• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan berbekal sejarah bagaimana Pancasila dihayati oleh komponen anak bangsa pada masa pemerintahan Soekarno (1945-1965), Soeharto memulai pemerintahannya dengan mengajak seluruh anak bangsa melakukan suatu reaksi dan koreksi prinsipil, terhadap praktek-praktek tidak diterapkannya nilai-nilai Pancasila berupa kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan secara murni dalam berbangsa dan bernegara. Reaksi awal yang dilakukan Soeharto dalam mengendalikan negara dan bangsa yang berlandaskan Pancasila, ialah membubarkan Partai Komunis Indonesia. Pembubaran PKI dilakukan, nampaknya adalah karena dalam pandangan beberapa komponen anak bangsa, ideologi komunis dipahami sebagai suatu idilogi kediktatoran yang dengan sengaja memperalat rakyat demi kepentingan golongan tertentu. Disamping itu, ideologi komunis juga diidentifikasi sebagai atheisme dan sebagai sebuah ideologi yang membantutkan peranan agama yang positif serta mencurigai

99

I Ketut Seregig,Filsafat Pancasila . . . , 121. Lihat juga A.H. Nasution, Ketetapan 2 MPRS Tonggak Konstitusionil Order Baru (Djakarta: Pantjuran Tujuh, 1966), 133-151.

agama sebagai sesuatu yang mampu menghambat pembangunan nasional. Dengan kata lain, peranan dan fungsi ideologi komunis dihadapan beberapa komponen anak bangsa, pada masa awal pemerintahan Soeharto, dilihat tidak sesuai dengan karakter keindonesiaan, karena senyatanya ideologi komunis hanya sebagai pengacau dan perusak stabilitas, kesatuan, dan ketahanan nasional, sebabmenghancurkan pembangunan Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.101

Berangkat dari pemahaman seperti tersebut di atas dan seusai pembubaran PKI, Soeharto mengemudikan roda bahtera Indonesia, dengan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai jiwa, pandangan dan cara hidup dari bangsa Indonesia. Soeharto melihat bahwa nilai-nilai Pancasila memang baru dibahas sebagai perjanjian bersama bangsa Indonesia, oleh wakil-wakil rakyat Indonesia pada masa persiapan kemerdekaan dan baru ditetapkannya sehari setelah proklamasi kemerdekaan. Namun sesungguhnya, nilai-nilai Pancasila itu berupa cinta akan kemanusiaan, kebersamaan dan kesetaraan adalah pandangan hidup rakyat Indonesia yang telah lama berurat akar pada kebudayaan masyarakat Nusantara. Oleh karena begitu keadaan Pancasila, maka dalam rangka menghayati dan mengamalkannya, Soeharto menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk melihat Pancasila sebagai pedoman hidup bersama bangsa Indonesia, yang harus diterapkan setiap hari secara murni dan konsekuen dalam segala segi kehidupan, dalam tata pergaulan Bangsa Indonesia dan dalam tingkah laku rakyat Indonesia, demi tercapainya tujuan akhir Indonesia, yaitu Indonesia adil dan makmur. Terkait dengan himbauan ini, Soeharto mengingatkan bahwa Pancasila tidak boleh berubah lagi menjadi NASAKOM dan MANIPOL USDEK atau ideologi lainnya yang berseberangan dengan moralitas Pancasila.102

Soeharto juga mengajak rakyat Indonesia untuk mengidentifikasi dan mengamalkan Pancasila sebagai tujuan hidup bangsa Indonesia. Sebagai tujuan hidup bangsa, Soeharto menegaskan bahwa Pancasila patut diamalkan demi terciptanya masyarakat Indonesia yang Pancasilais sejati. Sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, maka penghayatan Pancasila sebagaimana diserukan Soeharto, dilakukan untuk menuntun rakyat Indonesia menjadi masyarakat yang bersifat religius dan kekeluargaan. Masyarakat Indonesia yang bersifat religius dan kekeluargaan adalah masyarakat Indonesia yang hormat kepada Tuhan Yang

101Sekretaris Negara Republik Indonesia,Gerakan 30 Sepetember, Pemberontakan Partai Komunis

Indonesia,Latar Belakang Aksi dan Penumpasanya,dengan kata pengantar oleh Murdiono (Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. II, 1994), 114-116.

102

Krissantono, Pandangan Presiden Suharto tentang Pancasila (Jakarta: CSIS-Yayasan Proklamasi, 1976), 5, 6, 12. Lihat juga Ali Murtopo,Dasar-Dasar Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun (Jakarta: CSIS, 1972), 54.

