TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. TINJAUAN PUSTAKA
3. Aspek Berbahasa a. Pengertian Menyimak
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Tarigan (2008).
b. Pengertian berbicara
Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan
pikiran, gagasan, serta perasaan. Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar. Tarigan (2008:14).
c. Pengertian membaca
Membaca menunjukkan interpretasi segala sesuatu yang kita persepsi.
Proses membaca juga meliputi identifikasi simbol-simbol bunyi dan mengumpulkan makna melalui simbol-simbol tersebut. Ginting (2005)
d. Pengertian Menulis
Menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pikiran, gagasan, perasaan, kehendak, dan pesan secara tertulis kepada pihak lain.
Aktivitas menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
Sebagai suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena penulis dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya (Suparno dan Yunus, 2004: 26).
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.
Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang bayak dan teratur (Tarigan, 2008:3).
Menurut Morsey (dalam Tarigan, 2008:4), dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan
bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Sehubungan dengan hal ini, ada seorang penulis yang mengatakan bahwa “menulis dipergunakan, melaporkan, dan memengaruhi, dan maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirinnnya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat.
Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Menurut konsep ini kegiatan menulis merupakan kegiatan untuk mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dalam bentuk tulisan (Alwi, 2008:1497)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan ke dalam sebuah media bahasa untuk disampaikan kepada orang lain.
b. Tujuan Menulis
Sehubungan dengan “tujuan” penulisan sesuatu tulisan, Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25-26) merangkumnya sebagai berikut:
1) assignment purpose (tujuan penugasan);
Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat).
2) altruistic purpose (tujuan altruistik);
Penulis bertujuan menyenangkan para pembaca; menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya; ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
3) persuasive purpose (tujuan persuasif);
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
4) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan);
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.
5) self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri);
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.
6) creative purpose (tujuan kreatif);
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi
“keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman.
Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
7) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).
Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti
secara cermat pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
c. Menulis Sebagai Suatu Cara Berkomunikasi
Menurut Webb, 1975 (dalam Tarigan, 2008:19), secara luas dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan yang pasti terjadi sewaktu-waktu bila manusia atau binatang-binatang ingin berkenalan dan berhubungan satu sama lain. Seperti hewan-hewan lainnya, maka manusia berkomunikasi melalui gerak-gerik refleks yang sederhana dan bunyi-bunyi yang tidak berupa bahasa. Akan tetapi, hanya manusia sajalah yang telah mengembangkan bahasa.
Tulisan dipergunakan seseorang untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain, maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas (mudah dipahami).
d. Kendala-kendala dalam Menulis
Dalam menulis sama halnya dengan hal-hal yang menyangkut aktifitas berbahasa yang lain, terdapat kendala-kendala yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Kendala yang bersifat umum artinya kendala yang dialami hampir oleh semua penulis, sedangkan kendala yang bersifat khusus adalah kendala yang mungkin dialami oleh penulis tertentu secara individual dan sifatnya kurang lebih unik (Zainurrahman, 2013:206).
Adapun kendala-kendala tersebut akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Kendala Umum
Kendala umum adalah kendala yang biasanya dialami oleh setiap penulis, bahkan penulis profesional sekalipun. Perlu kita sadari bahwa penulis sempurna tidak akan pernah ada tanpa melalui atau menembus kendala tertentu. Nilai sebuah tulisan, bukan hanya ditentukan oleh isi dari tulisan itu, tetapi juga kerja keras penulis dalam menulis tulisan tersebut. Oleh karena itu jangan pernah berpikir telah menulis baik jika belum mengalami dan memecahkan kesulitan dalam menulis. Berikut akan dijelaskan kendala umum satu per satu (Zainurrahman, 2013:206).
a. Kesulitan karena kekurangan materi
Jika anda membangun sebuah rumah, maka materi yang anda butuhkan sesuai dengan jenis rumah yang anda bangun. Analogi ini serupa dengan membangun sebuah teks atau tulisan. Materi, baik secara kualitas maupun kuantitas, sangat tergantung pada jenis tulisan yang akan diciptakan.
Misalnya, jika anda menulis naratif, sudah tentu anda membutuhkan materi seperti kejadian, tokoh lengkap dengan wataknya, dan sebagainya. Jika anda menulis ekspositori atau deskriptif, materi yang dibutuhkan adalah sejumlah informasi yang relevan dengan topik yang anda bahas dalam tulisan anda.
