini dengan segala

bimbingan dan arahan ketika jalannya penelitian.

7. Seluruh remaja kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren Al Mukmin Sukoharjo

yang telah bersedia menjadi subjek penelitian penulis.

8. Seluruh Staf Psikologi, Mas Dimas, Mas Rian, dan Mbak Ana yang penuh

kesabaran, dan segala bantuan serta kemudahan dalam pelayanananya yang

telah diberikan.

9. Papa dan Mama tercinta atas semua pengorbanannya, kasih sayang, doa,

perhatian dan dukungannya selama ini tanpa mengenal lelah yang terus

membimbingku menjadi orang yang dewasa, bermanfaat, dan berguna.

10. Kakak-kakakku Mbak Selly, Mbak Atik dan Mas Oki, atas cinta, doa,

bantuan, perhatian, kasih sayang, pengertian, dan kebersamaanya selama ini,

semoga kita semua selalu kompak dan dapat menjadi anak-anak yang baik dan

berguna bagi kedua orangtua kita.

11. Adikku Bibie dan Devan yang selalu memberikan semangat serta

Keponakanku yang pertama Zia yang sangat lucu yang selalu menghiburku

tatkala suka maupun duka.

12. Mbak Lilis yang memberikan semangat dalam menyelesaikan studi serta

dukunganya dalam pencapaian cita-cita kedepan.

13. Lina dan keluarga yang telah banyak memberi inspirasi, semangat terus maju

dan telah memberi arti dalam hidupku.

14. Seluruh rekan mahasiswa Program studi Psikologi khususnya angkatan 2004,

yang senantiasa saling mendukung penulis, serta semua pihak yang telah

membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga Allah

membalas jasa-jasa dan kebaikan dengan pahala yang berlimpah amien.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

siapapun yang membacanya.

Surakarta, Mei 2010

(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... .. iii

PERNYATAAN... .. iv

HALAMAN MOTTO ... ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .. vi

KATA PENGANTAR ... . vii

DAFTAR ISI ... .. ix

DAFTAR GAMBAR ... . xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... . xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemasan ... 8

1. Pengertian kecemasan ... 8

2. Gejala-gejala kecemasan ... 10

(10)

commit to user

x

4. Aspek-aspek kecemasan ... 14

5. Klasifikasi tingkat kecemasan ... 16

6. Manajemen kecemasan ... 19

7. Respon kecemasan ... 21

B. Kecerdasan Emosi. ... 23

1. Pengertian kecerdasan emosi ... 23

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi 28 3. Aspek-aspek kecerdasan emosi ... 31

C. Remaja ... 37

D. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan tingkat kecemasan pada remaja kelas 3 mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo ... 40

E. Kerangka pikir ... .... 44

F. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 46

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 46

C. Populasi dan Sampel ... 48

D. Metode dan Alat Pengumpul Data ... 49

E. Validitas dan Reliabilitas ... 51

(11)

commit to user

xi

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian ... 54

1. Orientasi kancah penelitian………. 54

2. Persiapan alat ukur ... ………... 60

3. Pelaksanaan uji coba ... ………... 62

4. Uji validitas dan reliabilitas ……… 62

5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian……… 64

B. Pelaksanaan Penelitian ... 64

1. Penentuan sampel penelitian ... 64

2. Pengumpulan data penelitian ... 65

3. Pelaksanaan skoring ... 65

C. Analisis data penelitian ... 66

1. Uji normalitas ...……….... 66

2. Uji linieritas ...……….... ... 68

3. Analisis deskriptif ………... 68

4. Uji hipotesis ……….. ………... 71

D. Pembahasan ……… 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram kognitif perilaku ... 21

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis gangguan fungsional kecemasan dari Blackburn dan Davidson . 23

2. Susunan aitem skala kecerdasan emosi ... 61

3. Distribusi aitem shahih dan aitem gugur skala kecerdasan emosi ... 63

4. Distribusi aitem skala kecerdasan emosi untuk penelitian ... 64

5. Hasil uji normalitas skala kecerdasan emosi dengan skor kecemasan ... 67

6. Hasil uji linieritas skala kecerdasan emosi dengan skor kecemasan ... 68

7. Analisis deskriptif kecerdasan emosi dan kecemasan ... 69

8. Norma kategori skor subyek ... 69

9. Kategori subyek berdasar skor skala penelitian kecerdasan emosi ... 70

10. Kategori subyek berdasar skor kecemasan ... 71

11. Hasil teknik analisis korelasi Product Moment Pearson ... 72

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

A. Alat ukur skala kecerdasan emosi sebelum uji coba ... 87

B. Sebaran nilai uji coba alat ukur skala kecerdasan emosi ... 92

C. Validitas dan reliabilitas alat ukur skala kecerdasan emosi ... 97

D. Alat ukur untuk penelitian skala kecerdasan emosi dan TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) ... 100

E. Sebaran nilai data penelitian kecerdasan emosi dan kecemasan... 108

F. Analisis data penelitian ... 115

G. Dokumentasi denelitian... 118

(15)

commit to user

xv

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA KELAS 3 MU’ALLIMIN PONDOK

PESANTREN AL-MUKMIN SUKOHARJO

Firman Ridlo Mursyidi

Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung majunya suatu bangsa. Pendidikan tidak lepas dari proses pembelajaran dimana tidak hanya bergantung pada aspek intelegensi atau kemampuan yang didasari oleh fungsi kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti emosi dan sosial. Kecemasan merupakan gangguan emosi yang menjadi salah satu permasalahan paling sering dialami remaja. Kecemasan sangat berpengaruh pada kepribadian dan prestasi belajar. Remaja yang berada pada masa menuju kematangan mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengalami kecemasan, orang yang mengalami kecemasan ini biasanya mempunyai penilaian kurang baik terhadap dirinya yaitu mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Kecemasan dapat diatasi bila seseorang mampu mengelola kecerdasan emosinya dengan baik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan tingkat kecemasan pada remaja kelas 3 mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional analitik deskriptif, dengan variabel bebas kecerdasan emosi dan variabel tergantung tingkat kecemasan. Penelitian ini menggunakan populasi seluruh remaja kelas 3 mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo. Sampel berjumlah 95 remaja. Karena sedikitnya populasi maka penelitian ini menggunakan semua populasi untuk penelitian atau studi populasi. Teknik pengambilan data pada variabel kecerdasan emosi menggunakan skala kecerdasan emosi sedangkan

variabel kecemasan menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).

Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 16.

Berdasarkan perhitungan analisis data diperoleh hasil nilai koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosi dengan variabel tingkat kecemasan (rxy)

sebesar -0,329, nilai p-value 0,001<0,05, arah hubungan antara dua variabel adalah negatif artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah kecemasan begitu pula sebaliknya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan tingkat kecemasan pada remaja mu’alimin kelas 3 Pondok Pesantren Al Mukmin Sukoharjo. Adapun sumbangan efektif kecerdasan emosi dengan tingkat kecemasan sebesar 10,8%.

(16)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung

majunya suatu bangsa. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan

sumber daya manusia yang saling berkompetisi dalam lingkup pekerjaan atau

studi. Salah satu usaha yang paling umum dan paling sering ditempuh oleh

seseorang dalam mengembangkan dirinya adalah dengan menempuh sistem

pendidikan formal. Hal ini disebabkan karena cukup banyak orang yang

beranggapan bahwa untuk menjadi seseorang yang berhasil dalam hidupnya,

orang itu harus berpendidikan, khususnya pendidikan formal (Tjundjing, 2001).

Pendidikan formal tidak lepas dari proses pembelajaran. Proses

pembelajaran tidak hanya bergantung pada aspek intelegensi atau kemampuan

yang didasari oleh fungsi kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain

seperti emosi dan sosial. Seringkali tujuan proses pembelajaran tidak tercapai

bukan karena ketidakmampuan pelajar dalam berpikir, namun karena ia

mengalami masalah dalam aspek emosi atau aspek sosial yang mengakibatkan

terhambatnya proses pembelajaran tersebut (Rostiana, 1997).

Setiap orang pernah mengalami kecemasan yang normal oleh karena suatu

sebab, misalnya menghadapi ujian, sidang di pengadilan, promosi, atau penurunan

jabatan. Kecemasan dirasakan sebagai akibat dari sesuatu yang jelas penyebabnya

dan akan kembali normal setelah objek yang menjadi kecemasan berlalu.

(17)

commit to user

Kecemasan dapat merupakan manifestasi gangguan kepribadian menghindar atau

gangguan fobik. Sebagai gangguan yang berdiri sendiri, kecemasan dapat berupa

gangguan cemas umum (menyeluruh), disini cemas dirasakan mengambang (free

floating), tidak menentu dan tidak jelas penyebabnya (Kaplan dan Sadock, 1994).

Kecemasan merupakan gangguan emosi yang menjadi salah satu

permasalahan paling sering dialami remaja. Kecemasan sangat berpengaruh pada

kepribadian dan prestasi belajar. Mahasiswa yang mempunyai kecemasan yang

tinggi lebih berhasil dalam kondisi ujian yang kurang menekan, sedangkan

mahasiswa yang mempunyai kecemasan yang rendah lebih berhasil dalam kondisi

yang menekan (Martaniah dalam Kusningsih, 1994).

Siswa berinisial AA meraih juara IV olimpiade fisika Jawa Tengah tetapi

tidak lulus ujian nasional. Di kalangan teman-temannya, AA dikenal sebagai anak

pintar. Hampir tiap tahun ia meraih ranking I atau setidaknya ranking II di kelas.

Setelah menjuarai olimpiade fisika se-Jawa Tengah, Universitas Semarang siap

menerima AA menjadi mahasiswa di jurusan fisika melalui jalur penerimaan

siswa berprestasi. Kesempatan ini pupus karena ia tidak lulus ujian nasional

(Kompas, 2006). Melihat dari kasus tersebut, menurut analisa penulis sesuai yang

diutarakan oleh Toepra (dalam Nasution, 2007) bahwa remaja SMA yang akan

menghadapi ujian akhir dan UMPTN sering mengalami ketegangan dan

kecemasan, Selanjutnya menurut Davidof (dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007)

orang yang mengalami kecemasan biasanya mempunyai penilaian yang kurang

baik terhadap dirinya, mempunyai kecerdasan emosi yang rendah dan kurang

(18)

commit to user

berpendapat bahwa kecemasan dapat diatasi bila seseorang mempunyai

kecerdasan emosional yang baik dengan cara berfikir realistis dan bersikap secara

tepat. Tetapi dalam kasus diatas, AA tidak dapat mengelola emosi, berpikir

realistis sehingga ia gagal dalam ujian.

Stroufe (dalam Amir, 2004) mengemukakan bahwa remaja yang berada

pada masa menuju kematangan mempunyai kemungkinan yang besar untuk

mengalami kecemasan. Pada masa ini, remaja digambarkan aktif menjelajahi

berbagai pilihan untuk menentukan identitas diri. Mereka masih bingung untuk

menentukan identitas yang sesuai dengan dirinya sehingga emosi mereka sangat

labil. Usia remaja merupakan masa stress dan storm dimana remaja mengalami

guncangan yang dapat menyebabkan timbulnys stress dan kecemasan. Arnett

(dalam Leonni dan Hadi, 2007) mengemukakan bahwa remaja juga mempunyai

reputasi berani mengambil resiko paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Hal

ini pula yang mendorong remaja berpotensi mudah meningkat kecemasanya

karena kenekatannya sering mengiring pada suatu perilaku atau tindakan dengan

hasil yang tidak pasti. Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi

salah satu pemicu utama timbulnya perilaku nekat dan hasil yang tidak selalu jelas

yang dapat menyebabkan meningkatnya kecemasan pada remaja. Menurut

Danusio (dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007) emosi berperan besar dalam

suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan yang paling rasional.

Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu remaja dalam mengatasi

(19)

commit to user

Steinberg (dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa remaja pada

usia 15-18 tahun mengalami banyak perubahan secara kognitif, emosional dan

sosial, mereka berpikir lebih kompleks, secara emosional lebih sensitif dan lebih

sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Menurut Lestari dan

Purwanto (2003) kecerdasan emosi mencakup kemampuan untuk memotivasi diri

dan bertahan terhadap frustasi, kemampuan untuk mengontrol impuls dan

menunda pemuasannya, kemampuan untuk mengatur mood dan mencegah

keadaan yang berbahaya yang mempengaruhi kemampuan berpikir, serta

kemampuan untuk empati dan menolong.

