• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian dan Pengembangan

Asumsi penelitian dalam pengembangan modul IPS ini yaitu “sebuah produk modul berbasis karakter. Pengembangan modul ini dapat dijadikan sebagai alat penunjang untuk meningkatkan hasil belajar dan nilai sikap Peserta didik kelas V MI Madani Kabupaten Gowa. Selain itu, berikut ini ada beberapa asumsi dalam penelitian pengembangan ini yaitu:

a. Validator yang melakukan penilaian modul berbasis karakter harus sesuai dengan bidang keahliannya.

b. Guru sebagai sumber informan secara objektif memberikan respon serta mengisi angket, mengenai modul berbasis karakter.

c. Peserta didik memberi informasi secara objektif dalam mengisi angket respon Peserta didik berkenaan dengan modul berbasis karakter.

2. Keterbatasan dari Penelitian dan Pengembangan

Keterbatasan dari penelitian dan pengembangan ini yaitu:

Pengembangan modul yang dikembangkan hanya berfokus pada tema 3 subtema 1,2, dan 3 pada Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPS.

Penilaian sikap pada penelitian ini menggunakan penilaian jurnal, untuk penelitian berikutnya bisa menggunakan penilaian” self assessment.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pengembangan

Suatu model dapat diartikan “sebagai suatu representasi baik visual maupun verbal. Model dapat memberikan kerangka kerja untuk pengembangan teori dan penelitian. Dengan mengikuti model tertentu, maka akan diperoleh sejumlah masukan (input) guna dilakukan penyempurnaan produk yang dihasilkan (Sugiono: 2009).

Model pengembangan 4-D (Four-D) terdiri atas 4 tahap pengembangan, yaitu define, design, development, dan disseminate dapat digunakan sebagai model dalam mengembangkan modul maupun metode pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai tahapan pengembagan model 4-D (Four-D):

1. Define (Pendefinisian)

Tahap define merupakan tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat pembelajaran. Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis ujung depan (front-end analysis), analisis Peserta didik (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

a. Analisis Awal (Front end Analysis)

Analisis ujung depan bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam” pembelajaran, sehingga diperlukan suatu pengembangan bahan ajar. “Dengan analisis ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang dikembangkan.

14

b. Analisis Peserta didik (Earner Analysis)

Analisis Peserta didik merupakan telaah tentang karakteristik Peserta didik yang sesuai dengan desain pengembangan perangkat pembelajaran.

Karakteristik itu meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format dan bahasa yang dipilih. Analisis Peserta didik dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik Peserta didik.

c. Analisis Konsep (Concept Analysis)

Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan yang tidak relevan. Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan contoh dan bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.

d. Analisis Tugas (Task Analysis)

Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan -keterampilan utama yang akan dikaji oleh peneliti dan menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan tambahan” yang mungkin diperlukan.

“Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas dalam materi pembelajaran.

e. Perumusan Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives) Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di integrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.

2. Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran. Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu:

a. Penyusunan Tes Acuan Patokan (Constructing Criterion-Referenced Test)

Penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design). Tes acuan patokan disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis Peserta didik, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan” jenjang kemampuan kognitif.

b. Pemilihan Media (Media Selection)

Pemilihan media dilakukan untuk “mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk membantu Peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan ajar pada pembelajaran di kelas.

c. Pemilihan Format (Format Selection)

Pemilihan format dalam pengembangan modul ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar.

d. Rancangan Awal (Initial Design)

Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum uji coba dilaksanakan. Hal ini juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek mengajar.

3. Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yakni: Penilaian ahli”

(expert appraisal) yang diikuti dengan revisi dan uji coba pengembangan (developmental testing). “Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir modul setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Validasi Ahli/Praktisi (Expert Appraisal)

Penilaian para ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik yang tinggi.

b. Uji Coba Pengembangan (Developmental Testing)

Uji coba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa respon, reaksi, komentar Peserta didik, dan para pengamat terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun. Uji coba, revisi, dan ujicoba kembali terus dilakukan hingga diperoleh perangkat yang konsisten dan efektif.

