• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuransi Jiwa

Dalam dokumen Kajian Fiqh Kontemporer (Halaman 185-196)

A SURANSI M ENURUT I SLAM

3. Asuransi Jiwa

Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menang- gung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan seseroang meninggal terlalu cepat atau hi- dupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yang menjadi tujuan asu- ransi jiwa ini, yaitu menjamin biaya hidup anak atau keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk memenuhi keperluan hidupnya dan keluarganya, bila ditakdirkan usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir. 4. Asuransi Kebakaran

Asuransi kebakaran bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusa- haan asuransi menjamin resiko yang terjadi karena kebaaran. Oleh karena itu perlu dibuat suatu kontrak (perjanjian) antara

p em eg an g polis Àpembeli asuranÁsi dengan perusahaan asu ran si ÃÄerjanjian dibat seduemikian rupa agar kedua belah pi h ak tidak merasa dirugikanÃ

Åengkaji hukum asusi mranenurut syariat Æslam sudah ten

tu dkukan dilan mgaenak mnanuggenetode ijtihad yang la zim dipakai oleh ulama mujtah dinidahuluÃÇÈ antara metode ijtih

a d

yang mai bempuny pakyann deranai dm malaenÉÂ istin-

bathÂkan hmuku terh mapadasalahÂmasalah baru yang tidak ad

a nashnya di dalam alÂQur an dan hadits adalah maslahah

mursalah atauistishlahdan qiyas.

Sejak beberapa tahun yang lalu, umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuk- nya (asuransi jiwa, kecelakaan, kesehatan dan sebagainya) da- lam berbagai aspek kehidupannya, baik kehidupan bisnisnya, kehidupan keagamaannya dan sebagainya.

Adapun manfaat asuransi bagi kehidupan masyarakat dewasa ini sangatlah besar, karena asuransi:

a. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari resiko kerugian yang mungkin timbul.

b. Menciptakan efisiensi perusahaan (bussines effesiency)

c. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak

ekonomi

d. Sebagai sumber pendapatan yang didasarkan padafinancing

the bussiness.6

Dengan melihat manfaat yang ditimbulkan asuransi ter- sebut, maka dapat diperkirakan bahwa asuransi ini akan mem-

6 A. Abbas Salim,Dasar-dasar Asuransi,(Jakarta: Rajawali Pers, 1985), h. 12- 13.

b aw a dpak yamang positif bagi kan hepgtinenidup maraÍasy k at

ÎÏÐhkan lebih dari ituÑsi mranasuerupakan tuntutan masa m

en d atang seiring dengan k ilmanajuemu pengetahuan dan tek n o lo g i serta peradaban manusiaÎ

Pandangan Ulama dan Cendekiawan Muslim tentang Asuransi Ò uaraa mlamgi aembasi knrasu aedalamnsi asuras intaÍdi v id u dan asuransi atas bÎendaÓÍganad terdngadakapat bentuk a su ra n si yang lain yang dut aisebnanrasi pÑwabsunggungjaerta d an hal ini dengan sendirinya merupakan masalah fiqhÎÔsuÍ ran si atas benda adalah seperti asuransi atas kendaraanÑasuÍ ran si atas baranÕÍbarang daganÑangasuransi kebakaran dan seb

ag ainy a

ÎÔpabila jangka w asutuakransi ini tertentu maka tid

ak

masalahÎÖ×mikian pula dalam sebagian asuransi atas in

d iv id u Ñ sep aertinsi knsura desehtaa terbn jaagaensnyatakang w ak tu adalah tidak msalahÎa

7 Nasabah memberikan pembaya-

ran bulanan atau tahunan atas jaminan dari perusahaan asu- ransi, bahwa apabila ia jatuh sakit selama jangka waktu terten- tu maka perusahaan asuransi akan memberikan uang sejumlah tertentu atau biaya pengobatan. Demikian pula atas asuransi kehilangan pekerjaan, maka nasabah setuju untuk memberikan pembayaran atau tahunan atas jaminan dari perusahaan asu- ransi yang akan membayarkan sejumlah tertentu apabila mun-

cul sesuatu yang menyebabkan kehilangan pekerjaan.8

7 Murtadha Muthahhari,Pandangan Islam, h. 298.

8 Ahmad Muhtadi Anshor, Asuransi Dalam Perspektif Fiqh Islam , dalam Ahkam Jurnal Hukum Islam,vol. 09 no. 1 Juli 2004, (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2004), h. 75.

