LANDASAN TEORI
A. Tingkat Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan
7. Respon Kecemasan
Menurut Carnegie (2007) ada 2 respon kecemasan yaitu respon fisiologis dan respon psikologis terhadap kecemasan :
a. Respon fisiologis terhadap kecemasan 1) Kardio vaskuler
Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain,
2) Respirasi
Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik, 3) Kulit
perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal,
Pemikiran
Perasaan tidak menyenangkan Apa yang akan
dilakukan
Perasaan tidak menyenangkan
commit to user 4) Gastro intestinal
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare,
5) Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
b. Respon psikologis terhadap kecemasan 1) Perilaku
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar,
2) Kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain,
3) Afektif
Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
Blackburn dan Davidson (dalam Dwita dan Natalia, 2002) membuat analisis fungsional gangguan kecemasan yang menjelaskan reaksi terhadap kecemasan. Analisis tersebut digambarkan dalam Tabel 1 berikut ini:
commit to user Tabel 1.
Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson
Simtom-simtom psikologis Keterangan
Suasana hati Kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang
Motivasi Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,
membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, tidak berdaya
Perilaku Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan
Gejala biologis Gerakan otomatis meningkat: berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering
B. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar bahasa latin “movere” yang berarti “menggerakkan, bergerak”. Kemudian awalan “e-“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi dalam makna paling harfiah menurut Oxford, English Dictionary yang mendefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dan setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Goleman, 2007).
Kata emosi bisa secara sederhana didefinisikan sebagai “gerakan” baik secara metafora maupun harfiah untuk mengeluarkan perasaan. Sedangkan dalam bahasa latin emosi dapat dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakkan kita” (Cooper dan Sowaf, 2002). Selanjutnya menurut Suryabrata (2004), emosi didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat
commit to user
subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.
Goleman dan Steiner (dalam Suryanti dkk, 2002), mendefinisikan emosi sebagai kekuatan pribadi (personal power) yang memungkinkan manusia untuk berpikir secara keseluruhan, mampu mengenali emosi diri sendiri dan orang lain serta tahu bagaimana mengekspresikannya secara tepat.
Menurut Albin (dalam Fauziah dan Hery, 2006), emosi adalah perasaan yang kita alami. Kemampuan untuk memikirkan emosi kita juga membantu meningkatkan kemampuan untuk menguasainya. Mengetahui latar belakang mengapa terjadi emosi hingga pada cara untuk menanggapi emosi tersebut. Emosi-emosi dapat merangsang pikiran baru, khayalan baru, dan tingkah laku baru.
Albin (dalam Rostiana, 1997) mengartikan emosi sebagai perasaan yang kita alami, misalnya: rasa senang, sedih, marah, cemas, cinta dan sebagainya. Goleman (2007) mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, yaitu: a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah, jengkel, kesal hati, terganggu,
rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis,
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri sendiri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat,
c. Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, kecut; sebagai patologi, fobia dan panik,
commit to user
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali dan, batas ujungnya manja, e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kasmaran, kasih,
f. Terkejut : terkejut, terkesiap, takjub, terpana,
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah,
h. Malu rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib dan hati hancur lebur. Menurut Ahmadi dan Umar (1982), ada beberapa faktor yang mempengaruhi emosi, yaitu:
a. Keadaan jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar,
b. Pembawaan, ada orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus,
sebaliknya ada pula yang kebal perasaanya,
c. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu, karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaanya. Selain itu ada faktor lain misalnya keadaan keluarga, suasana rumah tangga, lingkungan sosial, pendidikan, jabatan, pergaulan sehari-hari, cita-cita hidup dan sebagainya.
Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah perasaan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar, senang ataupun tidak senang pada
commit to user
diri individu yang mendorong individu tersebut untuk meresepon atau bertingkah laku karena dipengaruhi oleh suatu stimulus.
Akar kecerdasan emosional berawal dari bidang psikologi ketika pada tahun 1928, E. L Thorndike mengidentifikasi aspek kecerdasan emosional yang disebutnya dengan kecerdasan sosial (sosial intelligence). Pada tahun 1952 Weschler meneruskan penelitian yang dilakukan oleh E. L Thorndike dan menyatakan bahwa kemampuan non-kognitif, yang disebutnya sebagai hal yang bersifat nonintelektual, juga merupakan hal yang esensial dalam memprediksi kemampuan individu untuk sukses dalam organisasi. Penelitian selanjutnya tentang peran emosi dalam kesuksesan individu pada tahun 1983 ketika Gardner menyebutkan faktor yang disebutnya sebagai intelegensi ganda (multiple intelligence) sebagai kunci sukses individu dalam organisasi. Gardner berargumen bahwa kemampuan intrapribadi (intrapersonal) dan antarpribadi (interpersonal) juga diklasifikasikan sebagai kecerdasan yang sama pentingnya dalam intelegensi yang diukur dengan tes IQ. Secara khusus penelitian tentang faktor non-kognitif dalam kesuksesan individu dalam dunia kerja baru berkembang sejak awal 1990-an setelah Bar-On mampu mengemb1990-angk1990-an tes baku untuk mengukur kemampu1990-an non kognitif individu. Kemudian tahun 1990, Salovey dan Mayer menerbitkan artikel dan menggunakan kata ”kecerdasan emosional” yang kemudian dipakai sebagai istilah yang baku dalam bidang psikologi dan perilaku. (Susilawati, 2002)
Kecerdasan emosi diciptakan dan secara resmi didefinisikan oleh Jack Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovey dari Universitas Yale pada tahun 1990. Mereka mengembangkan konsep Profesor Gardner yang
commit to user
menetapkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Stein dan Book, 2002).
Cooper dan Sawaf (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional menuntut pemilikan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu Steiner (dalam Riani dan Farida, 2006) memberikan pengertian bahwa kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk mengerti emosi diri sendiri dan orang lain serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk peningkatan maksimal secara etis sebagai kekuatan pribadi.
Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.
Wang dan Ahmed (dalam Riani dan Farida, 2006) menyatakan bahwa untuk mengatur kondisi emosi manusia dibutuhkan kecerdasan emosional. Salovey dan Mayer (dalam Yen dan Atmadji, 2003) mengartikan kecerdasan
commit to user
emosi sebagai himpunan dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milahnya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Sedangkan kecerdasan emosi menurut Mayer (dalam Goleman, 2007) adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Dari pengertian diatas kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang lain, yang merupakan kunci pengetahuan diri dan akan menuntun pada tingkah laku yang tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri), kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).