• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR ILOKUSI DAN PERLOKUSI PADA KEGIATAN MENGAJI SANTRIWAN DAN SANTRIWATI DI MASJID JAMI RAPPOKALLING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK TUTUR ILOKUSI DAN PERLOKUSI PADA KEGIATAN MENGAJI SANTRIWAN DAN SANTRIWATI DI MASJID JAMI RAPPOKALLING"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

Razuni Rima Dwi Purwati binti Muhammad Ramli 10533789915

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)

iv NIM : 105 33 7899 15

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Tindak Tutur Ilokusi dan Perlokusi pada Kegiatan Mengaji Santriwan dan Santriwati di Masjid Jami Rappokalling

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapa pun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Februari 2020 Yang membuat pernyataan

(5)

v NIM : 105 33 7899 15

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapa pun).

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi. 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1,2, dan 3 saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Februari 2020 Yang Membuat Perjanjian

(6)

vi

ۚ ۚاوُدِهاَج َو يِف َِۚاللّ َۚقَح ِۚهِداَه ِج

Terjemahannya :

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang

sebenar-

benarnya”

(Al-Hajj, 22:78)

Hidup adalah pembelajaran

Belajar untuk bersabar

Belajar untuk bersyukur

Belajar untuk ikhlas

Kupersembahkan karya ini :

Kepada Ayah dan Mama tercinta, serta

saudara-saudaraku tersayang dan semua orang yang kusayangi

dan menyayangiku, atas keikhlasan dan doanya

dalam mendukung penulis mewujudkan harapan

menjadi kenyataan.

(7)

Vii

Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Suwadah Rimang dan Pembimbing II Akram Budiman Yusuf.

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling dan untuk mendeskripsikan tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, dalam penelitian yang menjadi objek adalah santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar di Masjid Jami Rappokalling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik rekam, simak, dan catat. Instrumen penelitian adalah media audio visual berupa kamera. Teknik analisis data adalah teknik deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji. Tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling, meliputi (1) tindak representatif terdapat tiga data tuturan, (2) tindak komisif terdapat dua data tuturan, (3) tindak direktif empat belas data tuturan, dan (4) tindak ekspresif terdapat tiga data tuturan. Tindak tutur perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling, meliputi (1) tindak perlokusi efek disengaja terdapat dua data tuturan dan (2) tindak perlokusi efek tidak disengaja terdapat dua data tuturan.

(8)

viii Assalamu ‘alaikum Waramatullahiwabarakatu.

Puji syukur ke hadirat Allah Subahanahu Wata’Ala karena hanya dengan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: Tindak Tutur Ilokusi dan Perlokusi pada Kegiatan Mengaji Santriwan dan Santriwati di Masjid Jami Rappokalling. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami tantangan dan hambatan mulai dari perencanaan sampai selesai penyusunan skripsi ini, namun berkat petunjuk, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, yang ikhlas meluangkan waktunya untuk membantu dalam penyusunan penulisan skripsi ini. Maka sepantasnya bila penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Allah Subhanahu Wata’ala, Dr. Siti Suwadah Rimang, M.Hum., Pembimbing I Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Akram Budiman Yusuf, S.Pd., M.Pd.

Selanjutnya atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE, MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd.,

(9)

ix

Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmunya secara ikhlas dan tulus kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Perguruan Tinggi, teman-teman Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar yang membantu dan memberi semangat serta memberikan dukungan, ibu dan bapak, kakak dan adik-adikku serta keluarga besarku yang selalu mendoakanku agar sehat selalu, mendukung langkah kemajuan dalam mencapai cita-citaku.

Akhirnya, semua yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah Subhanahu Wata’ala. Oleh karena itu, kita serahkan kepada-Nya, semoga segala bantuan dari berbagai pihak benilai ibadah di sisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman, Aamiin.

Makassar, Februari 2020 Penulis

(10)
(11)

xi

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Penelitian yang Relevan ... 6

(12)

xii

2. Jenis-Jenis Tindak Tutur ... 11

a. Tindak Tutur Lokusi ... 11

b. Tindak Tutur Ilokusi ... 12

c. Tindak Tutur Perlokusi ... 17

3. Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Penyampaiannya ... 19

4. Interseksii Berbagai Tindak Tutur... 21

E. Aspek-Aspek Situasi Ujar ... 23

F. Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

C. Definisi Istilah ... 31

D. Data dan Sumber Data ... 32

E. Instrumen Penelitian... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Hasil Penelitian ... 34

(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN ... 62 RIWAYAT HIDUP

(14)
(15)
(16)

xvi

(17)

1 A. Latar Belakang

Bahasa sebagai alat yang digunakan dalam berkomunikasi dan memiliki peranan penting guna menuangkan ide ataupun gagasan kepada masyarakat luas. Saat seseorang mengeluarkan gagasannya, tidak hanya sebuah kebahasaan yang dibutuhkan tetapi juga perlu ada pemahaman. Dengan adanya pemahaman maka hubungan komunikasi akan jelas dan lancar. Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pertukaran informasi antara penutur dengan lawan tutur melalui suatu sistem simbol, lambang atau tanda maupun tingkah laku.

Berdasarkan definisi tersebut, proses komunikasi dibangun oleh tiga komponen, yakni : (1) partisipan, (2) hal yang akan diinformasikan, dan (3) alat. Pada partisipan terdapat penutur dan lawan tutur, dalam hal yang diinformasikan, tentunya banyak ide, gagasan atau pemikiran mengenai sesuatu hal. Sedangkan komponen ketiga, yakni alat, adalah sarana yang digunakan untuk menyampaikan informasi itu. Sarana yang dibicarakan adalah kode atau lambang (bahasa) menurut (Purba 2011). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penutur dan lawan tutur yang saling mengirim kode atau pesan perlu adanya lambang (bahasa) yang mendukung dalam proses komunikasi. Dengan kata lain, fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk atau jenis tuturan. sehubungan dengan hal tersebut terdapat suatu konteks

(18)

analisis yang membahas mengenai bentuk atau jenis tuturan yang mengaitkan hubungan bahasa dengan kegiatan sosial, yakni analisis sosiolinguistik.

Dalam analisis sosiolinguistik terdiri dari situasi tutur (speech situation), peristiwa tutur (speech event), dan tindak tutur (speech act). Ketiga aspek tuturan terebut saling berhubungan karena tindak tutur menjadi bagian dari peristiwa tutur, dan masyarakat tutur merupakan konteks analisis yang terluas. Sehingga penting bagi penelitian ini dilakukan dengan mengambil masyarakat sebagai subjek penelitiannya.

