• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Keluarga

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 93-116)

BAB 4 PELAKSANAAN PENGELOLAAN PELAYANAN DAN

4.2 Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga dilakukan pada 10 keluarga binaan dalam waktu 9 bulan terhitung sejak November 2011 sampai dengan April 2012. Asuhan keperawatan dengan menggunakan model Family Centre Nursing. Berikut akan diuraikan asuhan keperawatan pada keluarga Bp E khususnya pada Ibu M yang menderita Rematik.

4.2.1 Analisa Situasi, Pohon Masalah, dan Prioritas Masalah 1. Analisa Situasi

Hasil pengkajian pada keluarga Bp. E diperoleh data sebagai berikut : Usia Bp E 58 tahun, suku Betawi, pendidikan SD, pekerjaan sebagai tukang perbaikan barang elektronik di rumahnya. Bp. E menikah dengan Ibu M (55 tahun) dan dikaruniai 4 anak. Semua anaknya telah menikah dan saat ini Ibu M telah mempunyai enam orang cucu. Saat ini Bp E dan Ibu M tinggal berdua di rumahnya.

Ibu M sering mengeluh nyeri pada sendi lutut dan punggung kaki kiri, serta merasakan baal (kebas) pada telapak tangan kiri. Ibu M juga mengeluhkan keterbatasan pergerakan saat beraktifitas seperti adanya nyeri saat menekuk lutut dan pergelangan kaki. Saat pertama ditemui Ibu M tampak menahan nyeri karena terdapat bengkak pada lutut kirinya. Skala nyeri berdasarkan skala Wong/Face Baker adalah 4. Nilai Asam urat saat dikaji 6.2 mg/dl (bulan sebelumnya 8.1 mg/dl). BB = 60 kg, dan TB 144 cm, TD = 120/80 mm/Hg, Nadi =74 x/menit. Nyeri yang dirasakan Ibu M menyebabkan Ibu M mengurangi aktifitasnya. Pada lutut kiri Ibu M tampak bengkak dan terdapat nyeri saat di tekan. Ibu M mengatakan kalau berjalan nyeri dan kadang-kadang diseret kakinya. Ibu M juga khawatir saat berjalan akan jatuh. Sampai saat ini Ibu M belum pernah mengalami jatuh.

Ibu M mengatakan sebelumnya mempunyai kebiasaan memakan makanan yang menyebabkan Rematik yaitu daging, melinjo, sayuran berwarna hijau, kol, dan kadang-kadang emping saat makan nasi goreng. Hal itu dilakukan karena merasa masih muda. Selama ini Ibu M bekerja sebagai pencuci baju orang lain dan bekerja mulai pukul 4 pagi sampai pukul 11 siang. Sejak merasakan Rematik 6 bulan lalu, Ibu M memutuskan berhenti bekerja dan hanya beraktifitas sebagai ibu rumah tangga serta mengasuh cucu-cucunya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Ibu M sudah rutin ke posbindu tiap bulannya untuk

periksa tekanan darah dan asam uratnya, serta memeriksakan diri ke klinik dan pengobatan tradisional seperti pengobatan cina, akupunktur dan bekam. Hasil pengobatan tradisional yang dirasakan Ibu M adalah berkurangnya rasa nyeri, tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena nyeri dirasakan lagi beberapa hari kemudian. Selama ini Ibu M juga sudah rutin olah raga jalan pagi setiap harinya. Ibu M tidak mengetahui Rematik secara jelas, termasuk penyebab dan komplikasi yang ditimbulkannya. Ny. M berharap ada yang menjelaskannya sehingga bisa dipelajari dan dilaksanakan. Harapannya ia dapat sembuh dan kakinya dapat berjalan dengan baik.

