• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek-aspek Perkembangan Remaja Usia SMA

BAB II. Kepedulian Sosial Remaja Usia SMA dan Upaya Pengembangannya

A. Gambaran Umum Remaja Usia SMA

4. Aspek-aspek Perkembangan Remaja Usia SMA

Masa remaja adalah masa seorang anak mengalami pubertas. Masa pubertas ini akan sangat tampak bermula dari pada perubahan fisik yang relatif cepat, pertambahan berat tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Anak usia remaja perempuan maupun laki- laki akan sama-sama mengalami masa ini. Pada perkembangan primer mereka yang meliputi kematangan seksual, mereka mengalami ketertarikan pada lawan jenis karena organ reproduksinya yang sedang tumbuh (Gunarsa, 1994: 16).

Dalam membahas aspek fisik, Hurlock (1980: 207) mengutip Tanner yang mengatakan “Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru”.

b. Aspek emosi

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “storm and stress” atau “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Hurlock (1980: 212) mengungkapkan meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.

Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Misalnya masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. bila kisah cinta berjalan lancar, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bilamana percintaan kurang lancar. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi Hurlock (1980: 213) mengatakan pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional.

c. Aspek sosial

Dari aspek sosial, remaja pada umumnya mengalami „krisis identitas.‟ Menurut pandangan Erickson dalam Elizabeth Hurlock (1980: 208) “Identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya? Apa peranannya dalam

masyarakat? Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa?” Hal ini menimbulkan masalah identitas-ego pada remaja.

Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua. Dalam hal ini Sarlito W. Sarwono (1991: 86) mengungkapkan bahwa konflik peran sosial yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantab. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus kembali berkonsultasi dengan orangtuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.

d. Aspek Inteligensi

Sarlito W. Sarwono (1991: 76) mengutip pendapat David Wechsler yang mengartikan inteligensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.” Jadi, inteligensi memang mengandung unsur pikiran atau ratio. Makin banyak unsur ratio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi tingkah laku tersebut. Ukuran inteligensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient).

Pada usia remaja IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan lain-lain) dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar dan didapatlah nilai IQ yang bersangkutan.

Gunarsa (1982: 146-161) mengutip teori Piaget mengenai perkembangan kognitif yang mengatakan “Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi.” Tahap ini disebut juga sebagai masa formal-operasional. Dengan berpikir abstrak, remaja mulai memproyeksikan dirinya kepada nilai-nilai kehidupan yang bersifat universal. Dengan nilai tersebut, remaja berjuang dengan pengalaman hidupnya agar mencapai internalisasi diri atau penyatuan nilai tersebut dengan dirinya.

e. Aspek Moral dan Religi

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang meyakini bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain, tiadanya moral dan religi ini dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.

Menurut Sarlito W. Sarwono (1991: 91), religi adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini yang juga adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik sehingga suatu perbuatan yang dinilai tidak baik perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral. Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. pedoman atau petunjuk ini dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian matang dengan “unifying philosophy of life” dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini.

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Sarlito W. Sarwono (1991: 93), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam

tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.

B.Gambaran Umum Kehidupan Sosial Remaja Usia SMA dan Masalah Yang

Dokumen terkait