BAB II PROGRAM DAN KEGIATAN DANA APBD
D. Aspek Kewaspadaan Pangan dan Keamanan Pangan
a) Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan
Ketahanan pangan secara umum pada saat ini belum dapat diwujudkan, hal ini ditandai dengan masih banyaknya kejadian kerawanan pangan di berbagai daerah di Kabupaten/ Kota yang bersifat kronis ( terjadi berulang sepanjang waktu) dan transien (terjadi secara mendadak). Kejadian kerawanan pangan kronis disebabkan Penanganan kerawanan pangan kronis dan transien yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat belum dapat dilaksanakan secara optimal, karena belum adanya pemahaman yang sama tentang kerawanan pangan, belum memadainya sumberdaya dalam oleh ketidak mampuan masyarakat menangani permasalahan kekurangan pangan yang terjadi secara berulang-ulang sepanjang waktu. Sedangkan kejadian rawan pangan transien biasanya disebabkan oleh adanya bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Kejadian yang terjadi secara berulang-ulang maupun yang disebabkan oleh bencana alam dan bencana buatan manusia berakibat pada terjadinya kerawanan pangan karena berpengaruh negatif terhadap produksi pangan, distribusi pangan, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, akses pangan maupun status gizi masyarakat.
Sampai saat ini penanganan kerawanan pangan belum berjalan sesuai dengan sistem koordinasi dan sinkronisasi yang kita harapkan. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pananganan rawan pangan, maka perlu dilakukan beberapa upaya antara lain penyamaan persepsi tentang rawan pangan dan koordinasi operasional dalam pemberian bantuan.
Tujuan kegiatan ini merupakan suatu dasar dalam menentukan indikator kinerja suatu organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan yang diinginkan adalah:
Menyamakan persepsi dalam menangani kejadian rawan pangan pada tingkat masyarakat Kabupaten/ Kota.
Memberikan data dan informasi tentang factor yang mempengaruhi terjadinya kerawanan pangan.
Mengidentifikasi masalah pangan yang terjadi di beberapa kabupaten/kota.
Memberikan bantuan pangan kepada masyarakat yang menjadi korban bencana alam
Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah:
Tersedianya data dan informasi yang mempengaruhi terjadinya kerawanan pangan.
Terumuskannya langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka menghadapi kerawanan pangan di suatu wilayah.
Terbangunnya koordinasi lintas sektoral dan kesamaan persepsi dalam hal penanganan kerawanan pangan.
Berkurangnya jumlah masayarakat yang mengalami kerawanan pangan disebabkan bencana alam dengan member bantuan pangan.. Pelaksanaan kegiatan Penanggulangan Daerah Rawan Pangan dilakukan melalui tahapan-tahapan yaitu : 1). Persiapan; 2). Rapat Koordinasi ; 3). Pemanatauan Dini Rawan Pangan/Pengumpulan Data Rawan Pangan; 4). Penyaluran Paket bantuan Pangan.
Realisai kegiatan ini adalah Rp. 151.766.200,- (75,88%) dari anggaran Rp. 200.000.000,-
Lokasi Penerima Paket Bantuan Daerah Rawan Pangan Tahun 2012
No Kabupaten/Kecamatan Desa Jumlah KK
Jenis Paket bantuan Beras (Kg/KK) Gula Pasir (Kg/KK) Minyak Goreng (liter/KK) Ikan Sarden (Klg/KK) 1 Kuantan Singingi
Logas Tanah Darat
b) Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Food Insecurity Atlas (FIA)
Saat ini pelaksanaan SKPG dirasakan sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, dimana sebagian aspek-aspek penanganan kerawanan pangan merupakan urusan daerah. Pemerintahan Provinsi mempunyai kewajiban (1) pencegahan dan pengendalian masalah pangan akibat menurunnya ketersediaan pangan didaerah karena berbagai sebab; (2) pencegahan dan penanggulangan masalah pangan sebagai akibat menurunnya mutu, gizi dan keamanan pangan; (3) peningkatan dan pencegahan penurunan akses pangan masyarakat ; dan (4) penanganan dan pengendalian kerawanan pangan. Untuk Pemerintahan Kabupaten dan Kota mempunyai kewajiban penanganan urusan Ketahanan Pangan yang terkait dengan SKPG seperti (1) melakukan identifikasi kelompok rawan pangan ; (2) melakukan penanganan penyaluran pangan untuk kelompok rawan pangan tingkat Kabupaten; (3) melakukan pencegahan dan pengendalian, serta penanggulangan masalah pangan sebagai akibat penurunan akses pangan, mutu, gizi, ketersediaan dan keamanan pangan ;(4) melakukan pengumpulan dan analisis informasi Ketahanan Pangan di Kabupaten / Kota untuk penyusunan kebijakan Ketahanan pangan tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi .
Mengingat pelaksanaan SKPG melibatkan berbagai lintas sektor khususnya di daerah, diperlukan penyamaan persepsi bagi instansi yang terkait dengan kegiatan ini baik dalam kelembagaan penanganan, pengaplikasian instrument dan indikator serta mekanisme pengumpulan, pengolahan dan analisa data sampai dengan penyusunan rencana tindak atau intervensi.
Tujuan kegiatan ini antara lain :
Mengoptimalkan penyelenggaraan pemantauan dini situasi pangan dan gizi melalui langkah-langkah pengumpulan data dan informasi kondisi pangan dan gizi pada kurun waktu tertentu. Membangun koordinasi dan kerjasama lintas institusi dan
stakeholder serta masyarakat dalam penanganan program-program penanggulangan kerawanan pangan dan gizi.
Memperoleh data dan informasi tentang situasi pangan serta faktor yang mempengaruhi kondisi rawan pangan secara priodik dan berkesinambungan.
Sasaran yang ingin dicapai pada pelaksanaan kegiatan ini adalah : Tersedianya data dan informasi berdasarkan instrument dan
indikator SKPG secara periodik, terjadwal dan berkesinambungan seluruh Kabupaten/Kota se Propinsi Riau.
Tersedianya bahan analisis dan peramalan situasi pangan dan gizi sebagai bahan kebijakan dalam rangka mengantisipasi terjadinya kondisi kerawanan pangan dan gizi.
Dari hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan terhadap data / informasi yang didapat dari kegiatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), dapat diambil kesimpulan antara lain : Dari hasil analisis terhadap kondisi pangan di Provinsi Riau,
khususnya produksi beras mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 6,80 % dibanding tahun 2010, sedang kebutuhan beras penduduk Riau pada tahun 2011 sebanyak 659.539 ton masih kekurangan sebesar 343.721 ton atau 52,11 %.
Tingkat ketergantungan kebutuhan beras penduduk Riau terhadap daerah pemasok mengalami peningkatan sebesar 4,05 % pada tanun 2011 menjadi 52,11 % dibanding tahun 2010 sebesar 46,37 %. Peningkatan ini antara lain disebabkan meningkatnya jumlah penduduk Provinsi Riau dari 5.543.031 jiwa menjadi 5.738.543 jiwa atau sebesar 3,41 %
Dari 11 Kabupaten/Kota se Provinsi Riau hanya kabupaten Rokan Hilir mempunyai produksi beras yang tertinggi yaitu
sebanyak 94.328,46 ton dengan kebutuhan penduduknya sebesar 65.346,05 ton sehingga surplus sebanyak 27.928,41 ton atau 29,99%.
Ketersediaan pangan (Beras, Jagung dan umbi-umbian) di Provinsi Riau tahun 2011 sebesar 373.373 ton yang tertinggi berada di Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 92.280 ton disusul Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 79.242 ton dan yang terendah berada di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 4.112 ton.
Dari aspek ketersediaan, berdasarkan skor pertanian kabupaten Rokan Hilir mempunyai nilai skor 4 yang dikategorikan daerah surplus, sedang daerah lainnya dikategorikan rawan dengan resiko tinggi. Daerah yang mempunyai nilai skor 8 dengan tingkat resiko tinggi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki nilai skor 3 dari 2 indikator (indikator pertanian dan sosial ekonomi).