Lingkungan sekitar rumah sebagian besar adalah penduduk betawi dan asli depok. Ibu M senang dengan tetangganya yang baik baik walaupun berbeda agama. Kegiatan di daerahnya cukup ramai, banyak anak-anak serta kegiatan ibu ibu cukup banyak seperti arisan, posyandu dan posbindu. Ibu M selalu berkunjung ke Posbindu, namun Bp E kadang kadang berkunjung ke posbindu. Ibu M mengatakan tidak terlalu memperhatikan penampilan dirinya. Menurutnya yang penting rapi dan tidak bau badan saja. Menurut Ibu M kadang-kadang ada perasaan malu dengan kondisinya, yaitu menyeret kaki saat berjalan. Saat Ibu M merasakan nyeri pada persendian, kurang memperhatikan perawatan dirinya, namun tetap dapat bersosialisasi dengan tetangganya.

Mobilitas Geografis Keluarga. Keluarga bapak E sudah lama tinggal di Depok dan mengatakan akan menghabiskan masa tuanya di rumah ini. Keluarga Bapak E sering berinteraksi dengan tetangga. Selalu mengikuti kegiatan di tetangganya. Jika ada tetangga yang mendapat musibah atau tetangga yang sedang hajatan mereka akan menyempatkan diri untuk berkunjung.

Sistem Pendukung Keluarga. Bp E tidak mempunyai simpanan uang di bank. Jika ada kebutuhan mendadak Bp E selalu berusaha untuk mendapatkan uang. Jika sudah tidak mampu baru akan mengatakan

kepada anaknya, namun menurut Ibu M hal tersebut sangat jarang dilakukan, malu dan kasihan kepada anak selalu direpotkan.

Struktur Keluarga. Bp E selalu berkomunikasi dengan Ibu M, karena sebagai suami istri semuanya harus terbuka. Tidak ada rahasia diantara mereka berdua. Ibu M mengatakan anak-anaknya sangat membantu diri dan suaminya, sehingga setiap minggu mereka datang berkunjung ke rumah sekedar menegok orang tuanya, kecuali yang di Surabaya kadang-kadang setahun sekali. Bp E sebagai kepala keluarga masih mampu melaksanakan peran sebagai suami kepada Ibu M. Namun jika cucunya datang berkunjung, Bp E tidak dapat memberikan uang jajan. Ibu M berperan sebagai isteri yang menyediakan kebutuhan suaminya. 2. Pohon Masalah

Hasil pengkajian diatas dapat dianalisis dengan menggunakan web of caution sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada keluarga Bp E

Pemeliharaan  kesehatan tidak 

efektif 

Skema 4.1 Pohon Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Gangguan mobilisasi akibat Rematik

Berdasarkan pohon masalah diatas, maka dapat diketahui diagnosa keperawatan keluarga sebagai berikut :

1. Ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis 2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif 3. Gangguan pergerakan 4. Resiko Jatuh Ketidaknyamanan  fisik karena nyeri  kronis  Resiko jatuh  Tidak melakukan  perawatan diri   Penampilan diri  tidak optimal  Pola Perilaku hidup  sehat tidak efektif  terkait faktor risiko  Rematik  Gangguan Mobilisasi  akibat Rematik  Harga diri rendah 

3. Prioritas Masalah :

Berdasarkan hasil analisis dan skoring prioritas masalah maka diperoleh masalah keperawatan pada Ibu M sebagai berikut : 1) ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis, 2) pemeliharaan kesehatan tidak efektif, 3) gangguan pergerakan, 4) resiko jatuh.