4. Disseminate (Penyebaran)

Diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Produsen dan distributor harus” selektif dan bekerja sama untuk mengemas materi dalam bentuk yang tepat.

B. Pengembangan Modul 1. Pengertian Modul

Menurut (Daryanto: 2013), “modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara lengkap dan sistematis, terdiri dari seperangkat pengalaman belajar yang terencana serta didesain untuk membantu pesera didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi atau substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang besifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri dengan kecepatan masing-masing.

Menurut Asyhar (dalam, Sica: 2014) bahwa modul adalah salah satu bentuk bahan ajar berbasis cetakan yang dirancang untuk belajar secara mandiri oleh peserta pembelajaran, karena itu modul dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar mandiri. Sedangkan Houston dan Howson mengemukakan modul pembelajaran meliputi seperangkat aktifitas yang bertujuan mempermudah Peserta didik untuk mencapai seperangkat tujuan pembelajaran.

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar yang diterbitkan oleh dinas pendidikan nasional (Diknas), modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar

secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Sementara, dalam pandangan lainnya, modul dimaknai sebagai” seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis, sehingga penggunaanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru. “Dengan demikian, sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi pendidik. Jika pendidik mempunyai fungsi menjelaskan sesuatu, maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya (Prastowo: 2011).

Hal senada dikemukakan oleh Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa yang dimaksud modul adalah satu unit program kegiatan belajar mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan hal-hal sebagai berikut (Vebrianto: 2011):

a. Tujuan-tujuan instruksional umum yang akan ditunjang pencapaiannya;

b. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar;

c. Tujuan-tujuan instruksional khusus yang akan dicapai oleh Peserta didik;

d. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan;

e. Kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan program yang lebih luas;

f. Peranan guru di dalam proses belajar mengajar;

g. Alat-alat dan sumber yang akan dipakai;

h. Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati Peserta didik secara berurutan;

i. Lembaran-lembaran kerja yang harus diisi Peserta didik; dan”

j. Program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini.

Sementara itu, “dalam buku Andi Prastowo yang mengutip dari Surahman mengatakan bahwa modul adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik secara perorangan (self instructional), setelah peserta menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya peserta dapat melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya. Sedangkan modul pembelajaran, sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia, merupakan suatu paket bahan pembelajaran (learning materials) yang membuat deskripsi tentang tujuan pembelajaran, lembaran petunjuk pengajar atau instruktur yang menjelaskan cara mengajar yang efisiensi, bahan bacaan bagi peserta, lembaran kunci jawaban pada lembar kertas kerja peserta, dan alat-alat evaluasi pembelajaran (Prastowo:

2011).

2. Tujuan Penyusunan Modul

Modul memiliki banyak arti berkenaan dengan kegiatan belajar mandiri.

Peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja secara mandiri. maka kegiatan belajar itu sendiri juga tidak terbatas pada masalah tempat, bahkan orang yang berdiam di tempat yang jauh dari pusat penyelenggaraan pun bisa mengikuti belajar seperti ini. Terkait dengan hal tersebut, Ditjen PMPTK menyatakan penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut” (Evian: 2013):

a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal;

b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indra baik peserta didik maupun guru;

c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar mengembangkan kemampuan

dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

d. Memungkinkan peserta didik dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

3. Fungsi Modul

Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, “modul memiliki fungsi sebagai berikut (Prastowo: 2011):

a. Bahan ajar mandiri. Maksudnya, penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik;

b. Pengganti fungsi pendidik. Maksudnya, modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia mereka. Sementara, fungsi penjelas sesuatu tersebut juga melekat pada pendidik. Maka dari itu” penggunaan modul bisa berfungsi “sebagai pengganti fungsi atau peran fasilitator/pendidik;

c. Sebagai alat evaluasi. Maksudnya, dengan modul, peserta dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaanya terhadap materi yang telah dipelajari. Dengan demikian, modul juga sebagai alat evaluasi; dan

d. Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Maksudnya, karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh peserta didik, maka modul juga memilih fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik.