Penelitian dari Hill (dalam Hasan, 2009) yang melibatkan 10.000 siswa

Sekolah Dasar dan Menengah di Amerika menunjukkan bahwa sebagian besar

siswa yang mengikuti tes, gagal menunjukkan kemampuan mereka yang

sebenarnya disebabkan oleh situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas.

Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada pada

kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang membuat siswa berada

dibawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa

sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi yang diujikan tapi gagal

memperlihatkan kemampuan mereka yang sebenarnya karena kecemasan yang

melanda mereka saat menghadapi tes.

Goleman (2007) melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui tingkat kesuksesan mahasiswa di masa yang akan datang. Hasil

penelitianya membuktikan bahwa para mahasiswa di Harvard University yang

(20)

commit to user

tinggi daripada mahasiswa yang berprestasi biasa-biasa saja. Sebaliknya

mahasiswa yang mempunyai prestasi yang biasa-biasa saja justru mempunyai

tingkat keberhasilan yang tinggi dibandingkan dengan yang berprestasi akademik

tinggi di kemudian hari. Hal itu dikarenakan mahasiswa yang berprestasi tinggi

kebanyakan memiliki emosi yang terlampau ditekan, terlampau ekstrim dan bila

berlangsung secara terus menerus akan menjadi sumber penyakit. Selain itu,

emosi dengan intensitas yang tinggi akan melampaui titik wajar akan beralih

menjadi kecemasan kronis, amarah yang tidak terkendali dan depresi, begitu pula

dengan remaja santri yang belajar, menuntut ilmu di pondok pesantren dan

terbiasa hidup jauh dari keluarga. Kalangan remaja santri di domunasi oleh remaja

yang memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi di masa remaja.

Menurut uraian hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

emosi yang tinggi akan berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang karena

seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi tidak akan mudah

cemas.

Ohman dan Soares (dalam Adrian, 2009) melakukan penelitian yang

menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif

untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan

dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat

bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak

menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap

menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul kecemasan dan rasa

(21)

commit to user

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi

Dengan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren

Al-Mukmin Sukoharjo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah penelitian

ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan tingkat

kecemasan pada remaja kelas 3 mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin

Sukoharjo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kecerdasan

emosi dengan tingkat kecemasan pada remaja kelas 3 mu’allimin Pondok

Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagi orang tua, dapat memberikan wawasan tentang kecerdasan emosi dan

kecemasan sehingga dapat memberikan perlakuan yang sesuai pada anaknya

yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren.

2) Bagi pendidik, dapat memberikan masukan dalam rangka menerapkan

(22)

Al-commit to user

Mukmin Sukoharjo, dimana kondisi emosional pada remaja di lingkungan

pondok berbeda dengan kondisi emosional remaja diluar lingkungan pondok.

3) Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk peneliti

selanjutnya, khususnya mengenai tingkat kecemasan pada santri pondok

pesantren, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian

(23)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tingkat Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Iskandar (1992) menjelaskan istilah anxietas atau kecemasan sudah ada

sejak zaman Yunani dan Romawi. Orang Romawi menyebutnya anxietas yang

berarti troubled in mind. Dalam bahasa inggris perkataan itu menjadi anxiety.

Istilah ini dipakai mulai dari keadaan takut yang normal, ketegangan jiwa yang

normal, gejala dari berbagai gangguan psikiatri, atau dari penyakit. Menurut

Abidin (1992) istilah kecemasan berasal dari kata anxietas yang secara linguistik

adalah dari bahasa latin “anxietas” berasal dari kata “ango” (sempit), yang

mengingatkan pada sesak nafas. Kecemasan merupakan gejala penting serangan

cemas atau perasaan tercekik.

Kecemasan adalah keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram dan

sebagainya disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan ini dapat terjadi atau

menyertai berbagai kondisi atau situasi kehidupan, berbagai gangguan fisik

ataupun mental (Wibisono dalam Kusningsih, 1994).

Sitanggang (1994) mengartikan kecemasan sebagai ketakutan yang

samar-samar dan yang tidak jelas terarah pada suatu realisasi obyektif yang didapat

karena pengalaman atau melalui generalisasi rangsangan, seringkali terjadi

sebagai akibat frustasi/kekecewaan. Hal ini merupakan ciri dari berbagai

gangguan syaraf dan mental. Sedangkan Daradjat (dalam Nugraheni, 2005)

(24)

commit to user

mengungkapkan kecemasan merupakan adanya perasaan tidak menentu, rasa

panik, adanya perasaan takut dan ketidakmampuan individu untuk memahami

sumber ketakutannya.

Menurut Speilberger (dalam Purboningsih, 2004), kecemasan adalah suatu

reaksi emosional yang tidak menyenangkan terhadap bahaya yang tidak nyata atau

imaginer dimana reaksi ini muncul bersama pengalaman otonom dan subyektif

yang dirasakan sebagai ketegangan, ketakutan dan kegelisahan.

Nuhriawangsa (2004) menjelaskan kecemasan merupakan perasaan cemas

atau takut yang disebabkan oleh dugaan adanya bahaya yang akan mengancam

yang datangnya bisa dari dalam maupun luar dirinya. Selanjutnya Wibisono

(dalam Kusningsih dkk, 1994) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan

khawatir, gelisah, takut, tidak tentram dan sebagainya disertai berbagai keluhan

fisik. Keadaan ini dapat terjadi atau menyertai berbagai kondisi atau situasi

kehidupan, berbgai gangguan fisik ataupun mental.

Prawirohusodo mengidentifikasikan kecemasan sebagai pengalaman emosi

yang tidak menyenangkan dalam kadar yang bervariasi mulai perasaan cemas

yang ringan sampai ketakutan yang intensif, yang berhubungan dengan ancaman

bahaya, yang umumnya tidak atau kecil sekali kaitanya dengan kausa eksternal.

Hal ini biasanya diiringi oleh perubahan-perubahan somatik, fisiologik,

autonomik, biokimiawi, hormonal dan perilaku yang spesifik. (Kusningsih dkk,

1994).