4.2.2 Perencanaan

Diagnosa 1 : Ketidaknyamanan fisik akibat nyeri kronis pada Ibu M

Tujuan Umum : setelah dilakukan 8 kali kunjungan rumah selama 60 menit, Nyeri dapat berkurang dan berangsur hilang

Tujuan Khusus : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 4 kali kunjungan diharapkan keluarga mampu : 1) menjelaskan pengertian, penyebab nyeri,tingkatan nyeri, 2) menyebutkan akibat nyeri, 3) menyebutkan cara mengatasi nyeri, 4) melakukan relaksasi progresif, 5) melakukan kompres hangat dan dingin

Intervensi : 1) jelaskan tentang pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri; 2) jelaskan akibat dari nyeri pada persendian; 3) jelaskan cara mengatasi nyeri; 4) lakukan relaksasi progresif; 5) demonstrasikan tehnik kompres hangat dan dingin Pembenaran : Nyeri dapat dikurangi tingkatannya dengan mengenal gejala yang muncul. Tehnik relaksasi progresif dapat mengalihkan pikiran klien terhadap nyeri yang dirasakan (distraksi). Kemudian kompres hangat dan dingin merupakan stimulus pada kulit untuk mengalihkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut kondisi lansia. Misalnya panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio, 1990 dalam Perry & Potter, 2002) Massase dengan menggunakan kantong es dan kompres menggunakan kantung es merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk menghilangkan nyeri. Massase dengan menggunakan sebuah blok es yang diletakkan di kulit dengan memberikan tekanan yang kuat, tetap dan dipertahankan. Kompres dingin dapat

dilakukan di dekat lokasi nyeri, di sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri dan memakan waktu 5 sampai 10 menit. 

Implementasi : 1) Menjelaskan pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet; 2) Menjelaskan akibat dari nyeri pada persendian; 3) Menjelaskan cara mengatasi nyeri, yaitu dengan menggunakan tehnik relaksasi progresif, kompres dingin dan kompres hangat; 4) Melakukan relaksasi progresif dengan posisi terlentang; 5) Mendemonstrasikan tehnik kompres hangat dan dingin, yaitu dengan menggunakan alat seperti waskom, handuk kecil, dan air dingin/hangat.

Evaluasi : Ibu M mampu menyebutkan pengertian, penyebab, dan tingkatan nyeri. Ibu juga mampu menyebutkan akibat nyeri pada persendian, yaitu tidak dapat beraktifitas seperti biasanya sebelum sakit. Ibu M takut kalau penyakit yang dideritanya akan menyebabkan kecacatan. Ibu M mampu menjelaskan cara mengatasi nyeri yaitu dengan beristirahat, tehnik mengambil nafas dalam dan seperti semedi, terus bisa dengan kompres. Tingkatan nyeri berkurang menjadi 2 bahkan pada pertemuan akhir menjadi 1. Ibu M mengatakan sudah tidak sakit kalau berjalan. Ibu M mampu melakukan tehnik relaksasi progresif dengan posisi terlentang. Tehnik kompres hangat dan dingin dapat dilakukan Ibu M dengan baik Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan residen pada seluruh keluarga binaan diperoleh hasil sebagai berikut :

Adanya penurunan tingkat nyeri : 80% menurun, 10% tetap, dan 10% meningkat tingkat nyerinya. Adanya peningkatan nyeri pada klien Bp In disebabkan adanya komplikasi kolesterol yang tinggi 255 mg/dl dan asam urat 10.9 ,mg/dl. Bp In tidak berobat ke pelayanan kesehatan tapi memeriksakan ke tabib sesuai kebiasaan dan keyakinan dari keluarganya. Hasil lengkap dari penurunan nyeri dapat dilihat pada lampiran 10.

Adanya peningkatan angka pada Barthel Index pada 60% keluarga, 30% angka BI tetap, dan 10% angka BI menurun. Penurunan angka BI terdapat pada Bp In karena komplikasi kolesterol yang dideritanya. Bp In pada akhir pertemuan tampak bedrest dan menjalani perawatan di rumah. Hasil lengkap nilai BI dapat dilihat pada lampiran 8.