4. Jenis-Jenis Modul

Berikut jenis-jenis modul:

a. Menurut Penggunaanya

Dilihat dari penggunaannya, modul terbagi menjadi dua macam, yaitu modul untuk peserta didik dan modul untuk pendidik. Modul untuk peserta didik berisi kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik, sedangkan modul untuk pendidik berisi petunjuk pendidik, tes akhir modul, dan kunci jawaban tes akhir modul (Prastowo: 2011).

b. Menurut Tujuan Penyusunannya

Jenis modul lainnya dikemukakan oleh (Vembrianto: 2011), Ia mengatakan bahwa menurut tujuan penyusunannya, modul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu modul inti (modul dasar)” dan modul pengayaan.

1) Modul Inti

Modul inti adalah “modul yang disusun dari kurikulum dasar yang merupakan tuntutan dari pendidikan dasar umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara Indonesia. Modul pengajaran ini merupakan hasil penyusunan dari unit-unit program yang disusun menurut tingkat (kelas) dan bidang studi (mata pelajaran).

Adapun unit-unit program itu sendiri diperoleh dari hasil penjabaran kurikulum dasar. Sedangkan kurikulum dasar disusun guna memberikan pendidikan dasar umum untuk semua sekolah dasar dan menengah. Perlu kita pahami bahwa program pendidikan minimum yang meliputi tujuan-tujuan pendidikan yang terdiri atas pengetahuan, keterampilan fisik dan intelektual, serta sikap (Prastowo: 2011).

2) Modul Pengayaan

Modul pengayaan adalah modul hasil dari penyusunan unit-unit program pengayaan yang berasal dari program pengayaan yang bersifat memperluas (dimensi horizontal) dan atau memperdalam (dimensi vertikal) program pendidikan dasar yang bersifat umum tersebut. Modul ini disusun sebagai bagian dari usaha untuk mengakomodasi peserta didik yang telah menyelesaikan dengan baik program pendidikan dasarnya mendahului teman-temannya” (Pastowo: 2011).

5. Unsur- Unsur Modul

Menurut pandangan (Vembrianto: 2011), “unsur-unsur modul yang sedang dikembangkan di Indonesia meliputi tujuh unsur sebagai berikut:

a. Rumusan Tujuan Pengajaran yang Eksplisit dan Spesifik

Tujuan pengajaran ini dirumuskan dalam bentuk tingkah laku Peserta didik. Tiap-tiap rumusan tujuan melukiskan tingkah laku yang diharapkan dari Peserta didik setelah menyelesaikan tugas mereka dalam mempelajari suatu modul.

b. Petunjuk Penggunaan Modul

Petunjuk untuk penggunaan modul ini berisi keterangan tentang bagaimana pembelajaran itu dapat diselenggarakan secara efisien. Bagian ini juga berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang mesti dilakukan dalam kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul yang bersangkutan, alat-alat pelajaran dan sumber yang harus dipergunakan, prosedur evaluasi, serta jenis alat evaluasi yang dipergunakan.

c. Lembar Kegiatan Peserta Didik

Lembar ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh Peserta didik. Materi dalam lembar kegiatan Peserta didik tersebut disusun secara khusus sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dalam modul dapat tercapai. Dalam lembaran kegiatan ini dicantumkan pula kegiatan-kegiatan (pengamata, percobaan, dan sebagainya)” yang harus dilakukan oleh peserta Peserta didik. “Dapat pula dicantumkan buku-buku yang harus dipelajari peserta didik sebagai pelengkap materi yang terdapat di dalam modul.

d. Lembar Kerja Peserta Didik

Materi pelajaran dalam lembar kegiatan disusun sedemikian rupa, sehingga Peserta didik dapat secara aktif mengikuti proses belajar. Dalam lembar kegiatan tersebut, kita dapat mencantumkan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang harus dijawab serta dipecahkan oleh Peserta didik. Sementara itu, lembar kerja yang menyertai kegiatan Peserta didik digunakan untuk menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah tersebut. Pada lembar kerja, Peserta didik dilarang membuat coretan apa pun, karena buku modul itu akan digunakan oleh para Peserta didik lainnya di waktu yang akan datang. Semua kegiatan Peserta didik dilakukan pada kertas lembar kerja.

