• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses penetapan sasaran mulai dari menetapkan keluarga miskin yang menyesuaikan kondisi dan karakteristik yang ada di Kota Medan, proses identifikasi, pendataan dan verifikasi, hanya saja program jamkesmas masih belum menjangkau semua masyarakat miskin dalam penerapan universal coverage.

BPS telah menetapkan kriteria miskin yaitu:

1. Luas lantai hunian kurang dari 8 meter persegi per anggota rumah tangga 2. Jenis lanyai hunian sebagian besar tanah atau lainnya

3. Fasilitas air bersih tidak ada

4. Fasilitas jamban/ kamar mandi tidak ada 5. Kepemilikan aset (kursi tamu) tidak tersedia

6. Konsumsi lauk pauk dalam seminggu tidak bervariasi

7. Kemampuan membeli pakaian minimal satu setel pertahun untuk anggota RT tidak ada

8. Jenis dinding terbuat dari papan/ tripleks

Bila tiga dari delapan kriteria dimiliki suatu RT, maka RT tersebut dikategorikan miskin, yang menjadi masalah di lapangan bahwa aparat wilayah setempat ketika membagi kartu seringkali hanya berdasarkan daftar yang ada, mencari penduduk yang disebut miskin, tanpa melihat kriteria.

Dalam menetapkan sasaran masyarakat miskin, Pemerintah Kota Medan melalui Kepala bagian kesejahteraan rakyat menyatakan bahwa menggunakan kriteria dari BPS dan BKKBN dalam penentuan keluarga miskin.

Menurut hasil wawancara informan dari PT. Askes Cabang Medan, penentuan keluarga miskin menggunakan kriteria dari BPS dimana pendataan dilakukan oleh pemerintah kota kemudian disahkan oleh walikota dan PT. Askes menerbitkan kartu peserta jamkesmas berdasarkan kuota yang sudah ada.

Menurut informan dari Dinas Kesehatan bahwa dinas tidak terlibat dalam pendataan keluarga miskin, data keluarga miskin ditetapkan berdasarkan dengan SK Walikota Medan.

Data untuk penerbitan kartu peserta jamkesmas berdasarkan data BPS tahun 2008 untuk pencetakan kartu oleh PT. Askes tahun 2011, sesuai dengan kuota peserta jamkesmas dari pusat sebesar 417.156 jiwa, kuota untuk penduduk miskin Kota Medan sebesar 358.858 berdasarkan data penduduk miskin BPS, jumlah kuota peserta jamkesmas dari pusat tersebut seharusnya dapat menjamin seluruh penduduk miskin mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Tetapi pada faktanya di lapangan data yang diusulkan berdasarkan kuota yang telah ada dari pemerintah belum dapat menjangkau seluruh masyarakat miskin di Kota Medan, maka dari itu sesuai dengan peraturan Kepmenkes, bahwa masyarakat miskin yang tidak dapat ditanggung oleh program jamkesmas atau melalui anggaran APBN harus ditanggung oleh pemerintah Kota Medan melalui program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS).

Salah satu indikator keberhasilan jamkesmas untuk aspek kepesertaan adalah penerbitan dan pendistribusian kartu harus mencapai 100% dari sasaran yang terdaftar. Pada kenyataannya bahwa sampai dengan bulan Desember 2011, masalah penerbitan dan pendistribusian kartu masih belum berjalan dengan baik. Data acuan yang digunakan PT. Askes adalah data BPS, sementara data yang digunakan tersebut hanya bisa menunjukkan jumlah dan bukan menunjukkan siapa yang berhak atas kartu jamkesmas (by name dan by address) hal ini menunjukkan ketidakefektifan pendataan dan distribusi kartu kepesertaan.

Permasalahan lain yang timbul karena sistem kepesertaan yang kurang baik adalah ketidaktepatan sasaran keluarga miskin, dari hasil survei yang telah dilakukan peneliti bahwasanya banyak ditemukan keluarga dari ekonomi mampu mempunyai kartu jamkesmas, adanya kepemilikan kartu jamkesmas milik orang lain yang tidak sesuai dengan kartu keluarga yang dilampirkan, ada keluarga yang memiliki dua kartu jamkesmas atau memiliki kartu peserta jamkesmas dan JPKMS dan masyarakat yang memiliki kartu palsu.