Diagnosa 2 : Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada keluarga Bp E khususnya Ibu M

Tujuan Umum :setelah dilakukan kunjungan 8 kali keluarga pemeliharaan kesehatan menjadi efektif

Tujuan Khusus : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 kali kunjungan selama 60 menit, keluarga mampu : 1) menyebutkan pengertian, tanda gejala, penyebab Rematik, 2) menyebutkan bahaya Rematik, 3) melakukan perawatan Rematik 4) melakukan latihan gerak sendi, 5) pemenuhan nutrisi bagi penderita Rematik, 6) menentukan tanaman obat tradisional yang sesuai dengan kondisi klien, 7) memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat

Intervensi : 1) menjelaskan pengertian, tanda gejala, penyebab Rematik, 2)menjelaskan bahaya Rematik,3) menjelaskan perawatan pada klien dengan masalah Rematik, 4) demonstrasikan latihan gerak sendi, 5) pengaturan nutrisi pada klien, 6) menjelaskan manfaat tanaman obat tradisional, 7) menjelaskan manfaat memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan

Pembenaran

:

Latihan fisik merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang sesuai diberikan pada lansia yang mengalami risiko atau keterbatasan mobilisasi akibat Rematik. Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu mempertahankan kebugaran jasmani untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat bermanfaat bagi semua golongan umur termasuk lansia. Latihan yang teratur akan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kepadatan tulang, memperbaiki keseimbangan, koordinasi neuromuskular, meningkatkan daya tahan, mengurangi tekanan darah, memperbaiki mood dan mencegah risiko jatuh (Beers & Berkow, 2000 dalam Nies & McEwen, 2007 dalam Hamdiana, 2010).

Latihan Range of Motion merupakan salah satu jenis latihan fisik, komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan (flexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh pergerakan. Latihan fisik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan ROM ini antara lain; mengoptimalkan gerak otot dan sendi; meningkatkan kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera

otot dan sendi; mengurangi ketegangan dan nyeri otot. (Perry & Potter, 2002). Edelman dan Mandle (2006), menyatakan bahwa terdapat keuntungan dari latihan gerakan secara rutin untuk meningkatkan kekebalan tubuh agar terhindar dari penyakit lainnya.

Implementasi : 1) menjelaskan pengertian, tanda gejala, penyebab Rematik dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet, 2) menjelaskan bahaya Rematik, 3) menjelaskan perawatan pada klien dengan masalah Rematik yaitu dengan latihan gerak sendi, mengatur makanan sesuai kebutuhan klien, tanaman obat tradisional, dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, 4) mendemonstrasikan latihan gerak sendi yaitu dengan menggerakkan kepala, tangan dan kaki, 5) menjelaskan cara pengaturan nutrisi pada klien dengan menentukan berat badan ideal, jumlah kalori yang dibutuhkan serta jenis makanan yang dapat dikonsumsi, 6) menjelaskan manfaat tanaman obat tradisional yaitu dengan mengenalkan 7 jenis obat tradisional (jahe, kunyit, daun sirih, kapulaga, jahe merah, kemangi, dan brotowali), 7) menjelaskan manfaat memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan posbindu.

Evaluasi : Klien mampu menyebutkan pengertian, tanda gejala, penyebab dan bahaya Rematik seperti cacat pada tangan dan kaki. Klien juga mampu melakukan gerakan latihan sendi dengan baik. Klien menyebutkan gerakannya sederhana, tidak ribet dan mudah dilakukan. Klien dapat menyebutkan makanan yang boleh dan tidak boleh bagi penderita Rematik serta waktu dan jumlah yang harus dikonsumsi. Klien mampu menentukan tanaman obat tradisional yang dipilihnya yaitu jahe hangat. Klien mampu menyebutkan manfaat pelayanan kesehatan untuk memelihara kesehatannya. Nursing Care Plan dapat dilihat pada lampiran 5.