Kecemasan menurut Syamsulhadi (1996) adalah perasaan cemas yang

(25)

commit to user

yang disertai satu atau lebih perasaan-perasaan di tubuh misalnya perasaan kosong

di ulu hati, tertekan dada, jantung berdebar keras, berkeringat banyak, sakit kepala

dan tiba-tiba terasa ingin buang air kecil, rasa tidak bisa istirahat dan keinginan

untuk berpindah-pindah.

Dari pengertian diatas kecemasan merupakan pengalaman emosi yang

tidak menyenangkan dalam kadar bervariasi, mulai perasaan cemas ringan sampai

hebat, berhubungan dengan ancaman bahaya. Keadaan ini biasanya diiringi oleh

perubahan somatik, fisiologik, autonomik, biokimiawi, hormonal dan berilaku

spesifik.

2. Gejala-Gejala Kecemasan

Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan

menurut Stern (dalam Trismiati, 2004) adalah muntah-muntah, diare, denyut

jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai tremor

pada otot. Kartono (dalam Trismiati, 2004) menyebutkan bahwa kecemasan

ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah,

sering dalam keadaan excited atau gelisah.

Daradjat (dalam Nugraheni, 2005) mengklasifikasikan gejala kecemasan

sebagai berikut:

a. Gejala fisik (fisiologis)

Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala

fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf. Ciri-cirinya: ujung jari terasa

(26)

commit to user

tekanan darah meningkat, tidur tidak nyenyak, nafsu makan menghilang,

kepala pusing, nafas sesak.

b. Gejala mental (psikologis)

Kecemasan sebagai gejala-gejala kejiwaan. Ciri-cirinya: takut, tegang,

bingung, khawatir, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak berdaya,

rendah diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup, perubahan

emosi, turunya kepercayaan diri, tidak ada motivasi.

Dari uraian diatas gejala kecemasan merupakan hal-hal yang nampak

sebagai tanda-tanda orang yang mengalami kecemasan baik dari dalam maupun

dari luar, baik gejala fisik maupun gejala psikis.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Ancok (dalam Nugraheni, 2005), kecemasan timbul karena

adanya pikiran yang keliru tentang suatu hal dan bereaksi yang berlebihan

terhadap hal-hal tersebut. Kecemasan muncul karena terdapat beberapa situasi

yang mengancam manusia sebagai makhluk sosial. Ancaman ini berasal dari

adanya konflik, ancaman terhadap harga diri dan adanya tekanan untuk

melaksanakan sesuatu diluar kemampuanya.

Page (dalam Nugraheni, 2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan adalah sebagai berikut:

a. Faktor fisik,

b. Trauma dan konflik, pengalaman emosional atau konflik mental yang

terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala

(27)

commit to user

c. Conditioning, emosi-emosi, impuls-impuls yang dialami dalam suatu

kondisi tertentu dapat menjadi kuat apabila berhubungan dengan

kejadian-kejadian yang hampir sama yang pernah dialami individu sebelumnya,

d. Konstitusi, hereditas, lingkungan awal dan latihan adalah faktor-faktor

utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu,

Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan menurut

Roan (dalam Sudiyanto, 2005) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor

psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi

kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama

ketidakpastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.

Sebab-sebab munculnya kecemasan, menurut Freud (dalam Trismiati,

2004) mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang

memicu munculnya kecemasan. Freud berpendapat bahwa sumber ancaman

terhadap ego tersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dari id dan

tuntutan-tuntutan dari superego. Ego disebut sebagai eksekutif kepribadian,

karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi

lingkungan kemana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting-insting

manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan

fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan id,

superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini sering menimbulkan

tegangan berat pada ego dan menyebabkan timbulnya kecemasan

Faktor penyebab timbulnya kecemasan menurut Carnegie (2007) dapat

(28)

commit to user a. Faktor Kognitif.

Kecemasan dapat timbul sebagai akibat dari antisipasi harapan akan situasi

yang menakutkan dan pernah menimbulkan situasi yang menimbulkan

rasa sakit, maka apabila ia dihadapkan pada peristiwa yang sama ia akan

merasakan kecemasan sebagai reaksi atas adanya bahaya.

b. Faktor Lingkungan.

Salah satu penyebab munculnya kecemasan adalah dari

hubungan-hubungan dan ditentukan langsung oleh kondisi-kondisi, adat-istiadat, dan

nilai-nilai dalam masyarakat. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan

sebagai akibat dari perubahan sosial yang amat cepat, dimana tanpa

persiapan yang cukup, seseorang tiba-tiba saja sudah dilanda perubahan

dan terbenam dalam situasi-situasi baru yang terus menerus berubah,

dimana perubahan ini merupakan peristiwa yang mengenai seluruh

lingkungan kehidupan, sehingga seseorang akan sulit membebaskan

dirinya dari pengalaman yang mencemaskan ini.

c. Faktor Proses Belajar

Kecemasan timbul sebagai akibat dari proses belajar. Manusia

mempelajari respon terhadap stimulus yang memperingatkan adanya

peristiwa berbahaya dan menyakitkan yang akan segera terjadi.

Speilberger (dalam Purboningsih, 2004) mengemukakan bahwa

kecemasan dasar terbentuk dari pengalaman-pengalama di masa lalu dan dari hasil

pemikiran individu tentang kecemasan tersebut. Setiap orang akan memiliki

(29)

commit to user

bagaimana kecenderungan persepsinya mengenai situasi disekitarnya, apakah

situasi di sekitar dipersepsi sebagai situasi mengancazm atau tidak.

Pengalaman-pengalaman tersebut berisi stimulus-stimulus yang dapat mengancam bagi dirinya

dan menempatkan individu pada kecenderungan untuk bereaksi cemas, sehingga

setiap orang memiliki rentang kecemasan yang berbeda-beda.

Dari uraian diatas kecemasan timbul dikarenakan beberapa hal yang

mempengaruhinya, baik dari dalam maupun dari luar. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan membentuk perilaku terhadap tingkat kecemasan yang

berbdea-beda

4. Aspek-Aspek Kecemasan

Kecemasan selalu melibatkan komponen psikis (afektif, kognitif, perilaku)

dan biologis (somatik dan neurofisiologik). Gejala somatik sangat bervariasi pada

masing-masing individu, tetapi pada dasarnya merupakan manifestasi keterlibatan

saraf otonom dan sistem viseral, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal,

sistem respiratorik, sistem muskuloskeletal. Selain komponen motorik dan visera,

kecemasan juga menimbulkan gangguan pada proses pikir, konsentrasi belajar,

persepsi sehingga dapat menimbulkan hendaya dalam kehidupan seseorang yang

masih belajar (Kusningsih, 1994).