Maha Esa, cinta kepada Tanah Air, kasih dan sayang kepada sesama manusia, suka bekerja dan rela berkorban untuk kepentingan bersama rakyat Indonesia.103

Pada tanggal 12 April 1968 Soeharto mengeluarkan Intruksi Presiden No.12 tahun 1968 mengenai Tata Urutan Perumusan Pancasila. Intruksi Presiden ini menunjukkan bahwa sumber Pancasila yang mempunyai kekuatan hukum adalah Pembukaan UUD 1945.104Intruksi Presiden ini dikeluarkan untuk menangkal tuntutan beberapa segmen dari kelompok Islam dan mencegah perdebatan mengenai sumber Pancasila. Beberapa segmen dari kelompok Islam berupaya agar “Piagam Jakarta” menjadi preambul resmi dari Undang Undang Dasar 1945. Ada dua alasan yang diajukan oleh pihak Islam. Alasan pertama, “Piagam Jakarta” dalam dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikatakan sebagai “menjiwai UUD 1945 dan menjadi kesatuan dengan Konstitusi” Alasan kedua, ada pada asumsi bahwa muslim merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Pemerintahan Soeharto menyadari bahwa tuntutan dari kelompok Islam ini akan merusakkan kesatuan bangsa. Berdasarkan pada kesadaran itu Soeharto menolak tuntutan kelompok Islam.Melihat sikapnya yang demikian, Soeharto menunjukkan kepada seluruh rakyat, bahwa Indonesia yang berreligiositas Pancasila, bukanlah negara agama, bukan negara yang didominasi oleh suatu agama tertentu. Tetapi bangsa yang berkeagamaan Indonesia, yakni bangsa dimana seluruh rakyatnya melalui masing-masing agama yang dianutnya menjunjung dan menerapkan keagamaan Indonesia berupa nilai-nilai: kemanusiaan, persatuan, dan kesetaraan.105

Dalam sebuah pidatonya Soeharto pernah menyampaikan bahwa, tanah air Indonesia adalah karunia Tuhan bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga Indonesia adalah tempat bagi seluruh rakyat Indonesia secara bersama untuk bertanah air dan berbangsa. Kemudian dalam pidato itu, Soeharto juga mengingatkan bahwa karena rakyat Indonesia telah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia pun telah bersumpah sebagai bangsa yang bertanah air satu yaitu Tanah Air Indonesia dan berbangsa satu yaitu Bangsa Indonesia. Berangkat dari kedua fakta tersebut di atas, Soeharto mengajak seluruh rakyat Indonesia agar melihat perbedaan-perbedaan bukanlah untuk dipertentangkan, melainkan harus diharmonisasikan guna untuk mencapai cita-cita bersama yaitu kesejahteraan Indonesia bersama.106 Pidato Soeharto yang demikian ini, sangat jelas

103Krissantono, Pandangan Presiden Suharto . . . , 22-3. 104A. M. W. Pranarka,Sejarah Pemikiran . . . , 222-3.

105H. Anton Djawamaku, “Dialektika Struktur dan Kultur dalam proses Pembaharuan Politik Order

Baru”, Analisa, 1984-8, 640.

menunjukkan bahwa Soeharto ingin seluruh rakyat Indonesia mengaktualisasikan keindonsiaan dengan jalan bertoleransi dan hidup saling menghargai. Hal itu patut dilakukan, karena Pancasila adalah sebuah kesadaran dan kesepakatan bersama rakyat Indonesia akan nilai kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan sebagai jalan menuju kebahagiaan bersama.

Dalam banyak kesempatan Soeharto yang ingin rakyatnya mengaktualisasikan Pancasila sebagai religiositas Indonesia, juga mengurai bahwa agama dan pembangunan tidak berseberangan, Sebaliknya sejalan bahkan saling memerlu dalam menggapai cita-cita bangsa yaitu Indonesia sejahtera. Agama tanpa pembangunan tidak akan membuat bangsa menjadi maju. Sedangkan pembangunan tanpa agama bisa membuat bangsa menjadi kehilangan arah. Melanjutkan paparan di atas, Soeharto mengemukakan agama akan kehilangan cahayanya apabila masyarakatnya lemah, miskin, dan melarat. Kemudian dengan maksud untuk menunjukkan kepada rakyat Indonesia akan kebenaran pandangannya ini, Soeharto juga memberitahu rakyat Indonesia, bahwa semua agama yang ada di Indonesia mengajarkan umatnya agar suka membangun. Sembari mengemukakan hal itu, Soeharto juga mengetengahkan bahwa, tidak ada satu agamapun yang melarang umatnya untuk bekerjasama dengan umat yang berlainan agama, dalam pembangunan bangsa demi kepentingan dan kemaslahatan bersama seluruh rakyat.107Indoktrinasi Soeharto seperti termaksud di atas mengindikasikan bahwa Soeharto ingin seluruh rakyat Indonesia dalam mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan beragama, melakukan karya-karya sosial yang senyatanya menyejahterakan kehidupan semua umat.

