• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT

DAFTAR PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN

3.5. Analisis Data

3.5.3. Aspek reproduksi kerang darah 1 Rasio kelamin

Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah kerang jantan dan kerang betina dengan rumus :

Rasio kelamin =

Keterangan :

J : jumlah kerang jantan(individu)

B : jumlah kerang betina (individu)

k : kelompok stasiun pengamatan untuk kerang darah jantan dan betina yang ditemukan

Selanjutnya untuk menentukan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jatan dan kelamin betina dilakukan uji Chi-square, yaitu sebagai berikut :

Dengan rumus perhitungan :

n

-

Keterangan :

X2hitung : Chi-square hitung

Oi : frekuensi ke-i

ei : frekuensi harapan ke-1

k : kelompok stasiun pengamatan untuk kerang darah jantan dan betina yang ditemukan

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : J = B

H1 : ≠

Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran Chi-square. Penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika nilai X2 hitung lebih dari X2 tabel maka keputusananya

adalah menolak hipotesis nol (antara jumlah jantan dan betina tidak sama atau ≠ )

dan jika X2 hitung kurang dari X2 tabel, maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol (antara jumlah jantan dan betina kondisi seimbang 1:1).

3.5.3.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan dengan acuan tingkat kematangan gonad secara morfologi dan secara histologi. Penentuan Tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua kerang contoh yang diambil. sementara untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad berdasarkan

selang kelas dimana terdapat kerang yang memiliki tingkat kematangan gonad yakni gonad TKG IV.

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata kerang darah pertama kali matang gonad adalah Spearmen-Karber (Udupa 1986 in Solihatin 2007) yaitu sebagai berikut:

m = xk + [(x/2) – x∑ p ]

M an lo m ± ,96√x2*∑ [ p *q / n i-1)]) Keterangan :

m : log panjang kerang pada matang gonad pertama

Xk : log nilai tengah kelas panjang yang terakhir kerang telah matang gonad

x : log pertambahan panjang pada nilai tengah

pi : proporsi kerang matang gonad pada selang kelas panjang ke-i dengan jumlah kerang pada selang kelas panjang ke-i

ni : jumlah kerang pada selang kelas panjang ke-i

qi : 1-pi

M : panjang kerang pertama kali matang gonad sebesar antilog m

3.5.3.3. Indeks kematangan gonad (IKG)

Bagian dari reproduksi suatu organisme sebelum pemijahan terjadi adalah perkembangan gonad yang semakin matang. Effendie (2002), di dalam proses reproduksi sebagian besar total metabolisme menuju perkembangan gonad. Perubahan-perubahan kondisi gonad ini dapat dinyatakan dalam suatu indeks yaitu IKG yaitu sebagi berikut :

% 100   Bt Bg IKG Keterangan :

IKG : Indeks Kematangan Gonad

Bg : berat gonad (gram)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet

Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayan- nelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa sungai yang bermuara di perairan ini diantaranya, sungai Bondet, sungai Celancang, sungai Pekik, sungai Tangkil, sungai Karang Sembung, dan sungai Condong. Lingkungan sekitar perairan Bondet ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunan lahan yaitu persawahan dan pemukiman. Nelayan yang terdapat di perairan Bondet merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-5 GT.

Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur yang relatif halus, berwarna abu-abu dengan sedikit bau (bau lumpur) dan dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Bondet mengandung detritus relatif tinggi. Parameter fisika air yang diamati adalah suhu dan arus. Suhu perairan sangat penting bagi kehidupan biota perairan, karena untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan yang optimal dan sangat berpengaruh, baik pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (Hutabarat & Evans 1984), dimana suhu merupakan pemicu dimulainya proses gametogenesis. Besarnya suhu perairan Bondet berfluktuatif secara musiman. Rata-rata suhu pada saat penelitian berkisar antara 28-30°C. Kisaran suhu ini cocok untuk kehidupan kerang darah di perairan Bondet dengan melihat keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Berdasarkan Broom (1985) suhu yang sesuai untuk setiap spesies pada kerang darah berbeda- beda tergantung pada kondisi geografisnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan kerang darah untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Misalnya, kerang darah di Malaysia umumnya dapat hidup dengan suhu permukaan air rata-rata 29-320C, sedangkan di Phuket, Thailand suhu air yang sesuai adalah 25-32,80C (Boonruang & Janekarn 1983 in Broom 1985).

