• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.4 Auditing

Berbagai jasa ditawarkan untuk mengurangi masalah keagenan terutama di bidang bisnis. Salah satunya adalah auditing. Auditing merupakan kegiatan dalam memberikan jasa pengevaluasi, pengkritik, dan pemberikan masukan, yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independensi. Sehingga, hasil yang diberikan merupakan hasil yang bebas dari berpihak kepada siapapun. Dalam pengertian disini, auditing juga memberikan sebuah kepastian bagi penggunanya dalam mengambil keputusan. Menurut Tuanakotta ( 2007 ), auditing merupakan sebuah titik tolak dalam audit. Auditing bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun; auditing bersifat kritikal, investigatif, berurusan dengan dasar-dasar pengukuran dan asersi akuntansi.

Auditing is analytical, not constructive; it is critica, investigative, concerned with the basis for accounting measurement and assertion”, yang mempunyai terjemahan sebagai auditing yang bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun, bersifat kritikal ( mempertanyakan ), investigatif ( menyelidik ), berurusan dengan dasar – dasar pengukuran dan aseri akuntansi.

Auditing berhubungan dengan verification ( memeriksa keakuratan atau ketelitian ), pemeriksaan data keuangan untuk menilai kejujurannya dalam mencerminkan peristiwa dan kondisi. Data keuangan pada dasarnya asersi mengenai fakta yang intangible ( assertion of intangible ). Verification harus menerapkan teknik dan metode pembuktian. Pembuktian adalah bagian dari field of logic ( bidang logika ) yang oleh sebagian orang diistilahkan sebagai science of proof atau ilmu pembuktian (Maurtz dan Sharaf ( 1961 ) dalam penelitian Salim (2013)).

Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan (menurut Arens dan Loebbecke ( 2003 )). Auditing akan dilakukan oleh pihak yang memiliki standar profesi akuntan publik, yang dimana tercantum kata kompeten dan independen. Karena dengan adanya suatu kompetensi, dan independensi seorang pengevaluasi, maka hasil dari evaluasi akan bebas dari unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Auditing adalah “suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” [Agoes ( 2004 )].

Pengertian auditing menurut Mulyadi (2002) ialah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuan daripada melakukan

auditing adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut Arens (1995) dalam penelitian Kartika (2009), tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (PABU). Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan yang dapat bersifatimplisit atau eksplisit.

Menurut Boynton, dkk(2001), auditing didefinisikan sebagai :

A systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between the assertions and establish criteria and communicating the results to interested user”.

Terjemahannya adalah suatu proses sistematis untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti apakah telah sesuai dengan asersi-asersi dan keterjadian peristiwa ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yangberkepentingan.

Dalam buku Tuanakotta (2007), Mautz dan sharaf membahas postulat sementara mengenai auditing dengan menarik delapan kesimpulan postulat, beberapa diantaranya yang berkaitan dengan permasalahan audit delay yaitu:

• Laporan dan data keuangan dapat diperiksa.

• Tidak ada benturan kepentingan antara auditor dan manajemen dari entitas yang laporan keuangannya diaudit.

• Laporan keuangan dan data informasi yang disampaikan untuk diperiksa, dan tidak mengandung penyimpangan.

• Adanya sistem pengendalian internal yang memadai sehingga menghilangkan probabilitas terjadinya keganjilan.

• Status professional yang dimiliki auditor independen yang memaksanya untuk memenuhi kewajiban profesionalnya yang sepadan.

Berdasarkan beberapa pengertian dari para peneliti maupun penulis, dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu serangkaian kegiatan dalam mengurangi permasalahan keagenan antara pihak principal (pemilik) dengan

agent (manager). Selain itu, juga terdapat beberapa kata kunci yang terkait dengan pengertian auditing adalah sebagai berikut:

• Proses sistematis (Systematic process) merupakan suatu langkah atau prosedur yang dirancang berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.

• Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif (Objectively obtaining and evaluating evidence) merupakan upaya untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

• Pernyataan asersi mengenai kegiatan dan keterjadian ekonomi ( Assertion about economic actions and events) merupakan pernyataan mengenai eksistensi ekonomi yang merupakan hasil dari kegiatan prose • Menetapkan tingkat kesesuaian (Degree of correspondence) merupakan

pengumpulan bukti-bukti dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut. Pernyataan terhadap evaluasi akan disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan berlaku umum.

• Kriteria yang telah ditetapkan (establish criteria) merupakan kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai suatu bukti. Penilaian terhadap penyajian laporan keuangan menggunakan kriteria atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia.

2.2 Audit Delay

Auditors’ report lag is the open interval of number of days from the year end to the date recorded as the opinion signature date in the auditor’s report” (Dyer & McHugh (2006)). Terjemahannya adalah bahwa keterlambatan pelaporan laporan audit adalah dihitung dari jumlah hari-hari setelah tanggal terakhir dari

tahun pelaporan laporan keuangan itu sampai dengan tanggal laporan audit dikeluarkan.

Sejalan dengan hasil penelitian Dyer & McHugh, Ahmad dan Kamarudin (2003) dalam penelitian Adinugraha (2013) juga mendefinisikan audit delay

sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Selain itu, Bean dan Bernardi (2003) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010) bahwa audit delay adalah jumlah hari yang dibutuhkan antara penutupan tahun buku keuangan perusahaan hingga tanggal dikeluarkan laporan audit.

Sherliza dan Siti (2010) menyebutkan bahwa audit delay adalah adanya

perhitungan 101 hari, yang mana masih dibawah maksimum periode enam bulan untuk tercatat di Bursa Efek Malaysia dari hari dimana laporan keuangan

diselesaikan. Menurut Dyer dan Mchugh dalam Sirait (2008) membagi

keterlambatan atau lag menjadi:

a. Prelimary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.

b. Auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiscal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.

c. Total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan ke tahunan publikasi oleh pasar.

Adapun manfaat suatu laporan keuangan akan berkurang jika laporan tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Ketepatan waktu pelaporan keuangan

sangat diperlukan oleh para pemakai laporan keuangan karena memberikan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat sehingga dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan (Ratnawaty dan Sugiharto (2005) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010)).

Dokumen terkait