Berdasarkan hasil pembinaan pada 10 keluarga diperoleh bahwa tingkat kemandirian keluarga pada lansia dengan gangguan mobilisasi fisik meningkat. Awal pengkajian diperoleh tingkat Keluarga Mandiri (KM) : 70% KM III, 30% KM II. Pada akhir evaluasi 10 keluarga binaan, terdapat peningkatan yaitu KM IV

80% dan KM III 20%. Tabel kemandirian keluarga selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

Kader yang membina lansia secara kontinyu sebanyak 8 orang, sehingga diperoleh data lengkap hasil pembinaan lansia sebanyak 8 lansia. Hasil pembinaan lansia yang dilakukan kader adalah sebagai berikut : 1) adanya penurunan tingkat nyeri pada 5 orang lansia (62.5%), 2) berkurangnya bengkak pada 2 orang lansia (66.7%) dari lansia yang mengalami bengkak sebelumnya, 3) pegal pegal berkurang pada 4 orang lansia (50%), 4) adanya perubahan kebiasaan berolahraga pada 6 orang lansia (75%), 5) lansia yang memilih jahe sebagai obat tradisional untuk mengatasi nyeri sebanyak 6 orang lansia (75%). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran ke 10b.

4.3 Asuhan Keperawatan Komunitas

4.3.1 Analisis Situasi, Pohon Masalah dan Prioritas Masalah 1. Analisis Situasi

Berdasarkan hasil penetapan wilayah binaan dari kelurahan, maka praktik keperawatan komunitas dilaksanakan di wilayah RW 01, 07, 09, 12, dan 13. Setelah diperoleh data demografi dan data sekunder berupa prevalensi kejadian Rematik dari puskesmas PGS, dilakukan kegiatan pengkajian komunitas dengan menggunakan winshield survey, wawancara, dan penyebaran angket.

Berdasarkan hasil pendataan terhadap 44 lansia dan pra lansia yang beresiko Rematik di kelurahan Pasir Gunung Selatan (PGS) diperoleh data sebagai berikut : 75% mengeluhkan tanda-tanda Rematik (pegal dan nyeri pada persendian), 56.80% mempunyai kebiasaan tidak baik dalam pola makan (makan kacang-kacangan, jeroan, melinjo), 61.36% tidak mengetahui penyebab Rematik, 84.09% tidak mengetahui tanda gejala Rematik, 61.36% tidak mengetahui komplikasi Rematik. Perilaku hidup

sehat terkait pencegahan Rematik pada kelompok aggregate lansia masih rendah.

Kemudian berdasarkan sikap afektif keluarga terhadap lansia yang mengalami Rematik sebesar 54.55% menunjukkan sikap tidak afektif/membiarkan kondisi sakit yang dialami, 65.91% tidak memberikan biaya pengobatan, dan 50% tidak memberikan perawatan di rumah. Sebagian besar responden hasil pengkajian tersebut memunculkan masalah bahwa masyarakat belum memahami dengan baik Rematik dan cara perawatannya.

Pelayanan kesehatan bagi lansia dimasyarakat adalah posbindu. Hasil observasi di Posbindu RW 07 pada bulan November 2011, Posbindu hanya dihadiri 13 orang lansia. Ketua Paguyuban Kader Posbindu menyatakan bahwa kunjungan lansia ke posbindu masih kurang yakni rata-rata sekitar 30-40%. Keadaan jalan dan lokasi yang cukup terjal membuat lansia tidak memeriksakan diri di posbindu. Sebagian lansia mengatakan tidak datang ke posbindu karena tidak mau diketahui penyakitnya, tidak percaya diri dan tidak mampu berjalan jauh. Sebagian lansia tidak mau mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di masyarakat. Aggregate lansia menarik diri dari kelompoknya, karena tidak mau kondisinya bertambah parah dan adanya perasaan malu. Seperti yang dikemukakan lima orang lansia binaan, bahwa mereka tidak berkunjung ke posbindu karena malu dan tidak mau penyakitnya diketahui orang lain. Kemampuan mengakses pelayanan kesehatan oleh kelompok lansia terbatas. Sebagian besar responden belum memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.