Rata-rata kecepatan arus di perairan Bondet selama penelitian berkisar 8,82- 12,52 cm/detik. Arus tersebut termasuk arus yang sangat lemah hingga sedang. Pergerakan air yang lemah di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi

pemakan detritus, seperti halnya pada kerang darah (Mann 2000). Wood (1987) mengklasifikasikan kecepatan arus yang kurang dari 10 cm/detik termasuk arus yang sangat lemah, dengan organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas, sedangkan kecepatan arus 10-100 cm/detik termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pada saat pengamatan, gelombang yang terjadi cukup besar dan muka air laut tinggi akibat pasang.

Parameter kimia perairan yang diamati adalah salinitas dan pH. Selama pengamatan rata-rata kadar salinitas di perairan Bondet berkisar antara 24‰-30‰.

Salinitas minimum 24‰ terjadi pada bulan April dan salinitas maksimum 30‰

terjadi Juni. Menurut Pathanasali (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah

hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 25‰, namun pada stadia

muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8‰ dan kerang darah termasuk organisme yang toleran

terhadap salinitas tinggi dan rendah. Salinitas tertinggi mencapai 29‰, namun pada salinitas yang sangat rendah, yaitu 9,4‰ kerang tidak dapat tumbuh bahkan

mengalami kematian.

Nilai pH adalah 7-7,5. Nilai pH ini berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh kerang darah. Jika proses metabolisme dapat berjalan dengan baik, maka kerang darah dapat tumbuh dan berkembang biak melalui energi yang dihasilkan dari proses metabolisme. Kedua parameter kimia air yang diamati juga dapat mempengaruhi kehidupan kerang darah diperairan.

Alat tangkap kerang darah yang digunakan oleh nelayan di desa Bondet adalah garuk. Alat tangkap garuk banyak digunakan nelayan Cirebon. Pada prinsipnya alat garuk cara pengoprasiannya mirip seperti trawll. Daerah penangkapan kerang yang dilakukan oleh nelayan adalah di sekitar perairan Bondet. Kerang darah hampir setiap hari didaratkan TPI condong, Desa Bondet. Hal ini permintaan akan kerang darah cukup tinggi. Kerang dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 17,000-Rp 20,000 per kg. Daerah pemasaranya khusus wilayah sekitar Cirebon. Harga kerang darah lebih mahal dibandingkan dengan jenis kerang lainnya (Nurita, komunikasi pribadi 12 April 2011).

4.1.2. Perairan Mundu

Perairan Mundu merupakan wilayah penangkapan kerang darah yang banyak dilakukan oleh masyarakat Cirebon dan juga sebagai kegiatan perikanan. Perairan Mundu bermuara beberapa sungai yaitu sungai Banjiran, sungai Kalijaga, sungai Krian, sungai Pengarengan, dan sungai Bandengan. Lingkungan sekitar perairan Mundu ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunanan lahan yaitu persawahan, pemukiman, dan perindustrian. Sehinga dengan kondisi tersebut dapat diduga bahwa diperairan Mundu sedikit lebih tercemar dibandingkan di perairan Bondet. Dengan demikian habitat kerang darah di perairan Mundu kurang baik di bandingkan dengan di perairan Bondet.

Nelayan yang terdapat di perairan Mundu merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-6 GT. Hasil tangkapan di perairan Mundu yaitu ikan, kerang- kerangan, rajungan, kepiting baku, udang, cumi-cumi, namun hasil tangkapan utama di perairan mundu adalah jenis kerang-kerangan.

Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur dasar yang relatif halus, pasirnya relatif sedikit, berwarna abu-abu- kehitaman dengan sedikit bau busuk (bau lumpur). parameter makroskopis tersebut dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Mundu mengandung detritus lebih sedikit dibandingkan dengan lumpur dasar perairan Bondet. Adapun karakeristik fisika- kimia perairan Mundu. Parameter fisika air yang diamati yaitu suhu dan arus. Suhu di perairan Mundu pesisir selama penelitian berkisar antara 29-30 °C. Jika dibandingkan selama waktu pengamatan, suhu perairan pada bulan April lebih tinggi dibandingkan bulan Mei dan Juni.

Selain suhu, parameter fisika air yang diamati adalah arus. Rata-rata kecepatan arus di peraiaran Mundu selama penelitian berkisar antara 11,11-14,28 cm/detik. Kecepatan arus tersebut termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pergerakan air yang cepat dapat merangsang organisme air untuk memijah. Saat air bergerak cepat, kerang darah betina dan jantan terangsang untuk melepaskan sel telur dan sperma keperairan, yang kemudian mengalami pembuahan (fertilisasi).

