Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran – saran yang diberikan oleh peneliti.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Pengertian teori menurut KBBI adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Selain itu, teori juga dapat dihasilkan melalui adanya suatu hasil kritikan terhadap semua pemikiran, pertanyaan, dan permasalahan yang saat ini sudah ada. Sedangkan, pengertian landasan adalah sebagai suatu acuan, patokan, definisi dan perkara yang menjadi pemicu timbulnya suatu pemikiran kritis untuk mengungkapkan kebenaran. Jadi, landasan teori adalah sebagai suatu acuan terhadap temuan-temuan yang terbaru atau terdahulu sebagai pendukung daripada permasalahan yang sedang dibahas.
2.1.1 Pelaporan keuangan
Pelaporan keuangan merupakan suatu kegiatan dalam mencatat dan menyajikan laporan keuangan serta informasi lainnya. Ketepatan waktu penyajian laporan keuangan ke publik adalah sinyal dari perusahaan yang menunjukan adanya informasi yang bermanfaat dalam kebutuhan untuk pembuatan keputusan investor (Wirakusuma (2006)). Hal ini berarti apabila penyampaian laporan keuangan terlambat, maka informasi yang didapat akan kehilangan relevansinya dan secara tidak langsung sebagai sinyal buruk bagi perusahaan. Sebab, informasi dalam pelaporan keuangan meliputi penyusunan dan analisis atas hasil penyelenggaraan pembukuan yang akan sangat bermanfaat bagi
pihak yang berkepentingan. Menurut Purba (1994), pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengetahui informasi keuangan adalah pihak intern dan pihak ekstern. Pihak intern itu meliputi pengelola (manajemen) perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun anggaran belanja, sebagai pengawas pelaksanaan belanja, pengawas kegiatan, analisis dan interpretasi. Sedangkan, pihak ekstern
terdiri dari investor, pemerintah, dan pemilik (persero) perusahaan yang bersangkutan. Perlu adanya informasi untuk meyakinkan kinerja perusahaan yang sejalan dengan visi misi perusahaan ke depannya.
Selain itu, menurut SFAC (Statements of Financial Accounting Concepts) no.1 mengenai objektivitas pelaporan keuangan, menyatakan fokus paling utama terhadap pelaporan keuangan adalah informasi keadaan yang mencerminkan kondisi perusahaan dengan mengukur pendapatan komprehensif dan komponen-komponennya (Kathleen dan Carpenter (2011)). Data-data tersebut dapat membantu investor, kreditor dan pemakai lain laporan keuangan yang sekarang maupun yang berpotensi dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian aliran kas di masa yang akan datang mengenai sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahannya. pelaporan menentukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang relevan.
Prinsip utama pelaporan keuangan adalah akuntabilitas publik, signifikansi ekonomik, dan stewardship. Pada praktiknya, masih terdapat berbagai masalah yang berkaitan dengan pelaporan keuangan terutama ketidakterbukaan dan
ketidakjujuran penyajian informasi oleh pihak perusahaan yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kualitas pelaporan keuangan.
2.1.2. Laporan keuangan
Pelaporan keuangan dan laporan keuangan mempunyai perbedaan yang dapat diamati. SFAC no.1 memfokuskan pada pelaporan keuangan sementara IASB (the International Accounting Standards Board) framework berfokus pada penyajian laporan keuangan. Badan tersebut meliputi objektivitas-objektivitas yang harus ditetapkan dalam menyediakan laporan keuangan dan informasi keuangan (Kathleen dan Carpenter (2011)). Pelaporan keuangan menyediakan berbagai informasi keuangan mengenai masa depan, lalu dan sekarang. Misalnya, departemen pemasaran tentu akan menetapkan sejumlah anggaran yang efisien dan efektif dalam mendapatkan pelanggan-pelanggan dengan berbagai strategi. Begitu juga dengan anggaran atau kondisi aktual yang dilaporkan. Aspek-aspek yang lain dapat meliputi lembaga yang terlibat (misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (Prinsip Akuntansi Berterima Umum atau Generally Accepted Accounting Principles/GAAP). Laporan keuangan hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi dan merupakan salah satu medium pelaporan keuangan.
Menurut PSAK No. 1, tujuan laporan keuangan 1 adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam artian, dapat menjadi suatu patokan bagi pihak luar maupun pihak dalam manajemen dalam mengambil keputusan.
