• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB IV"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PANCASILA SEBAGAI RELIGIOSITAS INDONESIA

IV.1. Konteks Kelahiran Pancasila

Pancasila dan Indonesia adalah seperti dua sisi dari satu mata uang. Kelahiran negara-bangsa Indonesia bersamaan dengan kelahiran karakter dan cita-cita Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pancasila. Bertolak dari pengalaman sejarah bersamanya, kondisi dan situasi riilnya pada masa pra Indonesia, khususnya pada era kolonial, rakyat Indonesia hendak membangun sebuah negara bangsa merdeka dengan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi politiknya.1 Karena begitu posisi dan eksistensi Pancasila,maka keadaan dan situasi Nusantara pada masa pra Indonesia, terutama pada era kolonial, sebagai konteks kelahiran Pancasila, sangat menentukan esensi Pancasila sebagai falsafah dan karakter Indonesia.2

Nusantara yang dijajah lama oleh bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan bangsa Jepang sehingga sangat lama juga ada dalam masa kesengsaraan, berbentuk gugusan pulau yang terpisah namun saling terhubung oleh lautan. Letak geo-sosialnya yang terbuka ini, membuat Nusantara sejak dulu kala menjadi sebuah wilayah kebudayaan yang selalu terbuka. Ke dalam wilayah Nusantara yang demikian inilah, agama-agama dunia datang. Agama Hindu dan Budha datang dari negeri India, agama konghucu datang dari negeri China, agama Islam datang dari tanah Arab, agama Kristen dan Katolik datang dari Eropa setelah migrasi dari Timur Tengah. Walaupun semua agama dunia ini, semula sebagai agama asing yang tidak dikenal oleh penduduk Nusantara, namun di Nusantara mereka semua mendapat tempat, mempribumi, mengkontekstualisasi bahkan nyaris menganti agama lokal Nusantara.

Pada masa pra Indonesia, nasionalisme Nusantara baru berupa komunalisme saja, karena hanya berbasis pada kesamaan bahasa yang sama yakni bahasa Melayu, berbasis pada agama trans regional yang sama yang dianut oleh kebanyakan komunitas Nusantara, dan berbasis pada kemudahan-kemudahan dalam mobilisasi penduduk.3 Pada masa itu, di wilayah

1John Titaley, Pertimbangan-pertimbangan Pendirian Program Pasca -sarjana Bidang Studi Agama

dan Masyarakat (PpsAM) (Salatiga: UKSW,1991), 2. Lihat juga John A. Titaley,Pokok-Pokok Pikiran Tentang Arah Pembinaan Dan Pengembangan Pendidikan Agama Di Indonesia(Salatiga:Fakultas Teologi UKSW,1999),26-27.

2Ibid. 3

(2)

Nusantara, atau di wilayah Hindia Belanda, ada negara pribumi yang otonom dan masing-masing negara otonom itu memiliki sistem pemerintahan. Sistem pemerintahannya ialah imperialisme kuno dalam bentuk kerajaan-kerajaan.Tetapi sesudah Belanda menanamkan imperialisme modernnya secara intensif sejak abad ke lima belas, terutama ketika Belanda dalam tahun 1830 sampai dengan 1870 menerapkan “Cultuurstelsel” ciptaan Van den Bosch,

dimana penduduk harus menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah kolonial sebesar pajak tanah, semua negara itu kehilangan kemerdekaannya secara politik dan juga secara ekonomi. Pelaksanaan cultuurstelsel mengakibatkan penduduk Nusantara terutama di Jawa menjadi miskin dan kehilangan harkat dan martabat diri.4

Dahulu rakyat Nusantara pada masa Nusantara terdiri dari dari Negara-negara otonom, terkenal sebagai pelaut yang gagah pemberani sehingga sanggup mengarungi lautan guna meluaskan perdagangannya. Namun pada masa Belanda menjalankan kebijakan liberal kolonial, rakyat Nusantara menjadi penakut, tertekan secara politik dan ekonomi. Sistem kolonialisme dari kapitalisme Barat yang diterapakan Belanda dalam mendominasi Nusantara sangat mencabut manusia Nusantara dari akar-akarnya sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat diri sebagai penduduk pribumi Nusantara. Sembilan puluh lima persen penduduk Nusantara pada masa penjajahan Belanda hidup dalam kesengsaraan. Mereka yang keadaannya demikian ini, yang oleh Soekarno seorang intelektual kritis kelahiran 8 Juni l901, dijuluki “rakyat kecil Indonesia” adalah para petani, nelayan, buruh, tukang gerobak, dan intelektual.5

Pengalaman rakyat kecil Nusantara, yang menderita secara politis dan ekonomi atas kolonialisme Belanda, melahirkan adanya sikap radikal untuk menghancurkan imperialisme dan kapitalisme Belanda guna untuk meraih kemerdekaan. Pergerakan kemerdekaan ini yang berlangsung hampir seratus tahun sepanjang abad ke sembilan belas, dilakukan oleh rakyat Nusantara, namun tidak serentak padu melainkan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan

Malaysia,cetakan pertama(Kuala Lumpur:Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia,1980),49-65. Dalam buku ini George McTurnan Kahin menjelaskan tentang lima faktor penting yang menjadi pemicu pertumbuhan nasionalisme di Indonesia. Kelima faktor itu ialah: persamaan agama, persamaan bahasa, pembentukan volksraad yang mewakili masyarakat Indonesia, penyebaran ide melalui surat khabar dan radio nasional serta kemudahan-kemudahan dalam mobilisasi penduduk, dan pendidikan Barat.

4

Sartono Kartodirjo,Pengantar Sejarah Indonesia Baru:Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jakarta: Gramedia,1992), 13. Bandingkan G.J. Resink, Negara-Negara Pribumi di Kepulauan Timur (Jakarta:Penerbit Bhrata, 1973 ), 7 – 34.

5Benhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan,Terjemahan,Hasan Basari, Cetakan

(3)

daerah, golongan dan agama. Beberapa dari pergerakan termaksud ialah seperti perang yang dipimpin oleh: Patimura di Maluku (1817), Badarudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821), Diponegoro di Jawa Tengah(1825-1830), Jelantik di Bali (1850), Pangeran Antasari di Banjarmasin (1860), Panglimna Polim, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar di Aceh(1871), Anak Agung Made di Lombok (1894), Sisingamangaraja di Batak (1900). Semua perang yang menentang pemerintah kolonial Belanda ini memang bersifat kedaerahan, namun semua perang itu menjadi pertanda awal gerakan rakyat sebagai protonasionalisme Indonesia, menentang penderitaan yang diakibatkan kolonial atas rakyat.6 Perang terhadap pemerintah kolonial Belanda yang bersifat kedaerahan ini mudah dipatahkan oleh Belanda karena Belanda menerapkan politik devide et invera (politik adu domba) yang sangat berhasil di Nusantara yang sangat plural.7

Di awal abad ke dua puluh, organisasi-organisasi pergerakan kemerdekaan memang sudah berskala Nusantara, sehingga dapat digolongkan ke dalam tiga golongan besar, namun ketiga golongan itu tetap melakukan pergerakan kemerdekaan secara terpisah. Ketiga golongan tersebut ialah: pertama, adalah golongan nasionalis yang terwakili dalam National Indische Partij dan Partai Nasional Indonesia.Kedua, adalah golongan Sosialis-Marxis yang terwakili dalam Partai Komunis Indonesia. Ketiga, adalah golongan Agama yang terwakili dalam Sarikat Islam (bagi agama Islam) dan Sarikat Ambon (bagi agama Kristen Ambon). Perjuangan atau pergerakan kemerdekaan di awal abad ke dua puluh yang sudah berskala nasional, namun karena sifatnya tidak menyatu, tidak berhasil meraih kemerdekaan Nusantara karena cara perjuangan yang demikian, mudah dipatahkan oleh Belanda.8

Salah satu contoh perjuangan sektarian itu adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintah kolonial Belanda yang dilakukan pada tanggal 18 Juni 1926. Perjuangan ini dengan mudah dapat digagalkan oleh Belanda, bahkan oleh pemerintah Belanda PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. F. Corsino MacArthur mengetengahkan bahwa ada tiga faktor dari dalam Partai Komunis Indonesia yang menjadi penyebab kegagalan pemberontakannya. Ketiga faktor termaksud: Pertama, disintegrasi yang terjadi di antara Tan Malaka, Alimin dan Muso sebagai pemimpin partai mengenai waktu pelaksanaan

6

I Ketut Seregig, Filsafat Pancasila dalam Perspektif Hindu (Surabaya: Penerbit Paramita,2012), 78.

7Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia-III (Jakarta: PN,

Balai Pustaka, 1993), 331.

8Cindy Adams,Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (Jakarta:Gunung Agung,1965), 119-120.