Intinya, jenis tulisan sangat menentukan materi yang harus anda miliki, semakin kompleks tulisan anda, semakin banyak dan besar pula materi yang harus anda miliki, entah dari mana asalnya, yang terpenting mater tersebut
valid, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan kelak (Zainurrahman, 2013:208).
Hal pertama yang harus dipikirkan adalah bahwa sangat terlambat untuk mengumpulkan materi pada saat anda menulis. Pengumpulan materi seharusnya dilakukan jauh sebelum memulai tulisan. Sumber dari materi ini pun sangat bervariasi mulai dari sumber yang formal (buku teks, buletin, majalah, jurnal ilmiah) dan sumber yang non-formal (website, blog, artikel, hasil wawancara, catatan harian). Saat pertama kali terlintas dalam benak untuk menulis, sudah tentu memahami kira-kira topik yang akan dibahas atau dikupas nanti dalam tulisan. Saat sudah mengidentifikasi topik yang kiranya sudah dibatasi, artinya penulis hanya akan membahas hal yang relevan dan tidak akan membahas hal yang tidak relevan, maka penulis sudah harus mencari materi. Meskipun memiliki cukup ilmu untuk membahas sesuatu, namun ilmu anda tidak cukup hingga anda melibatkan materi dari sumber lain yang merupakan ciri khas tulisan yang baik, dialogis (Zainurrahman, 2013:208).
Beberapa materi, meskipun relevan tidak boleh digunakan. Hal ini khususnya dilakukan untuk menjaga objektifitas topik pembahasan dalam tulisan. Seandainya seseorang tidak memilih materi (dari keseluruhan isi materi), maka besar kemungkinan kita akan frustasi karena ide dan tulisan kita berkembang tidak terbatas. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita melakukan seleksi materi yang relevan yang kiranya mengarahkan tulisan
seseorang agar lebih fokus dan mendalam bukannya meluas namun bersifat dangkal (Zainurrahman, 2013:209).
b. Kesulitan Memulai dan Mengakhiri Tulisan
Anggap saja materi yang dikumpulkan sudah cukup, dan akan memulai menulis. Menentukan kata pertama bukanlah hal yang mudah, kecuali penulis sudah mempersiapkan ide pembuka tulisan kita yang siap untuk dituliskan. Hal ini menentukan kecermatan dan ketepatan berpikir, tentunya penulis tidak mau menulis sebuah deskriptif secara flashback sebagaimana tulisan naratif. Perlu diketahui bahwa menulis tidak sebaiknya dimulai dari yang khusus ke umum, tulisan itu harus mendalam agar ide yang ingin disampaikan benar-benar tersentuh titik sentralnya. Apabila pembahasan tidak mendalam dan tidak terfokus, maka ide sentral tidak akan tersentuh, malahan pembahasan akan kemana-mana dan bisa jadi tulisan tersebut akan gagal (Zainurrahman, 2013:210).
Mengetahui bagaimana mengawali tulisan lebih mudah daripada mengakhirinya. Hal ini disebabkan karena ide berkembang dan terus meluas jika tidak dibatasi dengan kerangka ide. Kebanyakan penulis, bahkan penulis profesional, mengakhiri tulisannya secara intuitif sudah cukup, letih, kehabisan bahan, atau merasa bahwa tujuannya sudah tercapai dalam tulisan tersebut. Alasan terakhir ini ada lah alasan paling bagus. Penulis sudah dapat mengakhiri tulisan kita jika tulisan tersebut, menurut kita sudah mencapai tujuan penulisannya. Sangat tidak lucu kita bertanya “bagaimana caranya mengetahui bahwa tulisan tersebut sudah mencapai tujuannya” karena
pertanyaan ini merefleksikan kenaifan kita sendiri seolah-olah kita tidak mengetahui tujuan kita sendiri (Zainurrahman, 2013:210).