Laporan keuangan penting untuk disajikan. Karena pihak ekstern memerlukan informasi laporan keuangan tersebut untuk mengambil keputusan, yang dapat meliputi kreditor, pemerintah, dan pemilik. Dalam buku Purba (1994) dijelaskan bahwa kepentingan bagi kreditor adalah laporan keuangan dijadikan sebagai pedoman untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dan membayar hutangnya, juga sebagai pedoman dalam memberikan kredit berikutnya. Bagi pemerintah, laporan keuangan digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dan pungutan resmi lainnya menurut perundang-undangan yang berlaku. Bagi pihak pemilik, laporan keuangan diperlukan untuk mengetahui jumlah kekayaan yang ditanam di dalam perusahaan serta mengetahui perkembangan perusahaan, kemudian mengambil kebijakan yang perlu dalam rangka mengembangkan suatu perusahaan menjadi lebih baik.
1
2.1.3 Teori Keagenan ( Agency Theory )
Teori keagenan menurut penulis merupakan suatu hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya suatu perbedaan pemikiran yaitu masalah keagenan terhadap hasil kinerja dari beberapa pihak. Masalah keagenan dapat terjadi pada atasan dan bawahan, pihak internal terhadap pihak eksternal, maupun pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi, Agency theory merupakan konflik di antara kelompok dalam (manajemen) dan luar (pemegang saham, kreditor, auditor, masyarakat, dan pemerintah) yang dapat mendorong timbulnya perselisihan yang merugikan bagi pihak-pihak yang bertentangan tersebut. Teori ini sekaligus menjelaskan adanya hubungan keagenan yang terjadi jika satu pihak ingin menjalankan suatu usahanya (pemilik/ principal), mendelegasikan atau menunjuk kepada pihak lain yaitu agen tersebut untuk mengerjakannya. Maka keberhasilan pemilik dipengaruhi oleh pilihan (keputusan) manajemen (agent).
Wolk et al. (1992) menjelaskan bahwa agency theory perusahaan digambarkan sebagai titik temu hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan yang berusaha menggunakan utility mereka untuk memaksimalkan kepentingan masing-masing peran mereka.
Menurut Selznick (1949), teori keagenan adalah suatu perspektif baru yang membawa beberapa akun yang terjadi, memberikan peran diantara para principal (pemilik perusahaan atau akun) dan memberikan suatu hasil nyata dimana para petinggi (manajemen perusahaan) di suatu badan dapat dan mungkin jarang berperan sebagai agent daripada beberapa tugas. Konflik yang mungkin
akan terjadi di antara para petinggi dari director dan manajemen sebagai petinggi dapat diselesaikan melalui proses co-optation.
Teori keagenan adalah adanya satu kontrak atau lebih yang melibatkan
agent untuk memberikan beberapa layanan bagi atasan dengan melakukan pendelegasian wewenang pegambilan keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling ( 1976 )). Baik melalui agent yang diasumsikan oleh orang ekonomi secara rasional dan semata – mata termotivasi oleh kepentingan pribadi masing-masing pihak. Dimana manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Jadi, konsep teori ini menjelaskan adanya suatu rentang antara perbedaan masing-masing tujuan dari peran yang mereka pegang. Hal ini disimpulkan bahwa tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory ) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak, yang tujuannya untuk meminimalisasir biaya sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Oleh karena itu, pemeriksaan laporan dan kinerja memerlukan pihak ketiga untuk memeriksanya. Auditor eksternal untuk laporan keuangan dan jasa assurance
lainnya.
Menurut Yu (2006), teori keagenan adalah adanya pemilik kepentingan atau para manager korporasi yang tidak dapat membiarkan adanya konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari hasil keputusan mereka sendiri. Dari perspektif itu, timbul suatu kebutuhan terhadap berbagai jenis pasar dan kontrak mekanisme untuk memotivasi atau memonitor pada agent. Jadi mereka akan terlihat jauh lebih baik di mata shareholder.
Seiring semakin berkembangnya struktur organisasi, semakin banyak pula timbul masalah keagenan yang terjadi karena pihak – pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda. Menurut Eisenhardt (1989), masalah pertama adalah masalah keagenan yang menyangkut adanya keinginan – keinginan atau tujuan – tujuan para pemilik dan agent ( pihak manajemen ) yang saling berlawanan. Sehingga timbul suatu keraguan dari pihak pemilik. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi apakah agent telah melakukan sesuatu dengan tepat. Masalah kedua adalah masalah pembagian antara pemilik dan agent dalam menanggung resiko. Inti dari hubungan keagenan adalah di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan yaitu pemegang saham dengan pihak pengendalian yaitu manajer yang mengelola perusahaan.
