• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

2. Audit Internal

Audit internal telah berkembang dari sekedar profesi yang hanya memfokuskan diri pada masalah-masalah teknis akuntansi menjadi profesi yang memiliki orientasi memberikan jasa bernilai tambah bagi manajemen. Pada awalnya audit internal berfungsi sebagai “adik” dari profesi auditor eksternal, dengan pusat perhatian

pada penilaian atas keakuratan angka-angka keuangan. Namun saat ini audit internal telah memisahkan diri menjadi disiplin ilmu yang berbeda dengan pusat perhatian yang lebih luas.

Audit internal modern menyediakan jasa-jasa mencakup pemeriksaan dan penilaian kontrol, kinerja, resiko, dan tata kelola (governance) perusahaan publik maupun privat. Aspek keuangan hanyalah salah satu aspek saja dalam lingkup pekerjaan audit internal. Dulunya auditor internal pernah dianggap sebagai “lawan” pihak manajemen. Sekarang auditor internal mencoba menjalin kerja sama yang produktif dengan klien melalui aktivitas- aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Lawrence, 2009: 3).

Menurut Lawrence (2009) Arti internal audit adalah proses penilaian yang dilaksanakan secara berurutan dan bersifat obyektif yang dilaksanakan oleh auditor internal kepada aktivitas operasional dan kontrol yang berbeda di dalam organisasi. Audit internal dilaksanakan untuk menetapkan apakah :

1) Informasi mengenai financial dan operasional perusahaan sudah tepat dan dapat dipercaya.

2) Informasi mengenai financial dan operasional perusahaan sudah tepat dan dapat dipercaya.

3) Kemungkinan hambatan yang akan dihadapi peusahaan telah diketahiu dan diminimalisasi.

4) Peraturan eksternal perusahaan dan kebijakan di internal dapat diterima dan dipatuhi.

5) Aktivitas operasional sudah memuaskan.

6) Penggunaan sumber daya perusahaan di pakai seara efektif dan efisien. Tujuan organisasi atau perusahaan diraih secara efektif. Hal ini di diskusikan dengan pihak manajemen dan memberikan bantuan berupa saran kepada anggota untuk menjalankantugas seefektif mungkin.

Rawannya risiko pada kegiatan bisnis perbankan menuntut bank harus memiliki pengawasan untuk memastikan bahwa operasional bank telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku (auditing) sekaligus memitigasi dan meminimalisasi risiko yang telah terjadi dan/atau akan terjadi sehingga segera mengambil langkah preventif. Auditing umumnya digolongkan menjadi tiga golongan; audit laporan keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional. Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi secara umum. Audit operasional merupakan audit terhadap kegiatan organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Sedangkan audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturantertentu.

Kegiatan audit kepatuhan yaitu memeriksa tindakan perorangan atau organisasi dengan kriteria yang digunakan adalah kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pada laporan audit kepatuhan ini berisi pendapat auditor atas kepatuhan perorangan atau organisasi terhadap kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang diantaranya adalah ketentuan Kualitas Aktiva Produktif (Pembiayaan) (Mulyadi,2014:30-33). Sehingga dalam hal ini, audit kepatuhan yang dimaksud adalah audit kepatuhan pada pembiayaan. Untuk memastikan tingkat kepatuhan bank terhadap standar kepatuhan yang berlaku secara umum dan/atau terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, bank harus memiliki sistem pengendalian intern (Ikatan Bankir Indonesia,2014:375).

Sistem pengendalian intern yang dilakukan membantu menajemen dalam mengkoordinasikan dan mengawasi semua sumber daya perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Merupakan tanggung jawab direktur dan manajemen untuk membuat dan memelihara sistem pengendalian intern di dalam perusahaan.

Namun pihak lain yang terkait seperti auditor internal dapat memberikan pertimbangan bagi manajemen dan direktur dalam merumuskan model pengendalian intern yang sesuai untuk dijalankan perusahaan. (Elfadhli,2015:31)

Pembentukan audit internal bank dicetuskan sejak 31 Maret 1995 dengan terbitnya SK. Direktur Bank Indonesia No.27/163/KEP/DIR dan SE. BI. No.27/8/UPPB tentang “Kewajiban Bank Umum untuk Menerapkan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank”. Adapun latar belakang dari terbitnya ketentuan ini yaitu dalam rangka untuk menciptakan bank yang sehat harus dimulai dengan langkah pencegahan secara dini terhadap risiko usaha yang dapat mengganggu bank, termasuk pembiayaan bermasalah yang terjadi.