Parameter kimia air yang diamati yaitu salinitas dan pH. Selama pengamatan

(1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan

salinitas lebih dari 25‰, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan

aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8‰ Kerang darah termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas tinggi dan rendah.

Salinitas tinggi sampai 29‰, namun pada salinitas yang rendah mencapai 9,4‰,

kerang darah tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian.

Nilai pH selama pengamatan adalah berkisar 6,5-7,5. Nilai pH yang baik memungkinkan organisme untuk hidup dan tumbuh, serta kehidupan biologis yang berjalan dengan dengan baik. Sebagian organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH yaitu 7-8,5 (Effendi 2002). Besarnya nilai pH di perairan Mundu sangat cocok untuk kehidupan kerang darah. Kondisi perairan di kedua daerah penelitian tersebut masih berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota ikan (Smith dan Chanley 1975).

Kerang darah di perairan Mundu biasanya ditangkap dengan mengunakan alat tangkap garuk, tetapi masih ada sebagian nelayan yang menangkap kerang darah langsung menggunakan tangan. Kerang darah setiap harinya di daratkan di TPI Mundu. Daerah penangkapan kerang darah dilakukan di sekitar perairan Mundu. Daerah pemasarannya meliputi Jakarta, Semarang dan wilayah sekitar. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 15,000-Rp 17,000 per kg (Titin, komunikasi pribadi 13 April 2011).

4.2. Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan

Jumlah kerang darah yang tertangkap selama penelitian sejak bulan April hingga bulan Juni 2011 berjumlah 246 ekor yang terdiri dari 178 ekor di perairan Bondet dan 68 ekor di perairan Mundu dengan kisaran panjang cangkang 21,30- 46,60 mm. Hasil tangkapan selama tiga bulan di masing-masing lokasi yaitu di perairan Bondet pada bulan April sebanyak 46 ekor, Mei sebanyak 120 ekor, dan Juni sebanyak 12 ekor, sedangkan pada perairan Mundu pada bulan April sebanyak 59 ekor, bulan Mei tidak ada tangkapan, dan bulan Juni sebanyak 9 ekor. Distribusi ukuran panjang cangkang berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

Perairan Bondet Perairan Mundu

Gambar 7. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (A. granosa) di setiap lokasi pengamatan 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju m lah in d ivi d u Mei 24 Mei 2011 N= 120 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju m lah in d ivi d u April 12 April 2011 N=46 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju m lah in d ivi d u

Selang kelas panjang (mm) Juni 13 Juni 2011 N= 12 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju m lah in d ivi d u

Selang kelas panjang (mm) Juni 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju m lah in d ivi d u April 13 April 2011 N= 59

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat sebaran ukuran panjang cangkang kerang darah terletak pada selang kelas 21,30-24,12 mm sampai 43,94-46,76 mm. Ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling kecil adalah contoh yang berasal dari Mundu yaitu 21,30 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 21,30-24,12 mm, sedangkan ukuran panjang cangkang yang paling besar ditemukan pada contoh yang berasal dari perairan Bondet yaitu 46,60 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 43,94-46,76 mm. Berdasarkan selang kelas kisaran selang panjang cangkang kerang darah yang dominan tertangkap pada lokasi perairan Bondet berbeda tiap bulannya. Pada bulan April, frekuensi tertinggi pada selang kelas 35,45-38,27 sebesar 22 ekor, Bulan Mei, frekuensi tertinggi pada selang kelas 29,79- 32,61 sebesar 42 ekor, dan bulan Juni, frekuensi tertinggi pada selang kelas 32,62- 35,44 sebesar 4 ekor, sedangkan di perairan Mundu pada pengamatan bulan April, frekuensi teringgi pada selang kelas 32,62-35,44 sebesar 30 ekor, dan bulan Juni frekuensi tertinggi selang kelas 29,79-32,61 sebesar 4 ekor.

Pada perairan Mundu ditemukan kerang darah dengan ukuran panjang cangkang yang lebih kecil. Faktor yang menyebabkan ukuran kerang darah yang tertangkap semakin kecil adalah karena tekanan penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah di perairan Mundu. Perbedaan ukuran panjang cangkang kerang darah disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan waktu dan lokasi pengambilan contoh, keterwakilan contoh kerang darah yang diambil, dan kemungkinan terjadinya aktifitas penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah, juga disebabkan oleh beberapa kemungkinan separti pengaruh kondisi perairan. Semakin tinggi tingkat eksploitasi maka ukuran kerang darah akan didominasikan oleh kerang yang berukuran kecil karena kerang darah berukuran besar telah hilang, sehingga mempengharuhi kelimpahan dan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut.