Untuk mengurangi masalah keagenan yaitu masalah penyimpangan yang akan dilakukan oleh pihak agent dalam perusahaan, maka diperlukan biaya yang disebut dengan biaya keagenan. Terdapat tiga macam biaya keagenan ( agency cost ), diantaranya adalah biaya pengawasan oleh principal, biaya bonding, dan kerugian residual. biaya pengawasan oleh principal terjadi ketika dibutuhkan suatu mata pengawas yang tidak dapat dilakukan oleh principal secara langsung kepada para penerima tugas atau disebut dengan monitoring. Biaya bonding
adalah biaya yang dikeluarkan semata menjadi sebuah hukuman atau penghargaan kepada pihak agent yang telah mewujudkan kepuasan principal. Sedangkan, kerugian residual lebih mengarah kepada perhitungan untuk mengatasi kemungkinan kerugian yang akan terjadi.
Adanya kesimpulan yang dapat ditarik daripada beberapa penelitian dan pernyataan dari para peneliti adalah hubungan teori keagenan dengan laporan keuangan yang laporan keuangan disajikan oleh pihak manajemen (agent) dengan pihak principal. Oleh karena itu, dibutuhkan auditor untuk memeriksa laporan keuangan itu dengan berpegang teguh kepada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
2.1.4 Auditing
Berbagai jasa ditawarkan untuk mengurangi masalah keagenan terutama di bidang bisnis. Salah satunya adalah auditing. Auditing merupakan kegiatan dalam memberikan jasa pengevaluasi, pengkritik, dan pemberikan masukan, yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independensi. Sehingga, hasil yang diberikan merupakan hasil yang bebas dari berpihak kepada siapapun. Dalam pengertian disini, auditing juga memberikan sebuah kepastian bagi penggunanya dalam mengambil keputusan. Menurut Tuanakotta ( 2007 ), auditing merupakan sebuah titik tolak dalam audit. Auditing bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun; auditing bersifat kritikal, investigatif, berurusan dengan dasar-dasar pengukuran dan asersi akuntansi.
“Auditing is analytical, not constructive; it is critica, investigative, concerned with the basis for accounting measurement and assertion”, yang mempunyai terjemahan sebagai auditing yang bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun, bersifat kritikal ( mempertanyakan ), investigatif ( menyelidik ), berurusan dengan dasar – dasar pengukuran dan aseri akuntansi.
Auditing berhubungan dengan verification ( memeriksa keakuratan atau ketelitian ), pemeriksaan data keuangan untuk menilai kejujurannya dalam mencerminkan peristiwa dan kondisi. Data keuangan pada dasarnya asersi mengenai fakta yang intangible ( assertion of intangible ). Verification harus menerapkan teknik dan metode pembuktian. Pembuktian adalah bagian dari field of logic ( bidang logika ) yang oleh sebagian orang diistilahkan sebagai science of proof atau ilmu pembuktian (Maurtz dan Sharaf ( 1961 ) dalam penelitian Salim (2013)).
Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan (menurut Arens dan Loebbecke ( 2003 )). Auditing akan dilakukan oleh pihak yang memiliki standar profesi akuntan publik, yang dimana tercantum kata kompeten dan independen. Karena dengan adanya suatu kompetensi, dan independensi seorang pengevaluasi, maka hasil dari evaluasi akan bebas dari unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Auditing adalah “suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” [Agoes ( 2004 )].
Pengertian auditing menurut Mulyadi (2002) ialah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuan daripada melakukan
auditing adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut Arens (1995) dalam penelitian Kartika (2009), tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (PABU). Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan yang dapat bersifatimplisit atau eksplisit.
Menurut Boynton, dkk(2001), auditing didefinisikan sebagai :
“A systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between the assertions and establish criteria and communicating the results to interested user”.
Terjemahannya adalah suatu proses sistematis untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti apakah telah sesuai dengan asersi-asersi dan keterjadian peristiwa ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yangberkepentingan.
Dalam buku Tuanakotta (2007), Mautz dan sharaf membahas postulat sementara mengenai auditing dengan menarik delapan kesimpulan postulat, beberapa diantaranya yang berkaitan dengan permasalahan audit delay yaitu:
• Laporan dan data keuangan dapat diperiksa.
• Tidak ada benturan kepentingan antara auditor dan manajemen dari entitas yang laporan keuangannya diaudit.