Dalam rangka memantapkan seruannya tentang pengaktualisasian Pancasila secara murni, demi kemaslahatan bangsa, Soeharto menyelengarakan program kesatuan tafsir Pancasila yang disebut dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(P4). Program Soeharto untuk melaksanakan program P4, dicetuskan atau disosialisasikan beberapa kali. Diantaranya pada waktu Hari Ulang Tahun(HUT) ke -25 Universitas Gadjah Mada pada tanggal 19 Desember 1974 di Yogyakarta, pada waktu Dies Natalis XXV Universitas Indonesia pada tanggal 15 Pebruari 1975 di Jakarta, pada waktu acara pembukaan Musyawarah Kwarnas Gerakan Pramuka se Indonesia pada tanggal 12 April 1976 di Istana Negara, dan pada waktu upacara pengambilan sumpah para anggota DPR dan MPR pada tanggal 1 Oktober 1977. Program P4 diselengarakan kepada seluruh rakyat Indonesia yang meliputi Badan Legislatif, Badan Eksekutif dan Badan Yudikatif, para pengusaha, ekonom,

organisasi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, keluarga besar ABRI. Program P4 Soeharto tentang kesatuan tafsir Pancasila demi terbentuknya manusia Indonesia yang berkarakter Pancasilais, yakni manusia yang selalu memuliakan kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan demi kemaslahatan bangsa, nampaknya dinilai strategis oleh MPR; sehingga mendapat ketetapan MPR dengan No.II/MPR/1978 tentang PedomanPenghayatan Pengamalan Pancasila(P4), yang juga disebut dengan Ekaprasetia Pancakarsa. Eka berarti satu atau tunggal. Prasetia berarti janji atau tekad, Panca berarti lima, dan karsa punya arti kehendak yang kuat. Dengan demikian Eka Prasetia Panca Karsa berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak.108

Dalam melaksanakan program pengaktualisasian yang murni tentang Pancasila, Soeharto melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1979, membentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(BP7). Badan ini bersifat non departemen, tetapi berada di lingkungan pemerintahan yang berkedudukan langsung di bawah Presiden. BP7 berkoordinasi dengan Tim Penasehat Presiden tentang Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P7), yaitu tim khusus yang mempersiapkan materi dan pendidikan P4. BP7 dan P7 bertugas melaksanakan kerja-kerja ideologis untuk mengamankan tafsir terhadap Pancasila.109

Seiring dengan adanya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, yang dikeluarkan oleh pemerintahan Soeharto pada masa Rencana Pembangunan Lima Tahun III (1978-1983), maka bangsa Indonesia disamping memiliki Pancasila sebagai kesepakatan nasional dengan rumusannya yang umum, kini bangsa Indonesia juga mempunyai pedoman untuk mengaktualisasikan Pancasila. Dengan melihat latar belakang munculnya, Michael Morfit menilai bahwa melalui penyusunan dan penerbitan P4, pemerintahan Soeharto mau menunjukkkan kepada bangsa Indonesia bahwa P4 itu adalah tafsir tentang Pancasila yang objektif dan legitimate. Jika ada tafsir yang lain, dengan mudah dan cepat diduga sebagai tafsir yang anti Pancasila dan sekaligus anti negara.Keadaan yang demikian ini memungkinkan kita berasumsi bahwa, Pancasila pada jaman Soeharto sangat difungsikan secara nyata dan sakti oleh negara sebagai pertahanan dan integrasi bangsa110.

108I Ketut Seregig, Filsafat Pancasila . . . , 125-126.

109Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Order Baru (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2003), 704.

110Michael Morfit, “Pancasila: The Indonesian State Ideology According to the New Order

Tindakan-tindakan demonstratif yang dilakukan pemerintahan Soeharto menjadi fakta yang membuat asumsi di atas beralasan. Beberapa fakta termaksud dapat disebutkan sebagai berikut: Pertama, Pemerintahan Soeharto melakukan pembunuhan terhadap banyak orang komunis Indonesia. Kedua, pemerintahan Soeharto menetapkan 30 September sebagai hari pengkhianatan terhadap Pancasila dan 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila. Penetapan ini seakan-akan mau berbicara bahwa Pancasila terbukti sakti dari rongrongan kelompok yang dianggap anti Pancasila dan anti Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, Soeharto membangun Monumen Kesaktian Pancasila. Monumen ini dibangun sebagai alat pengikat dan pembentuk pengetahuan akan saktinya Pancasila sebagai ideologi yang melahirkan dan sekaligus menyelamatkan Indonesia. Ketiga, pemerintahan Soeharto membuat film tentang gerakan pengkhianatan terhadap Pancasila berdasarkan tafsir resmi pemerintah.Film ini dibuat juga untuk memproduksi pengetahuan tentang gerakan mempertahan Pancasila.111Melalui aktualisasi Pancasila yang demikian,Soeharto mau menunjukkan bahwa Pancasila adalah moralitas dan kesepakatan bersama Indonesia atas seperangkat nilai nilai berupa: kemanusiaan, kesatuan, dan kesetaraan, yang sangat sakti karena ia senyatanya adalah jiwa yang melahirkan dan jalan yang menyelamatkan Indonesia, sehingga patut dirawat.