Greenberger & Padesky (dalam Carnegie, 2007) menyatakan bahwa

kecemasan berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan yang

(30)

commit to user a. Aspek kognitif

1) Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada

dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga

gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau

ancaman yang menurutnya akan terjadi,

2) Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah:

a) Ancaman fisik terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan

terluka secara fisik,

b) Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia

akan menjadi gila atau hilang ingatan,

c) Ancaman sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan

ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.

3) Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang,

4) Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu

mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan

memiliki rasa aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di

lingkungan yang kacau dan tidak sabil bisa membuat seseorang

menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya,

5) Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering

kali memprediksi malapetaka. Pemikiran tentang kecemasan sering

dimulai dengan keragu-raguan dan berakhir dengan hal yang kacau.

(31)

commit to user

Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya

memprediksi hasil yang buruk,

b. Aspek kepanikan

Panik merupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik

terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa

panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam

diri seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan saat

gejala-gejala fisik, emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat

dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta

merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik

serta emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan

dihindarinya aktivitas atau situasi saat kepanikan telah terjadi sebelumnya.

Menurut Haber dan Runyon (dalam Halim dan Atmoko, 2005) kecemasan

termanifestasi melalui 4 dimensi, yaitu kogitif, motorik, somatis dan afektif.

Dari uraian diatas kecemasan timbul dikarenakan atas hal-hal dasar yang

membentuk perilaku kecemasan, aspek-aspek yang membentuk kecemasan

beberapa diantaranya adalah aspek fisik dan psikis.

5. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Setyonegoro dan Iskandar (dalam Sudiyanto, 2005) kecemasan

dapat bersifat positif dan negatif.

a. Kecemasan bersifat positif terjadi apabila disalurkan secara sehat melalui

mekanisme koping (coping mechanism), yaitu usaha mengatasi perasaan

(32)

commit to user

hal-hal konstruktif, misalnya giat belajar agar lulus ujian, latihan intensif

agar menang pertandingan dan sebagainya.

b. Kecemasan yang bersifat negatif terjadi apabila perasaan cemas yang ada

sampai menganggu keseimbangan emosi, konsentrasi, dan aktifitas harian

yang bersangkutan. Dalam hal ini kecemasan dapat berderajat ringan,

sedang, sampai berat yang selanjutnya disebut gangguan kecemasan.

Townsend (dalam Sudiyanto, 2005) mengemukakan ada empat tingkat

kecemasan yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan

panik.

a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang

muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi

meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat

dan tingkah laku sesuai situasi,

b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan

meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,

(33)

commit to user

kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada

rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak

sabar, mudah lupa, marah dan menangis,

c. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang

terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang

tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada

suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering

kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar

secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk

menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung,

disorientasi,

d. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena

mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang

terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,

pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap

perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan

delusi.

Menurut Atwater (dalam Halim dan atmoko, 2005), bahwa kecemasan

(34)

commit to user

responsif terhadap situasi, tetapi pada tingkat tinggi akan menyita kesadaran dan

menganggu kemampuannya.

Dari uraian klasifikasi tingkat kecemasan diatas kecemasan bisa bersifat

positif ataupun negatif yang dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu rendah, sedang,

dan tinggi, dimana di setiap tingkatan mengidentifikasikan perilaku yang

berbeda-beda.

6. Manajemen Kecemasan

a. Manajemen kecemasan dengan penggunaan obat

Papp melakukan percobaan pengontrolan terhadap placebo yang

mengalami gangguan kecemasan meninggalkan beberapa keraguan, bahwa

anti-depressan yang paling baru efektif untuk gangguan kecemasan. Karena

bekerja lebih cepat dan memiliki efek samping yang lebih kecil daripada

obat-obatan tricyclic dan inhibitors monoamine oxidase, sebagai permulaan,

penulisan resep obat kepada pasien-pasien kecemasan harus terus

dilanjutkan. Akan tetapi, kebanyakan ahli klinis percaya bahwa hasil terbaik

untuk gangguan kecemasan berasal dari kombinasi obat-obatan dengan satu

atau lebih tipe psikoterapi.

b. Manajemen kecemasan melalui psikoterapi

Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi gangguan

kecemasan adalah pemberian psikoterapi untuk kognitif dan tingkah laku.

Walaupun terdapat banyak klaim yang menyatakan bahwa sulit untuk

mengganti perawatan psikologis dengan percobaan penyelidikan, ilmuwan

(35)

commit to user

yang tepat termasuk randomisasi dan penilaian buta untuk terapi tingkah

laku-kognitif. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Lawrence

welkowitz, hasilnya telah didokumentasikan bahwa terapi tingkah

laku-kognitif itu efektif untuk mayoritas gangguan kecemasan (Kaplan dan

Sadock, 1994).

Psikoterapi yang paling efektif untuk mengatasi kecemasan adalah

terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavior Therapy), yaitu

mengembangkan cara berpikir yang lebih adaptif. Asumsi dasar Terapi

Kognitif Perilaku (TKP) adalah adanya hubungan timbal balik antara proses

berpikir (apa yang dipikirkan) dengan afeksi (pengalaman emosional), fisik

dan perilaku. TKP menekankan pentingnya perubahan kognitif dan perilaku

untuk mengurangi simtom dan meningkatkan fungsi afek seseorang. TKP

tidak hanya memperbaiki kognitif, namun juga mengubah perilaku, karena

perubahan perilaku dapat berpengaruh kuat pada pola pikir. Tujuan TKP

adalah memperbaiki pikiran yang salah, dimana pikiran tersebut sering

berubah dan hal tersebut akan berpengaruh pada suasana hati, fisik dan

perilaku. Proses tersebut berpengaruh terhadap pembelajaran untuk

mengevaluasi pemikiran serta mengubah seseorang menjadi rasional dan

adaptif dengan cara mengubah pola pikir yang berpengaruh pada perasaan

dan perilakunya. Stallard berpendapat bahwa TKP menghubungkan antara

apa yang dipikirka, apa yang dirasakan, dan apa yang akan dilakukan

(Mawandha dan Ekowarni, 2009). Hal tersebut dapat digambarkan pada

(36)

commit to user Gambar 1.