• Laporan keuangan dan data informasi yang disampaikan untuk diperiksa, dan tidak mengandung penyimpangan.
• Adanya sistem pengendalian internal yang memadai sehingga menghilangkan probabilitas terjadinya keganjilan.
• Status professional yang dimiliki auditor independen yang memaksanya untuk memenuhi kewajiban profesionalnya yang sepadan.
Berdasarkan beberapa pengertian dari para peneliti maupun penulis, dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu serangkaian kegiatan dalam mengurangi permasalahan keagenan antara pihak principal (pemilik) dengan
agent (manager). Selain itu, juga terdapat beberapa kata kunci yang terkait dengan pengertian auditing adalah sebagai berikut:
• Proses sistematis (Systematic process) merupakan suatu langkah atau prosedur yang dirancang berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.
• Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif (Objectively obtaining and evaluating evidence) merupakan upaya untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
• Pernyataan asersi mengenai kegiatan dan keterjadian ekonomi ( Assertion about economic actions and events) merupakan pernyataan mengenai eksistensi ekonomi yang merupakan hasil dari kegiatan prose • Menetapkan tingkat kesesuaian (Degree of correspondence) merupakan
pengumpulan bukti-bukti dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut. Pernyataan terhadap evaluasi akan disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan berlaku umum.
• Kriteria yang telah ditetapkan (establish criteria) merupakan kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai suatu bukti. Penilaian terhadap penyajian laporan keuangan menggunakan kriteria atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia.
2.2 Audit Delay
“Auditors’ report lag is the open interval of number of days from the year end to the date recorded as the opinion signature date in the auditor’s report” (Dyer & McHugh (2006)). Terjemahannya adalah bahwa keterlambatan pelaporan laporan audit adalah dihitung dari jumlah hari-hari setelah tanggal terakhir dari
tahun pelaporan laporan keuangan itu sampai dengan tanggal laporan audit dikeluarkan.
Sejalan dengan hasil penelitian Dyer & McHugh, Ahmad dan Kamarudin (2003) dalam penelitian Adinugraha (2013) juga mendefinisikan audit delay
sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Selain itu, Bean dan Bernardi (2003) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010) bahwa audit delay adalah jumlah hari yang dibutuhkan antara penutupan tahun buku keuangan perusahaan hingga tanggal dikeluarkan laporan audit.
Sherliza dan Siti (2010) menyebutkan bahwa audit delay adalah adanya
perhitungan 101 hari, yang mana masih dibawah maksimum periode enam bulan untuk tercatat di Bursa Efek Malaysia dari hari dimana laporan keuangan
diselesaikan. Menurut Dyer dan Mchugh dalam Sirait (2008) membagi
keterlambatan atau lag menjadi:
a. Prelimary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.
b. Auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiscal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
c. Total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan ke tahunan publikasi oleh pasar.
Adapun manfaat suatu laporan keuangan akan berkurang jika laporan tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Ketepatan waktu pelaporan keuangan
sangat diperlukan oleh para pemakai laporan keuangan karena memberikan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat sehingga dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan (Ratnawaty dan Sugiharto (2005) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010)).
2.3 Kompleksitas Audit
Kompleksitas audit adalah ukuran rumit tidaknya transaksi atau ukuran data perusahaan yang dimiliki oleh klien Kantor Akuntan Publik ( KAP ) untuk diaudit (Mulyadi (2002)). Kerumitan dalam melakukan audit terhadap kompleksitas perusahaan juga menyebabkan penundaan dalam menyampaikan laporan keuangan. Hal ini diharapkan dapat memberikan hubungan yang positif antara audit delay dan kompleksitas audit. Tingkat kerumitan dalam melakukan audit dapat dilihat dari rasio inventaris dan piutang oleh perusahaan terhadap total asetnya (Karim dan Ahmed (2005) dalam penelitian Bustamam dan Kamal (2010)). Suatu kegiatan audit menjadi semakin kompleks atau rumit dikarenakan tingkat kesulitan dan variabilitas tugas audit yang semakin tinggi. Dengan meningkatnya suatu kompleksitas, maka suatu penetapan akan resiko audit, resiko inheren dan resiko kontrol akan semakin dipengaruhi dan dipertimbangkan dengan matang. Pertimbangan tersebut mungkin akan menimbulkan suatu tenggang waktu yang lama bagi auditor dalam menyelesaikan tugasnya. Dari beberapa para penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pengukuran dalam menilai kompleksitas perusahaan, yaitu: jumlah anak perusahaan dan ukuran perusahaan.