Dalam kenyataannya program jamkesmas belum bisa menyentuh semua masyarakat miskin berimbas pada belum berhasilnya program jamkesmas dalam pemberian pelayanan kesehatan, adanya kasus salah sasaran, ada keluarga yang rumahnya berlantai keramik, punya listrik, telepon, dan sepeda motor yang menerima program Jamkesmas. Sedangkan keluarga yang lebih miskin justru tidak menerima (Kompas, 2010).

Menurut informan dari Tim Pengendali Askes bagian jamkesmas RSUD dr. Pirngadi Medan dan keterangan dari Kepala Puskesmas Medan Amplas bahwa banyak dijumpai pasien yang berobat ke RSUD Pirngadi dengan membawa kartu jamkesmas orang lain, dimana data pada kartu keluarga tidak sesuai dengan data kartu jamkesmas dan ada pasien yang membawa dua kartu jamkesmas dan JPKMS, sehingga petugas rumah sakit sulit untuk memproses administrasi pasien tersebut, dan tetap diberikan pelayanan kesehatan, dan juga ada pasien yang bawa kartu palsu.

Adanya ditemui keluarga yang mampu mempunyai kartu jamkesmas dan datang ke puskesmas meminta rujukan, hal ini menunjukkan bahwa tidak tepatnya sasaran peserta jamkesmas, justru masyarakat yang tidak mampu tidak mempunyai kartu peserta. Dari pihak petugas puskesmas sendiri jika menemukan keluarga miskin yang tidak memiliki jaminan pemeliraan kesehatan maka dari puskesmas memberikan rekomendasi agar mendapatkan kartu JPKMS. Namun begitu, bagi masyarakat miskin yang berobat tidak memiliki kartu jamkesmas masih tetap dilayani, selama ada surat keterangan yang sah melalui program JPKMS.

Dari PT. Askes menyatakan bahwa adanya nama yang double data yang diperoleh dari PT. Askes berdasarkan data yang telah disahkan oleh pemerintah daerah dan PT. Askes tidak mempunyai kewenangan dalam menarik data tersebut, dan hal ini juga disebabkan antara lain oleh karena PT. Askes hanya memiliki sedikit waktu untuk menyiapkan pelaksanaan program pencetakan kaertu kepesertaan pada tahun 2010 dan PT. Askes tidak mengadakan menerbitan kartu jamkesmas kembali

dan data kepesertaan jamkesmas akan diperbarui pada tahun 2014 berdasarkan data dari e-KTP.

Hal yang sama juga dinyatakan dari hasil wawancara informan kepala bidang kesejahteraan rakyat Pemerintah Kota Medan menyatakan bahwasannya, data penduduk miskin dari BPS diberikan ke pemerintah daerah untuk diverifikasi dan didistribusikan melalui camat, lurah dan kepala lingkungan dan diteruskan kepada masyarakat miskin.

Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan aspek kepesertaan, sebenarnya bisa diminimalkan bila pemerintah pusat dapat mempertimbangkan sistem yang telah berjalan didaerah. Persiapan yang matang sebelum melaksanakan program menjadi salah satu penentu keberhasilan dan pencapaian tujuan. Pembagian peran dan fungsi daerah harus jelas, harmonisasi kebijakan harus ada antara pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan yang terintegrasi dan melibatkan secara aktif pemerintah daerah dan seluruh stakeholder terkait, termasuk mempertimbangkan kondisi dan karakteristik daerah.

Penetapan kriteria miskin masih merupakan masalah yang mengakibatkan jumlah sasaran gakin berbeda antara angka BPS dengan hasil pendataan di daerah. Sangat sulit dan akan memunculkan banyak masalah bila pemerintah pusat menetapkan kriteria miskin yang sama secara nasional karena perbedaan situasi dan kondisi berbagai daerah di Indonesia, yang paling bijaksana adalah mengembangkan beberapa kriteria nasional dan memberikan kesempatan pada daerah untuk menambah kriteria yang local spesific (Mukti, 2005).