Aspek akses pangan, dilakukan dengan pendekatan kondisi sosial masyarakat. Jumlah keluarga miskin di Provinsi Riau tahun 2011 sebanyak 390.170 kepala keluarga, mengalami kenaikan sebesar 8,14 % dibanding tahun 2010 yang jumlahnya 358.424 kepala keluarga. Jumlah Kepala Keluarga miskin yang tertinggi berada di Kabupaten Kepulauan Meranti dengan persentase 57 % dengan skor 3 disusul Kabupaten Pelalawan dengan persentase 45 % dan Kabupaten Indargiri Hilir 41%, artinya kemampuan keluarga tersebut dalam memenuhi pangannya tergolong prioritas 1 dan harus dilakukan intervensi, kecuali Kabupaten Kepulauan Meranti penanggulangan keluarga miskin merupakan prioritas 1, selanjutnya keluarga miskin yang terendah berada di Kotamadya Pekanbaru dengan persentase 12%.
Penderita gizi buruk dan gizi kurang di Provinsi Riau pada tahun 2011 berjumlah 3.933 balita mengalami penurunan sebesar 20,85% bila dibanding dengan tahun 2010 yang jumlahnya 4.949 balita namun persentase KEP mengalami peningkatan dimana persentase KEP pada tahun 2010 sebesar 9,72 % turun
menjadi 9,40 % atau 0,32 % pada tahun 2011. Walaupun terjadi penurunan jumlah Balita penderita gizi buruk dan gizi kurang, upaya untuk menurunkan angka balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk tetap dilakukan dengan cara penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusui serta optimalisasi posyandu. Realisasi kegiatan ini sejumlah Rp. 234.364.000,- (93,75%) dari anggaran Rp. 250.000.000,-
c) Koordinasi dan Pembinaan Otoritas Kompetensi Mutu dan Keamanan Pangan
Secara umum tujuan yang akan dicapai dari kegiatan Koordinasi dan Pembinaan Otoritas Kompetensi Mutu dan Kemanan Pangan adalah : Mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan yang
berkaitan dengan mutu dan keamanan pangan produk hasil pertanian kepada masyarakat, produksen pangan dan konsumen
Terjalinnya koordinasi dengan instansi stakeholder terkait dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan produk hasil pertanian dalam rangka program kerja OKKP-D Propinsi Riau.
Penyediaan pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi oleh masyarakat
Keluran dari kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan petugas Otoritas Kompeten Keamanan Pangan-Daerah (OKKP-D), dalam upaya menjalin koordinasi dengan instansi terkait, dalam mendukung tersedianya pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Serta terlaksananya sertifikasi Prima 3 kepada kelompok usaha produk sayur sebanyak 2 kelompok yaitu kelompok Manunggal Abadi dengan komoditi Salak Pondoh di Kecamatan Dayun Kab.Siak dan kelompok Arifin Kecamatan Tameran Kab.Bengkalis dengan komoditi buah naga.
Kegiatan pokok Koordinasi dan Pembinaan Otoritas Kompetensi Mutu dan Keamanan Pangan tahun 2012 , terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
Melakukan rapat-rapat koordinasi dengan isntansi terkait
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia petugas Propinsi dan Kabupaten Kota.
Melakukan Konsultasi dan menghadiri pertemuan dan pelatihan ditingkat pusat, dalam upaya peningkatan pengetahuan Sumberdaya manusia dalam pemantapan keamanan pangan.
Pembuatan bahan materi informasi, berupa leaflet dan poster.
Penyusunan Dokumen Sistim Mutu (Doksistu) sebagai dukumen acuan bagi petugas OKKPD dalam operasional Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah.
Melakukan Audit Internal Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah.
Melakukan uji coba labolatorium beberapa komodi sayuran terhadap kandungan pestisida.
Melakukan sertifikasi kelompok usaha yang bergerak dibidang pengembangan sayur-sayuran di Provinsi Riau.
Pembinaan dan pematauan ke Kabupaten Kota terhadap kelompok usaha yang potensial untuk di sertifikasi.