Pelaksanaan pelayanan pada lansia dilakukan di posbindu setiap RW, termasuk di RW percontohan kelurahan PGS. Jumlah kader yang sangat memadai yaitu 10 orang, diharapkan mampu memberikan layanan kesehatan yang optimal. Pelaksanaan posbindu Angsana RW percontohan dilakukan setiap hari Sabtu Minggu pertama setiap bulannya. Pelaksanaan kesehatan di posbindu meliputi : pendataan pengunjung, pengukuran tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, pengisian Kartu

Menuju Sehat Lansia (KMS), anamnesa dan pemeriksaan fisik oleh petugas puskesmas, dan pemberian obat jika ada keluhan. Kegiatan penyuluhan kesehatan pada kelompok lansia belum pernah dilakukan oleh kader. Pelayanan kesehatan yang diberikan kader masih belum optimal, karena belum adanya kegiatan konseling motivasi pada aggregate lansia baik kelompok maupun individu. Sosialisasi dan informasi tentang penatalaksanaan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi belum pernah dilakukan kader. Kader mengatakan tidak percaya diri memberikan penyuluhan karena terbatasnya informasi yang diperolehnya. Ketua kader posbindu mengatakan ingin semua kadernya memperoleh pelatihan sehingga mampu memberikan penyuluhan kesehatan pada warga terutama lansia. Selanjutnya ketua kader juga mengatakan bahwa lansia yang berkunjung ke posbindu mengeluhkan kondisi yang sama seperti bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa aggregate lansia belum mampu memelihara kesehatannya dengan baik (penatalaksanaan terapeutik tidak efektif).

2. Pohon Masalah Penatalaksanaan  terapeutik tidak  efektif  pada  Aggregate lansia  dengan gangguan  mobilisasi  Tidak efektifnya  fungsi afektif,  perawatan,  koping  keluarga dan  masyarakat PGS  dalam mengatasi  masalah Rematik  pada lansia 

Skema 4.2 Web of caution masalah Rematik pada agregat lansia

Berdasarkan hasil analisa data web of caution diperoleh masalah keperawatan sebagai berikut :

1) Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate lansia dengan gangguan mobilisasi Kurangnya dukungan  dari keluarga, kader  kesehatan terhadap  Aggregate lansia  dengan masalah  Rematik  Kumpulan Aggregate  lansia yang  mengalami  gangguan mobilisasi  Gangguan mobilisasi  akibat Rematik pada  Aggregatel ansia  Kepedulian  Aggregate lansia  dalam perilaku hidup  sehat rendah terkait  pencegahan Rematik  Pelayanan kesehatan  pada Aggregate  lansia belum optimal  Menarik diri dari  kegiatan kelompok  Sosialisasi  penatalaksanaan  Aggregate lansia  dengan gangguan  mobilisasi belum  optimal 

2) Tidak efektifnya fungsi : afektif, perawatan dan koping keluarga dan masyarakat kelurahan PGS dalam mengatasi masalah Rematik pada lansia

3) Resiko isolasi sosial dari aggregate lansia yang mengalami gangguan mobilisasi

3. Prioritas Masalah

Prioritas masalah dapat menggunakan tehnik Scoring menurut Ervin (2002) yaitu : 1) Pentingnya untuk dipecahkan; 2) Perubahan positif untuk masyarakat; 3) Peningkatan kualitas hidup jika dipecahkan; 4) urutkan semua masalah dari 1 – 6. Penapisan masalah manajemen dapat dilihat pada lampiran. Hasil prioritas masalah adalah sebagai berikut :

1) Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate lansia dengan gangguan mobilisasi

2) Tidak efektifnya koping keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah Rematik pada aggregate lansia

3) Resiko isolasi sosial dari aggregate lansia yang mengalami gangguan mobilisasi