Mekanisme pendataan dan penentuan keluarga miskin merupakan salah satu langkah penting dalam pelaksanaan jamkesmas. Dengan telah adanya sistem di daerah yang selama ini dijalankan yaitu yang dikoordinir oleh Pemda dan Bapel Jamkesmas, mekanisme pendataan dan penentuan sasaran by name, by address, mengembangkan kriteria gakin, proses pendataan dengan pendekatan bottom up dari desa/ kelurahan, ada mekanisme varifikasi dan penetapan daftar gakin dengan SK Walikota.

Pendataan keluarga miskin di Kota Medan dilakukan dengan mekanisme yang dimulai dengan pendataan sasaran oleh Tim Desa (Kepala Lingkungan, LKMD dan RT). Hasil pendataan tersebut dipaparkan jumlah dan nama keluarga miskin per desa. Dari daftar keluarga miskin per desa tersebut kemudian dikumpulkan dalam satu kecamatan untuk kemudian dengan SK Walikota ditetapkan sebagai data keluarga miskin untuk Kota Medan.

5.3. Aspek Administrasi dan Keuangan

Sesuai dengan keputusan direktur jenderal bina upaya kesehatan kementerian kesehatan RI No. H.K. 03.05/ 1/ 2367/ 2011 tentang penerima dana tahap kedua penyelenggaraan jamkesmas untuk kota tahun anggaran 2011, Kota Medan menerima dana jamkesmas sebesar Rp. 2.176.675.000, dana tersebut diperoleh dari APBN, dana ini merupakan dana transfer kedua yang dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk membayar biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama (puskesmas) untuk pelayanan kesehatan sejak bulan Januari 2011.

Hasil wawancara informan dari Dinas Kesehatan Kota Medan Bidang Kefarmasian Jaminan dan Pelayanan Kesehatan, jumlah penerimaan dana dari pusat berdasarkan jumlah penduduk miskin dan setiap bulannya puskesmas memberikan laporan alokasi dana, dan mulai tahun 2011 rekening Dinas Kesehatan Kota Medan sudah dibagi menjadi tiga alokasi anggaran yaitu dana pelayanan dasar, dana jampersal dan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), yaitu dana yang diberikan pemerintah dalam membantu puskesmas dalam kegiatan preventif dan promotif.

Hal yang sama juga dinyatakan kepala Puskesmas Medan Amplas, yaitu puskesmas semenjak Oktober 2011 tidak menerima dana jamkesmas lagi, puskesmas menerima dana BOK dan setiap bulannya puskesmas memberikan laporan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan.

Kota Medan telah menyediakan dana khusus (berasal dari APBD) untuk membiayai masyarakat miskin Kota Medan yang tidak memiliki kartu jamkesmas melalui program JPKMS, jadi proses pelayanan kepada keluarga miskin tetap berjalan baik untuk Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) maupun Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL).

Alokasi dana jamkesmas di rumah sakit disalurkan langsung dari rekening kas negara ke rekening rumah sakit melalui bank, penyaluran dilakukan secara bertahap. Hal yang sama dinyatakan dari Kepala Tim Pengendali Askes bagian jamkesmas

RSUD dr. Pirngadi Medan bahwa dana jamkesmas dari kementerian kesehatan langsung masuk ke rekening rumah sakit , dimana penyaluran dananya dalam setahun empat kali kucuran dana jamkesmas rumah sakit.

Sistem pembayaran jamkesmas untuk fasilitas kesehatan RSUD dilakukan dengan sistem klaim, pertanggungjawaban dana pelayanan kesehatan dengan menggunakan software INA-CBG’s dimana pertanggungjawaban tersebut diverifikasi oleh Verifikator Independen Dinas Kesehatan dengan software verifikasi klaim jamkesmas, setelah verifikasi dinyatakan layak oleh oleh verifikator independen, selanjutnya pertanggungjawaban tersebut ditandatangani oleh bagian keuangan rumah sakit, direktur rumah sakit dan verifikator independen.

