• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Dalam dokumen Pendidikan Islam Dalam Catatan Sejarah (Halaman 147-150)

BAB VIII LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN

H. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN, sehingga PTAIN di Yogyakarta berubah menjadi IAIN Sunan Kalijaga, sedangkan ADIA Jakarta berubah nama menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. Nampaknya kedua IAIN ini belum memenuhi kebutuhan umat Islam Indonesia. Akibatnya kedua IAIN ini meluaskan sayapnya dengan membuka fakultas-fakultas cabang di beberapa daerah. Hal ini yang melatarbelakangi Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1963 yang memungkinkan didirikannya IAIN yang terpisah dari pusat. Berdasarkan pertimbangan historis dan intelektual akademik, maka Jakarta mendapatkan mandat untuk menjadi koordinator bagi fakultas-fakultas yang ada di daerah. Kementrian Agama mengeluarkan aturan sabagai berikut: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengkoordinasikan fakultas-fakultas dalam lingkungan IAIN yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Muluku, dan Irian Jaya. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengkoordinasikan fakultas-fakultas yang berada di Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera.166

Dengan dibukanya berbagai fakultas di berbagai daerah, maka segi kuantitas meningkat. Namun dari segi kualitas/ mutu masih banyak yang dibawah standar. Salah satu cara peningkatan mutu tersebut beberapa fakultas cabang yang ada di daerah sangat dimungkinkan untuk dilakukan penggabungan-penggabungan ke dalam satu IAIN yang berdiri sendiri. Berdasarkan Peraturan Presiden Presiden Nomor 27 tahun 1963 tanggal 5 Desember 1963 dinyatakan bahwa sekurang-kurangnya 3 jenis fakultas dapat digabungkan menjadi satu IAIN.

Setelah itu , IAIN terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah Indonesia. Sampai akhir tahun 70-an jumlah IAIN untuk seluruh Indonesia sudah berjumlah 14. Selanjutnya IAIN dari segi kuantitatif semakin berkembang sehingga banyak sekali fakultas-fakultas cabang yang dibuka didaerah-daerah Kabupaten dan Kota yang jauh dari fakultas induknya sehingga sulit sekali untuk ditingkatkan mutunya. Akhirnya oleh Departemen Agama diadakan peraturan rasionalisasi fakultas cabang diseluruh Indonesia. Dengan adanya peraturan ini maka fakultas cabang di daerah yang tidak

memenuhi persyaratan dihapuskan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama nampaknya berusaha terus meningkatkan mutu IAIN yang ada di Indonesia. Disebabkan karena semakin gencarnya tuntutan agar dosen-dosen IAIN ditingkatkan kualifikasinya dari pendidikan S-1 menjadi S-2 dan S-3, dan semakin gencarnya tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, maka IAIN di Indonesia diizinkan untuk membuka S-2 dan S-3. Kurikulum terus dilakukan, terakhir penyempurnaan kurikulum nasional pada tahun 1995 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 383 tahun 1997. Kurikulum dibagi kepada dua macam. Kurikulum inti (kurikulum nasional) yang berlaku untuk seluruh IAIN dan kurikulum lokal yang diberlakukan khusus bagi IAIN setempat disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Perjuangan yang berlangsung terus-menerus di IAIN dalam rangka meningkatkan kualitasnya. Ada beberapa problem yang dihadapi IAIN beserta solusinya, Pertama, siswa-siswa MA, tidak memiliki persiapan secara akademik untuk memasuki IAIN. Kesiapan mental siswa MA juga bukan ditempa untuk memasuki IAIN, maka secara kuantitatif tidak mustahil atau berkurangnya minat siswa Madrasah Aliyah untuk memasuki IAIN. Seandainya mereka memasuki IAIN setelah lulus ujian masuk, permasalahan yang mendasar adalah ilmu-ilmu basic keagamaan dan bahasa Arab yang mereka miliki lemah. Kedua, dari segi kualitas bila kualitas ditujukan kepada derajat pendidikan dosen, memang masih terdapat kesenjangan antara tenaga dosen yang berpendidikan S-1, S-2, S-3. Pada jenjang pendidikan S-1 mendominasi. Target yang ingin diacapi tentunya adalah terbalik, di mana posisi kualifikasi S-1 akan semakin kecil, upaya ini telah dilakukan oleh Departemen Agama dengan membuka Program Pascasarjana pada sejumlah IAIN se- Indonesia. Ketiga, persoalan yang sering dialami oleh alumni IAIN bahkan seluruh alumni perguruan tinggi adalah masalah lapangan kerja. Maka timbul pertanyaan “apa yang diperbuat tentang itu?” bahwa sikap mental dan menggantungkan harapan sebagai pegawai negeri sama-sama harus dikikis. Jadi jalan keluarnya adalah IAIN harus memberikan keterampilan adalah suatu keharusan. Keempat, dalam proses belajar mengajar tergantung pada sarrana dan fasilitas, ketrampilan tenaga pengajar dan sikap mental. Sampai sekarang masalah pertama pada umumnya baru terpenuhi pada hal-hal bersifat primer. Sedangkan