4.3.2 Perencanaan

Diagnosa 1 : Penatalaksanaan terapeutik tidak efektif pada aggregate lansia dengan gangguan mobilisasi

a) Tujuan Umum

Setelah diberikan asuhan keperawatan komunitas diharapkan penatalaksanaan terapeutik pada aggregate lansia dengan gangguan mobilisasi menjadi efektif

b) Tujuan Khusus

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan lansia mampu: (1) meningkatkan pengetahuan aggregate lansia tentang

(2) terbentuknya kelompok lansia dalam mengelola Rematik secara mandiri

(3) melakukan latihan gerak sendi (4) melakukan penatalaksanaan nyeri  

c) Rencana Tindakan

(1) Pendidikan Kesehatan pada kelompok aggregate lansia Ibu-ibu pengajian dan posbindu di wilayah binaan

(2) Pembentukan kelompok lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat Rematik

(3) Lakukan demonstrasi latihan gerak sendi

(4) Lakukan demonstrasi penaganan nyeri melalui kompres dan tehnik relaksasi

2) Rasional intervensi

Strategi intervensi yang digunakan adalah : Pendidikan kesehatan, pemberdayaan masayarakat dan proses kelompok. 1) Pendidikan kesehatan. Anderson dan Mc.Farlane (2000) menjelaskan bahwa perawat komunitas bertanggung jawab terhadap berbagai program kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan di masyarakat terkait dengan resiko dan dampak dari penyakit menular. Pendidikan kesehatan perlu dirancang secara baik dan komprehensif selain menarik untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat agar tahu, mau dan mampu untuk hidup sehat. Peningkatan pemahaman masyarakat tidak hanya untuk mencegah timbulnya penyakit, tetapi diharapkan terjadi perubahan perilaku sehat. 2) Proses kelompok. Pembentukan kelompok melalui proses penggabungan individu tersebut memungkinkan terjadinya penyelesaian masalah yang dihadapi melalui tahapan perencanaan pencapaian tujuan akhir dari kelompok tersebut (Cohen, 1991 dalam Helvie, 1998). Inti dari proses kelompok adalah penyelesaian masalah berdasarkan kemampuan sumber daya yang dimiliki dengan satu tujuan akhir yang sama. Adapun tujuan pembentukan kelompok adalah menghindari terjadinya duplikasi antara sesama indiv:idu;

mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dari individu, kelompok maupun organisasinya; meningkatkan partisipasi masyarakat secara nyata. 3) Pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses kegiatan yang menekankan pada aspek peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengorganisir suatu permasalahan yang ada baik secara individu maupun kelompok dengan tujuan menciptakan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam membangun pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara penuh mulai dari identifikasi masalah kesehatan dan menyusun rencana penanggulangannya, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga subjek dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mandiri (Parker, 1994 dalam Helvie, 1998).

Penatalaksanaan gangguan mobilisasi akibat Rematik pada lansia diutamakan pada pengendalian fungsi risiko mencakup : perubahan gaya hidup yang meliputi diet dan olahraga dan penatalaksanaan nyeri. Olahraga yang disarankan adalah olahraga ringan seperti stretching, pemanasan (warming up), senam lansia, senam khusus Rematik. (Dalimartha, 2008). Hasil penelitian Tseng et al. (2006) melaporkan bahwa latihan gerak sendi (range of motion) berefek positif terhadap peningkatan kemampuan fisik dan psikososial lansia yang mengalami penyakit kronis.

Latihan fisik merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang sesuai diberikan pada lansia yang mengalami risiko atau keterbatasan mobilisasi. Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun perlu mempertahankan kebugaran jasmani untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat bermanfaat bagi semua golongan umur termasuk lansia. Latihan yang teratur akan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kepadatan tulang, memperbaiki keseimbangan, koordinasi neuromuskular, meningkatkan daya tahan, mengurangi tekanan darah, memperbaiki mood dan mencegah risiko jatuh (Beers & Berkow, 2000 dalam Nies &

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 93-116)

Dokumen terkait