Lebih lanjut, konsep mengenai syarat-syarat keserasian pemakaian bahasa dalam komunikasi (pragmatik) terdapat tiga jenis tindak tutur, yakni: tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada tindak tutur ilokusi dan perlokusi.

Dalam kajian pragmatik ketiga bentuk tindak tutur tersebut yakni, lokusi, ilokusi, dan perlokusi merupakan peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tindak tutur tersebut telah menjadi bagian dalam setiap komunikasi. Tindak tutur merupakan bentuk dari peristiwa komunikasi yang mempunyai fungsi, maksud, dan tujuan tertentu serta menimbulkan pengaruh atau efek pada lawan tutur. Hal tersebut tidak terjadi dengan sendirinya karena terdapat aspek-aspek yang menghubungkan hal tersebut, yakni adanya konteks, penutur dan lawan tutur, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.

Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya mengenai bahasa sebagai sarana komunikasi yang menghubungkan adanya interaksi terhadap masyarakat

(19)

bahasa membuat setiap orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dengan bahasa pula orang dapat mempelajari karakter, kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan latar belakang bagi para penutur bahasa.

Melihat peristiwa sekarang ini, telah banyak pengguna bahasa baik dari kalangan remaja hingga kalangan dewasa dalam berkomunikasi sering kali memasukkan unsur pragmatik baik itu dalam bentuk tutur lokusi, ilokusi, maupun perlokusi yang mewarnai suatu pertuturan setiap kalangan tersebut. Selain itu, mereka menggunakan unsur pragmatik dalam peristiwa tindak tutur karena adanya hubungan saling pengertian antara satu sama lain. Berbicara mengenai peristiwa tutur ada pun tempat terjadinya peristiwa tutur tersebut dapat terjadi di mana saja dan kapan saja si penutur berada dan mampu memanfaatkan situasi dan kondisi yang dialami. Dengan kata lain situasi tutur dapat terjadi di mana saja, sehingga peristiwa tutur bisa terjadi di sana yang berarti tindak tutur pun ada di dalamnya. Adapun tempat terjadinya peristiwa tutur yakni di sekolah, kampus, perpustakaan, pasar, masjid, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini peneliti fokus pada satu objek peristiwa tutur yakni di Masjid. Subjeknya ialah santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar atau Ustadz. Masjid merupakan tempat beribadah masyarakat muslim. Banyaknya masyarakat muslim yang pada hakikatnya memiliki hubungan yang harmonis tanpa adanya kebisingan dan memiliki hubungan komunikasi yang akrab dan menyertakan adab atau sopan santun dalam berbicara sehingga rasa peduli dan pengertian ada antara satu sama lain. Selain itu, kalimat yang digunakan Ustadz terhadap santrinya tidak panjang dan mudah dipahami. Dengan adanya peristiwa tersebut maka tindak

(20)

tutur ilokusi dan perlokusi sering kali terjadi. Oleh karena itu, dengan alasan tersebut peneliti ingin meneliti lebih jauh mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam latar belakang mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling. Adapun rumusan masalah secara rinci yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling?

2. Bagaimanakah tindak tutur perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Adapun tujuan penelitian, yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

2. Untuk mendeskripsikan tindak tutur perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dan praktis.

1. Manfaat teoritis dalam penelitian ini secara praktis dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang linguistik atau bahasa dan dapat menyumbangkan pengetahuan dalam kajian pragmatik khususnya dalam tindak tutur ilokusi dan perlokusi.

2. Manfaat praktis dalam penelitian ini, yaitu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian yang sejenis yakni penelitian mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan memperluas pemahaman tentang kajian tindak tutur sebagai bagian dari bidang pragmatik.

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini yang sudah dilakukan sebelumnya, di antaranya:

Penelitian Aziz (2012), Tindak Tutur Lokusi dan Perlokusi dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes Davonar. Hasil penelitian ini berupa tindak tutur lokusi, tindak tutur perlokusi efek disengaja, dan tindak tutur perlokusi efek tidak disengaja yang terdapat dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes Davonar. Penelitian yang dilakukan Aziz memiliki persamaan dengan penelitian ini, yakni pada salah satu objek kajiannya tindak tutur perlokusi. Adapun perbedaan antara penelitian yang dilakukan Aziz dengan penelitian ini, yaitu pada analisis penelitian. Penelitian Aziz menganalisis sebuah karya sastra berupa tulisan yakni novel, sedangkan penelitian ini menganalisis deskripsi ujaran atau lisan santriwan, santriwati, dan tenaga pengajarnya.

Penelitian Mulyanto (2012), Analisis Tindak Tutur Ilokusi dalam Iklan Radio di Jember. Hasil penelitian ini menunjukkan dalam iklan radio yang ada di Jember tindak tutur ilokusi verba asertif merupakan tindak tutur yang paling sering digunakan, hal tersebut cukup wajar mengingat tujuan iklan adalah untuk menginformasikan produk barang atau jasa dari produsen ke konsumen yang dalam hal ini adalah lawan tutur radio. Penelitian yang dilakukan Didik Mulyanto memiliki persamaan dengan penelitian ini, yakni pada aspek kajiannya tindak tutur ilokusi. Adapun perbedaan antara penelitian Didik Mulyanto dengan

(23)

penelitian ini, yakni pada objek penelitian. Penelitian Didik Mulyanto mendeskripsikan tuturan ilokusi dalam iklan radio di Jember. Sedangkan penelitian ini mendeskripsikan tuturan ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

Penelitian Megawati (2016), Tindak Tutur Ilokusi pada Interaksi Jual Beli di Pasar Induk Kramat Jati. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki tindak tutur ilokusi apa yang sering digunakan serta tujuannya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya tindak tutur ilokusi berupa asertif, direktif, komisif, dan ekspresif pada interaksi jual beli di pasar induk Kramat Jati. Penelitian Erna Megawati memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu pada objek kajiannya tindak tutur ilokusi. Adapun perbedaan antara penelitian Erna Megawati dengan penelitian ini, yaitu pada lokasi penelitiannya. Penelitian Erna Megawati mendeskripsikan tuturan ilokusi pada interaksi jual beli di Pasar Induk Kramat Jati. Sedangkan penelitian ini mendeskripsikan tuturan ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

B. Pengertian Pragmatik

Dalam sebuah percakapan, bahasa yang dituturkan oleh seseorang tidak hanya mencoba memahami makna sebuah tuturan atau ujaran tersebut, tetapi juga berusaha untuk memaknai tuturan yang diinginkan si penutur. Dengan demikian untuk memahami makna tersebut, penutur perlu memperhatikan konteks yang ada sehingga hubungan komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan bidang ilmu yang mengkaji makna ujaran menurut konteksnya.