(4)

pemberontakan. Alimin dan Muso sangat mendukung hasil keputusan pertemuan di Prambanan bahwa pemberontakan akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 1926. Sedangkan Tan Malaka, sejak masih di pembuangan menilai pemberontakan yang akan dilaksanakan itu prematur adanya. Oleh karena itu ia berharap pengikut-pengikutnya tidak melibatkan diri dalam pemberontakan itu. Kedua, rendahnya mutu dari para pemimpin yang tersisa. Ketiga, kurangnya dukungan dari kalangan petani pada saat pelaksanaan pemberontakan.9

Kegagalan dari pemberontakan Partai Komunis Indonesia terhadap pemerintah kolonial Belanda memberikan dampak positif bagi nasionalisme Indonesia. Para nasionalis Indonesia semakin sadar bahwa kolonialisme hanya bisa dilawan dengan persatuan. Bertolak dari kegagalan pemberontakan PKI, Perkumpulan mahasiswa Indonesia di Belanda yang dikenal dengan nama Perhimpunan Indonesia (PI) orang-orang dari daerah Nusantara yang pertama kali memakai kata Indonesia10 untuk menunjuk kepada tanah dan penduduk dan budaya yang ada di wilayah Nusantara, menetapkan gagasan persatuan sebagai ideologi Perhimpunan Indonesia. Gagasan tentang persatuan ini kemudian menjadi inti ideologi yang dikembangkan oleh Partai Nasional Indonesia. Dalam ideologi persatuan ini terkandung tiga prinsip nasionalisme Indonesia yaitu: kebebasan(kemerdekaan), kesatuan, dan kesamaan. Karena begitu konsep nasionalisme Indonesia, maka sifat nasionalisme Indonesia itu ialah antikolonial dan selalu nonkooperasi terhadap penguasa colonial.11

Di tahun kegagalan pemberontakan PKI, 1926 dalam majalah Indonesia Muda terbitan Studi Club Bandung, Soekarno menulis artikel berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme”. Artikel tersebut merupakan langkah awal Soekarno dalam merumuskan pemikirannya mengenai wadah bersama yang selanjutnya ia sebut nasionalisme. Penjelasan Soekarno mengenai nasionalisme, diawalinya dengan uraian mengenai latar belakang munculnya kolonialisme. Demikian dijelaskan Soekarno: “Sebab tipisnja kepertjajaan itu adalah bersendi pengetahuan, bersendi kejakinan, bahwa jang menjebabkan kolonialisasi itu

9F.Corsino MacArthur, A Communist Revolutionary Movement As an International State-Actor: The

Case of The PKI Aidit, Cetakan Pertama (Singapore:Maruzen Asia,1982), 53. Bandingkan, Mohammad Hatta, Memoir, Cetakan Pertama (Jakarta: Tintamas Indonesia, 1979), 205.

10Mohammad Hatta menjelaskan bahwa kata”Indonesia”sudah dipakai oleh ethnolog Inggris bernama

G.R.Logan dalam bukunya The Ethnology of the Indian Archipelago pada tahun 1850, bahwa nama “Indonesia” ditemukan Etnolog Inggris bernama G.R. Logan(1850), berasal dari kata India (Lathin:Hindia) dan Nesos (Yunani:kepulauan), sehingga Indonesia berarti Kepulauan Hindia. Lihat Mohammad Hatta, Memoir (Jakarta: Tintamas Indonesia,1979), 126. Bandingkan juga:Hassan Shadiliy,Ensiklopedi Indonesia Vol.3 (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,1982), 1437.

11

(5)

bukanlah keinginan pada kemasjhuran, bukan keinginan melihat dunia-asing, bukanlah kenginan merdeka, dan bukan pula oleh karena negri rakjat jang mendjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banjaknja penduduk,- sebagai jang telah diadjarkan oleh Gustav Klemm-, akan tetapi asalnja kolonisasi jalah teristimewa soal rezeki. Jang pertama-tama menjebabkan kolonisasi jalah hampir selamanja kekurangan bekal hidup dalam tanah airnja sendiri....itulah pula jang mendjadi sebab rakjat-rakjat itu mendjadjah negeri-negeri, dimana mereka bisa mendapat rezeki itu.”12

Uraian Soekarno tersebut di atas, dimaksudkannya untuk menggugah kesadaran rakyat mengenai kehidupan ekonomi dan politik yang buruk akibat kolonialisme. Melalui paparan ini,Soekarno ingin merombak pandangan yang telah lama berakar dalam masyarakat Indonesia, mengenai pemerintah kolonial yang dipandang sebagai saudara tua yang akan memberikan kemerdekaan di suatu hari nanti. Soekarno berbuat demikian, karena menurut dia, tidak ada satupun negara penjajah yang dengan begitu saja mau melepaskan sumber rezeki mereka. Cara pandang Soekarno terhadap pemerintah kolonial yang sangat radikal ini, sangat dipengaruhi oleh dua tokoh nasionalis di Bandung yaitu Douwes Deker dan Tjipto Mangunkusomo. Dari kedua nasionalis tersebut, Soekarno belajar bahwa kemerdekaan Indonesia harus diusahakan sendiri melalui pergerakan rakyat, dan bukan dalam usaha dewan-dewan, juga tidak akan dicapai secara berangsur-angsur melalui kerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda.13

Penilaian Soekarno terhadap pemerintah kolonial Belanda seperti termaksud di atas, telah bergeser dari penilaiannya semula semasa dia berada di Surabaya. Semasa di Surabaya Soekarno banyak dipengaruhi oleh pandangan dua orang gurunya di Hogere Burger School(HBS) Surabaya yaitu Tjokroaminoto dan C.Hartogtog. Pengaruh pandangan dari kedua tokoh tersebut memberikan penilaian positif terhadap peran pemerintah kolonial dalam mewujudkan pemerintahan sendiri bagi Indonesia. Salah satu tulisan Soekarnoyang menyuratkan penilaian positifnya terhadap pemerintahan kolonial ialah sebagai berikut: “... kebutuhan rakyat telah melahirkan Sarekat Islam, dan bahwa salah satu tujuannya adalah pemerintahan sendiri. Masalah-masalah kritis hanya bisa dipecahkan apabila rakyat berpemerintahan sendiri, dan apabila ada persamaan kepentingan yang nyata antara

12Soekarno, “Nasionalisme, Islamisme Dan Marxisme”, Suluh Indonesia Muda, tahun 1928, dalam,

Di Bawah Bendera Revolusi I, Cetakan ketiga (Jakarta: Panitia Penerbit, 1964), 2.

13Soekarno, “Dimanakah Tinju?”

(6)

pemerintah dan rakyat. Tetapi itu tidak bisa terjadi dengan segera.Terlebih dulu rakyat Indonesia harus belajar.Untuk itu rencana untuk mendesentralisasi pemerintahan memberikan kesempatan yang baik sekali.14

Pergerakan kemerdekaan rakyat kecil Nusantara yang sendiri-sendiri ini, oleh Soekarno pendiri Partai Nasional Indonesia pada tanggal 4 Juli 1927, diprediksi sebagai perjuangan yang tidak akan menghasilkan kemerdekaan seluruh negara Nusantara yakni kemerdekaan Indonesia. Dalam berprediksi demikian Soekarno bertimbang, sehandainya golongan Islam saja yang memperjuangkan kemerdekaan, berarti akan berdiri negara Islam di kepulauan Nusantara. Bila golongan komunis saja yang berjuang untuk kemerdekaan di kepulauan Nusantara, kemungkinan besar akan ada usaha dari kelompok komunis untuk membentuk negara Komunis Nusantara. Bertolak dari asumsi yang demikian ini, Soekarno berkeinginan agar semua golongan yang ada di bumi Nusantara bersatu-padu melawan penjajahan Belanda secara bersama-sama, guna sama-sama merdeka untuk membentuk sebuah negara bersama yaitu negara Indonesia merdeka. Keinginan Soekarno ini segera berwujud dengan lahirnya Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia, (PPPKI) pada tanggal 17 Desember 1927. PPPKI merupakan gabungan dari tujuh partai besar yang ada di Indonesia yaitu: Partai Nasional Indonesia, Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Kelompok Studi dr. Sutomo di Surabaya. PPPKI menjadi bukti keseriusan para nasionalis Indonesia dalam usaha membentuk satu kekuatan nasional guna menghadapi kolonialisme dan imperialisme. Para nasionalis yang dalam batas-batas tertentu saling bertentangan, terutama soal koperasi dan non koperasi dengan pemerintah kolonial, mulai menyadari pentingnya kerja sama untuk mencapai kemerdekaan.15

Pembentukan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia memberikan dampak positif dalam kehidupan pergerakan nasionalisme Indonesia. Pembentukan PPPKI telah menjadi pemicu semangat persatuan di kalangan nasionalis Indonesia di masa itu, terutama di kalangan pemuda. Ikrar bersama yang dicetuskan oleh para pemuda Indonesia, antara lain Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Bataksbond, Jong Sumatra, pada konggres pemuda di Batavia yang berlangsung dari tanggal 27-28 Oktober 1928, menjadi bukti dari kesadaran akan pentingnya persatuan Indonesia. Sumpah Pemuda tersebut

14Audrey Kahin(ed.),Regional Dynamics . . . , 50.

