• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .1 Definisi Konsumen

3.1.6 Atribut produk

Suatu produk pada dasarnya merupakan kumpulan atribut-atribut dari setiap produk, baik barang maupun jasa. Simamora (2002) mendefinisikan atribut sebagai karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki suatu produk yang akan membentuk ciri-ciri, fungsi serta manfaat. Menurut Limbong dan Sitorus diacu dalam Christvelldy (2007), barang adalah suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupn tidak daat diraba (termasuk bungkus, warna, harga, prestis, perusahaan, dan pelayanan perusahaan) yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya. Menurut Crawford diacu dalam Andari (1995), atribut produk terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa ukuran,

42 karakteristik estetis, komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan, tanda merek, dan lain-lain. Manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat non-material seperti kesehatan dan penghematan. Atribut fungsi sendiri jarang digunakan dan lebih sering diperlukan sebagai ciri-ciri atau manfaat.

Atribut produk menjadi penilaian sendiri bagi konsumen yang akan mempengaruhi penilaian mereka seutuhnya terhadap produk yang bersangkutan.

Konsumen melakukan penilaian dengan mengadakan evaluasi terhadap atribut produk dan memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Di dalam mengevaluasi atribut produk, ada dua sasaran pengukuran yang penting, yaitu: (1) mengidentifikasi kriteria evaluasi yang mencolok, dan (2) memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing atribut produk (Engel et al. 1994). Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menentukan atribut yang menduduki peringkat tertinggi, sedangkan saliensi biasanya diartikan sebagai kepentingan dimana konsumen diminta untuk menilai kepentingan dan pelbagai kriteria evaluasi. Ukuran evaluasi atribut yang dihasilkan menunjukkan kepentingan atribut sekaligus keteringinan atribut.

Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk merupakan kekuatan harapan dan keyakinan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk dicerminkan oleh pengetahuan konsumen terhadap suatu produk atau manfaat yang diberikan oleh suatu produk.

43 3.1.7 Kepuasan Konsumen

Engel, Blackwell dan Miniard (1994) mendefinisikan kepuasan sebagai ”a post-consumption evaluation that a chosen alternative at least meets or exceeds expectations”. Selanjutnya Mowen (1995) mengartikan kepuasan sebagai

”consumer satisfaction is defined as the overall attitude consumers have toward a good service after they have acquired and used it. It is a postchoice evaluative judgement resulting from as spesific purchase selection and the experience of using/consuming it”.

Kepuasan merupakan perasaan senang dan kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara harapan terhadap kinerja (hasil suatu produk) dengan harapan-harapannya (Kotler, 2002). Pada umumnya harapan konsumen merupakan perkiraan atau keyakinannya tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan kinerja merupakan persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang bersangkutan. Jika kinerja memenuhi harapan maka konsumen akan puas dan berlaku sebaliknya jika kinerja berada di bawah harapan, maka konsumen tidak akan puas.

Kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan hanya nyaman karena dibayangkan atau diharapkan. Puas atau tidak puas bukan merupakan emosi melainkan sesuatu hasil evaluasi dari emosi. Penelitian mengenai kepuasan konsumen menjadi topik sentral dalam dunia riset pasar dan berkembang pesat (Kotler, 2000).

44 Irawan (2004) mengatakan terdapat lima faktor pendorong utama kepuasan konsumen. Faktor pendorong utama tersebut adalah :

1. Kualitas produk. Satu bagian yang tak terpisahkan dari produk dan jasa yang menyangkut kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen.

Mutu/kualitas menjadi prasyarat utama bagi perusahaan agar bisa bersaing dalam suatu industri.

2. Harga. Berpengaruh besar bagi orang-orang yang sensitif terhadap harga, dimana harga murah menjadi sumber kepuasan yang penting diluar mutu produk. Karena golongan ini akan mendapatkan value of money yang tinggi.

Sebaliknya, harga menjadi tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga.

3. Service Quality. Konsep pelayanan memiliki beberapa dimensi, yaitu : (1) tangible yang berarti tidak bisa dilihat, dicium dan diraba; (2) reliability yang berarti kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya; (3) responsiveness sebagai dimensi yang paling dinamis dan penilaiannya berdasarkan persepsi bukan aktualnya; (4) assurance yang berarti kemampuan perusahaan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para konsumennya; dan (5) empathy yang dideskripsikan kurang penting dibandingkan dimensi reability dan responsiveness di mata banyak konsumen.

4. Emotional Factor. Sebagai faktor pendorong kepuasan konsumen yang mencakup tiga aspek, yaitu estetika, self-expensive value dan brand personality.

45 5. Kemudahan Mendapatkan Produk. Termasuk juga kaitannya dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa tersebut. Konsumen akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

Menurut Rangkuti (2002) kepuasan konsumen dapat diukur melalui beberapa cara, yaitu:

1. Traditional Approach. Dimana konsumen diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada umumnya menggunakan skala Likert).

2. Analisis secara Deskriptif. Analisis kepuasan konsumen seringkali berhenti sampai kita mengetahui konsumen puas atau tidak puas secara statistik deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis kepuasan konsumen sebaiknya dilanjutkan untuk melihat adanya kecenderungan perkembangan (trend) dari hasil kepuasan tahun yang lalu.

3. Pendekatan secara Terstruktur. Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satunya adalah teknik Semantic Differential dengan menggunakan prosedur Scalling. Caranya adalah responden diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau jasa. Penilaian juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau jasa dengan produk atau jasa yang lainnya, dengan syarat variabel yang diukur sama. Bentuk lain dari pendekatan secara terstruktur adalah Analisis Importance dan Performance Matrix dan Customer Satisfaction Index.

46 3.1.8 Loyalitas Konsumen

Menurut Kotler (2002), loyalitas konsumen mencerminkan tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen terhadap kinerja suatu produk atau harapan konsumen tersebut. Perusahaan akan memperoleh pendapatan atau keuntungan serta usaha yang berkelanjutan apabila memiliki konsumen yang loyal, karena konsumen akan membeli lebih banyak lagi dan memungkinkan membantu mempromosikan produk perusahaan secara tidak langsung.

Loyalitas terhadap merek merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada sebuah merek produk. Sunarto (2006) menyatakan bahwa kesetiaan merek didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Konsumen yang loyal tidak mudah berpindah walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya.

Griffin (2002), mengemukakan beberapa keuntungan yang didapat perusahaan dari pelanggan yang loyal, yaitu:

1. Mengurangi biaya pemasaran, karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal.

2. Mengurangi biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak dan pemrosesan pesanan.

3. Mengurangi biaya turn over pelanggan, karena pergantian pelanggan lebih sedikit.

4. Meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

47 5. World of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang

loyal juga berarti mereka puas.

6. Mengurangi biaya kegagalan, seperti biaya penggantian.

Aaker diacu dalam Simamora (2002) membagi loyalitas merek ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut: committed buyer, liking the brand, satisfied buyer, habitual buyer, dan switcher/price buyer dari responden suatu merek dan bisa digambarkan dalam bentuk piramida loyalitas. Piramida yang berbentuk terbalik menunjukkan tingkatan keloyalan konsumen dimana konsumen yang loyal memiliki jumlah yang paling banyak.

Gambar 6 Piramida Loyalitas Merek Sumber : Durianto, dkk (2004) Keterangan :

A = % committed buyer B = % liking the brand C = % satisfied buyer D = % habitual buyer E = % switcher/price buyer

E C

D B A

48 Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa :

Dokumen terkait