(24)

Menurut Yule (dalam Tajuddin, 2017:7), mengatakan bahwa pragmatik adalah studi makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya, studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang makna yang dikomunikasikan oleh penutur dan diinterpretasikan oleh lawan tutur. Sedangkan menurut Putrayasa (2015:14) dalam bukunya yang berjudul Pragmatik, menyatakan bahwa pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan mempertimbangkan satuan-satuan yang ‘menyertai’ sebuah ujaran: konteks lingual (co-text) maupun konteks ekstralingual: tujuan, situasi, partisipan, dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat ahli dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang makna pembicara dan makna menurut konteksnya.

Berbicara tentang pragmatik yang berhubungan dengan konteks. Menurut Megawati (2016), berpendapat bahwa konteks dari sebuah ujaran memberikan bantuan bagi si pendengar dalam menganalisis apa yang coba disampaikan oleh si pembicara melalui sebuah ujaran. Dengan demikian, jelas bahwa konteks memegang peranan penting baik bagi penutur maupun lawan tutur dalam memahami sebuah ujaran. Seorang pendengar haruslah memahami konteks dari sebuah ujaran terlebih dahulu guna memahami maksud dari ujaran penutur.

(25)

C. Peristiwa Tutur

Dalam setiap peristiwa komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang berupa pikiran, ide, gagasan, maksud perasaan maupun emosi secara langsung. Dengan demikian setiap proses komunikasi inilah terjadi peristiwa tutur. Menurut pendapat ahli mengenai hal tersebut untuk mengetahui maksud dan tujuan berkomunikasi peristiwa tutur diwujudkan dalam sebuah kalimat. Dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh penutur dapat diketahui apa yang dibicarakan dan diinginkan penutur sehingga dapat dipahami oleh mitra tutur atau lawan tutur. Kemudian lawan tutur akan menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh penutur. Misalnya, ada kalimat yang mempunyai tujuan untuk memberitahukan saja, ada kalimat yang memerlukan jawaban, dan ada kalimat yang meminta lawan tutur untuk melakuan suatu tindakan atau perbuatan, menurut Aziz (2012). Dengan kata lain dalam sebuah komunikasi, penutur memberikan sebuah pesan kepada lawan tutur yang kemudian menanggapi atau memaknai pesan yang disampaikan kepadanya.

Menurut Chaer dan Agustina (2010:47), menyatakan bahwa peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Berdasarkan pendapat ahli dapat dikatakan bahwa peritiwa tutur adalah suatu peristiwa terjadinya komunikasi yang melibatkan penutur bahasa dalam situasi dan kondisi tertentu.

(26)

D. Tindak Tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Menurut Djajasudarma (dalam Suandi, 2014:85), mengatakan bahwa Tindak tutur merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita menggunakaan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasihati, dan sebagainya). Dengan kata lain bahwa tindak tutur merupakan tindakan yang memerlukan adanya bahasa untuk menyampaikan segala bentuk informasi yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur atau lawan tutur. Penyampaian informasi tersebut terjadi karena adanya dorongan atau pengaruh dari aktivitas yang dikerjakan.

Menurut Kridalaksana (dalam Suandi, 2014: 85), mengatakan bahwa tindak tutur (istilah Kridalaksana penuturan speech act, speech event) adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari penutur diketahui oleh lawan tutur. Dengan kata lain bahwa tindak tutur merupakan suatu bentuk peringatan atau pengajaran yang disampaikan melalui kalimat dengan tujuan agar maksud penutur dapat dipahami oleh lawan tutur.

Berkaitan dengan tindak tutur secara jelas menurut Chaer dan Agustine (dalam Suandi, 2014: 85), mengatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, berhubungan dengan kejiwaan, dan berlangsungnya sebuah komunikasi ditentukan oleh keterampilan berbahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur sebuah makna atau arti tindakan dalam tuturan sangat berpengaruh. Dengan kata lain bahwa tindak tutur merupakan suatu

(27)

keadaan seseorang atau persona dalam menghadapi peristiwa komunikasi dengan menciptakan situasi tertentu yang dapat diterima oleh berbagai pihak agar hubungan komunikasi berjalan dengan lancar. Seseorang harus mampu berbahasa dengan baik dan benar dalam arti ia harus mampu mengetahui dan melihat kapan dan di mana situasi tutur terjadi dan dengan siapa ia berbicara. Ketika berbicara tuturan dan tindakan harus sesuai sehingga memiliki makna yang dapat dipahami.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan tindakan seseorang dalam menanggapi sesuatu hal dengan menggunakan bahasa yang di dalamnya memerlukan sebuah makna atau arti tindakan.

Dalam proses tindak tutur di dalamnya terdapat unsur kebahasaan yang juga berhubungan dengan konteks tuturan. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Rahardi (2006: 100), mengatakan bahwa konteks tuturan adalah segala situasi dan kondisi lingkungan yang muncul bersamaan dengan hadirnya tuturan. Dia dapat berupa media atau saluran yang digunakan waktu dan lokasi terjadinya tuturan, para penutur bahasa, komunikasi, maksud dan tujuan komunikasi, dan lain-lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konteks tuturan merujuk pada segala macam unsur yang memungkinkan terjadinya sebuah komunikasi yang terlaksana.

(28)

2. Jenis-Jenis Tindak Tutur a. Tindak Tutur Lokusi

Menurut Putrayasa (2015:87), menyatakan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Biasanya dipandang karena kurang penting dalam kajian tindak tutur. Rahardi dan Sumarsono (dalam Putrayasa, 2015:87) tindak tutur itu disebut The Act of Saying Something . sebagai contoh adalah sebagai berikut. Ikan paus adalah binatang mamalia terbesar di samudra. Pada kalimat tersebut diutarakan semata-mata hanya menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan tuturnya. Kalimat tersebut hanya berupa informasi yang tidak berdampak apa-apa terhadap mitra tuturnya.

