• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perubahan ekosistem yang tidak terduga

BAB II MATERI UNIT KOMPETENSI MENJELASKAN PROGRAM PERIKANAN

3.3 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan perubahan ekosistem yang tidak terduga

Sejauh ini kita telah membicarakan dampak yang akan terjadi pada spesies target yang seolah-olah dalam keadaan terisolasi. Kenyataannya, spesies target tersebut tidak dalam keadaan terisolasi. Plankton, invertebrata, tumbuhan laut, ikan herbivor (pemakan tumbuh-tumbuhan), ikan buas (predator), dan habitatnya saling berhubungan dan mempengaruhi dalam hubungan ekologis yang rumit. Jika satu spesies ditangkap maka predator dan spesies kompetitor akan terpengaruh. Predator akan beralih memakan spesies lainnya untuk dimangsa jika populasi mangsa pertama mulai berkurang. Perubahan jenis mangsa ini selanjutnya akan menyebabkan populasi mangsa kedua juga akan menurun. Jika ikan predator dapat menemukan mangsanya, maka ikan predator akan kelaparan dan populasinya menurun. Suatu saat, karena predator berkurang maka populasi ikan-ikan yang biasa menjadi mangsanya dapat meningkat.

Dampak penangkapan ikan terhadap ekosistem sulit diperkirakan. Perubahan dapat merambat melalui beberapa spesies yang berhubungan, seperti efek domino. Kadang-kadang populasi spesies tertentu meningkat tajam dalam jumlah tanpa terduga (seperti cumi, bulu babi, dll.) sedangkan

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.001.01

populasi spesies lain yang diduga stabil dapat menjadi tiba-tiba lenyap. Dalam beberapa kasus, overfishing telah menyebabkan perubahan drastis dalam struktur ekosistem.

Gambar 5.8. Dengan semakin meningkatnya penangkapan terhadap ikan-ikan yang menempati torphic level tinggi, nelayan terpaksa menangkap ikan-ikan yang menempati posisi trofik level yang lebih rendah.

Perlu kita ingat bahwa perubahan-perubahan dalam ekosistem ini sulit diperkirakan dan kadang tidak dapat diubah kembali menjadi seperti kondisi awal. Ekosistem kadang dapat berubah sebab yang jelas. Mari kita lihat beberapa kasus yang menunjukkan perubahan struktur dan fungsi ekosistem dalam sejarah perikanan.

Kasus 9: Contoh klasik hutan kelp

Ini adalah kasus pertama (kebetulan) yang merupakan bukti dari konsep perubahan ekosistem akibat hilangnya satu jenis spesies. Penangkapan anjing laut yang berlebihan di tahun 1800-an hampir menghilangkan hutan kelp di hampir seluruh pantai barat Amerika Serikat dan Kanada. Hutan kelp adalah ekosistem laut yang produktif yang dibangun oleh ganggang raksasa yang berperan sebagai "hutan". Ekosistem ini dihuni oleh berbagai jenis ikan, invertebrata, dan mamalia laut, termasuk anjing laut (sea otter). Hutan kelp merupakan ekosistem asli dan asal muasal bagi habitat-habitat bersubstrat keras di pantai kawasan subtropis .

Apa yang terjadi? Anjing laut adalah pemakan bulu babi, dan bulu babi adalah pemakan kelp - khususnya kelp muda. Setelah populasi anjing laut berkurang, populasi bulu babi meningkat drastis,

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.001.01

kadang membentuk hamparan seperti karpet yang menutupi dasar laut. Populasi bulu babi sebanyak itu menyebabkan tidak ada lagi kelp muda yang dapat tumbuh.

Kisah anjing laut dari hutan kelp Pasifik ini telah dikenal dengan baik. Namun yang kurang terkenal adalah hutan kelp Atlantik yang juga mengalami nasib yang sama, yaitu adanya ledakan populasi bulu babi. Di kawasan Atlantik, populasi ikan-ikan pemakan bulu babi, yaitu semacam ikan pecak, wolffish, dan cod, diduga sudah berada dalam kondisi overfishing. Baru-baru ini, bulu babi juga telah dalam kondisi overfishing, dan dalam beberapa kasus populasinya juga menurun. Walaupun populasi bulu babi sudah menurun, hutan kelp masih belum kembali juga. Yang ada adalah komunitas bentik yang sederhana, di antaranya adalah spesies asing yang bernilai ekonomis rendah. Kisah Atlantik ini menunjukkan bahwa walaupun masalah utamanya telah dipecahkan (yaitu meledaknya populasi bulu babi), ekosistem yang asli belum tentu kembali (dari Dayton et al., 2002).

3.3.1 Pengambilan pemangsa tertinggi (top predator)

Overfishing memiliki cenderung terjadi pada ikan-ikan yang berstatus pemangsa tertinggi (top predator). Lingkungan laut yang sehat dan belum pernah mengalami penangkapan ikan dihuni oleh ikan-ikan besar/top predator dalam jumlah yang banyak. Jumlah top predator di lingkungan laut cenderung lebih banyak dibandingkan dengan top predator di lingkungan darat. Namun, ikan-ikan besar tersebut adalah sasaran utama para nelayan hampir di semua tempat.

Secara historis, jenis ikan yang paling digemari nelayan dan dikonsumsi adalah top predator. Namun, para nelayan telah menangkap sebagian besar ikan-ikan top predator ini, seperti tuna dan billfish. Hal ini memaksa nelayan beralih ke jenis ikan lain yang lebih kecil yang akhirnya mempengaruhi rantai makanan. Lingkaran ini terus berlanjut sampai akhirnya nelayan menghilangkan sebagian besar ikan yang menenmpati trophic level di bagian paling atas. Di Filipina, misalnya, cucut atau hiu telah hampir hilang dari perairan dekat pantai karena overfishing pada ikan-ikan bagian atas jejaring makanan.