15Soekarno, “Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi”, dalam Soekarno,

(7)

telah mendobrak batas-batas suku, dan agama, ketika keinginan untuk berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu menjadi keinginan bersama.16

Kerjasama beberapa partai dalam PPPKI berlangsung di atas dasar keinginan untuk merdeka. Karena itu, perbedaan ideologi yang mengarah pada pertentangan dan perlawanan di antara partai-partai dalam PPPKI, diharapkan dapat diabaikan demi tercapainya persatuan. Cuplikan salah satu tulisan Soekarno memuat anjurannya kepada PPPKI, sebagai berikut: “Hendaknya kita tidak mengemukakan soal-soalyang dapat membahayakan pemufakatankita. Umpamanya, kita hendaknya jangan membicarakan soal koperasi dan non koperasi, soal apakah kita akan bekerjasama dengan pemerintah atau tidak. Tapi marilah kita mencari hal-hal yang lebih mendekatkan kita satu sama lain. Marilah kita tonjolkan segala hal-hal yang mempersatukan kita.”17

Terkait dengan keinginannya agar semua golongan yang ada di bumi Nusantara bersatu karena mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus imperialisme Belanda, Soekarno menyadari bahwa masing-masing golongan yang ada di bumi Nusantara memiliki pemahaman politik yang pada berbeda. Berangkat dari kesadaran ini, Soekarno seorang intelektual yang sangat anti dengan imperialisme dan kapitalisme Barat, menjembatani semua golongan yang ada di bumi Nusantara dengan satu pemahaman politik yang sama untuk semua golongan. Menurut Soekarno, hanya dengan memiliki satu pemahaman politik yang sama, semua golongan akan berhasil menghapus kolonialisme dan membentuk negara merdeka.Satu pemahaman politik yang sama diusulkan Soekarno untuk menjadi pemahaman politik bersama semua golongan dalam menghapus imperialisme dan membentuk sebuah negara merdeka ialah Marhaenisme.18

Konsepsi Marhaenisme dari Soekarno ialah suatu ajaran sosio nasionalisme dan sosio demokratisme. Melalui konsepsi ini soekarno ingin agar seluruh rakyat di bumi Nusantara ini memiliki kemauan bersatu-padu untuk bertindak secara revolusioner dalam memperjuangkan kemerdekaan semua, demi kelak diperoleh keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama. Persatuan dan gotong-royong dari semua negara dalam kepulauan Nusantara untuk meraih kepentingan bersama yakni kemerdekaan menjadi jiwa dari Marhaenisme. Berangkat dari konsepsi Marhaenisme yang demikian, Soekarno ingin memasukkan sebanyak mungkin

16Benhard Dahn, Soekarno Dan Perjuangan . . . , 121. 17

Audrey Kahin (ed.), Regional Dynamics . . . , 98.

18Grasindo, Bung Karno.Tentang Marhaen Dan Proletar (Jakarta: Gramedia Widiasarana

(8)

golongan-golongan yang ada di bumi Nusantara, agar kekuatan revolusioner semakin bertambah banyak dan semakin bertambah kuat untuk menghapus imperialisme Belanda dan mencapai Nusantara merdeka.19

Dalam konteks kolonial, Marhaenisme atau nasionalisme Soekarno menunjuk pada kesatuan unsur-unsuryang mampu menjadi potensi kolektif apabila diarahkan kepada tujuan bersama. Unsur-unsur termaksud adalah kenyataan penjajahan yang mengakibatkan kemelaratan dan semangat persatuan demi pencapaian kemerdekaan. Dalam hal ini, Soekarno ada mengemukakan bahwa, “Semangat tiap-tiap rakyat yang disengsarakan oleh suatu keadaan, baik rakyat proletar di negeri-negeri industri, maupun rakyat di tanah-tanah jajahan, adalah semangat ingin merdeka. Nah, kami ingin menyuburkan semangat ingin merdeka itu pada rakyat Indonesia. Kami menyuburkannya tidak terutama dengan keinsafan kelas sebagai pergerakan kaum buruh umumnya, tetapi terutama dengan keinsafan bangsa, dengan keinsafan nasionaliteit, dengan nasionalisme. Sebab tiap-tiap rakyat yang dikuasasi oleh bangsa lain, tiap-tiap rakyat jajahan, tiap-tiap rakyat yang saban hari, saban jam, merasakan imperialisme bangsa lain, tiap-tiap rakyat yang diperintahi secara jajahan demikian itu, adalah berbudi akal nasionalistis.”20

Menyimak kalimat Soekarno di atas, Marhaenisme atau nasionalisme yang dikonsep Soekarno tidak hanya fundamental menciptakan solidaritas, tetapi juga potensial untuk mewujudkan loyalitas yang mentransendensi loyalitas kedaerahan atau golongan. Marhaenisme atau nasionalisme Soekarno berhakiki dan berperan sebagai konditio sine qua non semua negara di kepulauan Nusantara merdeka. Marhaenisme atau sosialisme Soekarno nampaknya memang adalah sosialisme campuran dari apa yang baik dari declaration of independence dari America, apa yang benar dari spiritualitas agama-agama, dan apa yang tepat dari teori Karl Marx. Sebagai sosialisme atau nasionalisme campuran dari ketiga unsur tersebut di atas, nasionalisme Soekarno memiliki ajaran untuk hidup bekerja-sama, mempunyai ajaran tentang Tuhan, dan sangat menekankan tentang anti kapitalisme dan

19Soekarno, “Marhaen dan Proletar”, dalam Soekarno,Dibawah Bendera Revolusi I (Jakarta: Panitia

Penerbit di bawah Bendera Revolusi, 1964), 253.

20Soekarno, Indonesia Menggugat:Pidato Pembelaan Bung Karno Di Muka Hakim Kolonial (Jakarta:

Departemen Penerangan Republik Indonesia,Tanpa Tahun), 117. Bandingkan: Rupert Emerson, “The progress

(9)

sosialisme Barat. Nasionalisme Soekarno menolak adanya kaum berjuis atau kaum ningrat di bumi Nusantara, memimpikan adanya tatanan sosial yang adil di persada Nusantara, dan memimpikan masyarakat Nusantara hidup mandiri, mampu berdiri di atas kaki sendiri untuk kepentingan diri sendiri.21

Paham nasionalisme seperti termaksud di atas, pada masa perjuangan kemerdekaan, penekanan operasionalnya memang lebih pada taraf ingin mempunyai negara merdeka. Dengan kemerdekaan yang dimimpikannya itu, rakyat ingin mengatur negaranya menurut konsepsi yang berdasar pada kesejarahan dan kebudayaannya sendiri. Dalam keadaan yang demikian, para intelektual seperti Soekarno menyadari bahwa rakyat Nusantara perlu diberdayakan dengan pengetahuan sejarah tentang negara-negara dalam kepulauan Nusantara. Bertolak dari kesadaran ini, maka Soekarno bersama para pemikir dan propaganda revolusi, baik yang belajar di dalam negeri maupun luar negeri, seperti: Sutomo, Hatta, Sartono, Budiarto, Iwa Kusumasumantri, Ali Sastroamidjojo, demikian juga bersama dengan para pemimpin Partai Komunis Indonesia seperti: Darsono, Semaun, dan Abdul Muis, selalu mengkaitkan gerakan kebangsaan dengan jaman- jaman keemasan Sriwijaya dan Majapahit. Mereka juga sering mengadopsi tokoh-tokoh pewayangan sebagai alat propaganda politik perjuangan, serta mengadopsi ramalan-ramalan Prabu Jayabaya seperti akan datangnya “ratu adil” sebagai bahan untuk membangkitkan harapan rakyat akan hari depan yang gilang-gemilang berupa kemerdekaan Nusantara.22

Pada tahun 1930–an dunia ada pada zaman malaise yaitu ada dalam masa krisis ekonomi. Keadaan ini tidak membendung gerakan nasionalisme, namun justru menstimulasinya. Dalam gerakan nasionalisme yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Soekarno mensintesiskan ketiga kekuatan ideologis yang pada berbeda namun yang sama-sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yaitu: nasionalisme, agama dan komunisme menjadi satu kekuatan dalam apa yang disebut NASAKOM.Gerakan nasionalisme Indonesia adalah gerakan kerakyatan yang tidak sekedar memimpikan pembentukan negara dan bangsa Indonesia saja, melainkan gerakan yang mendambakan kemerdekaan dan keadilan. Dalam posisi demikian, nasionalisme Indonesia merupakan gejala historis sebagai jawaban terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh situasi kolonial. Nasionalisme Indonesia merupakan raungan historis dari rakyat banyak

21Soekarno, “Marhaen dan Proletar” dalam Soekarno Dibawa h Bendera Revolusi . . . , 178-182. 22

(10)

khususnya dari kaum muda yang terdiri dari berbagai etnis dan keyakinan agama yang mau bersatu untuk memperjuangkan perbaikan nasib. Nasionalisme Indonesia bukan sekedar konsep politik. Ia lebih dari itu. Ia adalah identitas dan sekaligus etika hidup bersama masyarakat Indonesia. Nasionalisme Indonesia adalah sarana untuk menegakkan martabat dan persamaan manusia. Sebagai suatu gerakan emansipasi rakyat semesta Nusantara, nasionalisme Indonesia mengandung visi, budaya, solidaritas dan kebijakan; sebagai jawaban atas kebutuhan dan aspirasi-aspirasi politik, ideologi, budaya, sosial dan ekonomi untuk perbaikan, kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.23

Berdasarkan konteks kelahiran nasionalisme Indonesia atau keindonesiaan seperti terurai di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila sesunguhnya adalah ekspresi dan sekaligus perlawanan seluruh rakyat Indonesia terhadap penderitaan atas kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme, guna untuk meraih kemerdekaan sebagai jalan bagi rakyat Indonesia menjadi sebuah bangsa-negara yang memiliki kedaulatan politik, ekonomi, sosial dan kepribadian nasional.