Tahun 2011 jumlah klaim dari RSUD dr. Pirngadi Medan sampai dengan Juli 2011 sebesar Rp. 1.355.512.622, sistem pembayaran pelayanan jamkesmas berdasarkan paket INA CBG’s, menurut informan dari Tim Pengendali Askes RSUD dr. Pirngadi Medan bahwa ada terdapat beberapa paket pelayanan jamkesmas dimana tarif pelayanannya dibawah tarif pelayanan berdasarkan Perda RSUD dr. Pirngadi tahun 2002, jadi terkadang rumah sakit menaggulangi biayanya dan anggaran yang turun dari pusat terkadang terlambat.

Hal tersebut juga dinyatakan oleh verifikator independen di RSUD dr. Pirngadi Medan bahwa ada beberapa tarif yang rendah dari tarif rumah sakit. Dalam proses verifikasi penggunaan paket INA CBG’s verifikator independen mengalami kesulitan yaitu dikarenakan verifikator bukan latar belakang pendidikan medis menjadikan sulit untuk mengenali istilah kedokteran yang ada di dalam paket. Dalam

penerapan INA CBG’s Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi kepada seluruh verifikator independen, sesuai dengan yang dinyatakan Dinas Kesehatan Kota Medan. Tarif balai kesehatan masyarakat dalam implementasi INA-CBG’s disetarakan dengan rumah sakit kelas C/D dan rumah sakit yang belum mempunyai penetapan kelas ditetapkan setara dengan kelas C/D. Pada rumah sakit khusus yang melayani pelayanan kesehatan umum, maka diberlakukan dua tarif INA-CBG’s sesuai dengan penetapan kelas oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, 2011).

Jasa pelayanan ditetapkan direktur rumah sakit setinggi-tingginya 44% atas biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan. Jasa medis/ jasa pelayanan tersebut meliputi biaya untuk memberi pelayanan dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, tindakan medis, perawatan, konsultasi, visite dan pelayanan medis lainnya, serta untuk pelaksana administrasi pelayanan (Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, 2011).

Monitoring dan evaluasi yang dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan hanya untuk pelayanan dasar yang terdapat di puskesmas, tetapi untuk pelayanan rujukan yaitu rumah sakit tidak dapat dilakukan monitoring dan evaluasi karena rumah sakit langsung memberikan laporan ke pusat dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Kota, berdasarkan keterangan yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Medan.

Good governance dalam administrasi kurang berjalan optimal. Hubungan PT. Askes Indonesia dan dinas kesehatan masih belum jelas dan kurang terkoordinasi

terutama di daerah-daerah yang menyelenggarakan sistem jaminan kesehatan bagi masyarakat.

Hal yang sama juga dinyatakan pihak tim pengendali Askes bagian jamkesmas RSUD dr. Pirngadi Medan, bahwa rumah sakit memberikan laporan bulanan ke Pusat dengan tembusan ke Dinas Kesehatan, hanya saja fungsi Dinas Kesehatan sebagai safe guarding belum dapat berjalan dengan baik dimana pada analisis laporan sepertinya belum berjalan optimal dilakukan terbukti dari tidak adanya umpan balik hasil analisis ke stakeholder yang terkait. Kunjungan lapangan dan supervisi sangat jarang dilakukan, dan walaupun ada hanya terbatas untuk masalah verifikasi dan klaim biaya pelayanan

Menurut mekanisme pelaporan dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, dimana Dinas Kesehatan Kota mendapatkan laporan rekapitulasi bulanan baik berupa data pasien gakin maupun jumlah klaim, bahkan dalam melaksanakan negosiasi dan kontrak kerja, seperti yang dinyatakan dari Dinas Kesehatan Kota Medan.Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kepala Puskesmas Medan Amplas setiap bulannya puskesmas memberikan laporan jamkesms kepada Dinas Kesehatan kota.

