• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapat Syekh Abu Zahrah

Dalam dokumen Kajian Fiqh Kontemporer (Halaman 177-182)

Z AKAT DAN P AJAK

IJ 0 Kt tersebayut mk bnaknjuuena semawhua hasil bumi wLa

4. Pendapat Syekh Abu Zahrah

Begitu ditanya orang mengenai pajak dan zakat, beliau menjawab bahwa pajak itu sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus, yang dapat memberikan jaminan sosial, padahal tujuan pokok pajak adalah menaggulangi masalah so- sial kemasyarakatan. Zakat dapat memenuhi tuntutan sebagai pajak. Tetapi pajak tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan zakat, karena pajak tidak menanggulangi kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk dipenuhi. Zakat adalah kewa-

ˆ ‰9 jib

an

dari Šllah dan tidak mk dingnuihapuskan oleh hamba‹

Nya. Zakat tetap dipungut sepanjang zaman, walaupun fakir miskin telah tiada. Pemanfaatannya disalurkan untuk fi sa- bilillah.

Dari keempat pendapat ulama tersebut dapat dipahami bahwa zakat harus dikeluarkan sesudah memenuhi persyara- tan walaupun seseorang telah membayar pajak. Sebaliknya, pa- jak boleh dipungut bila diperlukan, walau zakat sudah ditu- naikan.22

Selanjutnya, menarik untuk dicermati bagaimana konsep- konsep dan pemikiran Masdar F. Mas udi tentang zakat dan pajak. Berangkat dari konsepqath i danzhanni yang ditawarkan

Masdar, ia kemudian menawarkan konsep baru tentang zakat (pajak). Dalam pengamatannya, zakat merupakan ajaran po- kok Islam yang paling dekat dengan inti persoalan yang ba-

nyak dihadapi umat manusia, yakni ketidakadilan.23 Ajaran

zakat bukanlah ajaran yang mengarah untuk kepentingan umat Islam saja, melainkan ajaran untuk kemaslahatan dan keadilan semesta. Menurutnya, inti ajaran zakat yang mutlak, universal dan tidak berubah adalah: (1) siapa pun yang memiliki kele- bihan harta maka ia harus menginfaqkan sebagian harta (rizki) yang diterimanya itu; (2) harta (rizki) yang diinfaqkan oleh atau yang dipungut dari yang mampu itu harus digunakan untuk kemaslahatan seluruh anggota masyarakat, dengan mempri- oritaskan mereka yang lemah. Orang-orang non-Islam yang le-

22 Ala uddin Zaidan, dkk.,Hakikat Hukum Allah,penj. Ahmad Abd. Majid, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h. 14.

23 Masdar F. Mas udi,Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam, (Jakarta: P3M, 1991), h. 4.

Œ0 m

a h Ž ding oisampngraorangm senslaŽdiri teta hparus menda p at perhatian dalam pembagian zakatŽagar bisa mengurangi b eb a n eknomi yog manenjadi tan jaguggnab mwereka‘’emas  lahatan yang dimak ddsualam hal ini adalah kemaslahatan m en y elu ru h Žlintas agamaŽsuku dan juga golongan‘ 24

Umat Islam, khususnya para pemimpin dan ulama, tidak bisa menghindarkan diri dari tanggung jawab atas terjadinya ketidakadilan semesta yang disebabkan oleh Negara. Dengan memisahkan ajaran zakat dari lembaga pajak, umat Islam telah benar-benar memisahkan negara dari agama. Pemisahan ini menyebabkan umat Islam menanggung beban yang sangat berat karena harus melaksanakan dua macam kewajiban, yaitu menunaikan zakat sebagai kewajiban agama dan membayar pajak sebagai kewajiban warga negara. Akibatnya, kewajiban mengeluarkan zakat selalu terkalahkan oleh keharusan mem- bayar pajak.25

Relasi antara zakat sebagai konsep keagamaan (keruha- nian) di satu sisi, dan pajak sebagai konsep keduniawian (ke- lembagaan) di sisi lain, sama sekali bukan dualisme yang diko- tomis, melainkan hubungan keesaan wujud yang dialektis. Zakat bukanlah suatu yang harus dipisahkan, diparalelkan, dan apalagi dipertentangkan dengan pajak , melainkan ia jus- tru harus disatukan sebagaimana disatukannya ruh dengan ba- dan, atau jiwa dengan raga. Zakat merasuk ke dalam pajak sebagai badan atau raga. Oleh karena itu, pertanyaan yang menyangkut operasionalisasi dan ketentuan tersebut adalah

24 Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris,(Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 102.

p ert a n y a a n yng ha relevnyaaan uk ptun pnatura•engakja banuk z ak a t

–Zakat adalah soal niat, soal motivasi, soal komitmen spi-

ritual-moral yang ada pada orang-orang yang beriman selaku rakyat yang membayarkan pajak. Dimana berdasarkan keima- nannya itu, orang bukan saja merasa berkewajiban membayar pajak pada negara atau melalui negara, akan tetapi ia juga ber- hak mentransendentasikan pembayaran pajaknya itu sebagai penunaian zakat.26

Menurut Masdar F. Mas udi sebagaimana yang dikutip Mahsun Fuad, bahwa pembayaran pajak dengan niat zakat akan menumbuhkan kesadaran bahwa pajak yang dibayarkan itu bukan sebagai persembahan atau pembayaran utang ke- pada negara, melainkan kewajiban yang harus ditunaikan ka- rena Allah Swt. sesuai dengan perintah-Nya. Ikrar batiniah ini dapat menjadikan pembayaran pajak ini bersifat duniawi na- mun bernilai ukhrawi, dan sekaligus memberikan efek pem- bebasan dari kungkungan negara.27

Ide penggabungan antara zakat dan pajak yang digagas oleh Masdar ini merupakan ide yang memang sangat kontro- versial dan sering disalahpahami sebagai upaya untuk menya- makan antara zakat dan pajak. Dalam hal ini, Masdar sebenar- nya hanya ingin mengatakan bahwa zakat adalah konsep etik dan moral untuk pajak.

Terlepas dari berbagai perbedaan yang ada, sebagai se- orang mukmin dan muslim, tentunya hal yang perlu dikede- pankan dalam kaitannya dengan zakat dan pajak ini adalah sebuah konsep tentang kemaslahatan dan keadilan. Artinya, se-

26 Masdar F. Mas udi,Agama,h. 119. 27 Mahsun Fuad,Hukum Islam,h. 103.

b ag ai seorang yang berimanštentu dia harus mengeluarkan zak

at sebai kagajibewan vertikalnya ka epad›llah Swtœ dan seb

ag ai warga negaraštentu dia juga harus mengeluarkan pa

ž jak sebai kagewajiban htalna kynrisooepada pemerintahŸnež g ara

 œ¡al tersebut tentu akan mk kanengatandemaslahatan Ÿkebaikan š baik kemaslahatan bagi dirinya sendiri dan kež lu

arga maupun kemaslahatan masyarakat umu¢dan pada ak

h riny a juga akan tercipta sebuah keadilanœ[]

¦§lamEnsiklopedi Indonesia sebagaimana yang dikutip

oleh Hasan, disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk resiko ke- rugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya atau pun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan.1

Menurut pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu perjan- jian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan peng-

1 M. Ali Hasan,Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 95.

Dalam dokumen Kajian Fiqh Kontemporer (Halaman 177-182)