• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

E. Aspek-Aspek Situasi Ujar

Menurut Wijana (dalam Najamuddin, 2018:18-20), menyatakan bahwa aspek-aspek situasi ujar terdiri atas lima bagian, yaitu: 1) penutur dan lawan tutur;

2) konteks tuturan; 3) tujuan tuturan; 4) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; dan 5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek-aspek situasi tutur akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Penutur dan Lawan Tutur

Konsep penutut dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

2. Konteks Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.

3. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.

4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas

Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan

sebagainya. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pertuturannya.

5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan yang digunakan dalam pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keenam merupakan bentuk tindak tutur. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

Adapun menurut Poedjosoedarmo (dalam Putrayasa, 2015:96), menjelaskan bahwa aspek tutur atau komponen tutur juga diekplanasikan dengan menggunakan memoteknik O, O, E MAU BICARA, memoteknik tersebut diuraikan sebagai berikut.

O1 : Orang ke-1, yang dimaksudkan di sini adalah pribadi penutur karena sedikit banyaknya ujaran memang ditentukan oleh pribadi penutur. Seorang penutur yang pemalu akan memiliki kebiasaan kebahasaan yang berbeda dengan seorang pemberani. Latar belakang penutur meliputi: jenis kelamin, asal daerah, asal golongan masyarakat, umur, profesi, kelompok etnik, dan aliran kepercayaannya.

O2 : Orang ke-2, yaitu lawan tutur orang ke-1. Faktor penting kedua yang menentukan bentuk tutur keluar dari mulut seorang penutur ialah orang kedua, yaitu orang yang diajak bicara oleh penutur itu. Yang perlu diperhatikan antara lain anggapan O1 tentang seberapa tinggi tingkatan

sosial orang kedua (O2) dan seberapa akrab hubungan antara kedua orang tersebut. Anggapan terhadap keintiman relasi antara O1 pada O2 akan menentukan corak bahasa yang dituturkannya.

E : Warna emosi O1, yaitu suasana emosi O1 pada waktu yang bersangkutan hendak bertutur. Warna emosi O1 akan sangat memengaruhi bentuk tuturannya, misalnya seorang penutur yang gugup akan mengeluarkan tuturan-tuturan yang tidak teratur, kurang jelas, dan kurang beraturan.

M : Maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 juga sangat menentukan bentuk tuturannya. Misalnya, orang yang ingin meminjam uang kepada seseorang akan cenderung menggunakan wacana yang strukturnya berbelit-belit.

A : Adanya O3 dan barang-barang lain di sekitar adegan percakapan. Suatu tuturan dapat berganti bentuknya dari apa yang biasanya terjadi apabila seseorang tertentu kebetulan hadir pada suatu adegan tutur. Misalnya, karena alasan mengikutsertakan O3 yang berasal dari luar Pulau Jawa, O1 dan O2 yang semula menggunakan bahasa Jawa beralih menggunakan bahasa Indonesia.

U : Urutan tutur. Orang pertama yang memulai suatu percakapan akan lebih bebas menentukan bentuk tuturannya daripada lawan tuturnya. Misalnya, apabila O1 menggunakan bahasa Indonesia, maka O2 akan menjawabnya dengan bahasa Indonesia pula. Demikian pula apabila O1 menggunakan bahasa Jawa halus, maka O2 juga akan menanggapi dengan bahasa Jawa

halus, kecuali dalam situasi percakapan tersebut O2 yakin status sosialnya lebih tinggi daripada O1.

B : Bab yang dibicarakan, pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan juga akan memengaruhi warna suasana bicara. Beberapa orang yang sedang membicarakan masalah ilmiah, seperti sejarah, atau psikologi dan mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia akan menggunakan bahasa Indonesia. Demikian juga misalnya percakapan mengenai kepercayaan, agama, dan bab-bab yang serius akan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa formal.

I : Instrumen atau sarana tutur. Sarana tutur seperti telegram, walkie talkie, telepon juga memengaruhi bentuk ujaran. Biasanya bahasa yang digunakan harus ringkas, langsung pada pokok masalahnya.

C : Cita rasa tutur. Cita rasa bahasa juga memengaruhi bentuk ragam tutur yang dilontarkan. Kapan akan digunakan ragam bahasa santai, ragam bahasa formal, dan ragam bahasa indah tentu bergantung pada berbagai faktor. Suasana perkawinan yang megah tentu akan diisi berbagai pidato yang indah juga. Sebaliknya, ragam bahasa santai tidak akan digunakan dalam situasi yang serba tergesa-gesa atau pada saat penuturnya diburu waktu.

A : Adegan tutur, yaitu faktor-faktor yang terkait dengan tempat, waktu, dan peristiwa tutur. Percakapan yang dilakukan di masjid, gereja, kelenteng,

atau tempat ibadah lain akan berbeda dengan percakapan yang dilakukan di pasar.

R : Register khusus atau bentuk wacana atau genre tutur. Bentuk wacana seperti pidato yang akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang lazim, misalnya dimulai dengan sapaan, salam, introduksi, isi pidato, dan penutup.

A : Aturan atau norma kebahasaan lain. Aturan kebahasaan atau norma akan memengaruhi bentuk tuturan. ada sejumlah norma yang harus dipenuhi, misalnya kejelasan dalam bicara. Di samping itu juga, terdapat aturan yang berisi anjuran untuk tidak menanyakan tentang gaji, umur, dan lain-lain yang bersifat pribadi. Keberadaan norma dan aturan tersebut akan menentukan bentuk ujaran.

Dokumen terkait