Hal ini menunjukkan telah berjalan dengan baik peran Dinas Kesehatan dalam sistem monitoring, baik puskesmas dan juga rumah sakit. Hasil wawancara dengan informan dari masyarakat bahwa sebagian dari mereka bahkan tidak tahu apa kepanjangan dari jamkesmas itu sendiri, dapat dikatakan bahwa pengetahuan responden tentang jamkesmas masih rendah. Hal ini dikarenakan kurangnya

sosialisasi yang dilakukan dari dinas kesehatan kepada masyarakat yang berhak menerima jamkesmas, sehingga mereka hanya mengetahui tujuan dari program ini hanya sebatas untuk berobat gratis saja.

Monitoring dan evaluasi terhadap Program Pelayanan di Puskesmas dan Rujukan Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit yang dijamin pemerintah dilaksanakan oleh pusat, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kota dan diarahkan agar penyelenggaraan program dapat berjalan lebih efektif efisien. Akan tetapi dalam kenyataannya pemantauan dan evaluasi belum dijalankan secara optimal, karena berbagai pihak yang berperan dalam program belum tahu persis prosedur pelaksanaan program jamkesmas.

Sesuai dengan pedoman pelaksanaan jamkesmas tahun 2011 yaitu pada aspek pengorganisasian dan manajemen, dilakukan penguatan peran Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, terutama peningkatan kontribusi pemerintah daerah di dalam pembinaan dan pengawasan serta peningkatan sumber daya yang ada untuk memperluas cakupan kepesertaan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan memberikan bantuan tambahan (suplementasi dan komplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh program Jamkesmas.

Dalam UU SJSN tertulis bahwa pengelola jaminan sosial tidak berorientasi pada keuntungan. Selama ini askes wajib (PNS) yang dikelola PT. Askes membebankan iuran bayar (cost sharing) bagi peserta PNS serta pembatasan yang lain. Kekhawatiran yaitu jaminan miskin ini dimanfaatkanoleh mereka yang tidak

miskin atau gakin tidak dapat memanfaatkan jaminan karena tidak terdata atau tidak dapat akses ke pelayanan kesehatan.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadjib dkk (2006) studi telaah efisiensi dan efektifitas admininstrasi dan keuangan penyelenggara JPKMM (Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin) propinsi Bali, NTB, Banten dan Jawa Barat bahwa dari aspek kebijakan bahwa kebijakan JPKMM meski sosialisasi telah dilakukan, belum optimal, antara lain karena pada masa transisi PT Askes disibukkan dengan target pendistribusian kartu dan telah dipahami pentingnya forum konsultasi, pengawasan dan monitoring evaluasi, namun di lapangan forum-forum ini belum banyak dikembangkan dan kalaupun ada belum berjalan optimal, perubahan kebijakan dalam waktu setahun membuat berbagai kendala di lapangan untuk menyesuaikan. Dari aspek kepesertaan kuota ditetapkan berdaasarkan data BPS 2004, dan hanya mencakup jumlah secara nasional dan estimasi menurut daerah dan banyak terdapat banyak perbedaan, mekanisme pendataan keluarga miskin dalam PJKMM berbeda antar daerah.

Menurut Gani (2007) prinsip nirlaba diartikan apabila setelah dilakukan audit terdapat Sisa Hasil Usaha (SHU), akan menjadi sumberdana tahun berikutnya untuk peningkatan pelayanan kesehatan kepada gakin. Bila terdapat kekurangan dana akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. Dana program dialokasikan untuk dana akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. Dana program dialokasikan untuk dsana pelayanan kesehatan sebesar 95% (terdiri dari dana pelayanan kesehatan langsung 90% dan dana pelayanan kesehatan tidak langsung 5%) serta dana kegiatan

penunjang sebesar 5%. Administrasi kartu merupakan bagian dana pelayanan kesehatan tidak langsung. Dana kegiatan penunjang terdiri dari dana-dana untuk persiapan pelaksanaan program, biaya administrasi dan pencatatan/ pelaporan program.

Dokumen terkait