IV.2. Proses Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia

Benih nasionalisme Indonesia yang bisa dilihat sebagai cikal bakalIdeologi politik Indonesia, karena berupakemauan masyarakat Indonesia untuk bersatu guna memperbaiki diri, yang telah ada pada masa kolonial Belanda, disemai oleh masyarakat Indonesia, pada saat Indonesia mempersiapkan dan menjadikan dirinya sebagai sebuah negara bangsa, yaitu Indonesia dalam fenomena baru dan modern yang berbeda dari Indonesia dalam fenomena sebelumnya.24 Indonesia dalam fenomena sebelumnya berupa kerajaan-kerajaan dan kolonialisme yang ditandai dengan segregasi manusia-manusia Indonesia dalam pengelompokkan menurut ras,25 agama dan kepentingan sosial kemasyarakatan.26Sedangkan

23

Soekarno,Indonesia Menggugat . . . , 58. Bandingkan: Hans Kohn, Nasionalisme dan Sejarahnya, terjemahan Sumantri Mertodipuro, cetakan kedua (Jakarta: PT.Pembangunan Jakarta,1961), 12. Menurut Hans Kohn, memang dalam satu negara terdapat unsur unsur objektif yang membedakan bangsa yang satu dengan yang lain, misalnya persamaan agama, bahasa, turunan, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi dari satu bangsa. Tetapi menurut Kohn, bukan berarti tanpa persamaan turunan atau agama dan lain-lain, persatuan atau nasionalisme tidak akan terwujud. Kohn berpendirian demikian karena baginya, faktor utama pembentukan nasionalisme terletak pada kemauan bersama dari bangsa tersebut untuk bersatu demi perbaikan diri dan kepentingan bersama. Bandingkan, Saafroedin Bahar,dkk.(penyunting),Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei22 Agustus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), 75-76. Lihat juga, Th. Sumartana,

“Nasionalisme Indonesia sebagai Gerakan Emansipasi Rakyat”, dalam Bina Dharma(Salatiga: No.35, tahun ke

– 9, 1991), 8-13.

24John Titaley,Pertimbangan-pertimbangan Pendirian Program Pasca -sarjana Bidang Studi Agama

dan Masyarakat(PPsAM),(Salatiga:UKSW,1991),2.

25Ras Belanda sebagai penguasa, ras Tionghoa dan Asia lainnya sebagai kelas menengah, sedangkan

(11)

orang-Indonesia sebagai sebuah fenomena baru adalah orang-Indonesia yang kehendak bersamanya untuk bersatu guna merubah nasib, mendapatkan bentuk politiknya sebagai suatu bangsa yang merdeka serta memiliki suatu pemerintahan yang sah, yang harus bersikap adil kepada setiap rakyatnya, tanpa melihat agama, etnis, dan latar belakang budaya mereka. Indonesia sebagai sebuah fenomena baru dan modern lahir secara resmi pada saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Baru karena fenomena Indonesia ini adalah fenomena yang belum pernah ada sebelumnya, dalam pengertian suatu lingkungan wawasan daerah, budaya, sosial, politik, ekonomi, dan keamanan yang secara sadar menyatakan diri satu dalam bentuk seperti Indonesia. Modern, karena kesatuannya itu dinyatakan dalam bentuk pemerintahan Republik, bukan kerajaan seperti kenyataan-kenyataan pemerintahan yang pernah ada di jaman pra Indonesia. Jadi Indonesia yang Indonesia, adalah Indonesia fenomen per 17 Agustus 1945.27

Lahirnya Pancasila sebagaiideologi politik dari Indonesia fenomena baru, yaitu Indonesia merdeka, tertayang untuk pertama kalinya pada pergumulan, perdebatan dan ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh Badan Penyelidik Usaha–usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI yang disebut Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai dibentuk oleh pemerintahJepang pada tanggal 1 Maret 1945, diketuai oleh dokter Radjiman Wedjodiningrat, beranggotakan 59 orang berasal dari hampir semua kelompok sosial dan kelompok etnis masyarakat Indonesia dan ditambah tujuh orang Jepang. BPUPKI bersidang selama dua masa sidang, 29 Mei-1 Juni dan 10 Juli-17 Juli 1945 di gedung Chuo Sangi In Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada masa sidang pertamanya, BPUPKI membahas pemerumusan dasar negara yang akan dibentuk. Memperhatikan pendapat-pendapat yang berkembang, dan menyimak pertentangan yang tajam antar kelompok dalam persidangan itu, tampak jelas bahw ada tiga kelompok ideologi, yang karena merasa telah bekerja keras dalam gerakan kemerdekaan Indonesia, saling

orang Tionghoa dan orang orang Asia lainnya adalah suatu masyarakat yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu terhadap yang lain dalam kesetiaan politik. Bandingkan J.S. Furnivall, Nederlands India: A Study of Plural Economy (Cambridge: The University Press,reprinted 1967), 446-469.

26Agama Kristen dipandang oleh kolonial Belanda sebagai idola untuk meningkatkan mutu, harkat

kemanusiaan dan kematangan budaya golongan pribumi. Sedangkan agama Islam lebih dipandang sebagai kekuatan yang mampu menggalang kekuatan rakyat untuk melawan kepentingan kolonial di Indonesia. Oleh karena itu pada masa penjajahan Jepang, Islam dimanfaatkan untuk melawan Barat. Dengan demikian secara historis posisi agama Islam bermusuhan dengan agama Kristen. Sedangkan agama Hindu dan Budha oleh kolonial Belanda dipandang sebagai lapisan dasar masyarakat Indonesia yang secara politik dan budaya kurang begitu mampu memberikan perlawanan ideologis terhadap kepentingan kolonial. Lihat Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit,Islam Indonesia pada masa pendudukan Jepang(Jakarta:Pustaka Jaya,1985),175.

27John A. Titaley,Religiositas Di Alinea Tiga Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama

(12)

berusaha memperjuangkan pandangan ideologinya masing-masing sebagai acuan untuk merumuskan dasar negara dari proyek Indonesia merdeka. Ketiga kelompok ideologi termaksud ialah: Agama (Syarikat Islam, Masyumi), Sosial-Marxis (Partai Komunis, Sosialis), dan Nasionalisme(Partai Nasional Indonesia). Kelompok agama memperjuangkan agar Islam menjadi dasar negara. Sementara itu kelompok Sosial-Marxis dan Nasionalismemenentang Islam sebagai dasar negara dan mengusulkan agar kebangsaan sebagai dasar negara.28

Ditengah-tengah pertentangan tiga kelompok ideologi yang ada pada para anggota BPUPKI seperti termaksud di atas, dan didorong oleh keinginannya untuk mempersatukan golongan agama, nasionalis, dan marxis-sosialis, sebagaimana telah dipikirkannya di era 1920-an dan 1930-an, Soekarno mengajukan Pancasila sebagaiideologi politik negara. Pancasila usulan Soekarno, memuat pemikiran Soekarno yang sarat dengan penegasan mengenai keharusan untuk bersatu, sebagai syarat terbentuknya negara Indonesia merdeka. Dalam pola pikir demikian, masing-masing sila dari Pancasila harus dipahami sebagai upaya meredam perbedaan dan pertentangan yang meruncing selama sidang BPUPKI berlangsung. Berdasarkan proses lahirnya yang demikian, menampak sekali bahwa Pancasila usulan Soekarno mengalir dari semangat nasionalisme. Hal itu dikatakan demikian, karena Pancasila senyatanya adalah merupakan rumusan kompromis dari Soekarno seorang pemikir dan politisi nasional, yang sangat bergumul dengan keinginannya untuk membangun Indonesia merdeka, namun berangkat dari fakta kemajemukan bangsanya. Bagi Soekarno, kaum nasionalis, marxis dan Islam perlu bekerjasama dan tidak jegal-menjegal satu terhadap yang lainnya, karena sama-sama mereka dibutuhkan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hanya ketika mereka bersatu, maka tujuan bisa dicapai. Tujuan tidak akan bisa dicapai ketika hanya satu saja yang merasa dirinya paling benar dan paling baik.29

Rumusan dan urutan Pancasila yang lahir dari konteks kemajemukan Indonesia dan keinginan Indonesia menjadi negara merdeka, sebagaimana diusulkan Soekarno untuk menjadi dasar dan sekaligus gagasan politis negara adalah sebagai berikut: Kebangsaan,

28George McTurman Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia.Diterjemahkan oleh Nin Bakdi

Sumantri (Jakarta: Sebelas Maret University Press, 1995), 153. Saafroedin Bahar,dkk.(penyunting),Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei-22 Agustus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia,1995), 38. Bandingkan Eka Darmaputra, Pancasila, Identitas dan Modernitas, cet.III (Jakarta: BPK.Gunung Mulia, 1991), 104 -105.