Fungsi audit intern bank sangat penting karena peranan yang diharapkan dari fungsi tersebut untuk membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan operasional bank yang melibatkan dana dari masyarakat luas. Dengan penerapan SPFAIB diharapkan fungsi tersebut dapat berjalan dengan benar dan sesuai dengan ukuran minimal yang harus dipatuhi oleh semua Bank umum di Indonesia. Dengan SPFAIB juga diharapkan adanya penjabaran dari misi, kewarganegaraan indenpendensi, dan ruang lingkup dari audit internal. (Ikatan Bankir Indonesia,2017:456)

Audit internal dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnyasecara efektif. Untuk itu, audit internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran kepada manajemen organisasi dalam pengambilan keputusan. (Tugiman,2014:11)

Sifat dari fungsi audit internal yang independen diartikan ke dalam dua pengertian, yaitu mengambil sikap netral, tidak memihak dan bebas dari pengaruh, serta keberpihakan pada kepentingan yang lebih besar/bernilai. Independensi ini menjadi kunci kebebasan sekaligus batasan bagi audit internal dalam menjalakan aktivitas pokoknya untuk menggali objek pengawasan dan menyajikan hasil pengawasannya. (Valery ,2011:9-10)

Selanjutnya agar penjabaran operasional dari misi, kewenangan, independensi dan ruang lingkup pekerjaan audit internal bank terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, Bank Indonesia telah menetapkan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) sebagai ukuran minimal yang harus dipatuhi oleh semua bank umum di Indonesia. Semua yang ditetapkan dalam SPFAIB itu wajib dilaksanakan oleh semua bankumum.

Ketentuan dalam SPFAIB tersebut dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) di masing-masing bank. Satuan kerja ini boleh saja namanya berbeda-beda namun mengandung makna sesuai SPFAIB, misalnya Divisi Audit Intern, Urusan Pemeriksaan Intern, Urusan Audit Intern, Group Audit Intern, dan sebagainya. (Tjukria,1999:16)

a. Pengorganisasian Audit Internal

Organisasi audit internal yang menjalankan tugasnya sebagai Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) suatu bank disesuaikan dengan perkembangan bank itu sendiri dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur. SKAI dipimpin langsung oleh Kepala SKAI yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Dewan Audit serta dilaporkan ke Bank Indonesia. Kepala SKAI ini bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan dapat berkomunikasi secara langsung dengan Dewan Audit untuk menginformasikan berbagai hal yang berhubungan dengan audit. Adapun kedudukan Dewan Audit itu sendiri dalam konsep SPFAIB

harus independen terhadap manajemen bank yang diauditnya. Oleh karena itu, Dewan Audit bertanggung jawab langsung kepada Dewan Komisarisbank.

Adapun untuk fungsi, tanggung jawab, wewenang dan kode etik Dewan Audit Bank diuraikan dalam satu piagam yang disebut dengan Piagam Dewan Audit Charter (Internal Audit Charter). Maksud dari Piagam tersebut adalah untuk memberikan pengertian umum mengenai tujuan dan ruang lingkup tugas-tugas SKAI serta untuk membedakan antara tanggung jawab dan wewenang SKAI denganmanajemen. (Tjukria,1999:54-59)

b. Kriteria Audit Internal

Kriteria adalah nilai-nilai ideal yang digunakan sebagai tolak ukur dalam perbandingan. Dengan adanya kriteria, pemeriksaan dapat menentukan apakah suatu kondisi yang ada menyimpang atau tidak dan kondisi yang diharapkan. Karena pemeriksaan pada intinya merupakan proses perbandingan antara kenyataan yang ada dengan suatu kondisi yang diharapkan maka pada audit internal pun diperlukan adanya kriteria.

Arens (2008:847) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam audit internal, yaitu :

1) Historical Performance (Kinerja Historis)

Merupakan seperangkat kriteria sederhana yang dapat didasarkan pada hasil audit periode sebelumnya. Gagasan di balik penggunaan kriteria ini adalah membandingkan apakah yang telah dilakukan menjadi “lebih baik” atau “lebih buruk”. Manfaat kriteria ini adalah bahwa kriteria tersebut mudah dibuat, tetapi mungkin tidak memberikan pandangan mendalam mengenai seberapa baik atau buruk sebenarnya unit usaha yang diperiksa dalam melakukan sesuatu.