Ø Ù9 ÚÛ kalangan ulama dan cenandiawekÜuslim ada empat

p en d ap at tentang hukum asuransiÝyaitu:

9

1. Pendapat pertama: mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. 2. Pendapat kedua: membolehkan semua asuransi dalam

prakteknya sekarang ini.

3. Pendapat ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.

4. Pendapat keempat: menganggap syubhat.

Pendapat pertama didukung antara lain Sayid Sabiq, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-Muth i. Alasan-alasan mereka yang mengharamkan asuransi antara lain sebagai berikut:10

1. Asuransi pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi 2. Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti

3. Mengandung unsur riba/rente

4. Mengandung unsur eksploitasi, karena pemegang polis ka- lau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan.

5. Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam bentuk tiba.

9 Masjfuk Zuhdi,Masail,h. 134. Warkum Sumitro,Asas-asas Perbankan Is- lam dan Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI dan Takaful) di Indonesia,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 176-177.

10 Sayid Sabiq,Fiqh,h. 302-304. Umar Syihab,Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran,(Semarang: Dina Utama Semarang, 1996), h. 144. Muhammad Muslihuddin,Asuransi Dalam Islam, penerj. Wardana, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 129.

Þß0

6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai.

7. Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis, yang arti- nya mendahului takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pendukung pendapat kedua antara lain Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, dan Abdurrahman Isa. Alasan mereka yang membolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa antara lain sebagai berikut:11

1. Tidak ada nash al-Qur an dan hadits yang melarang asu- ransi

2. Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak. 3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.

4. Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek pro- duktif dan untuk pembangunan.

5. Asuransi termasukakad mudharabah,artinya akad kerja sama

bagi hasil antara pemegang polis dengan pihak perusahaan

asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss

sharing.

6. Asuransi termasuk koperasi

7. Diqiyaskan dengan sistem pensiun, seperti Taspen.

Muhammad Thanthawi mengungkapkan pendapat Syaikh Abdul Wahab Khalaf dan Muhammad al-Bahi. Syaikh Abdul Wahab Khalaf mengatakan bahwa transaksi asuransi jiwa adalah transaksi yang sah dan bermanfaat, baik bagi nasa-

b ah n y a âerupsahaan mn mupauarakatãasyransaksi tersebTut m erupakan tabungan dan mcermeninkan tolong menolong d em i kemaslahatan nasabah dan ahli warisnya jika nasabah tib a

ätiba mengal dingãniauSedangkan syariat hanya mengha-

ramkan sesuatu yang berbahaya dan sesuatu yang bahayanya lebih banyak daripada manfaatnya. Demikian juga Muhammad al-Bahi menyatakan bahwa tidak ada bahaya sedikit pun dalam asuransi. Karena asuransi didirikan berdasarkan solidaritas dan tolong menolong, bagi hasil dan mencari keuntungan, me- nutup kebutuhan kaum lemah, menghindari kemiskinan, pe- nyediaan lapangan kerja bagi yang tidak mampu serta mem- permudah pengusaha kecil.12

Sedangkan pendukung pendapat ketiga, antara lain ialah Muhammad Abu Zahrah. Alasan mereka membolehkan asu- ransi yang bersifat sosial pada garis besarnya sama dengan ala- san pendapat kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan asuransi yang bersifat komersial pada garis besarnya sama de- ngan alasan pendapat pertama.

Muhammad Abu Zahrah sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Thanthawi, menyimpulkan bahwa dalam aliran- aliran Islam yang ada, transaksi yang serupa dengan asuransi tidak diperbolehkan, apapun juga bentuknya. Kaidah hukum yang menyatakan:



(asal dalam transaksi- transaksi adalah mubah), tidak cukup untuk memperbolehkan asuransi, karena mengandung unsur-unsur penipuan, speku- lasi dan tidak mempunyai landasan hukum, serta tidak ada ke- biasaan yang memperbolehkan transaksi seperti ini.13

12 Muhammad Thanthawi,Problematika,h. 27. 13 Ibid.,h. 28.

èdapun alasan mereka y mgna aenganggapsuransi syub-

hat,rena tidkaak a dadéalildalil syari yang secara jelas mengha-

ramkan atau pun menghalalkan asuransi. Dan apabila hukum

asuransi dikategorikansyubhat,maka konsekuensinya adalah

kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat atau hajat/kebutuhan.