29

(13)

Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, Mufakatatau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan. Makna kebangsaan menurut Soekarno adalah gabungan antara manusia dan tempatnya. Dalam makna ini bangsa Indonesia, menurut Soekarno adalah seluruh manusia yang menurut geopolitik tinggal di semua pulau Indonesia dan memiliki perangai mencintai Indonesia. Namun kebangsaan yang dicita citakan Soekarno, bukan chauvinisme, bukan kebangsaan yang menyendiri. Oleh karena itu, makna Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, sesuai dengan paparan Soekarno adalah persaudaraan dunia. Kemudian, makna Mufakat atau Demokrasi dalam uraian Soekarno adalah Indonesia bukan negara untuk satu golongan melainkan untuk semua golongan. Lalu makna Kesejahteraan Sosial sesuai uraian Soekarno adalah Indonesia yang sama-sama berkesejahteraan di bidang ekonomi. Makna Ketuhanan dalam paparan Soekarno adalah Indonesia yang keyakinannya akan ketuhanan mengakomodir semua konsep ketuhanan agama-agama yang ada di Indonesia. Perumusan Pancasila yang demikian ini selaras dengan prinsip-prinsip nasionalisme yang telah bergema dalam hati dan pikiran Soekarno sejak tahun 1920 an.30Menurut Soekarno, lima sila yang diusulkannya sebagai dasar politik negara, dapat diperas menjadi tiga sila (Sosio-Nasionalisme, mencakup kebangsaan dan Perikemanusiaan, Sosio-Demokrasi mencakup Demokrasi dan Kesejahteraan, dan ke-Tuhanan yang berkebudayaan, dapat juga diperas menjadi satu sila yaitu Gotong-Royong. Dalam hal ini, prinsip utama dalam Pancasila yang diusulkan Soekarno sebagai ideologi politik negara adalah persatuan dan kesederajatan Indonesia.31

Pancasila usulan Soekarno untuk menjadi ideologi politik Indonesia dalam pemahaman seperti terpapar di atas, menunjukkan bahwa eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara yang hendak dibangun adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok, dimana nanti di dalam negara bangsa Indonesia itu, semua golongan dan kelompok diakui eksistensinya dan ditempatkan dalam kedudukan yang setara. Dalam paparannya tentang Pancasila dengan gagasan yang demikian, Soekarno ada mengatakan: “Negara Indonesia yang kita semua harus mendukung dan mencintainya, Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan

30Soekarno, “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, dalam

Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi,1963), 1-23.

31

John Legge,Sukarno Sebuah Biografi Politik,Terjemahan Tim Penerbit Sinar Harapan(Jakarta:Sinar Harapan,1995), 218.Bandingkan Saafroedin Bahar dkk.,Risalah Sidang Badan Penyelidik Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia,1995), 82.Bandingkan,Parakitri T.Simbolon,Menjadi Indonesia:Akar-akar Kebangsaan Indonesia (Jakarta: Kompas Grasindo,1995),250-251. Bandingkan juga John A Titaley,A Socio historical

(14)

golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitidemito yang kaya untuk Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia!- semua buat semua. Prinsip gotong-royong diantara yang kaya dan tidak kaya, antara Islam dan Kristen, antara yang Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi Indonesia”. Perkataan Soekarno ini mempertegas bahwa eksistensi Indonesia Pancasila adalah sebuah bangsa yang dibentuk di atas perbedaan baik daerah, etnis, agama, ras dan golongan, namun hendak hidup bersama dalam negara bangsa yang bernama Indonesia. Keindonesiaan adalah sinergi dari bermacam kelompok yang berbeda yang ada di wilayah Indonesia.32

Usulan Pancasila Soekarno tentu dengan maknanya pula, dapat diterima oleh BPUPKI dalam sidangnya yang pertama. Namun dalam sidangnya yang kedua, 10-17 Juli 1945, ketika BPUPKI melakukan pembahasan lanjutan tentang dasar negara dan Undang-Undang Dasar, pernyataan kemerdekaan Indonesia, bentuk negara, wilayah negara, warga negara, keuangan negara dan pembelaan negara, persoalan kedudukan agama dalam negara diperdebatkan kembali. Melalui perdebatan yang panjang, pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menyepakati rancangan pembukaan UUD,33 yang didalamnya tercantum dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila yang populer dengan sebutan Pancasila versi Piagam Jakarta.Urutan dan rumusan Pancasila versi Piagam Jakarta adalah sebagai berikut: Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatanyang dipimpin olehhikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.34

Pancasila versi Piagam Jakarta seperti terpapar di atas, adalah hasil rumusan panitia kerja BPUPKI yang bertugas menyusun rancangan Pembukaan UUD. Panitia ini terdiri dari sembilan orang sehingga disebut juga dengan nama Panitia Sembilan. Kesembilan orang itu adalah sebagai berikut: Soekarno sebagai ketua, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, A Subardjo, A.A.Maramis, K.H.Muzakhir, K.H.Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso dan

32Saafroedin Bahar,dkk.,(Penyunting), Risalah Sidang . . . , 82.

33Soekarno menyebut rancangan Pembukaan UUD ini dengan nama “Mukadimah”, oleh Mohammad

Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, sedangkan oleh Soekiman Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”. Lihat Yudi Latif, Negara Paripurna,Historisitas,Rasionalitas,dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,cetakan keempat,2012),284. Rumusan Piagam Jakarta dari Panitia Kerja 9 BPUPKI tertera dalam lampiran 1 dari disertasi ini.

34

(15)

K.H. Agus salim.35 Dalam Pancasila versi Piagam Jakarta Kebangsaan digeser oleh Ketuhanan. Terjadinya pergeseran ini saja, oleh Darmaputra sudah ditafsirkan sebagai kesepakatan kompromis kelompok nasionalis dan kelompok Islam dalam Panitia Sembilan untuk memenuhi aspirasi kelompok Islam yang memang menghendaki ideologi Islam sebagai ideologi negara.36

Dalam Pancasila dan UUD kesepakatan 16 Juli 1945, yang nampaknya memang sebagai sebuah kesepakatan kompromistis antara golongan ideologi kebangsaan dan golongan ideologi Islam, masyarakat Islam diberi hak khusus, berbeda dari komunitas-komunitas Indonesia lainnya. Hak khusus ini, oleh wakil kaum Islam memang sangat diperjuangkan dengan alasan, pertama, Islam tidak dapat dipisahkan dari negara sebab Islam mengandung ideologi negara, dan kedua, karena komunitas Islam adalah mayoritas. Hak khusus ini sudah terlihat jelas dalam sila pertama Pancasila versi Piagam Jakarta sebagaimana tertuang dalam rumusan: “ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Hak khusus bagi kaum Islam, tercantum pula dalam pasal 29 ayat 1 dan pasal 6 ayat 1 UUD. Dalam pasal 29 ayat 1: “Negara berdasar atas keTuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk- pemeluknya.” Dalam pasal 6 ayat 1: “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam.”37

Makna Indonesia sebagai sebuah fenomena baru, dimana Pancasila adalah ideologi politiknya, tergambar jelas dan final dalam pergumulan, perdebatan dan ketetapan yang diambil dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI yang disebut

Dokuritzu zyunbi Iinkai juga dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 7 Agustus 1945, sehari setelah Amerika membom Hiroshima. PPKI yang anggotanya adalah semua orang Indonesia, dipimpin oleh Soekarno sebagai ketua dan Mohammad Hatta sebagai wakil ketua. Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, PPKI mengamandemen hak khusus kaum Islam dalam Pancasila dan dalam UUD hasil kesepakatan 16 Juli 1945. Peniadaan hak khusus kaum Islam ini terjadi karena keberatan dari wakil-wakil Katolik dan Protestan yang memandang bahwa kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”, (dalam Pancasila Piagam Jakarta dan UUD pasal 29 ayat 1 keputusan BPUPKI 16 Juli 1945) dan kalimat “Presiden ialah orang

35Saafroedin Bahar,dkk(penyunting), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha -usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) (Jakarta:Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), 94-95, 120, 177.

36

Eka Darmaputra, Pancasila Identitas dan Modernitas, cetakan III (Jakarta: BPK. Gunung Mulia,1991), 108.

(16)

Indonesia aseli yang beragama Islam” (UUD pasal 6 alinea 1 keputusan BPUPKI 16 Juli 1945) sebagai politik diskriminasi yang sengaja dimuat dalam dasar negara dan undang undang dasar terhadap kelompok minoritas. Keberatan dan pandangan para wakil Katolik dan Protestan membuat PPKI meyadari bahwa politik diskriminasi memang sepatutnya tidak boleh ada pada dasar negara dan UUD dari Indonesia merdeka. Hal itu disadari demikian, karena masyarakat Indonsia yang pluralistis suku dan agama, dengan spirit dan prinsip-prinsip nasionalisme telah menyatakan kemerdekaannya sebagai kemerdekaan dari satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.38

Berdasarkan keputusan sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka Pancasila yang absah secara yuridis konstitusional berlaku sebagai dasar negara Indonesia adalah Pancasila tanpa hak khusus bagi kaum Islam. Pancasila dalam bentuk definitif dan resmi itu, tercantum dalam pembukaan UUD keputusan PPKI 18 Agustus 1945. Rumusan dan urutan dari Pancasila termaksud ialah sebagai berikut:Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahtan-perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Urutan Pancasila ini tidak bersifat sequent atau prioritas, tetapi justru masing-masing sila ini saling kait mengait.

