• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.4 Audit Judgement

Audit judgement merupakan aktivitas utama dalam melaksanakan

pekerjaan audit. Haryanto (2012) menyatakan bahwa ketepatan judgment

auditor secara tidak langsung akan mempengaruhi tepat atau tidaknya

keputusan yang akan diambil oleh pihak pemakai informasi (manajer) yang mengandalkan laporan keuangan auditan sebagai acuannya dalam pembuatan keputusan.

Menurut Suci dan Indira (2012), audit judgement diperlukan karena audit tidak dapat dilakukan terhadap seluruh bukti audit. Bukti inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat atas hasil audit auditor internal, sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan audit ikut menentukan hasil dari pelaksanaan audit. Dimana hasil ini akan didokumentasikan dalam kertas kerja audit dengan lengkap dan jelas. Laporan hasil audit internal didukung dari dokumentasi Kertas Kerja

Audit (KKA) yang telah diperiksa oleh Kepala Satuan Kerja Audit Internal. Pertimbangan audit sebelum menentukan hasil audit, seorang auditor akan mengumpulkan bukti yang berasal dari waktu yang berbeda. Kemudian auditor akan mengintegrasikan informasi dari bukti tersebut. Karena tidak semua bukti dapat dijadikan acuan, maka auditor akan mengambil beberapa sampel daripada bukti yang relevan. Oleh karena itu, maka auditor harus berhati-hati dalam memutuskan karena bukti yang ada berupa sampling dan resiko audit yang nantinya akan berdampak pada masa mendatang

Dalam membuat judgement, pertama kali yang dilakukan oleh auditor adalah persiapan audit. Pelaksanaan audit yang baik harus disiapkan dengan benar agar tujuan audit dapat dicapai secara efisien. Pada tahap persiapan audit, wajib memperhatikan penetapan penugasan, pemberitahuan audit dan penelitian pendahuluan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan disusun program audit yang merupakan dokumentasi prosedur bagi auditor internal dalam mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasikan serta mendokumentasikan informasi selama pelaksanaan audit. Pada tahap pelaksanaan audit kemudian auditor mengumpulkan bukti – bukti audit yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur audit. Bukti-bukti audit harus mencakup kecukupan, relevan dan kompeten untuk mendukung penyusunan kesimpulan dan rekomendasinya. Disini auditor harus menggunakan pertimbangan yang professional untuk menentukan jenis dan jumlah bukti.

Setelah itu, auditor membuat hasil audit yang nantinya akan ditulis dalam laporan tertulis, dimana sesuai dengan standar pelaporan yang berlaku.

2.1.5 Perbedaan Gender

Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggunbg jawab laki-laki dan perempuan, sehingga gender belum tentu sama di tempat berbeda dan dapat berubah sewaktu-waktu. Sementara seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang telah ditentukan oleh Tuhan oleh karena itu tidak dapat ditukar/diubah, ketentuan ini berlaaku sejak dahulu kala, sekarang, dan berlaku selamanya (Nobelius, 2012).

Sebenarnya istilah gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Istilah seks atau jenis kelamin lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.

Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan secara umum bahwa gender memiliki dua karakteristik, yaitu maskulin dan feminin dan mempunyai cara yang berbeda dalam menunjukkan minat, kepedulian, atau dukungan. Dan juga mempunyai cara pandang berbeda dalam menangkap pesan. Bagi seorang feminin, komunikasi menjadi faktor utama untuk menjalin hubungan, kedekatan, dan keakraban, sedangkan

seorang maskulin, komunikasi sangat penting dalam mencapai suatu tujuan. Dalam mengaplikasikan kepeduliannya, orang maskulin menunjukkannya dengan cara melakukan sesuatu yang konkret terhadap orang lain. Sedangkan orang feminin selalu menjaga perasaan orang lain agar tidak terluka. Dari karakteristik tersebut diproyeksikan ke dalam jenis seks yang ada, dimana sebagian besar laki – laki mempunyai karakter maskulin, dan feminism diproyeksikan kepada perempuan.

Pada mulanya, teori perbedaan gender hanya ada dua, yakni teori nurture dan nature. Namun teori – teori tersebut dikembangkan sehingga muncullah teori lain, seperti teori keseimbangan atau teori equilibrium. Teori yang berhubungan terhadap perbedaan gender adalah sebagai berikut:

1. Teori Nurture

Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang orang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung mengejar “kesamaan” atau fifty-fifty yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari

nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, DPR, partai politik, dan bidang lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmatif action) demi memberikan peluang untuk pemberdayaan perempuan yang kadang berakibat timbulnya reaksi negatif dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut. 2. Teori Nature

Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas

(division of labour). Dalam keluarga juga terdapat pembagian tugas.

Keluarga sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran antara suami dan istri untuk saling melengkapi dan saling membantu satu dengan yang lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan (komitmen) antara suami-isteri dalam

keluarga, atau antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.

3. Teori Equilibrium

Disamping kedua teori tersebut, yakni teori nurture dan nature, terdapat paham yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini mengutarakan bahwa keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.

Teori psikologi keperilakuan menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan risk aversion dan selectivity hypothesis. Dimana, perempuan dikatakan lebih menghindari risiko (risk averse) dan memproses informasi secara lebih komprehensif (selectivity hypothesis) dibandingkan dengan laki-laki. Risk aversion dan selectivity hypothesis seringkali digunakan untuk menjadi landasan teori riset-riset di bidang akuntansi yang menguji gender sebagai variabel independen

Dokumen terkait