Sikap Ideal atas Masalah Khilafiyah (Asuransi)

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bah- wa masalah asuransi adalah masalah khilafiyah, ada yang pro dan ada yang kontra. Seorang Muslim harus bijaksana dalam menghadapi masalah khilafiyah ini. Ia harus memilih salah satu dari pendapat-pendapat ulama tersebut di atas, yang di- pandangnya paling kuat dalil atau argumentasinya. Ia harus meninggalkan pendapat yang dipandang masih meragukan. Namun ia harus bersikap tolerans terhadap sesama Muslim yang berbeda pendapatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi

Muhammad Saw. dari Ibnu Umar:14



Perbedaan umatku itu rahmat.

Yang dimaksud dengan perbedaan umat menjadi rahmat (blessing in disguise) adalah perbedaan pendapat dalam masa-

lah-masalah agama yang bersifat furu iyyah,bukan masalah-

masalahushuliyyah(pokok ajaran Islam).

14 Al-Suyuti,Al-Jami al-Shaghir,vol. 1, (Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1954), h. 13.

íasjfukZuhdi cenderung kepada pendapat yang kedua,

yaitu yang membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa, karena selain alasan- alasan yang telah dikemukakan di atas, dapat diperkuat dengan alasan-alasan sebagai berikut:15

1. Sesuai dengan kaidah hukum Islam



Pada prinsipnya pada akad-akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya.

Bahkan terdapat ayat dan hadits yang memberikan isyarat/ indikasi kehalalan asuransi jiwa, yakni al-Quran surat al- Nisa ayat 8, dan hadits Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Sa id bin Abi Waqas:



Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak.

2. Sesuai dengan tujuan pokok hukum Islam: untuk menarik/ mencari kemaslahatan dan menolak/menghindari kerusa- kan/kerugian.



3. Sesuai dengan kaidah hukum Islam:



Jika ada dua bahaya/resiko yang berhadapan (berat dan ringan), maka didahukukan bahaya yang ringan atau lebih ringan.

4. Asuransi tidak sama dengan judi, karena asuransi bertujuan mengurangi resiko, bersifat sosial dan membawa maslahah bagi keluarga; sedangkan judi justru menciptakan resiko, ti- dak bersifat sosial, dan bisa membawa malapetaka bagi yang terkait dan keluarganya.

5. Asuransi dapat diperhitungkan secara matematik untung- ruginya bagi perusahaan asuransi dan bagi para pemegang polisnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara mutlak.

6. Sesuai dengan asas dan prinsip hukum Islam: meniadakan kesempitan dan kesukaran dan hidup bergotong royong.

Namun, mengingat kenyataan masih adanya berbagai pendapat terhadap asuransi jiwa dan lain-lain di kalangan ulama cendekiawan Muslim, maka sesuai dengan kaidah hu- kum Islam:



Keluar/menghindar dari perbedaan pendapat itu disunnatkan.

Sebaliknya pihak perusahaan asuransi mengambil lang- kah-langkah pembaharuan terhadap manajemen dan sistem asuransi, dengan menghilangkan atau mengurangi faktor- faktor yang menyebabkan keberatan/keraguan di kalangan ulama, cendekiawan, dan umat Islam. Dengan kata lain, ma- najemen dan sistem asuransi perlu disesuaikan dengan prin- sip-prinsip dan jiwa syariat Islam.

S ejauh pengetahuan penôlisubentuk transaksi asuransi b

erm ac a õöacamômdan masingög pmsinaerlu dmi secaraipaha m en d a la m

dan dji mikat syenuruariat yang benar. Jika ternyata

terhindar dari manipulasi, penipuan, riba, dan segala sesuatu yang diharamkan Allah, maka hukumnya adalah halal. Akan tetapi, jika transaksi tersebut mengandung unsur kejahatan, manipulasi, penipuan, riba dan sebagainya, maka hukumnya haram. []

ýi dalamEnsiklopedi Indonesia sebagaimana yang

dikutip oleh Hasan, disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah mem- berikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain.1 Selain dari itu juga me-

ngedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yatu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.

Mengenai perbankan ini sebenarnya sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani, dan kemudian oleh bangsa Romawi. Perbankan modern ber-

1 M. Ali Hasan,Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 75.

Dalam dokumen Kajian Fiqh Kontemporer (Halaman 185-196)