e. Kunci Lembar Jawaban

Materi pada modul tidak saja disusun agar Peserta didik senantiasa aktif memecahkan masalah-masalah melainkan juga dibuat agar Peserta didik dapat mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Oleh karena itu, pada tiap-tiap modul selalu disertakan kunci lembar jawaban. Kadang-kadang, kunci lembar jawaban ini telah tersedia pada buku modul, dan terkadang kunci tersebut harus diminta kepada pendidik. Dengan adanya

kunci itu, peserta didik” dapat memeriksa ketepatan hasil pekerjaan mereka. “Peserta didik berkesempatan memeriksa dan mengoreksi kembali apabila mereka membuat kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan mereka. Dengan adanya kunci tersebut, terjadi konfirmasi dengan segera terhadap jawaban-jawaban mereka yang benar dan koreksi dengan segera terhadap jawaban-jawaban mereka yang keliru. Itulah yang dimaksud dengan reinforcement langsung atas respon-respon peserta didik.

f. Lembar Evaluasi

Perlu kita ketahui bahwa lembar evaluasi yang berupa tes dan rating scale, evaluasi pendidik terhadap tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh Peserta didik, ditentukan oleh hasil test akhir yang terdapat pada lembar evaluasi tersebut. para Peserta didik yang malas, yang hanya menyalin kunci jawaban dalam lembar kerjanya, akan segera sadar bahwa tanpa belajar, ia tidak akan siap menghadapi tes akhir yang diberikan oleh pendidik. Landasan evaluasi dan kuncinya ini senantiasa disimpan oleh pendidik sendiri.

g. Kunci Lembar Evaluasi

Dalam hal ini, tes dan rating scale yang tercantum pada lembaran evaluasi disusun oleh penulis modul yang bersangkutan. Sedangkan item-item tes tersebut disusun dan dijabarkan dari rumusan-rumusan tujuan pada modul. Oleh sebab itu, dari hasil jawaban Peserta didik terdapat teks tersebut dapat diketahui tercapai” atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul yang bersangkutan. Kunci jawaban tes serta rating scale tersebut juga disusun oleh penulis.

6. Langkah-Langkah Penyusunan Modul

Dalam menyusun modul, “ada empat tahapan yaitu analisis kurikulum, penentuan judul modul, pemberian kode modul, dan penulisan modul (Prastowo: 2011).

a. Analisis Kurikulum

Tahap pertama ini bertujuan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar. Dalam menentukan materi, analisis dilakukan dengan cara melihat inti materi yang diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar kritis yang harus dimilki oleh peserta didik (critical learning outcomes).

b. Menentukan Judul Modul

Setelah analisis kurikulum selesai dilakukan, tahapan berikutnya yaitu menentukan judul modul. Dalam menentukan judul modul, maka kita harus mengacu kepada kompetensi-kompetensi dasar atau materi pokok yang ada di dalam kurikulum. Satu kompetensi dapat dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar. Sedangkan besarnya kompetensi dapat diseleksi, antara lain dengan cara apabila, diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul modul. Namun jika kompetensi”

diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipertimbangkan kembali apakah akan dipecah menjadi dua judul modul atau tidak.

c. Pemberian Kode Modul

Perlu kita ketahui “bahwa dalam tahapan penyusunan modul, untuk memudahkan kita dalam pengelolaan modul, maka sangat diperlukan adanya kode modul. Pada umumnya, kode modul adalah angka-angka yang berarti IPA, angka dua (2) berarti IPS, angka tiga (3) berarti Bahasa, dan seterusnya. Selanjutnya, digit kedua merupakan kelompok utama kajian,

aktivitas, atau spesialisasi pada jurusan yang bersangkutan. Misalnya, untuk jurusan IPA angka satu (1) pada digit kedua berarti Fisika, angka dua (2) berarti Kimia, angka tiga (3) berarti Biologi, dan seterusnya.

d. Penulisan Modul

Ada lima hal penting yang hendaknya kita jadikan acuan dalam proses penulisan modul, sebagaimana di jelaskan berikut ini.