Dilihat dari proses penetapannya sebagai dasar negara Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Pancasila dikonstruksi berlandaskan pada kesadaran dan kesepakatan bersama bangsa Indonesia, sebagai sumber otoritas transendental bagi seluruh rakyat Indonesia dalam pluralitasnya dan dalam kebersamaan sosialnya

IV. 3. Maksud Perumusan Masing-Masing Sila Dari Pancasila

Memperhatikan konteks kelahirannya dan mencermati proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai karakter dan dasar negara sebagaimana terpapar pada uraian-uraian di poin IV.1 dan IV.2, maka maksud urutan dan rumusan masing-masing sila dari Pancasila dpat didiskripi sebagai berikut:

IV.3.a. Maksud Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Ditetapkannya “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dimaksudkan sebagai dasar yang memimpin. Artinya kelima sila dari Pancasila tidak ada yang lepas dari yang lain.

38Mohammad Hatta,Memoir(Jakarta:Tinta Nas Indonesia,1979), 458-9. Lihat Saafroedin Bahar dkk.,

(17)

Sila yang satu harus djalankan bersamaan dengan sila-sila yang lainnya. Tidak ada yang boleh terlepas dengan sendirinya. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai lapis etik dari dasar negara didahulukan, karena ia merupakan sumber yang tidak hanya semata-mata rasional, sehingga bila suatu saat bangsa Indonesia buntu jalan atau sesat jalan, ada unsur gaib yang memberikan petunjuk dan yang akan mendorong bangsa ini menuju ke jalan yang benar39. Dengan berdasar “Ketuhanan Yang Maha Esa”, nasionalisme Indonesia ialah nasionalisme ke-timuran dan sekali-kali bukanlah nasionalisme ke-baratan yang menurut perkataan C.R. Das adalah suatu nasionalisme yang menyerang-nyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluannya sendiri. Suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi. Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang digerakkan oleh spirit bahwa Indonesia adalah perkakasnya Tuhan sehingga harus hidup dalam roh.40

Dengan berdasar “Ketuhanan Yang Maha Esa”, Indonesia adalah negara demokrasi yang memberi tempat pada peran publik agama tanpa terjebak dalam paham teokrasi. Dalam hal ini, bangsa Indonesia tidak meniru sejarah negara-negara Barat yang mengalami pertentangan antara agama dan negara. Mulanya gereja menguasai segala-galanya termasuk negara. Kemudian negara memprotes sampai akhirnya berbagi tugas, dunia diurus negara, akhirat diurus gereja. Dengan berdasar “Ketuhanan Yang Maha Esa”, Indonesia adalah negara demokrasi dimana fungsi antara agama dan negara tidak dalam pola penyatuan atau pemisahan namun dalam pola pembedaan, ada urusan agama dan ada urusan negara. Dalam pola yang demikian, negara tidak dikendalikan oleh agama dan agama tidak diperalat oleh negara.41

IV.3.b.Maksud Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Dengan ditetapkannya “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”, sebagai sila kedua dari Pancasila, dimaksudkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang menghargai manusia sebagi manusia dari segi batinnya. Melalui sila kedua ini, Pancasila yang adalah karakter dan falsafah Indonesia melihat semua anak manusia yang walaupun pada berbeda suku, ras dan agama adalah sesama manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Sebagai bangsa yang berperikemanusiaan, Indonesia hendak menjalankan perilaku yang anti kekerasan dan anti penyiksaan42. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan,

39Z.Yasni,Bung Hatta Menjawab,Cetakan ketiga(Jakarta:Gunung Agung,1980),90-91. 40

Yudi Latif,Negara Paripurna . . . , 68.

(18)

Indonesia memiliki kesadaran bersama bahwa setiap manusia dari latar belakang apapun dia, adalah teman dan kawan seperjuangan, bukan musuh, bukan benda atau mesin atau barang mati. Oleh karena begitu kesadaran bersama Pancasila, Indonesia melihat bahwa unsur manusia sangat penting dihormati dan jangan sampai diinjak atau terinjak. Dalam hal ini, kekerasa, intimidasi, teror, mau menang sendiri bukanlah jiwa Indonesia.43

Prinsip kehidupan dalam sila “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” seperti termaksud di atas, memberi tempat bagi semua agama di Indonesia ada dalam posisi yang setara, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Semua agama di Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua agama Indonesia memiliki tanggung jawab bersama untuk membangun Indonesia menuju cita-citanya. Agama-agama yang ada di Indonesia bukan hanya sekedar aksesoris yang menempel di Indonesia dan karena itu dapat berlaku semena-mena dan dangkal terhadap Indonesia. Semua agama menjadi bagian yang utuh dari Indonesia bukan dalam rangka menguasai Indonesia menurut tradisi yang membentuknya, melainkan semua agama ada dalam rangka memanifestasikan keindonesian. Semua agama Indonesia terpanggil untuk selalu sensitif dan korektif terhadap segala tindakan dan perilaku mereka, agar mereka jangan sampai mengkhianati karakter dan cita-cita Indonesia. Agama-agama Indonesia terpanggil untuk membuang sifat triumphalis dan kebiasaan hidup sendiri-sendiri secara eksklusif, karena itu akan mengganggu karakter keindonesiaan yang sangat menghargai kemanusiaan.

IV.3.c. Maksud Sila Persatuan Indonesia

Penetapan “Persatuan Indonesia” sebagai sila ketiga dari Pancasila, adalah menganti sila Kebangsaan yang disebut Soekarno. Hal itu terjadi demikian karena pada masa BPUPKI dan PPKI bekerja, ada suatu arah-arah Jepang hendak membagi-bagi Indonesia. Dengan penekanan pada Persatuan Indonesia sebagai ganti kata Kebangsaan, dimaksudkan bahwa Indonensia sebagai suatu bangsa tidak dapat dibagi-bagi dan harus tetap menjadi satu. Penekanan Persatuan Indonesia yang demikian ini, dimaksudkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang didasarkan pada kolektivisme bukan individualisme. Maksudnya Indonesia adalah bangsa yang berbeda dengan kebanyakan bangsa Eropa, tidak mendahulukan individu dari masyarakat, namun mengutamakan masyarakat dari individu.44

(19)

Melalui sila “Persatuan Indonesia” Pancasila sebagai ideologi politik Indonesia, membuat Indonesia yang terdiri dari berbagai identitas primordial menyatu menjadi satu keluarga besar Indonesia.Namun ideologi politik Indonesia ini tidak menghilangkan identitas primordial. Oleh karena itu, jati diri Indonesia yang berideologi politik Pancasila, memiliki dua identitas yaitu identitas nasional dan identitas primordial. Kedua identitas ini tidak bisa ditiadakan dan juga tidak bisa saling meniadakan. Sebaliknya kedua identitas ini saling mendukung dan menguatkan. Hubungan timbal balik antara identitas nasional dan identitas primordial membuat Indonesia menjadi sungguh Indonesia. Memaksakan satu identitas primordial menjadi identitas nasional bagi yang lainnya, membuat Indonesia tidak menjadi Indonesia yang sesungguhnya. Dalam hal ini, setiap komponen Indonesia dalam kategori identitas primordial harus mengidentifikasi dirinya sebagai anak bangsa dan bukan sebagai anak emas. Sebagai anak bangsa, masing-masing komponen bangsa terpanggil untuk diatur dan dikontrol oleh identitas nasional demi optimalnya fungsi mereka sebagai bagian dari keluarga besar Indonesia.45

Gagasan tentang persatuan Indonesia, tidak dimaksudkan untuk menghapuskan segala wujud dan bentuk keragaman yang secara alami, kultural dan historis ada dan berkembang dalam proses dinamik mengindonesia dari segenap penduduk yang sebelumnya berada di wilayah Hindia Belanda. Nampaknya, cita-cita yang demikianlah yang melatarbelakangi Indonesia menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional. Sebagai semboyan nasional, Bhinneka Tunggal Ika adalah pengakuan masyarakat Indonesia akan keragaman bangsa dan sekaligus merupakan penegasan bahwa keragaman Indonesia itu diikat oleh bingkai kesatuan. Dalam bercita-cita mewujudkan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, yakni Indonesia yang satu dalam keragaman dan beragam dalam kesatuan, setiap komponen bangsa terpanggil untuk mengelola secara dialektik antara ide kesatuan dan realita keragaman Indonesia.46Setiap komponen bangsa patut merawat dan menghargai keragaman Indonesia tidak dalam rangka mengorbankan kesatuan Indonesia. Demikian pula setiap rakyat Indonesia patut memeliara dan mengutamakan kesatuan Indonesia, namun tidak dalam rangka menafikan keragaman Indonesia.