2) Benchmarking (Kinerja yang dapat diperbandingkan)

Merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil yang dicapai oleh organisasi lain yang sejenis. Walaupun penilaian prestasi masa lalu, tetapi hasil penilaian menggunakan kriteria ini pun belum tentu memberikan gambaran yang tepat mengenai keadaan organisasi, karena perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh dua organisasi yang berbeda.

3) Enginereed Standards (Standar Rekayasa)

Merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan standar rekayasa, seperti penggunaan time and motion study untuk menentukan banyaknya output yang harus diproduksi.

4) Discussion and Agreement (Diskusi dan Kesepakatan)

Merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dan persetujuan bersama antara manajemen dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam audit internal.

c. Peran dan Fungsi Audit Internal

Auditor memiliki peran yang sangat strategis, banyak pendapat yang menyatakan bahwa auditor akan berguna bagi pihak pengguna laporan keuangan, hasil auditan akan membuat keputusan ekonomi. Audit berfungsi melindungi pihak yang berkepentingan dengan menyediaan informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan, baik bagi pihak luar perusahaan maupun bagi manajemen dalam mendukung pertanggung jawaban kepada pemilik dan memberikan kepastian bahwa laporan keuangan tidak mengandung informasi yang menyesatkan pemakainya.

Kebutuhan akan laporan keuangan tidak lagi hanya disediakan untuk manajemen dan banker, namun telah meluas ke pihak-pihak lain seperti pemerintah, investor, pembiayaanur dan pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat laporan keuangan yang transparan akurat, tepat waktu dan tidak menyimpang dari prinsip akuntansi berterima umum. Peran audit

jika dilihat dari segi lingkungan bisnis yang semakin berkembang, maka peran auditpun semakin luas.

Audit harus berperan menjadi moderator bagi perbedaan-perbedaan kepentingan antara berbagai pelaku bisnis dan masyarakat, agar mampu menjalankan peran tersebut, auditor harus bertanggung jawab kepada klien dan pihak ketiga atau secara khusus kepada :

1) Pihak khusus (parties in privity) sepertiklien.

2) Pihak yang diuntungkan (primary beneficiaries) sepertidirektur 3) Pihak-pihak terbatas (foreseen and limited classes) seperti

pihak- pihak yang memerlukan laporan audit dalam melakukanbisnis.

4) Pihak-pihak foreseeable (foreseeable parties) sepertiinvestor 5) Peran dan tanggung jawab auditor diatur dalam Standar Profesi

Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia ataupun Statement Auditing Standarts Board(ASB).(Mulyadi:2014)

Peran dan tanggung jawab auditor sebagai berikut (Mulyadi, 2002)

1) Tanggung jawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan, kekeliruan dan ketidak beresan. Dalam SPAS seksi 316 pendeteksian terhadap kekeliruan dan ketidakberesan dapat berupa kekeliruan pengumpulan dan pengolahan data akuntansi, kesalahan penafsiran prinsip akuntansi tentang jumlah, klasifikasi dan cara penyajian, penyajian laporan keuangan yang menyesatkan serta penyalahgunaanaktiva.

2) Tanggung jawab mempertahankan sikap independensi dan konflik. SPAP seksi 2020 harus bersikap jujur, bebas dan kewajiban klien tid meak mempunyai kepentingan dengan klien baik yerhadap manajemen maupun pemilik. Disamping itu sikap mempertahankan indepensi dan penuh integritas serta bebas dari

hubungan-hubungan tertentu dalam wujud mempertahankan fakta (independent infect) dan menghindari dari pihak luar merugikan independensinya.

3) Tanggung jawab mengkonfirmasikan informasi yang berguna tentang sifat dan hasil proses audit. SPAP seksi 341 menyatakan bahwa hasil evaluasi yang dilakukan, mengindikasikan adanya ancaman terhadap kelangsungan hidup perusahaan, auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen untuk memperbaiki kondisi tersebut. Bila ternyata tidak memuaskan, auditor boleh tidak memberikan pendapat dan perlu diungkapan.