Bila diamati secara saksama, konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek/topik dan predikat/comment (Nababan dalam Putrayasa, 2015:87). Selanjutnya, dikatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur.

b. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut juga sebagai The Act of Doing Something (Rahardi dan Sumarsono dalam Putrayasa, 2015:87). Tindak ilokusi adalah apa yang ingin

(29)

dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Tindak ilokusi ini dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak tutur (Nadar dalam Putrayasa, 2015:87). Pada kalimat (1) sampai (4) misalnya, cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara saksama.

(1) Saya tidak bisa datang. (2) Ada anjing galak. (3) Ujian sudah dekat.

(4) Rambutmu sudah panjang.

Kalimat (1) jika diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja berulang tahun, kalimat (1) tidak hanya berfungsi menyatakan atau menginformasikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu, yakni bermaksud untuk meminta maaf karena tidak bisa hadir dalam pesta ulang tahun. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar kemungkinan lawan tutur sudah mengetahui hal tersebut. Pada kalimat (2) yang biasa ditemui di pintu pagar atau bagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya sekadar untuk menginformasikan kepada seseorang, tetapi untuk memberikan peringatan. Akan tetapi, apabila bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin digunakan untuk menakutinya. Kalimat (3), bila diucapkan oleh seorang guru kepada muridnya, mungkin

(30)

berfungsi untuk memberikan peringatan kepada siswanya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian yang sudah dekat. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya, mungkin dimaksudkan untuk menasihati agar lawan tutur tidak hanya bepergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Wacana (4) jika diucapkan oleh seorang lelaki kepada pacarnya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekagumannya atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diucapkan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau boleh seorang istri kepada suaminya, mungkin dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar anak tersebut atau sang suami memotong rambutnya.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasikan karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur atau lawan tuturnya, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian, tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.

Menurut Putrayasa (2015:92), menyatakan bahwa pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) dibagi dalam lima jenis. Pembagian ini didasarkan atas asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan perilaku dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah:

1) Tindak tutur representatif yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjelaskan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan,

(31)

mempertahankan, menolak, dan lain-lain. Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadap ujaran penutur. Tindak melaporkan, memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, mengakui, maksudnya ketika penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.

Contoh : “Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.” Tuturan dosen di atas merupakan salah satu contoh tindak tutur yang termasuk dalam tindak memberitahukan.

2) Tindak tutur komisif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisif terdiri atas 2 tipe, yaitu promises (menjanjikan) dan offers (menawarkan) (Ibrahim dalam Putrayasa, 2015). Tindak menjanjikan, mengutuk, dan bersumpah maksudnya adalah penutur menjanjikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.

(32)

Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan.

3) Tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. Menurut Ibrahim dalam Putrayasa (2015), megatakan bahwa direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, misalnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan. Tindak meminta maksudnya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keinginan kepada mitra tutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.

Contoh :

Guru : “Siapa yang piket hari ini?”

Siswa : “Ani.” (siswa yang bersangkutan maju)

Tuturan di atas, merupakan suatu pertanyaan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.

(33)

Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh atau meminta mitra tutur mengulangi kembali jawabannya.

4) Tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterima kasih, menyampaikan ucapan selamat, memuji, dan mengkritik. Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterima kasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.

Contoh : “Ya, bagus sekali nilai rapormu.”

Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.

5) Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, antara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya.

(34)

c. Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur. Sebuah tuturan yang diucapkan oleh seseorang sering mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak perlokusi yaitu tindakan untuk memengaruhi lawan tutur seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan lain-lain. Tindak ini disebut sebagai The Act of Affecting Something (Rahardi dan Sumarsono dalam Putrayasa, 2015:88). Adapun contoh tindak tutur perlokusi sebagai berikut:

(1) Rumahnya jauh.

(2) Kemarin saya sangat sibuk. (3) Televisinya 20 inci.

Seperti halnya dengan tindak tutur ilokusi, kalimat (1) sampai dengan (3) tidak hanya mengandung tindak lokusi saja. Jika kalimat (1) diucapkan oleh seseorang kepada ketua perkumpulannya, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan adalah agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya. Jika kalimat (2) diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi memohon maaf, dan efek perlokusi yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya. Bila

(35)

kalimat (3) diucapkan oleh seseorang kepada temannya pada saat akan diselenggarakannya siaran langsung sebuah ajang kompetisi bernyanyi misalnya, kalimat ini tidak hanya mengandung tindak lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk menonton di tempat temannya, dengan efek perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa secara relatif mudah dapat diketahui bahwa wacana (4) dan (5) di bawah ini tidak semata-mata mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi, bahkan perlokusi sebagai maksud pengutaraannya yang utama.

(4) Baru-baru ini Walikota Denpasar telah membuka Wijaya Departement Store yang terletak di pusat belanjaan dengan tempat parkir yang sangat luas dan aman.

(5) Kartu pass tidak berlaku.

Wacana (4) disusun bukan semata-mata untuk memberikan sesuatu, tetapi secara tidak langsung merupakan undangan atau ajakan untuk berbelanja ke Departement Store bersangkutan. Letak Departement Store yang strategis dengan tempat yang amat luat serta aman diharapkan memiliki efek untuk membujuk para pembacanya. Pada wacana (5) lazimnya ditemui pada iklan film yang akan atau sedang ditayangkan. Wacana (5) secara tidak langsung mengutarakan ilokusi bahwa film yang diputar sangat bagus, dengan perlokusi dapat membujuk para calon penontonnya.

(36)

3. Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Penyampaiannya

Menurut Najamuddin (2018:21-24), berpendapat bahwa berdasarkan cara penyampaiannya, tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah. Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Bila kalimat itu dituturkan secara konvensional maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act).

Di samping itu untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya dip]erintah. Bila hal ini terjadi maka terjadi tindak tutur tidak langsung (indirect speech act). Untuk memperjelas pendapat di atas dapat diberikan contoh sebagai berikut:

1. Ambilkan baju saya!

Kalimat di atas adalah kalimat langsung (direct speech act). Jika dijadikan kalimat tidak langsung (indirect speech act) maka kalimatnya akan berubah menjadi:

2. Di mana baju saya?

Kalimat 2) jika dituturkan oleh seorang kakak kepada adiknya tidak semata-mata hanya untuk menanyakan letak bajunya, tetapi juga secara tidak langsung memerintah agar sang adik untuk mengambil baju kakaknya.