c. Kesulitan Strukturasi dan Penyelarasan Isi
Strukturasi adalah proses penyusunan kalimat yang sistematis, paragraf yang berhubungan serta divisi-divisi pembahasan yang berlebel sub-sub topik yang tersusun rapi sehingga pembaca mudah mengikuti alur pembahasan dalam tulisan. Sementara itu, yang dimaksud dengan penyelarasan isi adalah proses penyelarasan antara kalimat dengan ide yang ingin disampaikan, susunan paragraf yang “saling menjelaskan” serta susunan divisi pembahasan yang sesuai dengan tujuan penulis sendiri. Pada level kalimat, justru ampuh strukturasi adalah “katakan dengan jelas apa maksud anda”. Jangan pernah menggunakan kiasan dalam kalimat yang anda sendiri masih ragu dengan maknanya. Tuliskan kalimat sesuai dengan niat dan tujuan anda sendiri. Jika anda masih ragu, maka baca kembali kalimat anda (Zainurrahman, 2013:212).
d. Kesulitan Memilih Topik
Kesulitan semacam ini bukan hanya terjadi pada saat mengawali tulisan, tetapi justru lebih banyak atau sering terjadi disaat akan mengakhiri tulisan kita. Khususnya ketika kita menemukan bahwa tulisan sudah bergeser dari topik yang telah kita rencanakan. Hal ini dapat terjadi ketika pembahasan mulai berkembang dan melebar, sehingga agak sulit untuk memutuskan apa yang sebenarnya tertulis. Perlu diingat bahwa meskipun setiap penulis memiliki intensi, namun hampir saja tulisan kita itu memiliki tujuannya
tersendiri. Dengan kata lain, niat seseorang sebagai penulis, bisa jadi pada akhirnya berbeda dengan tujuan tulisan sendiri. Jika hal ini terjadi, maka biasanya kebanyakan penulis memilih untuk mengganti topik atau lebih konkretnya mengganti judul tulisan ketimbang memilih untuk melakukan revisi pada tulisan, apalagi kalau tulisan tersebut berskala jumbo (Zainurrahman, 2013:213).
2. Kendala Khusus
Setelah membahas persoalan kendala umum, marilah melihat kendala-kendala khusus.
a. Kehilangan Mood Menulis
Untuk bisa menulis dengan baik dan berhasil, seseorang membutuhkan tenaga ekstra. Bukan hanya ilmu dan keterampilan saja, melainkan dengan keinginan yang begitu kuat serta semangat yang tinggi. Selanjutnya, yang dimaksud dengan mood di sini adalah semangat dan keselarasan hati untuk menulis. Jika anda tengah menulis dan suatu hari anda merasa begitu tidak bersemangat untuk melanjutkan tulisan anda, bahkan berniat untuk berhenti menulis, maka anda sedang kehilangan mood menulis. Penyebab kehilangan mood sangat banyak. Bisa disebabkan karena kekurangan ide, kesibukan, dan fluktuasi psikologis (Zainurrahman, 2013:214).
b. Writer’s Block
Writer’s block merupakan fenomena umum dan khusus yang dialami oleh hampir seluruh penulis, baik pemula maupun profesional. Disebut umum karena dialami setiap orang, disebut khusus karena alasannya berbeda-beda antara
penulis satu dengan penulis lainnya. Writer’s block juga merupaka penghalang yang menyebabkan penulis akhirnya berhenti menulis. Atau setidaknya menyebabkan stagnasi proses menulis dan kita sama sekali tidak menginginkan hal demikian. Saat Writer’s block menyerang seorang penulis, biasanya penulis merasa seolah-olah berhadapan dengan kertas kosong dan tidak ada ide sama sekali, bahkan kehilangan mood. Writer’s block juga bukan hanya menyerang penulis disaat pertengahan proses menulis, tetapi bisa jadi pada awal menulis.
Penulis, walaupun penuh dengan ide di kepalanya, namun kadang-kadang untuk mengawali tulisan sangat sulit, dan itu nisa jadi writter’s block (Zainurrahman, 2013:215).
Mayoritas penyebab writter’s block adalah stagnasi ide dan labilitas psikologis. Di satu sisi, stagnasi ide adalah faktor yang berbeda dengan labilitas psikologis, dan di sisi lain stagnasi ide dapat disebabkan karena labilitas psikologis. Stagnasi ide adalah ketika penulis benar-benar mengalami jalan buntu dan tidak dapat melanjutkan tulisannya dengan alasan kehabisan ide, kehabisan bahan, bahkan mengalami kekosongan ide sama sekali hingga proses penulisan tidak dapat dilanjutkan (Zainurrahman, 2013:216).