Hasil tangkapan kerang darah di perairan Bondet lebih banyak daripada perairan Mundu. Hal ini disebabkan pada bulan Mei di perairan Mundu tidak ada tangkapan, ini dikarenakan di perairan Mundu terjadi ombak atau gelombang besar yang menghambat nelayan untuk menangkap kerang darah, tingkat operasi penangkapan dan keberadaan kerang darah di perairan Mundu, sehingga tidak ada kerang darah yang tertangkap. Adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan kerang

darah diduga karena adanya perbedaan lokasi pengambilan contoh baik secara horizonal maupun vertikal (perbedaan kedalaman) dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap kerang darah itu sendiri. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat menyebabkan kelimpahan kerang darah kerang darah di perairan tersebut akan semakin sedikit dan bisa terjadi kepunahan. Hal itu yang menyebabkan pertumbuhan kerang berbeda di setiap tempat dan waktu. Tingkat keberhasilan penangkapan juga dapat mempengaruhi hasil tangkapan. Pengaruh eksploitasi yang berlebihan (over-exploitation) akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata kerang darah yang tertangkap.

4.3. Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah

Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) kerang darah dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang cangkang. Untuk menduga laju mortalitas alami dengan menggunakan rumus empiris pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Bondet dan Mundu masing-masing sebesar 29°Cdan 29,5°C. Adapun hasil analisis parameter pertumbuhan dan parameter moralitas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah dengan menggunakan program FISAT II disetiap lokasi pengamatan

Lokasi

Parameter Pertumbuhan Parameter Mortalitas

L∞ K M F Z E

Bondet 47,70 0,51 0,7154 1,2705 1,9859 0,6398

Mundu 49,05 2,30 1,9169 7,7776 9,5945 0,8023

Keterangan : L∞ = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (pertahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E= laju eksploitasi

Dari hasil analisis parameter pertumbuhan di perairan Mundu, diperoleh nilai nilai L∞ lebih besar dari perairan Bondet. Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dipengaruhi oleh keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal yang dapat dipengaruhi adalah suhu dan ketersedian makanan (Effendi 2002).

Laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Bondet , diduga sebesar 1,9859 per tahun, sedangkan laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Mundu sebesar 9,5945 per tahun. Nilai Z tergantung dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Fluktuasi laju mortalitas alami (M) sumberdaya perairan sulit ditentukan, sehingga diasumsikan variasi nilai Z dari tahun ke tahun hanya tergantung dari variasi nilai F. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Bondet diduga sebesar 0,7154 per tahun, sedangkan di perairan Mundu laju mortalitas alami (M) sebesar 1,9169 per tahun. Laju mortalitas alami (M) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kondisi perairan, predator, penyakit, persaingan makanan dan mati karena tua. Spesies yang sama dapat memiliki laju mortalitas alami yang berbeda pada lokasi atau habitat yang berbeda (Sparre et. al

1989). Dari persamaan Z = F+M, dengan menggunakan masukan nilai Z dan M yang sudah dikoreksi, maka diperoleh laju mortalitas penangkapan (F). Laju mortalitas penangkapan di perairan Bondet diduga sebesar 1,2705 per tahun dan di perairan Mundu sebesar 7,7776 per tahun (Lampiran 3). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa di dua lokasi tersebut ditemukan laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dari laju mortalitas alami (M). Hal ini menunjukan bahwa faktor kematian kerang darah lebih besar disebabkan oleh aktifitas penangkapan yang terus menerus akibat dari konsumsi terhadap kerang darah meningkat. Semakin tinggi upaya penangkapan, maka nilai laju mortalitas penangkapan akan semakin tinggi.

Nilai-nilai laju mortalitas yang diperoleh tersebut digunakan untuk menduga laju eksploitasi sumberdaya kerang darah. Laju eksploitasi kerang darah di perairan Bondet sebesar 63,98%, sedangkan laju eksploitasi kerang darah di perairan Mundu sebesar 80,23% (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa pada perairan Bondet dan Mundu laju eksploitasinya telah melebihi batas optimum yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu lebih dari 0,50

yang berarti lebih dari 50% dari potensi lestarinya. Jika di bandingkan dengan kedua lokasi tersebut laju eksploitasi diperairan Mundu lebih besar dari pada Bondet. Hal ini diduga bahwa laju penangkapan di perairan Bondet disebabkan oleh peningkatan waktu penangkapan (effort) yang dilakukan nelayan setiap harinya belum berlangsung secara intensif jika dibandingkan dengan perairan Mundu yang berlangsung intensif dan berlangsung lama. Hasil ini menyatakan bahwa eksploitasi dengan skala besar menyebabkan populasi didominasi oleh kerang dengan ukuran panjang cangkang lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan mempengaruhi hasil tangkapan yang semakin menurun. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok kerang darah diperairan Bondet dan Mundu. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi semakin tinggi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar.