(37)

Dari uraian tersebut, Wijana (dalam Najamuddin, 2018) membuatkan skema penggunaan modus kalimat dalam kaitannya dengan kelangsungan tindak tutur dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan Modus Kalimat

Modus

Tindak Tutur

Langsung Tidak langsung Berita Memberitahukan Menyuruh

Tanya Bertanya Menyuruh

Perintah Memerintah -

Skema di atas juga menunjukkan bahwa kalimat perintah tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tuturan secara tidak langsung. Selain ada tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung ada juga tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya (Wijana dalam Najamuddin, 2018:22).

1) penyanyi itu suaranya bagus.

2) suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).

Kalimat c), bila diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal, sedangkan kalimat 4), karena penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya

(38)

tidak bagus dengan mengatakan, “tak usah nyanyi saja” merupakan tindak tutur tidak literal.

4. Interseksi Berbagai Tindak Tutur

Menurut Wijana dan Rosadi (dalam Najamuddin, 2018), menyatakan bahwa tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung bila disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, akan didapatkan tindak tutur tidak langsung sebagai berikut:

a. Tindak Tutur Langsung Literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksudnya adalah memerintah dengan menggunakan kalimat perintah, bertanya dengan menggunakan kalimat tanya, dan memerintah menggunakan kalimat perintah.

b. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Tindak tutur tidak langsung literal (indirech literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur, dengan kata lain memerintah menggunakan kalimat berita atau memerintah menggunakan kalimat tanya. Misalnya, seorang berkata, “Ruangan ini berantakan.” Kalimat ini adalah kalimat berita tetapi dalam konteks seorang guru yang berkata kepada siswanya. Kalimat ini tidak hanya memberikan informasi tetapi juga memerintah siswanya agar membereskan ruangan kelasnya.

(39)

c. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksudnya adalah memerintah diutarakan dengan kalimat perintah dan maksudnya untuk menginformasikan dengan kalimat berita. Contoh: “Kalau makan biar kelihatan sopan, bersuaralah terus!”. Dalam kalimat ini penutur menyuruh lawan tuturnya agar tidak berbicara ketika sedang makan. Dalam hal ini kalimat tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal.

d. Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Maksudnya adalah jika ingin memerintah seseorang tidak harus menggunakan kalimat perintah tetapi bisa menggunakan kalimat berita atau menggunakan kalimat tanya. Misalnya, “Volume radionya pelan sekali, tidak kedengaran.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang tetangga agar mengecilkan atau mematikan radionya agar tidak bising.

E. Aspek-Aspek Situasi Ujar

Menurut Wijana (dalam Najamuddin, 2018:18-20), menyatakan bahwa aspek-aspek situasi ujar terdiri atas lima bagian, yaitu: 1) penutur dan lawan tutur;

(40)

2) konteks tuturan; 3) tujuan tuturan; 4) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; dan 5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Aspek-aspek situasi tutur akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Penutur dan Lawan Tutur

Konsep penutut dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

2. Konteks Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.

3. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.

4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas

Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan

(41)

sebagainya. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pertuturannya.

5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan yang digunakan dalam pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keenam merupakan bentuk tindak tutur. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

Adapun menurut Poedjosoedarmo (dalam Putrayasa, 2015:96), menjelaskan bahwa aspek tutur atau komponen tutur juga diekplanasikan dengan menggunakan memoteknik O, O, E MAU BICARA, memoteknik tersebut diuraikan sebagai berikut.

O1 : Orang ke-1, yang dimaksudkan di sini adalah pribadi penutur karena sedikit banyaknya ujaran memang ditentukan oleh pribadi penutur. Seorang penutur yang pemalu akan memiliki kebiasaan kebahasaan yang berbeda dengan seorang pemberani. Latar belakang penutur meliputi: jenis kelamin, asal daerah, asal golongan masyarakat, umur, profesi, kelompok etnik, dan aliran kepercayaannya.

O2 : Orang ke-2, yaitu lawan tutur orang ke-1. Faktor penting kedua yang menentukan bentuk tutur keluar dari mulut seorang penutur ialah orang kedua, yaitu orang yang diajak bicara oleh penutur itu. Yang perlu diperhatikan antara lain anggapan O1 tentang seberapa tinggi tingkatan

(42)

sosial orang kedua (O2) dan seberapa akrab hubungan antara kedua orang tersebut. Anggapan terhadap keintiman relasi antara O1 pada O2 akan menentukan corak bahasa yang dituturkannya.

E : Warna emosi O1, yaitu suasana emosi O1 pada waktu yang bersangkutan hendak bertutur. Warna emosi O1 akan sangat memengaruhi bentuk tuturannya, misalnya seorang penutur yang gugup akan mengeluarkan tuturan-tuturan yang tidak teratur, kurang jelas, dan kurang beraturan.

M : Maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 juga sangat menentukan bentuk tuturannya. Misalnya, orang yang ingin meminjam uang kepada seseorang akan cenderung menggunakan wacana yang strukturnya berbelit-belit.

A : Adanya O3 dan barang-barang lain di sekitar adegan percakapan. Suatu tuturan dapat berganti bentuknya dari apa yang biasanya terjadi apabila seseorang tertentu kebetulan hadir pada suatu adegan tutur. Misalnya, karena alasan mengikutsertakan O3 yang berasal dari luar Pulau Jawa, O1 dan O2 yang semula menggunakan bahasa Jawa beralih menggunakan bahasa Indonesia.

U : Urutan tutur. Orang pertama yang memulai suatu percakapan akan lebih bebas menentukan bentuk tuturannya daripada lawan tuturnya. Misalnya, apabila O1 menggunakan bahasa Indonesia, maka O2 akan menjawabnya dengan bahasa Indonesia pula. Demikian pula apabila O1 menggunakan bahasa Jawa halus, maka O2 juga akan menanggapi dengan bahasa Jawa

(43)

halus, kecuali dalam situasi percakapan tersebut O2 yakin status sosialnya lebih tinggi daripada O1.

B : Bab yang dibicarakan, pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan juga akan memengaruhi warna suasana bicara. Beberapa orang yang sedang membicarakan masalah ilmiah, seperti sejarah, atau psikologi dan mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia akan menggunakan bahasa Indonesia. Demikian juga misalnya percakapan mengenai kepercayaan, agama, dan bab-bab yang serius akan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa formal.

I : Instrumen atau sarana tutur. Sarana tutur seperti telegram, walkie talkie, telepon juga memengaruhi bentuk ujaran. Biasanya bahasa yang digunakan harus ringkas, langsung pada pokok masalahnya.