45John A.Titaley, Religiositas Di Alinea Tiga Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama

-Agama (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 37-38. Bandingkan, John A Titaley, Pluralisme -Agama Dan Nasionalisme, Peranan Agama Dalam Pembentukan Dasar Dasar Kehidupan Berbangsa Di Indonesia (Bogor: Materi ceramah seminar agama-agama, September,1992), 16.

46Djohan Effendi, Pluralisme dan Kebebasan Beragama (Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei,

(20)

IV.3.d. Maksud Sila Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanan Dalam

Permusyawaratan/Perwakilan

Dengan ditetapkannya “Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, sebagai sila keempat dari Pancasila dimaksudkan bahwa demokrasi yang hendak dianut oleh Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak saja, tetapi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi Indonesia bukan demokrasi liberal dan juga bukan demokrasi totaliter. Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan ini, dihidupkan melalui daya rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan yang dapat menghadirkan suatu toleransi dan sintesis yang positif, sekaligus dapat mencegah kekuasaan dikendalikan oleh mayokrasi dan minokrasi.47

Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalitas dan keadilan, bukan hanya berdasarkan subyektivitas ideologis dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan atau golongan. Ketiga berorientasi jauh kedepan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif atau toleransi negatif. Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak, minoritas terkecil sekalipun, secara inklusif yang dapat menangkal, dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha, serta klaim-klaim mayoritas.48 Bertolak dari empat persyaratan yang harus dipenuhi dalam setiap pengambilan keputusan politis dalam demokrasi permusyawaratan itu, Hatta menegaskan bahwa faham demokrasi Indonesia didasarkan pada mufakat sebagai hasil daripada permusyawaratan. Dalam bermufakat sebagai hasil dari permusywaratan, mufakat tidak dipaksakan sebagaimana lazim terjadi di negeri-negeri totaliter, melainkan dibuat setelah masyarakat menggunakan haknya untuk menyatakan pendapat dalam permusyawaratan.49Lebih jauh Hatta mengemukakan bahwa, sebagai bangsa yang berdemokrasi permusyawaratan, setiap rakyat Indonesia berikhtiar untuk merawat mentalitas kolektifnya tanpa harus menjadi objek kolektivitas yang tidak memiliki kebebasan. Dalam merawat mentalitas kolektifnya setiap rakyat Indonesia tetap sebagai subyek yang mempunyai kemauan. Kemudian Hatta juga mengatakan bahwa sebagai bangsa yang

47

M.Hatta, Tanggung Djawab Moril Kaum Inteligensia (Jakarta:Penerbit Fasco,1957),34-5.

(21)

bermental kolektif demokratis, Indonesia berkehendak agar pendapat dan tindakan setiap rakyatnya cendrung dikendalikan oleh kepentingan umum. Dalam arti kemauan pribadi setiap rakyat Indonesia harus beroperasi dalam batas garis kontur kemaslahatan umum.50

Melalui gagasan demokrasi yang berorientasi pada kemaslahatan umum seperti termaksud di atas,Indonesia hendakmenjadi tempat bagi setiap rakyatnya untuk mewujudkan kebebasan dengan dijiwai oleh rasa persamaan, persaudaraan dan kekeluargaan bagi semua kelompok ideologiyang ada di Indonesia.51Dalam berdemokrasi yang demikian ini, dimungkinkan terjadinya transformasi diri bagi masing-masing kelompok yang ada di Indonesia. Hal itu diasumsi demikian, karena dalam mewujudkan kebebasan yang tidak menafikan perasaan bersetara, bersaudara dan berkeluarga, dimungkinkan terjadinya pemaknaan baru akan hakikat masing-masing kelompok, bahwa dirinya hanya bermakna sepanjang ia berada dalam relasi yang setara, sederajat, sepersaudaraan bahkan sekekeluargaan dengan kelompok Indonesia lainnya.

Dalam rangka berdemokrasi Pancasila yang transformatorik, masing-masing identitas etnik dalam interaksinya dengan indentitas etnik lainnya, perlu terbuka untuk menerima yang lain dalam batasan cita-cita Indonesiayang mensejahtera, yaitu Indonesia yang hidup menghargai manusia sebagai manusia, yang hidup dalam persatuan, dan yang hidup dalam kesetaraan.Dalam demokrasi yang transformatorik, juga terkandung maksud bahwa Indonesia melihat perbedaan ideologi bukan sebagai ancaman yang harus dimusnahkan, bila senyatanya ideologi tersebut tidak berseberangan dengan apa yang diperjuangkan Indonesia yakni kemanusiaan, persatuan, dan kesetaraan.Ideologi-ideologi yang demikian ini, justru dapat dipergunakan untuk memperkaya rekayasa sosial bangsa Indonesia52

IV.3.e. Maksud Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Penetapan sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sebagai sila kelima dari Pancasila, dimaksudkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat menghargai manusia sebagai manusia dari segi lahirnya. Sebagai bangsa yang sangat menghargai manusia sebagai manusia dari segi lahirnya, Indonesia melihat bahwa memperbaiki taraf kehidupan rakyat secara fisik sangat penting. Mengadakan perbaikan kehidupan rakyat agar rakyat tidak hidup dalam kemiskinan tetapi dalam kemakmuran, bagi Hattaadalah strategi efektif untuk

50Yudi Latif, Negara Paripurna . . . , 479. 51

Ibid.,480.

52John A.Titaley, Panggilan Gereja Dalam Heterogenitas Masyarakat

(22)

merawat dan memperkuat suatu bangsa melawan komunisme. Dengan maksud untuk membenarkan pendapatnya, Hatta menyebutkan bahwa kehidupan rakyat yang makmur di Amerika Serikat, menyebabkan tak ada tempat berpijak bagi komunisme berkembang di Amerika Serikat. Kalaupun dahulu di sana ada masalah diskriminasi terhadap penduduk kulit hitam, tetapi karena penduduk Amerika yang berkulit hitam memiliki hidup yang lebih baik dibandingkan dengan sesama mereka yang berkulit hitam yang hidup di negara-negara lain, maka mereka juga tidak bisa menjadi tempat berpijaknya komunisme.53

Masih terkait dengan sila kelima, Hatta mengatakan bahwa, sila “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, berhubungan erat dengan sila “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.54 Hatta berkata demikian, karena menurut dia, demokrasi politik saja tidak akan dapat mewujudkan persamaan dan persaudaraan Indonesia. Disamping demokrasi politik, Indonesia melalui sila kelima Pancasila, juga memberlakukan demokrasi sosial ekonomi. Tanpa ada demokrasi politik dan ekonomi, Indonesia belum merdeka, Indonesia belum hidup dalam persamaan dan persaudaraan.55 Senada dengan komentar Hatta ini, Soekarno juga mengkumandangkan bahwa tanpa ekonomi yang merdeka tidak mungkin kita bisa mendirikan negara, dan tidak mungkin kita bisa hidup secara merdeka.56 Komentar Hatta dan Soekarno ini, mengantarkan kita untuk melihat bahwa sila kerakyatan didahului dengan sila persatuan dan diakhiri dengan sila keadilan. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia mengandaikan adanya semangat kekeluargaan terlebih dahulu, dan setelah demokrasi politik dijalankan, pemerintah yang memegang kekuasaan diharapkan dapat mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi politik menjadi prasyarat bagi demokrasi sosial ekonomi yang besifat kekeluargaan.57

Para pendiri Republik Indonesia secara sadar menganut pendirian bahwa revolusi kebangkitan bangsa Indonesia, sebagai bekas bangsa terjajah dan sebagai bangsa yang telah hidup dalam alam feodalisme ratusan tahun lamanya, harulah berwajah dua: revolusi politik dan revolusi sosial. Revolusi politik adalah untuk mengenyahkan kolonialisme dan imperialisme serta untuk mencapai satu negara Republik Indonesia. Revolusi sosial adalah untuk mengoreksi struktur sosial-ekonomi yang ada dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Keadilan dan kemakmuran sebagai tujuan akhir dari revolusi

53Z.Yasni,Bung Hatta Menjawab . . . , 92-3. 54M. Hatta,Tanggung Djawab Moril . . . ,35,

55M.Hatta,Demokrasi Kita(Jakarta:Pandji Masyarakat,1960),24. 56

Soekarno,Revolusi Belum Selesai:Kumpulan Pidato Presiden Soekarno,30 September 1965, Pelengkap Nawaksara(Yogyakarta:Ombak,2005),587.