3.3.2 Berkurangnya rantai makanan akibat penangkapan ikan

Runtuhnya stok ikan predator secara mendasar telah mengubah berbagai ekosistem laut. Banyak ilmuwan khawatir jika kita terus menangkap ikan-ikan sehingga rantai makanan semakin pendek maka akan sedikit ikan yang tersisa (trophic level yang lebih rendah) dan berbagai jenis invertebrata seperti ubur-ubur, udang dan zooplankton. Dengan kata lain, akhirnya manusia akan menjadi satu-satunya predator di laut.

3.3.3 Penangkapan spesies mangsa

Spesies mangsa adalah ikan-ikan berukuran kecil yang menempati trophi level rendah. Jenis ikan ini adalah makanan dari ikan-ikan predator. Penangkapan ikan mangsa ini juga dapat mengganggu fungsi ekosistem. Spesies yang akan terkena dampak pertama adalah ikan predator, berupa penurunan populasi. Dampak sekunder dapat terjadi pada spesies mangsa lainnya dimana predator yang tersisa dipaksa untuk memangsa ikan-ikan yang kurang disukai, serta pada algae dan plankton yang biasanya merupakan makanan bagi ikan kecil.

Kasus 10: Menhaden

Menhaden adalah jenis ikan yang berukuran relatif kecil, menempati trophic level yang rendah dan banyak ditangkap di perairan barat Atlantik. Produksi ikan ini sangat berfluktuasi, diduga sebagai akibat dari kehilangan habitat, peningkatan pemangsaan, dan kegiatan penangkapan yang intensif.

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Kode Modul KKP.KP.03.001.01

ikan kembung, ikan kod, tuna, dan bass. Hancurnya populasi Menhaden tampak mempengaruhi populasi ikan bass sebagaimana terlihat dari kondisi tubuh ikan belang bass yang semakin kecil ketika populasi menhaden menurun. Pada gilirannya, kemudian populasi ikan belang bass hancur di Chesapeake Bay di tahun 1980-an.

Kasus 11: Singa Laut Steller

Singa laut Steller dari Pasifik Utara dianggap sebagai spesies terancam. Jumlah mereka menurun drastis dari 300,000 di tahun 1960 menjadi kurang dari 66,000 individu hari ini. Tiga perempat dari populasi dunia mamalia laut ini hidup di perairan Alaska di mana mangsa yang mereka sukai (yaitu ikan Pollock) sudah berada dalam kondisi sangat overfishing. Mamalia laut ini terpaksa harus memangsa makanan lain kurang bergizi. Kini, singa laut Steller menghadapi kesulitan untuk memperoleh makanan yang cukup untuk mempertahankan hidupnya.

3.3.4 Eutrofikasi

Penangkapan ikan kecil dalam jumlah besar, terutama dari kelompok yang menempati posisi trophic level bawah juga dapat menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi adalah gejala yang terjadi akibat meningkatnya kesuburan perairan sehingga terjadi peningkatan populasi alga, jenis makanan bagi ikan kecil dan invertebrata, yang mengurangi oksigen hampir dari sebagian besar wilayah perairan. Setelah penangkapan ikan kecil dalam jumlah banyak, populasi algae mulai meningkat. Pada saat tertentu alga akan sangat melimpah hingga air tampak berwarna hijau. Tingginya populasi alga ini menyebabkan ganggang laut dan karang mati karena sinar matahari terhalang. Dalam kasus yang paling parah, alga yang melimpah ini malah menyebabkan kematian setiap biota hidup di bagian laut mati. Algae yang mati akan diuraikan oleh bakteri yang mengkonsumsi banyak oksigen sehingga kadar oksigen di perairan tersebut menurun drastis. Pada saat inilah terjadi kematian massal. Eutrofikasi juga bisa terjadi karena polusi yang disebabkan masuknya pupuk dari aliran sungai yang melewati kawasan pertanian atau sisa-sisa kotoran peternakan. Kelebihan unsur hara di perairan akan memacu pertumbuhan algae secara berlebihan. Unsur hara yang tinggi ini dapat menyebabkan hilangnya ikan kecil atau invertebrata.

Kasus 12: Eutrofikasi di Chesapeake

Teluk Chesapeake adalah muara yang luas dari timur Amerika Serikat. Teluk ini telah menderita eutrofikasi dan secara bertahap merusak ekosistem lamun. Degradasi ekosistem ini sebagian besar disebabkan oleh penangkapan yang berlebih terhadao dua biota yang mengendalikan populasi alga, yaitu menhaden (ikan kecil) dan tiram. Populasi tiram di daerah terumbu Chesapeake menyaring semua air dari seluruh teluk setiap tiga bulan sekali. Populasi tiram tersebut dieksploitasi secara intensif dengan mesin penuai (harvesting machine) sehingga sebagian besar tiram terumbu telah hilang. Populasi tiram yang tersisa memerlukan paling sedikit enam bulan untuk menyaring air dari seluruh teluk. Wabah eutrofikasi terjadi sebagai akibat dari masukan pupuk yang meningkat melalui aliran sungai dan hilangnya dua biota pengendali alga di Cheapeake.

Populasi tiram di Chesapeake menurun karena kehilangan habitat yang cocok sebagai akibat teknik pemanenan tiram telah merusak substrat tempat hidup dan masuknya pathogens (Dayton et al., 2002).

3.4 Aspek Pengetahuan: Menjelaskan bahwa dampak overfishing terhadap ekosistem adalah