2.3.1 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan klien ( client size ) adalah besar kecilnya perusahaan klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Variabel indikator untuk mewakili faktor ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan klien tersebut ( Craswell et al. (1995) dalam penelitian Salim (2013)). Menurut Ahmad dan Kamarudin (2003), perusahaan besar akan menuntut proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Sebab informasi keuangan perusahaan besar akan lebih diperhatihkan secara luas oleh para stakeholder dan
stockholder. Terutama apabila, perusahaan besar tersebut bergabung di dalam bursa saham.
Variabel ukuran perusahaan dapat diukur dengan perusahaan yang mendapatkan laba besar. Sebaliknya, perusahaan yang menderita kerugian akan berusaha memperlambat penerbitan laporan keuangan perusahaan (Ashton et. Al (1984) dalam penelitian Kartika (2009)). Menurut Kartika (2009), ukuran perusahaan dapat diukur berdasarkan total assets / total aktiva yang dimiliki oleh setiap perusahaan sampel dan digunakan sebagai tolok ukur skala perusahaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan total asset sebagai dasar penentuan ukuran perusahaan. Hal ini dirujuk dari penelitian-penelitian seperti Carshlaw dan Kaplan (1991).
2.3.2 Jumlah Anak Perusahaan (subsidiaries)
Dalam buku Beams (2000), Variabel indikator untuk mewakili faktor
kompleksitas adalah jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan ( klien ) karena jika perusahaan memiliki anak perusahaan maka transaksi yang dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan konsolidasi. Ismaya (2006) dalam penelitian Bustamam dan Kamal (2010), mengemukakan pengertian
subsidiaries adalah perusahaan yang dikendalikan oleh perusahaan lain, lebih jauh lagi Ismaya (2006) menjelaskan pengertian subsidiaries adalah suatu perusahaan yang turut atau sepenuhnya dikendalikan oleh suatu perusahaan lain karena sebagian besar atau seluruh modal sendiri dimiliki oleh perusahaan lain. Penulis menyimpulkan bahwa jumlah anak perusahaan dapat menjadi suatu pengukuran atas kompleksitas perusahaan yang dikerjakan. Jumlah anak perusahaan dapat dilihat di profil perusahaan pada laporan keuangan baik yang telah diaudit maupun belum diaudit.
2.4 Auditor Tenure
Auditor tenure merupakan suatu pergantian auditor yang terjadi pada perusahaan yang diaudit. Meski tidak terjadi pergantian KAP (Kantor Akuntan Publik), pergantian auditor bisa saja terjadi. Pergantian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal pribadi auditor itu sendiri. Namun, pergantian auditor tersebut bisa saja mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan audit. Karena adanya suatu pertukaran informasi antara auditor
pendahulu dengan auditor yang akan menangani, yang menyebabkan pelaksanaan audit membutuhkan suatu waktu tambahan dalam menyelesaikan penilaian yang akurasi. Auditor yang akan menggantikan pada penilaian mendatang tentu harus mempelajari secara langsung data-data laporan keuangan yang dahulu dan sekarang diaudit. Sebab peraturan dan kebijakan perusahaan bisa saja berubah maupun tetap pada periode penyelesaian laporan keuangan tersebut. Hal tidak terduga tersebut harus dinilai kembali berdasarkan standar peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan, PABUI, maupun IFRS. Karakterisitik perusahaan akan dipelajari kembali, sehingga membutuhkan interval waktu bagi auditor yang akan menggantikan untuk memahaminya.
Penelitian Primadita dan Fitriany (2012) dalam penelitian Wayan (2013), menyatakan bahwa jangka waktu audit berpengaruh terhadap informasi asimetri. Informasi asimetri yang bisa menyebabkan masalah keagenan bisa diatasi dengan mencegah terjadinya audit delay.
2.5 Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan timbulnya suatu mutu penilaian karena dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal yang berkualitas terhadap laporan keuangan. Penentuan sebuah audit itu berkualitas dapat dilihat dari berbagai sudut. De Angelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit sebagai probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi dari pihak yang di audit. De angelo
(1981) dalam penelitian Chairunissa dan Sylvia (2012), mengungkapkan bahwa kualitas audit selain dapat dilihat dari beberapa aspek, salah satunya adalah dari ukuran KAP. Apabila KAP yang mengaudit adalah KAP besar (Big 4 accounting firms) diyakini dapat memberikan kualitas yang lebih baik dibandingkan KAP