C : Cita rasa tutur. Cita rasa bahasa juga memengaruhi bentuk ragam tutur yang dilontarkan. Kapan akan digunakan ragam bahasa santai, ragam bahasa formal, dan ragam bahasa indah tentu bergantung pada berbagai faktor. Suasana perkawinan yang megah tentu akan diisi berbagai pidato yang indah juga. Sebaliknya, ragam bahasa santai tidak akan digunakan dalam situasi yang serba tergesa-gesa atau pada saat penuturnya diburu waktu.

A : Adegan tutur, yaitu faktor-faktor yang terkait dengan tempat, waktu, dan peristiwa tutur. Percakapan yang dilakukan di masjid, gereja, kelenteng,

(44)

atau tempat ibadah lain akan berbeda dengan percakapan yang dilakukan di pasar.

R : Register khusus atau bentuk wacana atau genre tutur. Bentuk wacana seperti pidato yang akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang lazim, misalnya dimulai dengan sapaan, salam, introduksi, isi pidato, dan penutup.

A : Aturan atau norma kebahasaan lain. Aturan kebahasaan atau norma akan memengaruhi bentuk tuturan. ada sejumlah norma yang harus dipenuhi, misalnya kejelasan dalam bicara. Di samping itu juga, terdapat aturan yang berisi anjuran untuk tidak menanyakan tentang gaji, umur, dan lain-lain yang bersifat pribadi. Keberadaan norma dan aturan tersebut akan menentukan bentuk ujaran.

F. Kerangka Pikir

Kajian pragmatik membahas mengenai tindak tutur. Tindak tutur merupakan bentuk dari peristiwa komunikasi yang mempunyai fungsi, maksud, dan tujuan tertentu serta menimbulkan pengaruh atau efek pada lawan tutur. Tindak tutur juga dapat berarti sebuah tindakan seseorang dalam menanggapi sesuatu hal dengan menggunakan bahasa yang di dalamnya memerlukan sebuah makna atau arti tindakan. Adapun beberapa bentuk tindak tutur, yaitu: tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dua tindak tutur, yakni tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Pengertian dari tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang

(45)

berfungsi menyampaikan atau menginformasikan sesuatu hal dengan adanya tindakan, sedangkan tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan atau menginformasikan sesuatu dengan adanya pengaruh atau efek untuk ke depannya. Dalam tindak tutur ilokusi terdapat jenis-jenis tindak tutur, yakni representatif, komisif, direktif, deklarasi, dan ekspresif. Pengertian dari representative adalah tindak tutur yang memeriksa suatu keadaan atau peristiwa; komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan sesuatu; direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan agar pendengarnya melakukan suatu tindakan; deklarasi adalah tindak tutur yang dapat mengubah atau mendatangkan suatu keadaan; ekspresif adalah tindak tutur yang menunjukkan keadaan psikologis atau sikap penuturnya.

Dari kedua tindak tutur yakni ilokusi dan perlokusi tersebut akan dianalisis dan menghasilkan temuan yang berupa pendeskripsian tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

Kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk skema berikut:

(46)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

PRAGMATIK

TINDAK TUTUR

PERLOKUSI

ANALISIS

TUTURAN SANTRIWAN, SANTRIWATI, DAN TENAGA PENGAJAR (USTADZ) YANG

MENGHASILKAN TINDAK TUTUR

TEMUAN LOKUSI ILOKUSI

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan atau diistilahkan dengan penelitian ilmiah yang menekankan pada karakter alamiah sumber data.

Penelitian ini bersifat deskriptif karena tidak dituangkan dalam bentuk bilangan. Dalam arti, berupa kata-kata yang diujarkan oleh santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar (ustadz).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis percakapan pada kegiatan mengaji santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar (ustadz) yang bertempat di Masjid Jami Rappokalling. Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan yakni selama 3 minggu dimulai pada tanggal 16-03 Agustus 2019.

C. Defini Istilah

1. Tindak tutur : suatu aksi atau tindakan seseorang dalam menanggapi sesuatu hal dengan menggunakan bahasa yang di dalamnya memerlukan sebuah makna atau arti tindakan.

2. Tindak tutur lokusi : tindak tutur yang sekadar menyampaikan atau menginformasikan tanpa ada timbal balik.

(48)

3. Tindak tutur ilokusi : tindak tutur yang bersifat menyampaikan atau menginformasikan dengan adanya tindakan bagi para pendengar atau lawan tutur.

4. Tindak tutur perlokusi : tindak tutur yang bersifat menyampaikan atau menginformasikan dengan adanya tindakan dan pengaruh atau efek bagi para pendengar di masa depan.

D. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah ujaran dari santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar di Masjid Jami Rappokalling. Adapun sumber data yakni tenaga pengajar berjumlah 4 orang, santriwan berjumlah 12 orang, dan santriwati berjumlah 11 orang di Masjid Jami Rappokalling.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah media audio visual berupa kamera. Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Dalam penelitian ini, kamera yang digunakan adalah kamera handphone. Kamera berfungsi sebagai alat yang dapat membantu untuk merekam setiap peristiwa tutur dan tindak tutur pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi non-partisipan, peneliti tidak terlibat aktif dalam kehidupan informan, tetapi hanya menjadi pengamat independen. Kemudian menggunakan teknik rekam yang dilakukan dengan menggunakan media audio visual yang

(49)

merekam setiap peristiwa dan tindak tutur. Setelah memperoleh hasil rekaman audio visual, diadakan teknik simak yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Setelah itu, hasil simakan yang berupa data dimasukkan ke dalam data mentah yang merupakan sebuah kondisi untuk sebuah data di dalam sebuah sistem komputer yang dikoleksi langsung dari sebuah sumber langsung tanpa perubahan apa pun. Kemudian data diklasifikasi ke dalam korpus data dengan mengidentifikasi tindak tutur ilokusi dan perlokusi.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah data terkumpul dari hasil rekaman audio visual yang kemudian dicatat dalam kartu data dan sudah ditata secara sistematis sesuai dengan kepentingan penelitian. Tahap ini data dianalisis sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berupa mengindentifikasi jenis tindak tutur ilokusi dan perlokusi pada tiap ujaran santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar (ustadz) di Masjid Jami Rappokalling.

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang terdapat pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati dengan pembahasan yaitu tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang dilakukan oleh santriwan, santriwati, dan tenaga pengajar di Masjid Jami Rappokalling.