masalah keterampilan mengajar sikap mental adalah salah satu yang paling menentukan kesuksesan proses belajar mengjar. Kelima, kurikulum IAIN perlu perampingan, sehingga mata kuliah yang betul-betul terarah kepada pembentukan indikator-indikator individu yang diciptakan. Tumpang tindih dalam pembahasan bidang ilmu-ilmu agama sering muncul dan dapat disajikan dalam bentuk yang utuh.

Keenam, dana masih terbatas berpengaruh kepada sarana dan prasarana,

fasilitas serta media pengajaran, dan juga sangat besar pengaruhnya untuk melakkukan berbagai kegiatan yang erat hubungannya dengan peningkatan kualitas, misalnya, diskusi, seminar, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan lain sebagainya.167

I. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Untuk menghindari tidak terjadinya seperti IAIN Alauddin Ujung Pandang (Makassar), mempunyai fakultas Tarbiyah di IAIN induk yang berpusat di Makassar, akan tetapi IAIN Alauddin juga memilki beberapa fakultas Tarbiyah yang berada di luar kota Makassar, misalnya fakultas Tarbiyah di Ambon, Ternate, dan lain-lain. Maka Fakultas di publikasikan fakultas, serta menjadikan fakultas-fakultas dareah itu mandri, dan lebih dapat mngembangkan dirinya tidak terkait dengan berbagai peraturan yang agak mengekang oleh IAIN induknya, maka fakultas-fakultas daerah itu dipisahkan dari IAIN induknya masing-masing yang secara administrasi tidak lagi memiliki ikatan dengan IAIN induk masing-masing. Setelah dipisahkan itu bernamalah lembaga ini menjadi STAIN ( Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) yang mungkin dahulu bernama Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, berubah menjadi STAIN Malang, atau dahulunya bernama fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara Padang Sidempuan, berubah menjadi STAIN Padang Sidempuan, demikian seterusnya.

Fakultas-fakultas daerah yang memiliki lebih dari satu fakultas di suatu kota digabung menjadi satu dan menjadi STAIN di kota tersebut. Jumlah seluruh STAIN yang ada diseluruh Indonesia pada ketika itu adalah 33 buah. Sekolah tingggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan profesioanl dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu. Penjabaran satu disiplin ilmu tertentu diaplikasikan dalam

167Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di

bentuk jurusan, misalnya jurusan Pendidikan Agama Islam, Jurusan Akidah Filsafat, jurusan Muamalat.168

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) merupakan salah satu sistem belajar di perguruan tinggi yang dikenal di Indonesia di samping universitas, isntitut dan politeknik (UU SPN No. 2 Tahun 1989). Berbeda dengan universitas yang menyelenggarakan pendidikan akademik/ profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. Maka sekolah tinggi dimaksudkan sebagai tempat penyelenggarakan pendidikan akademik atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu, maka STAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi yang tumbuh dalam masyarakat dan dibiayai oleh pemerintah tentunya akan berkembang dan tumbuh bersamaan dengan berkembang dan tumbuhnya masyarakat dan sekitarnya.169

Dalam dokumen Pendidikan Islam Dalam Catatan Sejarah (Halaman 147-150)