4) Tanggung jawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien.

Tugas pokok sebagai auditor intern harus dilaksanakan secara profesional menurut standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Akan tetapi hal tersebut memerlukan proses interaksi dalam pelaksanaannya. Ada beberapa peran yang dapat dibawakan oleh auditorinternal:

1) peran sebagai pemecah masalah

Temuan audit pada dasarnya adalah masalah. Auditor intern harus mampu menggunakan metode pemecah masalah yangrasional.

2) Peran sebagai pemecah konflik

Temuan yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee.

3) Peran wawancara

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor seringkali berbentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu auditor intern harus memahami konteks dan tujuan wawancaraitu.

4) Peran negosiator dan komunikator

Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program auditor ataupun ide-ide. Negosiator harus berpegang pada sasaran dan berupaya agar hubungan tidak tegang. Negosiator harus berusaha mendapat hasil yang positif dalam setiap proses sesulit apapun kondisinya. (Ikatan Bankir Indonesia,2014:102-103) d. Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal

Menurut Robert (2005: 1) bahwa fungsi audit internal berfungsi sebagai mata dan telinga manajemen, karena , manajemen butuh kepastian bahwa semua kebijakan yang telah ditetapkan tidak akan dilaksanakan secara menyimpang. Sedangkan tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor intern akan memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang diperiksa. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar.

Tujuan utama pengendalian intern menurut Tugiman (2006: 44) adalah menyakinkan keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi, kesesuaian dengan berbgai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan, perlindungan terhadap harta organisasi, penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien, serta tercapainya berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapakan.

Ruang lingkup Audit internal yaitu menilai keefektifan sistem pengendalian intern, pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifian sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.

e. Tahap Pelaksanan Audit Internal

Pelaksanaan audit sangat dipengaruhi oleh besarnya organisasi dan karakteristik operasi satuan kerja auditee yang akan diaudit. SPFAIB merinci pelaksanaan audit ini ke dalam enam tahap kegiatan, yaitu:

1) Persiapan Audit

Tahap ini merupakan tahap perencanaan bagi auditor yang meliputi pengambilan sampel, penugasan serta pengarahan Ketua Audit kepada tim audit yang disebar pada setiap Kantor Cabang. (Tjkuria,1999:107)

2) Penyusunan Program Audit

Program audit ini disusun sebelum tim audit berangkat, namun tak tertutup kemungkinan untuk dilakukan perubahan di lapangan mengingat kondisi kerja yang ada. Adanya program audit secara tertulis akan memudahkan pengendalian audit selama tahap-tahap pelaksanaan. Program audit tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan selama audit berlangsung. (Tjkuria,1999:108)

3) Pelaksanaan Penugasan Audit

Tahapan pelaksanaan audit meliputi kegiatan mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi dan mendokumentasi bukti-bukti audit dan informasi lain yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur yang digariskan dalam program audit untuk mendukung hasil audit. Pelaksanaan audit menurut SPFAIB meliputi pengumpulan informasi untuk temuan audit yang dikuatkan dengan bukti-bukti, mencatat aktivitas audit selama proses perolehan temuan audit dalam Kertas Kerja Audit (KKA) serta evaluasi dari hasil audit.(Tjkuria,1999:132)

4) Pelaporan Hasil Audit

Laporan adalah satu produk utama dari SKAI. Artinya, kualitas laporan yang dibuat dapat mencerminkan kualitas dari pelaksanaan audit para auditor intern. Konsep ini dijabarkan dalam SPFAIB, namun bentuk teknisnya sangat bergantung pada kebutuhan bank yang bersangkutan. Setelah selesai melakukan kegiatan audit, auditor intern bank berkewajiban menuangkan hasil audit tersebut dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut harus memenuhi standar pelaporan, memuat kelengkapan materi, dan melalui proses penyusunan yang baik.(Tjkuria,1999:137)

5) Tindak Lanjut Hasil Audit

SKAI bank harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan auditee.(Tjkuria,1999:140)

6) Dokumentasi dan Administrasi

Sesuai dengan SPFAIB, SKAI harus mendokumentasikan dan mengadministrasikan bukti-bukti dokumen termasuk surat dan laporan hasil audit sejak tahap perencanaan sampai tahap evaluasi. (Tjkuria,1999:153)

Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal menurut Tugiman (2006: 53) adalah sebagai berikut :

1) Perencanaan audit

Tahap perencanaan audit merupakan langkah paling awal dalam melaksanakan kegiatan audit intern, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit/ prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal- hal lainnya yang berkaitan dengan proses auditing. Perencanaan haruslah di dokumentasikan dan harus meliputi :

a) Penetapan tujuan audit dan lungkup pekerjaan.

b) Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan-kegiatan yang diperiksa.

c) Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit.

d) Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. e) Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang

diperlukan, resiko-resiko dan pengawasan-pengawasan. f) Penulisan program audit

g) Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit. 2) Penguji dan pengevaluasi informasi

Proses penguji dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut :

a) Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan tujuan-tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja.

b) Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi-rekomendasi.

c) Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk tehnik-tehnik pengujian.

d) Dilakukannya pengawasan terhadap pengumpulan, penganalisaan,penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi.

e) Dibuat kertas kerja pemeriksaan. 3) Penyampaian hasil pemeriksaan

Audit internal harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakan yaitu :

a) Laporan tertulis yang ditandatangani oleh ketua audit internal.

b) Pemeriksaan intern terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi.

c) Laporan harus objektif, jelas, singkat, terstruktur dan tepat waktu.

d) Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi.

e) Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan dalam laporan pemeriksaan.

f) Pimpinan audit intern mereview dan menyetujui laporan audit.

4) Tindak lanjut hasil pemeriksaan

Audit internal terus menerus meninjau/ melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Audit internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagi hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima resiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap berbagai temuan yang dilaporkan.

Menurut Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 Tgl. 20 Desember 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, pelaksanaan audit dapat dibedakan dalam 5 (lima) tahap kegiatan yaitu :

1) Persiapan audit

Pelaksanaa audit harus dipersiapkan dengan baik agar tujuan audit dapat dicapai dengan cara efisiensi. Langkah yang perlu diperhatikan pada tahap persiapan audit meliputi :

a) Penetapan penugasan audit. b) Pemberitahuan audit. c) Penelitian pendahuluan.

2) Penyusunan program audit

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka disusun program audit. Program audit harus :

a) Merupakan dokumentasi prosedur auditor internal dalam mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan dan mendokumentasikan informasi selama pelaksanaan audit, termasuk catatan untuk pemeriksaan yang akan datang. b) Menyatakan tujuan audit.

c) menetapkan luas, tingkat dan metodologi pengujian yang diperlukan guna mencapai tujuan audit untuk tiap tahapan audit.

d) menetapkan jangka waktu pemeriksaan.

e) mengindentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses dan transaksi yang harus diuji, termasuk pengolahan data elektronik.

3) Pelaksanaan Penugasan audit

Tahap pelaksanaan audit meliputi kegiatan mengumpulkan, menganalisis,menginterpretasikan dan mendokumentasikan bukti-bukti audit serta informasi lain yang dibutuhkan, sesuai dengan prosedur yang digariskan dalam program audit untuk mendukung hasil audit. Proses audit meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a) Mengumpulkan bukti dan informasi yang cukup, kompeten dan relevan

b) Memeriksa dan mengevaluasi semua bukti dan informasi untuk mendapatkan temuan dan rekomendasi audit.

c) Menetapkan metode dan teknik sampling yang dapat dipakai dan dikembangkan sesuai dengan keadaan.

d) Supervisi atas proses pengumpulan bukti dan informasi seta pengujian yang telah dilakukan.

f) Membahas hasil audir dengan auditee. 4) Pelaporan hasil audit

Setelah selesai melakukan kegiatan audit, Auditor Intern berkewajiban untuk menuangkan hasil audit tersebut dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut harus memenuhi standar pelaporan, memuat kelengkapan materi dan melalui proses penyusunan yang baik. Proses penyusunan laporan perlu dilakukan dengan cermat agar dapat disajikan laporan yang akurat dan bermanfaa bagi Auditee.

5) Tinjak lanjut hasil audit

Satuan Kerja Audit Intenal (SKAI) harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindaklanjut perbaikan yang telah dilakukan Auditee. Tindak lanjut tersebut meliputi pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut, analisis kecukupan tindak lanjut dan pelaporan tindak lanjut. SKAI harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan Audtee.

Dokumen terkait