Hasil penelitian dalam penelitian ini mendeskripsikan tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang terdapat pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling. Deskripsi hasil penelitian ini disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu (1) mendeskripsikan tindak tutur ilokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling dan (2) mendeskripsikan tindak tutur perlokusi pada kegiatan mengaji santriwan dan santriwati di Masjid Jami Rappokalling. Deskripsi hasil penelitian dipaparkan sebagai berikut.

1. Tindak Tutur Ilokusi pada Kegiatan Mengaji Santriwan dan Santriwati di Masjid Jami Rappokalling

Tindak tutur ilokusi berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Tindak tutur ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena dalam

(51)

peristiwa tindak tutur ini terlebih dahulu perlu diketahui siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi. Sehingga dikatakan bahwa tindak tutur ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.

Pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) dibagi dalam lima jenis. Sehubungan dengan hal tersebut bahwa berbicara merupakan bahasa yang digunakan dengan adanya dorongan, tanggapan atau reaksi antara penutur dan mitra tutur ketika dihadapkan pada situasi dan kondisi sekitarnya. Kelima tindak tutur tersebut, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur deklaratif.

Tindak tutur representatif yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjelaskan sesuatu apa adanya. Tindak tutur komisif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu. Tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan sesuatu yang dinyatakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut tindak tutur ilokusi terdapat tindak representatif, tindak komisif,tindak direktif, tindak ekspresif, dan tindak deklaratif. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak menemukan semua bentuk tindak tutur, yang ditemukan yaitu : tindak representatif, tindak

(52)

komisif, tindak direktif, dan tindak ekspresif. Keempat bentuk tindak tutur tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

a. Tindak Representatif

Tindak tutur representatif yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjelaskan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, ditemukan ada tiga jenis tindak tutur representatif, yaitu tindak melaporkan, tindak memberitahukan, dan tindak menolak. Data mengenai tiga jenis tindak tutur tersebut dipaparkan berikut ini.

1) Melaporkan

Tindak melaporkan merupakan salah satu tindak representatif yang dilakukan antara penutur dan mitra tutur ketika melakukan interaksi. Tuturan ini dilakukan penutur kepada mitra tutur dengan maksud melaporkan suatu kejadian atau peristiwa. Data berupa tindak melaporkan dipaparkan berikut ini.

(1) SA : “Kak Hilman, ada mi kak Anti!” (1-003)

UH : “Kak Anti! Oh iya, ke sana mi pale.” SA : (menuju ke Ust. Anti)

Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh santriwati A ketika ia melihat ustdza yang akan mengajarinya mengaji telah datang.

(53)

Data (1) mengandung makna tindak melaporkan. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh Santriwati (SA) ketika melaporkan hal yang dilihatnya yakni melihat ustadza yang mengajarinya mengaji telah datang dan ingin menghampirinya untuk belajar mengaji. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan kak Hilman, ada mi kak Anti!, yang merupakan pelaporan.

2) Memberitahukan

Tindak memberitahukan merupakan salah satu tindak representatif yang dilakukan antara penutur dan mitra tutur ketika melakukan interaksi. Tuturan ini dilakukan dengan maksud memberitahukan suatu kejadian atau peristiwa. Data berupa tindak memberitahukan dipaparkan berikut ini.

(2) UH : “Nah, ... kalau mengajiki berlipat gandaki amalanta di bulan Ramadan, kalau bikinki dosa toh, berlipat ganda juga dosata.”

(2-028) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ustadz Hilman ketika membahas mengenai kegiatan yang dilakukan di bulan Ramadan yang berkaitan dengan rukun islam yang salah satunya ialah berpuasa dan memberitahukan santrinya perihal balasan yang diperolehnya jika melakukan perbuatan baik atau buruk.

Data (2) mengandung makna tindak memberitahukan. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadz Hilman (UH) ketika membahas mengenai kegiatan yang dilakukan di bulan Ramadan yang telah berlalu berkaitan dengan rukun islam yang salah satunya ialah berpuasa dan memberitahukan perihal ganjaran atau balasan dari sebuah perbuatan yang dilakukan di bulan Ramadan. Ustadz Hilman (UH) memberitahukan bahwa jika kita mengaji di bulan

(54)

Ramadan maka amalan kita berlipat ganda tetapi jika kita berbuat dosa di bulan Ramadan maka dosa kita pun berlipat ganda. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan kalau mengajiki berlipat gandaki amalanta di bulan Ramadan, kalau bikinki dosa toh, berlipat ganda juga dosata yang merupakan pemberitahuan.

3) Menolak

Tindak menolak merupakan salah satu tindak representatif yang dilakukan antara penutur dan mitra tutur ketika melakukan interaksi. Tuturan ini dilakukan dengan maksud menolak sebuah permintaan atau keinginan. Data berupa tindak menolak dipaparkan berikut ini.

(3) R : “Mauka main kak.” F : “Ih, belum pi waktu nah.”

UY : “Belum pi waktu main nah. Di sini saja di bangkunya, asal jangan jalan-jalan, di situ saja di bangkunya!”

(7-098) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ustadz Yuli ketika menolak permintaan atau keinginan Reski untuk bermain dan berjalan-jalan di dalam masjid.

Data (3) mengandung makna tindak menolak. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadza Yuli yang menolak permintaan Reski yang ingin bermain dengan mengatakan bahwa belum waktunya untuk beristirahat atau bermain karena waktu kegiatan mengaji sedang berlangsung. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan belum pi waktu main nah yang merupakan penolakan. Realisasi dari tuturan ini adalah ustadza Yuli (UY) melarang santriwatinya bermain dan berjalan atau berlarian di dalam masjid.

(55)

b. Tindak Komisif

Tindak tutur komisif yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman.

Dalam penelitian ini ditemukan ada satu jenis tindak tutur komisif, yaitu tindak ancaman. Data mengenai tindak ancaman dipaparkan berikut ini.

1) Mengancam

Tindak mengancam merupakan salah satu tindak komisif yang dilakukan antara penutur dan mitra tutur ketika melakukan interaksi. Tuturan ini dilakukan dengan maksud penutur mengancam mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A. Data berupa tindak mengancam dipaparkan berikut ini.

(4) UY : “Balqis, janganki bobo deh! Eh, ku kasih masuk malam ini Balqis e tidak maui menurut!”

(6-059)

B : (bangun dan duduk). Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli ketika mengancam santrinya yang sedang berbaring atau tiduran di waktu kegiatan mengaji berlangsung.

(5) UY : “Pasang itu bajumu, ndag mauko, masuk malamko. Pasang bajumu! Masuk malamko itu, sudah pi isya baru pulangko. Pakai bajumu!”