Dalam upaya untuk mengetahui residu pestisida pada buah dan sayur yang beredar dipasaran atau yang dikonsumsi masyarakat, perlu dilakukan uji sampel labolatorium, uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan residu pestisida yang ada pada buah dan sayur tersebut. Kandungan pestisida yang diperbolehkan adalah sesuai Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida hasil pertanian, yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Pengujian
sampel diKota Pekanbaru Data hasil pengujian labor terhadap beberapa jenis sayuran diperoleh dengan hasil sebagian terdeteksi, tetapi masih dibawah Batas Maksimum Residu (BMR), dan sebahagian besar lainya tidak terdeteksi.
Dokumen sistim mutu Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah merupakan suatu panduan yang dapat dijadikan acuan,dan dokumen ini merupakan salah satu persyaratan dalam verifikasi OKKP-D. Dokumen sistim Mutu Doksistu), terdiri dari Panduan Mutu, Dukumen Prosedur dan Form Pendukung. Dokumen sistim mutu ini disusun berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh daerah. Pengerjaan Dokumen Sistim Mutu telah dapat dilakukan pada tahun 2010, walaupun ada perbaikan dan penyempurnaan Dokumen Sistim Mutu terus disempurnakan, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang diperlukan. Dokumen Sistim Mutu telah dikirimkan kepada OKKP-pusat dan telah disempurnakan, hal ini sesuai alur proses yang diatur dalam Pedum OKKP-Pusat dan apabila telah disetujui makan OKKP-D Provinsi Riau dapat diakreditasi dan diberi sertifikat lulus akreditasi.
Sertifikasi adalah pengakuan pada pangan hasil pertanian sebagai bukti bahwa produk tersebut telah melalui proses produksi dan perlakuan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Sertifikasi kepada produk sayur dan buah telah dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP-D) kepada Kelompok / pelaku usaha pangan segar.
Jumlah anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp.150.000.000,-. dengan realisasi Rp. 138.985.000,- (92,66%)
d) Replikasi Special Programme For Food Security (SPFS)
Salah satu program yang akan memperbaiki ketahanan pangan melalui percepatan peningkatan produksi, produktivitas pangan dan mengurangi ketidakstabilan produksi serta peningkatan usaha produktif lainnya.
Pada tahun 2012 melalui dana APBD telah dilaksanakan pelatihan pengolahan ubi kayu menjadi makanan selingan yang dilaksanakan di Pekanbaru dengan peserta berasal dari Kab.Kepulauan Meranti, Pelalawan, Bengkalis, Kampar, Kota Pekanbaru dan Kota Dumai dengan masing-masing peserta sebanyak 3 orang
Secara umum tujuan yang akan dicapai dari kegiatan SPFS adalah sebagai berikut :
Mengendalikan air secara mikro untuk dapat melindungi penduduk dari kekurangan/ kelebihan air akibat pengaruh cuaca.
Mempercepat peningkatan produksi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan.
Membangun sistem produksi yang dapat diterima secara ekonomi. Membentuk program pertanian dan program investasi yang dapat
menjamin ketahanan pangan dan gizi seimbang.
Membantu masyarakat dalam meningkatkan kemampuan produksi pangan dengan basis kegiatan ekonomi yang berkelanjutan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses pangan.Kemudian Output yang dilaksanakan dari kegiatan ini adalah :
1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman kelompok tani penerima bantuan tahun 2011 tentang penggunaan mesin penepung.
2. Kelompok tani penerima bantuan dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan kelompok dengan melakukan pengolahan ubi kayu menjadi makan selingan.
Selain itu juga dilaksanakan penyaluran bantuan mesin pengolahan ubi kayu pada 3 Kabupaten seperti pada table dibawah:
No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Nama
Kel.Tani
1 Indragiri Hulu Pasir Penyu Sekar Mawar Sidorejo
2 RokanHulu Tandun Tandun Barat Walet
3 Kuantan Singingi Kuantan
Tengah
Pulau Aro Ronge Biru
Jumlah anggaran sebesar Rp. 225.000.000,- dengan realisasi Rp. 194.410.000,- ( 86,40 % ).