• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek-aspek Pembaruan Pendidikan Islam

Dalam dokumen Pendidikan Islam Dalam Catatan Sejarah (Halaman 60-63)

BAB IV PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

D. Aspek-aspek Pembaruan Pendidikan Islam

Untuk menolak kejumudan berpikir, maka ada beberapa aspek-aspek pembaharuan dalam pendidikan Islam:

1. Aqidah

Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab yaitu aliran Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornya adalah Muhammad Abdul Wahab (1703-1787 M) yang berasal dari Nejed, Saudi Arabia. Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Wahab adalah upaya memperbaiki kedudukan umat Islam dan merupakan reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam pada saat itu. Paham tauhid mereka telah bercampur aduk oleh ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam.

Muhammad Abdul Wahab memusatkan perhatiannya pokok-pokok pemikiran sebagai berikut:

1. Yang harus disembah hanyalah Allah Swt. dan orang yang menyembah selain dari-Nya telah dinyatakan sebagai musrik. 2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid karena mereka meminta pertolongan bukan kepada Allah Swt. melainkan kepada syekh, wali atau kekuatan gaib .

3. Mendekatkan syirik

4. Meminta syafaat selain kepada Allah swt. juga perbuatan syirik 5. Bernazar kepada selain Allah swt. juga merupakan syirik

6. Tidak percaya kepada Qada’ dan Qadar’ Allah merupakan kekufuran

Pemikiran Muhammad bin Abd Wahhab mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19 antara lain seperti berikut: a) Hanya al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber utama. b) Taklid kepada ulama tidak dibenarkan. c) Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup. Sejak abad ke-19, cendekiawan muslim melancarkan pemikiran yang tetap di dasarkan pada al-quran dan hadits, tetapi meneropong jauh ke depan sesuai dengan hal-hal empiris.

Aqidah merupakan persoalan prinsipil dalam Islam karena tanpa adanya pondasi yang jelas tentang keimanan, maka akan berpengaruh pada pola pikir keseharian. Karena perbedaan perkembangan pola pendidikan Islam juga melatarbelakangi lahirnya gerakan pembaharuan Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Wathan dan beberapa organisasi Islam di Indonesia.

2. Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi ummat Islam. Oleh karena itu, Islam menghendaki manusia menjalankan kehidupan yang didasarkan pada akal dan iman. Ayat-ayat al-Qur’an banyak memberi tempat yang lebih tinggi kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Islam pun menganjurkan agar manusia jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang telah dimilikinya karena berapa pun ilmu dan pengetahuan yang dimiliki itu masih belum cukup untuk dapat menjawab pertanyaan atau masalah yang ada di dunia ini.

Syah Waliyullah di New Delhi51 menyatakan bahwa di antara penyebab kelemahan dan kemunduran umat Islam menurut pemikirannya adalah sebagai berikut:

a. Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.

b. Sistem demokrasi yang ada dalam kekhalifahan diganti dengan sistem monarki absolut.

c. Perpecahan di kalangan umat Islam yang disebabkan oleh berbagai pertentangan aliran dalam Islam.

d. Adat istiadat dan ajaran bukan Islam masuk ke dalam keyakinan umat Islam.

Keharusan pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, selanjutnya memerlukan kekuatan akal. Di sini diperlukan pendidikan intelektual. Menurut Muhammad Abduh, al-Qur'an bukan semata berbicara kepada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya. Islam menurutnya, adalah agama rasional, dan dalam Islam, akal mempunyai kedudukan yang tinggi. Kepercayaan kepada kekuatan akal adalah dasar peradaban suatu bangsa. dan akallah yang menimbulkan

kemajuan dan ilmu pengetahuan. Menurut Muhammad Abduh pula, bahwa ilmu pengelahuan modern dan Islam adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah Sunnatullah, sedangkan dasar Islam adalah wahyu Allah, kedua-duanya berasal dari Allah. Oleh karena itu umat Islam harus menguasai keduanya. Umat Islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan modern di samping ilmu pengetahuan keagamaan. Sekolah-sekolah modern harus dibuka, di mana ilmu-ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping pengetahuan agama.52

Harun Nasution, dalam menjelaskan pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan di Mesir menyatakan sebagai berikut: Ia juga memikirkan sekolah-sekolah pemerintah yang telah didirikan untuk mendidik tenaga-tenaga yang perlu bagi Mesir dalam lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya. Ke dalam sekolah-sekolah ini, ia berpendapat, perlu dimasukkan didikan agama yang lebih kuat, termasuk di dalamnya sejarah Islam dan sejarah kebudayaan Islam.Atas usahanya didirikanlah Majlis Pendidikan Tinggi.53

Muhammad Abduh melihat bahaya yang akan timbul dan sistem dualisme dalam pendidikan. Sistem madrasah lama akan mengeluarkan ulama-ulama yang tak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern, sedang sekolah-sekolah pemerintah akan mengeluarkan ahli-ahli yang sedikit pengetahuannya tentang agama. Dengan memasukkan ilmu pengelahuan modern ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, jurang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern dapat diperkecil.54

52Ainun Syarifatul Alfiah dalam http://wartasejarah.blogspot.co.id /2013/10/pola-pola-pembaharuan-pendidikan-Islam.html diakses pada 16 September 2017.

53Ainun Syarifatul Alfiah dalam http://wartasejarah.blogspot.co.id /2013/10/pola-pola-pembaharuan-pendidikan-Islam.html diakses pada 16 September 2017.

54Ainun Syarifatul Alfiah dalam http://wartasejarah.blogspot.co.id /2013/10/pola-pola-pembaharuan-pendidikan-Islam.html diakses pada 16 September 2017.

3. Kebudayaan

Selain dua hal di atas, aspek ketiga dari pembaruan Islam yaitu kebudayaan. Ketika dunia Islam sudah merambah ke berbagai penjuru dunia, maka pendidikan Islam mendapat persinggungan dari kebudayaan lain. Tradisi pembelajaran yang sudah berjalan di Bayt

al-Hikmah beserta Rihlah Ilmiah, Tradisi Menulis, dan Etika Akademik

mulai “disesuaikan” dengan starndar kurikulum yang berlaku di perguruan tinggi di Barat.

Kajian tentang filsafat Islam karya-karya para tokoh sufi mulai tergeser dengan pemikiran oleh filsuf modern. Ilmu-ilmu kuno yang gemilang pada masa kejayaan Islam tidak banyak lagi dijadikan rujukan karena dianggap sudah ketinggalan zaman. Di samping tradisi tulis menulis sudah masuk dalam industri percetakan, buku-buku pelajaran bertuliskan bahasa latin lebih mudah diakses. Hal ini menjadi babak baru peralihan tradisi tulis menulis dan menghafal menjadi sistem copy

paste karena alat yang dibutuhkan sudah tersedia.

Selain kebudayaan dalam hal tulis menulis, persinggungan dengan dunia luar Islam mempengaruhi cara umat Islam berpakaian. Misalkan pada zaman dulu saat belajar mengajar siapapun boleh mengikuti. Namun setelah lembaga formal masuk, dipilah-pilah kategorial berdasarkan usia dan jenis kelamin. Ada pemisahan yang kentara bagi keilmuan yang dapat diakses oleh laki-laki, perempua dan anak-anak. Dalam ruang-ruang pembelajaran, mereka disematkan pakaian yang dapat membedakan keadaan di dalam atau di luar ruang pembelajaran. Ketiga aspek inilah yang menjadi ciri dari pembaharuan pendidikan

Dalam dokumen Pendidikan Islam Dalam Catatan Sejarah (Halaman 60-63)