1) Perumusan Kompetensi Dasar yang Harus Dikuasai

Rumusan kompetensi dasar pada suatu modul adalah spesifikasi kualitas yang semestinya telah dimilki oleh peserta didik setelah mereka berhasil menyelesaikan modul tersebut. Kompetensi dasar yang tercantum dalam modul diambil dari pedoman khusus kurikulum 2006.

Jika peserta didik tidak berhasil menguasai tingkah laku sebagaimana yang dirumuskan” dalam kompetensi dasar tersebut, “maka kompetensi dasar pembelajaran dalam modul itu harus dirumuskan ulang.

2) Penentuan Alat Evaluasi atau Penilaian

Poin ini adalah mengenai criterion items, yaitu sejumlah pertanyaan atau tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam menguasai suatu kompetensi dasar dalam bentuk tingkah laku. Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi dimana sistem evaluasinya didasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat evaluasi yang cocok adalah dengan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Criterion Referenced Assesment.

3) Penyusunan Materi

Materi atau isi modul sangat bergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapai. Apabila yang digunakan dalam materi modul adalah referensi-referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari berbagai sumber

contohnya buku, internet, majalah, atau jurnal hasil penelitian, maka ini akan sangat baik. Untuk penulisannya, materi modul tidak harus ditulis secara lengkap. Tugas-tugas juga harus ditulis secara jelas dan tidak membingungkan agar mengurangi pertanyaan dari peserta didik tentang hal-hal yang semestinya dapat mereka kerjakan. Sebagai contohnya, tugas diskusi. Judul diskusi diberikan secara jelas dan didiskusikan dengan siapa, berapa orang dalam kelompok diskusi” serta berapa lama waktunya. Itu semua mesti diterangkan secara jelas. “Kemudian, kalimat yang disajikan pun tidak boleh terlalu panjang. Intinya sederhana, singkat, jelas, dan efektif. Dengan demikian, peserta didik akan mudah memahaminya. Pada peserta didik di tingkat Madrasah Ibtidaiyah atau yang sederajat, upayakan untuk membuat kalimat yang tidak terlalu panjang, dalam satu paragrap kira-kira 3 hingga 5 kalimat saja dan menggunakan huruf kapital.

Sementara itu, gambar-gambar yang dapat mendukung dan memperjelas isi materi juga sangat dibutuhkan. Karena, di samping memperjelas uraian, juga dapat menambah daya tarik dan mengurangi kebosanan peserta didik untuk mempelajarinya.

4) Urutan Pengajaran

Perlu kita ketahui bahwa dalam kaitannya dengan urutan pengajaran, maka urutan pengajaran dapat diberikan dalam petunjuk penggunaan modul. Contohnya, dibuat petunjuk bagi guru yang akan mengajarkan materi tersebut dan petunjuk bagi Peserta didik. Petunjuk Peserta didik diarahkan kepada hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta didik, sehingga Peserta didik tidak perlu banyak bertanya, guru juga tidak

perlu banyak menjelaskan atau dengan kata lain guru berfungsi sepenuhnya sebagai fasilitator.

5) Struktur Bahan Ajar (Modul)

Seperti telah disinggung di muka bahwa secara umum” modul paling tidak harus memuat tujuh komponen utama. Namun, harus kita mengerti bahwa dalam kenyataan di lapangan, struktur modul dapat bervariasi. Hal tersebut terutama tergantung pada karakter materi yang disajikan, ketersediaan sumber daya, dan kegiatan belajar yang bakal dilaksanakan.

C. Pelajaran Berbasis Karakter

Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa,“sebagai penanda

Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa,“sebagai penanda