Diagram Kognitif Perilaku (Mawandha dan Ekowarni, 2009)

7. Respon Kecemasan

Menurut Carnegie (2007) ada 2 respon kecemasan yaitu respon fisiologis

dan respon psikologis terhadap kecemasan :

a. Respon fisiologis terhadap kecemasan

1) Kardio vaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi

meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain,

2) Respirasi

Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik,

3) Kulit

perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat,

gatal-gatal,

Pemikiran

Perasaan tidak menyenangkan Apa yang akan

dilakukan

(37)

commit to user 4) Gastro intestinal

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,

nausea, diare,

5) Neuromuskuler

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

b. Respon psikologis terhadap kecemasan

1) Perilaku

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik

diri, menghindar,

2) Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang

berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut

kecelakaan, takut mati dan lain-lain,

3) Afektif

Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat

gelisah dan lain-lain.

Blackburn dan Davidson (dalam Dwita dan Natalia, 2002) membuat

analisis fungsional gangguan kecemasan yang menjelaskan reaksi terhadap

(38)

commit to user Tabel 1.

Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson

Simtom-simtom psikologis Keterangan

Suasana hati Kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang

Motivasi Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, tidak berdaya

Perilaku Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan

Gejala biologis Gerakan otomatis meningkat: berkeringat, gemetar,

pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering

B. Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar bahasa latin “movere” yang

berarti “menggerakkan, bergerak”. Kemudian awalan “e-“ untuk memberi arti

“bergerak menjauh”. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan

bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi dalam makna paling harfiah

menurut Oxford, English Dictionary yang mendefinisikan sebagai setiap kegiatan

atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dan setiap keadaan mental yang hebat

atau meluap-luap. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran

khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan

untuk bertindak (Goleman, 2007).

Kata emosi bisa secara sederhana didefinisikan sebagai “gerakan” baik

secara metafora maupun harfiah untuk mengeluarkan perasaan. Sedangkan dalam

bahasa latin emosi dapat dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya

“jiwa yang menggerakkan kita” (Cooper dan Sowaf, 2002). Selanjutnya menurut

(39)

commit to user

subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan

dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.

Goleman dan Steiner (dalam Suryanti dkk, 2002), mendefinisikan emosi

sebagai kekuatan pribadi (personal power) yang memungkinkan manusia untuk

berpikir secara keseluruhan, mampu mengenali emosi diri sendiri dan orang lain

serta tahu bagaimana mengekspresikannya secara tepat.

Menurut Albin (dalam Fauziah dan Hery, 2006), emosi adalah perasaan

yang kita alami. Kemampuan untuk memikirkan emosi kita juga membantu

meningkatkan kemampuan untuk menguasainya. Mengetahui latar belakang

mengapa terjadi emosi hingga pada cara untuk menanggapi emosi tersebut.

Emosi-emosi dapat merangsang pikiran baru, khayalan baru, dan tingkah laku

baru.

Albin (dalam Rostiana, 1997) mengartikan emosi sebagai perasaan yang

kita alami, misalnya: rasa senang, sedih, marah, cemas, cinta dan sebagainya.

Goleman (2007) mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, yaitu:

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah, jengkel, kesal hati, terganggu,

rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling

hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis,

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri sendiri,

kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat,

c. Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,

(40)

commit to user

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga,

kenikmatan inderawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,

kegirangan luar biasa, senang, senang sekali dan, batas ujungnya manja,

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,

bakti, hormat, kasmaran, kasih,

f. Terkejut : terkejut, terkesiap, takjub, terpana,

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah,

h. Malu rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib dan hati hancur lebur.

Menurut Ahmadi dan Umar (1982), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi emosi, yaitu:

a. Keadaan jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita

lebih mudah tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan

segar,

b. Pembawaan, ada orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus,

sebaliknya ada pula yang kebal perasaanya,

c. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu, karena itu mudah

dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan

corak dalam perkembangan perasaanya. Selain itu ada faktor lain misalnya

keadaan keluarga, suasana rumah tangga, lingkungan sosial, pendidikan,

jabatan, pergaulan sehari-hari, cita-cita hidup dan sebagainya.

Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah perasaan

(41)

commit to user

diri individu yang mendorong individu tersebut untuk meresepon atau bertingkah

laku karena dipengaruhi oleh suatu stimulus.

Akar kecerdasan emosional berawal dari bidang psikologi ketika pada

tahun 1928, E. L Thorndike mengidentifikasi aspek kecerdasan emosional yang

disebutnya dengan kecerdasan sosial (sosial intelligence). Pada tahun 1952

Weschler meneruskan penelitian yang dilakukan oleh E. L Thorndike dan

menyatakan bahwa kemampuan non-kognitif, yang disebutnya sebagai hal yang

bersifat nonintelektual, juga merupakan hal yang esensial dalam memprediksi

kemampuan individu untuk sukses dalam organisasi. Penelitian selanjutnya

tentang peran emosi dalam kesuksesan individu pada tahun 1983 ketika Gardner

menyebutkan faktor yang disebutnya sebagai intelegensi ganda (multiple

intelligence) sebagai kunci sukses individu dalam organisasi. Gardner berargumen

bahwa kemampuan intrapribadi (intrapersonal) dan antarpribadi (interpersonal)

juga diklasifikasikan sebagai kecerdasan yang sama pentingnya dalam intelegensi

yang diukur dengan tes IQ. Secara khusus penelitian tentang faktor non-kognitif

dalam kesuksesan individu dalam dunia kerja baru berkembang sejak awal

1990-an setelah Bar-On mampu mengemb1990-angk1990-an tes baku untuk mengukur kemampu1990-an

non kognitif individu. Kemudian tahun 1990, Salovey dan Mayer menerbitkan

artikel dan menggunakan kata ”kecerdasan emosional” yang kemudian dipakai

sebagai istilah yang baku dalam bidang psikologi dan perilaku. (Susilawati, 2002)

Kecerdasan emosi diciptakan dan secara resmi didefinisikan oleh Jack

Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovey dari Universitas Yale

(42)

commit to user

menetapkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali

perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,

memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara

mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Stein dan

Book, 2002).