Tingkat laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah kerang tua karena kerang muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami.

4.4. Aspek Reproduksi 4.4.1. Rasio kelamin

Sampai saat ini belum ada informasi tentang penentuan jenis kelamin kerang jantan maupun betina melalui ciri morfologi maupun melalui ciri seksual sekunder. penentuan jenis kelamin yang selama ini dilakukan melalui pembedahan. Cara penentuan jenis kelamin dengan pembedahan akan membahayakan hewan tersebut, bahkan sering mendatangkan kematian. Hasil pengamatan terhadap kerang darah (A. granosa) menunjukan bahwa kerang darah bersifat dioeseus dimana kelamin jantan dan betina terpisah.

Perbandingan jumlah jantan dan betina disebut rasio kelamin. Selama tiga bulan pengamatan di perairan Bondet diperoleh kerang darah sejumlah 178 ekor kerang darah yang terdiri dari 92 ekor jantan dan 86 ekor betina, sedangkan di

perairan Mundu diperoleh 68 ekor kerang darah yang terdiri dari 32 ekor jantan dan 36 ekor betina. Selama pengamatan di perairan Bondet, jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih banyak dibandingkan kerang darah betina, sedangkan di perairan Mundu jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih sedikit dibandingkan kerang darah betina. Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan

Lokasi

Bulan

Jumlah kerang darah (ekor) Rasio Kelamin

Jantan Betina Total

Bondet April 22 24 46 0,92 : 1 Mei 65 55 120 1,18 : 1 Juni 5 7 12 0,71 : 1 Mundu April 30 29 59 1,03 : 1 Mei Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan − Juni 2 7 9 0,29 : 1

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rasio kelamin antara jantan dan betina di perairan Bondet pada pengamatan bulan April sebesar 0,92:1 pada pengamatan bulan Mei sebesar 1,18:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,71:1. Sementara diperairan Mundu rasio kelamin jantan dan betina pada pengamatan bulan April sebesar 1,03:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,29:1. Jika dilihat berdasarkan pengamatan rasio kelamin tidak terlalu jauh perbedaannya antara kelamin jantan dan betina, namun pada pengamatan pada bulan Juni di perairan Mundu terjadi perbedaan signifikan antara kerang darah jantan dan betina. Penyimpangan rasio kelamin kerang darah (A. granosa) jantan dan betina diduga karena upaya penangkapan yang tidak seimbang terhadap jenis kelamin dan pola tingkah laku bergerombol antara kerang darah jantan dan betina. Berdasarkan uji

Chi-square terhadap kerang darah kelamin jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan menunjukan rasio kelamin kerang darah di kedua lokasi baik diperairan Bondet maupun Mundu berada dalam kondisi seimbang (X2hit < X2tab (df-1)) pada taraf

95% (Lampiran 4). Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama jantan dan betina berdasarkan lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 8.

Perairan Bondet Perairan Mundu

Gambar 8. Rasio Kelamin kerang darah (A. granosa) Jantan dan Betina berdasarkan lokasi pengamatan

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan antara kedua lokasi penelitian, maka presentase kerang jantan di perairan Bondet lebih besar yaitu 52% dari jumlah total, sedangkan persentase kerang darah betina sebesar 48%. Semetara dari perairan Mundu persentase kerang jantan sebesar 47% lebih kecil dari persentase kerang betina yaitu sebesar 53% (Gambar 8). Hasil perhitungan menunjukan bahwa rasio kelamin antara kerang betina dan jantan untuk perairan Bondet adalah 1,07:1; sedangkan untuk kerang darah di perairan Mundu memiliki rasio kelamin 0,89:1. Berdasarkan uji Chi-square untuk total terhadap kerang darah secara keseluruhan contoh kerang darah yang diamati selama bulan April 2011 hingga Juni 2011 tersebut pada taraf 95% menunjukan rasio kelamin kerang dari kedua lokasi penelitian berada dalam kondisi seimbang (X2hit< X2tab (df-1))dari pola 1:1 atau rasio kelamin seimbang. Pernyatan tersebut juga pernah dinyatakan oleh Marliana (2010). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan rasio kelamin

Dokumen terkait