(23)

Indonesia, hendak diwujudkan dengan jalan mensinergikan demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi, melalui pengembangan dan pengintegrasian pranata kebijakan ekonomi dan pranata kebijakan sosial, yang berorientasi kerakyatan, keadilan dan kesejahteraan. Keadilan ekonomi dan jaminan sosial diupayakan tanpa mengorbankan hak milik dan usaha swasta. Hak milik pribadi dan daulat swasta dihormati dalam kerangka penguatan kedaulatan seluruh rakyat.58

Makna dari sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” seperti terurai di atas menunjukkan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah bukan kapitalis dan juga bukan sosialis, tetapi sosialis ala Indonesia. Sistem sosialis ala Indonesia adalah perpaduan dari apa yang baik dari kapitalis dan sosialis, dan seraya dengan itu penghilangan apa yang buruk dari kedua sistem itu. Sistem sosialis ala Indonesia dalam berekonomi adalah sistem yang menjunjung tinggi kebebasan individu untuk membangun ekonomi dan mendapat hak milik, namun dengan penekanan bahwa setiap individu itu adalah individu yang kooperatif dengan sikap altruis yang mengedepankan tanggungjawab dan solidaritas sosial bagi kebajikan kolektif. Jadi sistem ekonomi sosialis ala Indonesia adalah sistem yang dijiwai oleh semangat tolong-menolong, kekeluargaan, gotong-royong, kooperasi, guna untuk mengupayakan keuntungan bersama dalam berekonomi.59Dalam sistem ekonomi Indonesia yang demikian, tidak dibenarkan seorang atau satu golongan kecil menguasai penghidupan orang banyak. Sebaliknya keperluan rakyat yang harus menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok dalam berusaha. Dengan sistem ekonomi sosialis ala Indonesia, Soekarno merindukan ada persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia di lapangan ekonomi, agar tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.60

Sebagai ekspresi dari demokrasi yang bersemangat keadilan, demokrasi Indonesia mengembangkan sistem pemerintahan yang memberi peran penting pada negara dalam mengembangkan kesejahteraan rakyat. Para pendiri bangsa menghendaki penjelmaan negara Republik Indonesia sebagai “negara kesejahteraan” atau “negara pengurus”. Basis legitimasi “negara kesejahteraan” atau “negara pengurus” ala Indonesia ini, bersumber pada empat jenis tanggung jawab yaitu: perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan dan keadilan-perdamaian. Negara memilki legitimasi perlindungan sejauh dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dengan mengatasi paham perseorangan dan golongan. Negara memiliki legitimasi

58

Yudi Latif,Negara Paripurna . . . , 492-3.

(24)

kesejahteraan sejauh dapat menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, mampu mengembangkan perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, serta mengembangkan pelbagai sistem jaminan sosial. Negara memiliki legitimasi pengetahuan sejauh dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dengan jalan memajukan pendidikan dan kebudayaan. Negara memiliki legitimasi keadilan-perdamaian, sejauh ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan mengembangkan politik luar negeri bebas aktif.61

Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, Indonesia bermaksud menjadi bangsa yang beragama dengan menjunjung tinggi perikemanusiaan dan persatuan. Bangsa yang hendak menyelesaikan persoalan Indonesia dengan musyawarah untuk mufakat bukan dengan logika mayoritas. Bangsa yang hendak melihat penduduk Indonesia tidak hidup dalam kesenjangan sosial yang ekstrem.62

IV.4. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila

Nilai-nilai Pancasila atau religiositas Indonesia sebagaimana telah tergambar sedikit pada uraian tentang maksud perumusan dari masing-masing sila Pancasila, dapat dijabarkan lebih dalam dengan menggalinya dari proklamasi kemerdekaan Indonesia, dari Pembukaan UUD 1945 dan dari Batang Tubuh UUD 1945. Hal itu dimungkinkan demikian, karena nilai-nilaikeindonesian sebagaimana terbenam atau terkandung dalam Pancasila, tertuang dan terjabar dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam Pembukaan UUD 1945 dan dalam Batang Tubuh UUD 1945. Dengan kata lain, semua konsepsi yang terdapat pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan UUD 1945, dan Batang Tubuh UUD 1945 merefleksikan nilai-nilai keindonesian, memancarkan kesadaran bersama Indonesiadan menjunjung tinggi kontrak sosial rakyat Indonesia.63

IV. 4.a. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Naskah Proklamasi Kemerdekaan

Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia berbunyi sebagai berikut:“Proklamasi. Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang berkaitan

61Yudi Latif,Negara Paripurna . . . , 483,484,493. 62

Yonky Karman,Republik Galau Merajut Asa Esai-Esai Tentang Negara, Bangsa Dan Kepemimpinan,Cetakan Kedua(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2014),118.

(25)

dengan penyerahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.Jakarta, 17 Agustus 1945. Atas nama Bangsa Indonesia Soekarno-Hatta”. Teks proklamasi ini merupakan pernyataan mengenai dekolonisasi Indonesia. Proklamasi kemerdekaan itu menggambarkan bahwa Soekarno dan Hatta mewakili bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang kemerdekaannya diproklamirkan itu, adalah bukan hanya kemerdekaan dari satu identitas suku atau satu identitas agama saja, melainkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan segala kemajemukan suku dan agama yang dianut oleh penduduknya.64

Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia disusun oleh Soekarno-Hatta dengan para pemuda pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 03.00 pagi. Teks itu tidak mengikuti rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka yang dipersiapkan oleh BPUPKI. Rencana Pernyataan Indonesia Merdeka yang dipersiapkan oleh BPUPKI,65 merupakan pengembangan dari Piagam Jakarta. Konsep Indonesia merdeka versi rencana Pernyataan Indonesia Merdeka adalah Indonesia sebagai kelanjutan Sriwijaya dan Majopahit, Indonesia yang berada di bawah persemakmuran Jepang, dan Indonesia yang Islam. Disinyalir oleh Titaley, sehandainya rancangan ini, yang dipakai untuk proklamasi Indonesia merdeka, maka akan ada tiga hal yang menjadi ciri dominan Indonesia. Ketiga ciri itu ialah: Pertama, Indonesia adalah kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya dan Majopahit. Kedua, Indonesia adalah bagian dari Jepang sebagai saudara tua. Ketiga, Indonesia adalah Islam. Melihat latar yang demikian, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, secara substantif menolak dan menggugurkan hakikat Indonesia tiga dimensi seperti yang dimaksudkan dalam rancangan BPUPKI. Teks proklamasi dalam bentuk dua kalimat sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam dan berarti, menyingkapkan bahwa Indonesia adalah bangsa dengan paham, siprit dan nilai kebangsaan (persatuan) sehingga meraih kemerdekaan dan kini menjadi satu bangsa.66

IV.4.b. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea. Alinea pertama berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan

64

Aidul Fitriciada Azhari, UUD 1945 Sebagai Revolutiegrounwet:Tafsir Postkolonial atas Gagasan-gagasan Revolusioner dalam Wacana Konstitusi Indonesia (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), 48.

65Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka yang dipersiapkan oleh BPUPKI tertera pada lampiran 2

daridisertasi ini.

66

(26)

di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.” Kalimat pada alinea pertama dari Pembukaan UUD 1945 ini, mengandung suatu pernyataan oyektif dan subyektif. Dalam pernyataan obyektif didogmakan bahwa imperialisme tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, sehingga harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan hak kemerdekaaan sebagai hak asasinya. Dalam dogma ini juga terkandung panggilan bahwa setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia. Dalam pernyataan subyektif disaksikan bahwa alinea pertama Pembukaan UUD 1945, adalah juga sebuah aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan dirinya dari imperialisme dan kapitalisme, yang memperlakukan mereka secara tidak manusiawi dan tidak beradab dalam kurun waktu yang sangat lama. Nilai keindonesiaan yang ada pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945, yang bersifat historis namun juga sangat bersifat universal, adalah sebuah pengagungan dan pemuliaan akan kemanusiaan manusia.67

Alinea kedua Pembukaan UUD 1945 menyatakan, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kalimat ini mencerminkan: Pertama, adanya ketajaman penglihatan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan. Kedua, adanya pemahaman bahwa momentum berupa kemerdekaan yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. Ketiga, adanya kesadaran bahwa kemerdekaan itu bukan merupakan tujuan akhir, tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bertolak dari pemahaman dan kesadaran yang demikian, maka nilaikeindonesiaan sebagaimana diproyeksikan oleh alinea kedua Pembukaan UUD 1945 ialah sebuah penghargaan akan kebebasan, persatuan, kedaulatan dan keadilan.

Rumusan alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Kata “Allah” dalam teks ini harus diganti dengan kata “Tuhan” sesuai dengan konsensus

67Soekarno, Indonesia Menggugat (Jakarta: Yayasan Pendidikan Sukarna-Inti Idayu Press, 1983),

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Desain tempat wudhu sangat beraneka ragam, namun dalam aspek kebersihan dan kesucian lebih baik didesain dengan menggunakan kran dengan penampung air yang

1) Learning environment using media Pathilan game already looks more relaxed, lively and conducive. This shows that the purpose of using Pathilan game to get more lively

[r]

[r]

• Pada sebuah elemen pelat tipis yang menerima beban tarik, dan yang disambungkan dengan alat pengencang, tahanan dari komponen tarik tersebut kadang ditentukan oleh kondisi

• The private sector enter into a contract with government for the design, delivery, and operation of the facility or infrastructure and the services provided.. • The private

Sementara itu tim robot tuan rumah gelaran KRI dan KRCI, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sudah menyiapkan empat robot terbaiknya.. Masing-masing untuk divisi KRI diberi