(7-074)

(56)

Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli ketika mengancam Fadel yang tidak memakai baju kokonya.

Data (4) mengandung makna tindak mengancam. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadza Yuli (UY) yang beberapa kali menegur Balqis (B) untuk tidak tiduran saat kegiatan mengaji berlangsung namun ia tidak menurut pada perkataan ustadza sehingga ustadza Yuli (UY) mengancam akan memindahkan jadwal mengajinya di malam hari jika ia tidak menurut untuk bangun dari posisi tidurnya. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan ku kasih masuk malam ini Balqis e tidak maui menurut!, yang merupakan ancaman. Realisasi dari tuturan ini adalah melarang Balqis (B) untuk tidur atau berbaring saat kegiatan mengaji sedang berlangsung.

Data (5) mengandung makna tindak mengancam. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadza Yuli (UY) ketika melihat Fadel (F) tidak mengenakan baju kokonya hanya baju kaos dalam saja karena kepanasan ia tidak ingin memakainya sehingga ustadza Yuli mengancam akan memindahkan jadwal mengajinya di malam hari jika ia tidak memakai baju koko. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan tegas masuk malamko dan mengulanginya dengan tuturan yang lebih jelas masuk malamko itu, sudah pi isya baru pulangko yang merupakan ancaman.

c. Tindak direktif

Tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh,

(57)

meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan.

Dalam penelitian ini ditemukan ada empat jenis tindak tutur direktif, yaitu tindak memerintah, tindak bertanya, tindak menyarankan, dan tindak meminta. Data mengenai empat jenis tindak tutur tersebut dipaparkan berikut ini.

1) Memerintah

Tindak memerintah merupakan salah satu tindak direktif yang dilakukan antara penutur dan mitra tutur ketika melakukan interaksi. Tuturan ini dilakukan dengan maksud ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Data berupa tindak memerintah dipaparkan berikut ini.

(6) UY : “Menulis A Ba Ta!” (4-035)

R : “Mana tadi anu na ini?” (berbicara dengan teman yang memegang pulpen ustadznya)

UY : “Iya, jangan mi ininya ini na mo saja na cantik!” R : “Pulpennya Bu guru”

TR : (memperlihatkan pulpen ustadznya)

R : “Taruh mi di tasku!” (sambil memberikan tempat pensil kepada temannya).

TR : (menaruh tempat pensil ke dalam tas Reski)

R : “Apa ini?” (menanyakan tentang buku yang baru dilihatnya) TR : “Pres...” (tak meneruskan kata-katanya ia langsung

mengambil bukunya kemudian buku itu disimpan olehnya) R : (sedang menulis)

Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan santrinya untuk menulis tulisan arab yang terdapat pada buku iqra di bagian yang berjudul A Ba Ta.

(58)

(7) UY : “Bismillahirrahmanirrahim... mulai! Jari!” (sambil menunjuk jari santriwan)

(5-046)

RE : “A” (menunjuk huruf yang dibacanya) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan santrinya untuk memulai mengaji dan menunjuk huruf yang dibacanya dengan menggunakan jari.

(8) UY : “Mila, duduk makan!” (6-061)

M : (Segera duduk) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan santrinya untuk duduk ketika makan.

(9) UY : “Asisa, kasi’ki kak Naya nak! mau menjual buku. Kasi’ki kak Naya di belakang!”

(6-068)

AS : “Kak Naya, Kak!” UY : “Iya.”

AS : (segera ke belakang memberi kunci Kak Naya) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan Asisa untuk memberikan kunci kepada ust. Naya.

(10) UY : “Duduk di bawah!” (7-072)

SL : (segera turun dari meja dan duduk di lantai) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan santrinya untuk duduk di lantai.

(11) UY : “Alpa, di sini duduk!” (8-103)

(59)

Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan Alpa untuk duduk ditempat yang ditunjukkan.

(12) UY : “Duduk anak soleh!” (8-105)

S : “Siap.” Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Yuli yang memerintahkan santrinya untuk duduk dengan baik layaknya anak yang soleh.

(13) UA : “Pasang tasnya!” (berbicara kepada Fadillah) (9-127)

F : (memasang tasnya) Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh ust. Anti yang memerintahkan santrinya untuk memasang tasnya ketika hendak bersiap untuk pulang.

Data (6) mengandung makna tindak memerintah. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadza Yuli (UY) saat mengajari seorang santriawati dengan melatih keterampilan menulisnya dalam menulis tulisan arab. Ia memerintahkan Reski (R) untuk menulis tulisan arab yang terdapat pada buku iqra di bagian yang berjudul A Ba Ta. Pernyataan tersebut ditunjukkan dengan tuturan menulis A Ba Ta!, yang merupakan perintah.

Data (7) mengandung makna tindak memerintah. Hal ini tergambar pada tuturan yang dituturkan oleh ustadza Yuli (UY) saat akan memulai untuk mengajar Reihan (RE) mengaji. Ustadza Yuli (UY) memerintahkan Reihan (RE) untuk memulai mengajinya dan menyuruhnya menunjuk huruh hijaiyah yang akan dibacanya dengan menggunakan jarinya agar diketahui huruf yang dibacanya.

Gambar

Tabel 2.1 Penggunaan Modus Kalimat
Gambar 2.1 Kerangka Pikir PRAGMATIK
GAMBAR  KEGIATAN  MENGAJI  SANTRIWAN  DAN  SANTRIWATI  DI  MASJID JAMI RAPPOKALLING

Referensi

Dokumen terkait

[r]

akhirnya membuat BASIC versi Windows yang dikenal dengan Microsoft

Hal ini mengindikasikan sampai saat ini terjadi kekosongan hukum dalam pengaturan tentang kegiatan penghimpunan dana haji bagi nasabah yang akan melaksanakan ibadah haji

Dengan segala kesabaran dan usaha yang telah dilakukan selama ini maka skripsi dengan judul Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, dan Reputasi Underwriter

Melakukan penyiapan bahan pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi pelaksanaan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, serta pemantauan dan evaluasi di

[r]

Sehingga begitu banyak upaya yang dapat dilakukan yaitu mengiventariasi Ruang terbuka hijau privat dan publik untuk dapat diketahui seberapa besar daya serap karbon dalam

Produk bambu yang dikembangkan oleh anak Nagari Kumanis Sijunjung berawal dari adanya pelatihan pengabdian kepada masyarakat tentang pengolahan dan pengembangan produk