Cooper dan Sawaf (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional

adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya

dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh

yang manusiawi. Kecerdasan emosional menuntut pemilikan perasaan untuk

belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta

menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam

kehidupan sehari-hari. Sementara itu Steiner (dalam Riani dan Farida, 2006)

memberikan pengertian bahwa kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan

untuk mengerti emosi diri sendiri dan orang lain serta mengetahui bagaimana

emosi diri sendiri terekspresikan untuk peningkatan maksimal secara etis sebagai

kekuatan pribadi.

Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk

mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi

diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

hubungan dengan orang lain.

Wang dan Ahmed (dalam Riani dan Farida, 2006) menyatakan bahwa

untuk mengatur kondisi emosi manusia dibutuhkan kecerdasan emosional.

(43)

commit to user

emosi sebagai himpunan dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan

memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,

memilah-milahnya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran

dan tindakan. Sedangkan kecerdasan emosi menurut Mayer (dalam Goleman,

2007) adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan

orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan

tindakan.

Dari pengertian diatas kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk

membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, tempramen, motivasi

dan hasrat orang lain, yang merupakan kunci pengetahuan diri dan akan menuntun

pada tingkah laku yang tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam

kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional

terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri), kecakapan sosial

(menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah

tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Menurut Solovey dan Meyer (dalam Goleman, 2007) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang antara lain :

a. Fisik

Secara fisik menurut Le Doux bagian yang paling menentukan atau

berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi

syaraf emosinya atau bagian otaknya. Bagian otak yang berpikir adalah

(44)

commit to user 1. Korteks.

Secara harfiah berarti tudung berpikir otak yang membuat seseorang

berada di puncak tangga evolusi. Memahami korteks dan perkembangan

membantu individu menghayati mengapa sebagian individu sangat cerdas

sedangkan yang lain sulit belajar. Korteks berperan penting dalam

memahami kecerdasan emosi, korteks berperan penting dalam memahami

sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa seseorang mengalami

perasaan tertentu, selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya.

Korteks khususnya lobus prefrontalis dapat bertindak sebagai saklar

peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat

sesuatu.

2. Sistem Limbik.

Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi yang letaknya jauh dalam

hemisfer otak besar terutama bertanggung jawab atas peraturan emosi dan

impuls. Sistem limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya

proses pembelajaran emosi, selain itu ada amigdala yang dipandang

sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

b. Psikis

Faktor psikis kecerdasan emosi berupa pengalaman, perasaan, kemampuan

berfikir dan motivasi. Kecerdasan emosi selalu berpengaruh pada kepribadian

individu dan dapat diperkuat dalam diri individu baik dalam lingkungan keluarga

(45)

commit to user 1. Lingkungan Keluarga.

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari

emosi. Disini peran orang tua sangatlah dibutuhkan. Orang tua adalah

subjek pertama yang perilakunya diidentifikasi oleh anak kemudian

diinternalisasi akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian yang sangat

menguntungkan bagi anak. Orang tua yang mempunyai kecerdasan emosi

yang tinggi akan sangat menguntungkan bagi anak, orangtua yang

demikian dapat menyesuaikan dan mengerti perasaan anak yang baik.

Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak

kelak di kemudian hari. Sebagai contoh : kebiasaan dan mendapatkan

disiplin dan bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian dan

kehangatan sikap dan sebagainya. Anak yang secara emosi cakap akan

mempunyai pergaulan yang lebih baik, lebih hangat, dan mempunyai

sedikit kontra dengan orang lain, mempunyai kadar stres yang rendah, dan

tidak mempunyai banyak masalah.

2. Lingkungan Non-keluarga.

Hal ini berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.

Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan

mental anak. Pembelajaran ini ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak

misalnya dengan bermain peran sebagai orang lain di luar dirinya dengan

emosi yang menyertai, dengan anak akan belajar mengerti keadaan orang

lain. Selain itu juga dapat meningkatkan sikap asertivitas, empati, dan

(46)

commit to user

Dari uraian faktor diatas kecerdasan emosi timbul dikarenakan beberapa

hal yang mempengaruhinya, baik faktor fisik maupun psikis. Faktor-faktor

tersebut membentuk perilaku yang timbul akibat kecerdasan emosi yang

berbdea-beda.

3. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut Bar-On (dalam Stein dan Book, 2002) kecerdasan emosi

merupakan sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaanya namun

saling tumpang tindih. Kumpulan tersebut dikelompokkan ke dalam lima ranah,

yaitu:

a. Intra pribadi

Terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri

sendiri yaitu melingkupi:

1) Kesadaran diri

Kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa individu

merasakanya seperti itu dan pengaruh individu tersebut terhadap orang

lain,

2) Sikap asertif

Kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan individu,

membela diri dan mempertahankan pendapat,

3) Kemandirian

Kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri, berdiri dengan

(47)

commit to user 4) Aktualisasi diri

Kemampuan mewujudkan potensi yang individu miliki dan merasa

senang dengan prestasi yang di raih di tempat kerja maupun dalam

kehidupan pribadi,

b. Antar pribadi

Ranah antar pribadi berkaitan dengan ketrampilan bergaul yang dimiliki

individu yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan

orang lain. Wilayah ini dibagi menjadi tiga skala, yaitu:

1) Empati

Kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain,

kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain,

2) Tanggung jawab

Kemampuan untuk menjadi anggota masyarakat yang dapat bekerja

sama dan bermanfaat bagi kelompok masyarakatnya,

3) Hubungan antar pribadi

Kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang

saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan menerima

serta rasa kedekatan emosional,

c. Penyesuaian diri

Kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan

(48)

commit to user 1) Uji realitas

Kemampuan untuk melihat sesuatu sesuai dengan kenyataanya, bukan

seperti yang individu inginkan atau takuti,

2) Sikap fleksibel

Kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan

individu dengan keadaan yang berubah-ubah,

3) Pemecahan masalah

Kemampuan untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak

untuk mencari dan menerapkan permasalahan yang jitu dan tepat,

d. Pengendalian stres

Ranah pengendalian stres berkaitan dengan kemampuan individu untuk

menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Wilayah ini dibagi menjadi

dua skala, yaitu:

1) Ketahanan menanggung stres

Kemampuan untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, dan secara

konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar

menghadapi konflik emosi,

2) Pengendalian impuls

Kemampuan untuk menahan atau menunda keinginan untuk bertindak,

e. Suasana hati

Ranah suasana hati memiliki dua skala, yaitu:

1) Optimisme

Kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis,

(49)

commit to user 2) Kebahagiaan

Kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan

orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan

setiap kegiatan.