Pada masa pemerintahannya, tindakan-tindakan Soeharto memang sangat menuntun rakyat Indonesia untuk mengaktualisasikan Pancasila, sebagai moralitas bersama bangsa Indonesia yang berfungsi untuk mempertahankan Indonesia. Sikap Soeharto yang demikian itu menampak juga pada kebijaksanan konseptual dan konstitusional yang dibuatnya sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Nomer 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pada pasal 2 ayat 1 dari Undang-Undangini, dikatakan bahwa organisasi kemasyarakatan harus berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Kemudian pada pasal 16 Undang-Undang ini, dinyatakan bahwa pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan yang menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme serta ideologi, paham, atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam segala bentuk dan perwujudannya. Melalui Undang-Undang Nomer 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pemerintahan Soeharto mengajak seluruh organisasi masyarakat tidak terkecuali organisasi agama, untuk menempatkan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai keutamaan dalam

111

Khatharina E. McGregor, History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia, terjemahan Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia (Yogyakarta: Syarikat, 2008), 161, 163, 173-179.

berorganisasi di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai payung hukum bagi semua organisasi masyarakat termasuk organisasi agama dalam menjalankan roda organisasi dalam rangka berindonesia atau demi keselamatan Indonesia.

Aktualisasi Pancasila pada Jaman Soeharto, oleh Michael Morfit, dinilai hanya menitik beratkan pada fungsi Pancasila sebagai pemersatu dan pertahanan bangsa, namun menafikkan peranan Pancasila sebagai mobilisator masyarakat dalam pembangunan bangsa.112 Penilaian Michael Morfit ini nampaknya beralasan sehingga memiliki kebenaran. Hal itu dikatakan demikian, karena demi keutuhan bangsa, pemerintahan Soeharto memposisikan karyanya berupa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, sebagai pemahaman yang objektif dan legitimate tentang Pancasila. Dalam memimpin rakyat untuk mengaktualisasikan Pancaila demi keselamatan bangsa, pemerintahan Soeharto menempatkan diri sebagai penafsir dan penjaga tunggal Pancasila. Terbentuknya aktualisasi Pancasila yang menekankan keselamatan bangsa, dan sikap pemerintah yang melihat diri sebagai penafsir tunggal Pancasila, nampaknya tidak terlepas dari latar belakang sejarah bahwa pada era Soeharto, bentuk penghayatan Pancasila pertama-tama memang sebagai respon terhadap kelompok kiri yang anti Pancasila. Oleh karena begitu pemerintah memposiskan diri, maka pemahaman lain tentang Pancasila yang berbeda dengan tafsir pemerintah, walaupun sangat bisa jadi pemahaman pemerintah tentang Pancasila belum tentu sepenuhnya murni, dan pemahaman individual atau kelompok komponen bangsa tentang Pancasila bisa jadi memiliki unsur kebenaran, diabaikan bahkan dihakimi sebagai anti Pancasila dan sekaligus anti Negara. Dalam hal ini, salah satu contoh bisa dikemukakan bahwa pemerintahan Soeharto tidak bisa menjawab pertanyaan apakah dapat diketemukan dalam Pancasila, alasan mengapa orang komunis harus dibunuh dan bukan dibina kembali secara kekeluargaan.113

Pada masa Soeharto, sesungguhnya Pancasila dipahami dan dihayati sama seperti pada masa Soekarno, yaitu sebagai sintese nilai-nilai luhur bangsa (moralitas bangsa) yang mengagungkan: kemanusiaan, kesatuan dan kesetaraan, yang berfungsi sebagaikeselamatanbangsa. Namun pada masa pemerintahan Soeharto, Pancasila lebih dijadikan sebagai norma untuk menakar mana masyarakat yang Pancasilais dan mana

112Michael Morfit, “Pancasila: “The Indonesian State Ideology According to the New Order

Goverment”, Asian Survey,Vol. 21, No. 8 (Aug., 1982), 845.

113

Katharine E.McGregor, History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia,terjemahan Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia (Yogyakarta: Syarikat, 2008), 171-172,173-179,163.

masyarakat yang anti Pancasila, dari perspektif pemerintah bukan dari sudut pandang Pancasila itu sendiri.

Dokumen terkait