Goleman (2007) mengemukakan aspek-aspek kecerdasan emosional

sebagai berikut:

a. Mengenali emosi sendiri

Kemampuan individu untuk mengenali perasaan sesuai dengan apa yang

terjadi, mampu memantau perasaan dari waktu ke waktu dan merasa

selaras terhadap apa yang dirasakan,

b. Mengelola emosi

Kemampuan untuk menangani perasaan sehingga perasaan dapat diungkap

dengan tepat, kemampuan untuk menenangkan diri, melepaskan diri dari

kemarahan yang menjadi-jadi,

c. Memotivasi diri sendiri

Kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan,

menunda kepuasan dan merenggangkan dorongan hati, mampu berada

dalam tahap flow,

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengetahui perasaan orang lain (kesadaran empatik),

(50)

commit to user

e. Membina hubungan

Kemampuan mengelola emosi orang lain dan berinteraksi secara mulus

dengan orang lain.

Menurut Mayer dan Salovey (2000), kecerdasan emosional dibagi menjadi

empat cabang, yaitu: (1) penerimaan emosi, (2) penggunaan emosi untuk

memfasilitasi pemikiran/gagasan, (3) pemahaman emosi dan (4) pengaturan emosi

di dalam mempertinggi perkembangan pribadi dan hubungan sosial. Bentuk

keempat cabang tersebut dengan mengidentifikasi emosi dalam diri dan orang lain

sebagai sesuatu yang sangat fundamental dan memanage emosi; kemampuan

untuk meregulasi emosi dalam diri dan orang lain. Cabang-cabang tersebut lebih

jelasnya, yaitu:

a. Kemampuan menerima emosi

1) Kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi emosi secara fisik dan

psikologis,

2) Kemampuan untuk mengidentifikasi emosi orang lain,

3) Kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara akurat untuk

mengekspresikan kebutuhan mereka,

4) Kemampuan untuk mendeskriminasikan kejujuran dan ketidakjujuran

perasaan,

b. Kemampuan menggunakan emosi untuk memfasilitasi pemikiran

1) Kemampuan mengarahkan pemikiran prioritas pada bagian dasar

(51)

commit to user

2) Kemampuan menggeneralisasikan emosi untuk membenarkan dan

memori,

3) Kemampuan memberikan pemilihan mood yang baik untuk

mengapresiasikan berbagai sudut pandang,

4) Kemampuan menggunakan emosi untuk problem solving dan berfikir

kreatif,

c. Kemampuan untuk memahami emosi

1) Kemampuan memahami hubungan macam-macam emosi,

2) Kemampuan menerima konsekuensi emosi,

3) Kemampuan memahami perasaan kompleks, dan status yang

berlawanan,

4) Kemampuan untuk memahami perpindahan emosi,

d. Kemampuan untuk mengatur emosi

1) Kemampuan untuk membuka perasaan, yakni antara senang dan tidak

senang,

2) Kemampuan untuk memonitor dan merefleksikan emosi,

3) Kemampauan menggunakan emosi,

4) Kemampuan mengatur emosi seseorang dan mengatur emosi orang

lain,

Bradberrry dan Graves (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat

komponen yang secara bersama-sama membentuk kecerdasan emosi, yaitu

kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan manajemen hubungan

(52)

commit to user

ini membentuk kompetensi seseorang dalam menyadari keberadaan emosi serta

mengelola perilaku kecenderungan dirinya. Sedangkan kesadaran sosial dan

manajemen hubungan sosial adalah lebih mengenai bagaimana seseorang

berinteraksi dengan orang lain dalam memahami perilaku dan alasan orang lain,

keduanya akan membentuk kompetensi seseorang dalam memahami perilaku dan

alasan orang lain serta kemampuanya dalam mengelola konflik antarpersonal.

Jack Block menemukan bahwa tanda-tanda kecerdasan emosi adalah

keyakinan diri, optimisme, dan keseimbangan sosial. Kecerdasan emosi memiliki

kontrol diri yang lebih unggul dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.

Mereka mengatur dan mengekspresikan emosi dengan wajar, bersikap terbuka

tapi simpatik dan peduli dalam suatu hubungan. Kehidupan emosional menjadi

kaya tetapi seimbang; nyaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan

sosial. Dapat mengatur stress tidak ada perasaan khawatir yang berlebihan,

cenderung mudah berteman, spontan, suka bermain, dan terbuka dengan

pengalaman sensual (Kaplan dan Sadock, 1994).

Dari uraian aspek-aspek diatas kecerdasan emosi timbul dikarenakan atas

hal-hal dasar yang membentuknya, aspek-aspek yang membentuk kecerdasan

emosi beberapa diantaranya adalah aspek dari dalam maupun dari luar.

C. Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh

Gambar

Gambar                                                                                                        Halaman
Tabel                                                                                                          Halaman
Gambar 1.  Diagram Kognitif Perilaku
Tabel 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

Silberschatz, Galvin and Gagne ©2009 Operating System Concepts – 8 th Edition,.. Chapter 3:

Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah bahwa disiplin kerja dan mutasi merupakan suatu hal yang dianggap penting untuk menciptakan kinerja pegawai

Menetapkan : PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN TENTANG PEMBERIAN TALI ASIH DAN / ATAU SANTUNAN UANG DUKA BAGI APARATUR PEMERINTAHAN DESA,

Sedangkan opini public adalah anggapan suatu kelompok dimana kebenaranyya masih sangat relefan dan tidak terkait oleh sebuah patokan, dalam artian tidak semua opini public

pengaruh tingkat profitabilitas dan tingkat leverage perusahaan terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), dan seberapa penting tanggung jawab

Selanjutnya ditambahkan fungsi administrasi pendidikan dalam buku Ahmad Sabri adalah pengarahan, koordinasi, dan evaluasi. Pengarahan maksudnya member bimbingan dan petunjuk yang

Analisis kelayakan ekonomi usaha agroindustri gula kelapa di Desa Langkap Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes secara ekonomi layak diusahakan dan menguntungkan dengan hasil