BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
V. B Diskusi
Asumsi peneliti pada penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan
positif antara harga diri dengan makna hidup pada narapidana. Asumsi ini
didasarkan pada pendapat Battista dan Almond (1973) dengan menggunakan
Life Regard Index (LRI) yang membuktikan hipotesa adanya hubungan yang positif antara harga diri dengan makna hidup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara harga
diri dengan makna hidup pada narapidana, dimana narapidana pada penelitian ini
memiliki harga diri negatif dengan makna hidup negatif. Kesimpulan hasil
penelitian ini sesuai dengan asumsi pada penelitian dan sesuai dengan pendapat
Battista & Almond (1973) yang mengatakan bahwa ada hubungan positif antara
harga diri dan makna hidup seseorang, dimana ketika seorang individu merasa
dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses dan berharga, maka
individu tersebut dapat dikatakan telah memiliki penghayatan hidup yang
bermakna yang dicapai individu setelah ia memiliki tingkat harga diri tertentu.
Menurut Battista dan Almond (1973) harga diri berperan penting dalam makna
hidup seseorang.
Pada hasil penelitian tambahan berdasarkan jenis kelamin pada pria dan
wanita, ditemukan jumlah subjek penelitian pada pria yang memiliki harga diri
positif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah subjek penelitian pada
wanita, sedangkan jumlah subjek penelitian pada pria yang memiliki harga
diri negatif lebih sedikit dibandingkan dengan subjek penelitian pada wanita.
Berdasarkan kesimpulan ini dapat dilihat bahwa wanita lebih banyak memberikan
kontribusi untuk hasil penelitian utama yaitu seluruh subjek penelitian memiliki
harga diri negatif.
Menurut hasil penelitian tambahan mengenai harga diri berdasarkan jenis
kelamin bahwa narapidana wanita lebih banyak memiliki harga diri negatif dari
pada narapidana pria, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
wanita lebih memiliki harga diri negatif dibandingkan dengan pria.
Hasil penelitian yang sama juga ditemukan oleh Federal Bereau of Prisons (1992) bahwa harga diri narapidana wanita lebih negatif dibandingkan dengan harga
diri narapidana pria. Hal ini disebabkan oleh reaksi narapidana wanita
terhadap kondisi sebagai tahanan sangat berbeda dengan narapidana pria.
Narapidana wanita cenderung lebih mengalami depresi karena keadaannya
sebagai seorang tahanan. Menurut Culberston (1991), wanita cenderung depresi
dari pada pria karena terlalu banyak wanita yang mengalami kekerasan fisik dan
psikologis oleh pria. Santrock (2002) juga mengatakan bahwa terlalu banyak
wanita yang memiliki harga diri negatif karena mereka hidup dalam masyarakat
yang didominasi oleh pria yang telah melakukan diskriminasi terhadap wanita.
Untuk itu, maka Larner (1989) menyarankan penting bagi wanita untuk menjadi
diri yang kuat, asertif, dan mandiri.
Perbedaan sifat pada pria dan wanita pada umumnya juga dapat menjadi
alasan mengapa wanita lebih banyak memiliki harga diri yang negatif dari pada
pria. Dapat dilihat pria pada umumnya memiliki sifat yang sangat aktif, sangat
terus terang, tidak mudah terluka hatinya, sangat percaya diri, sulit menangis,
sangat sedikit membutuhkan keamanan, tidak emosional, sangat ambisi dan
sangat percaya diri. Sebaliknya wanita pada umumnya memiliki sifat yang sangat
pasif, tidak terus terang, mudah melukai perasaan, tidak percaya diri, mudah
menangis, sangat membutuhkan keamanan, sangat emosional, tidak ambisi dan
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh bahwa narapidana wanita
lebih memiliki harga diri yang negatif dari pada narapidana pria, maka makna
hidup pada narapidana wanita juga lebih negatif dari pada narapidana pria. Hal ini
sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Battista & Almond (1973) bahwa
makna hidup dicapai individu setelah ia memiliki tingkat harga diri tertentu.
Individu mengembangkan harga diri terlebih dahulu secara sukses sebelum ia
mengembangkan makna hidupnya. Harga diri merupakan suatu syarat yang
necessary tetapi insufficient untuk menemukan makna hidup.
V. C. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka ada beberapa
saran yang diberikan peneliti untuk lebih menyempurnakan hasil maupun
penelitian lanjutan.
V. C. 1. Saran Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hubungan harga diri
dengan makna hidup pada narapidana. Selain itu, data-data kualitatif dan data
observasi sebaiknya ditambahkan supaya dapat memperkaya hasil penelitian,
sehingga akan lebih jelas kelihatan hubungan harga diri dengan makna hidup pada
V. C. 2. Saran Praktis
a. Saran untuk narapidana
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka diharapkan bagi para
narapidana agar mampu menerima kondisi dirinya saat ini sehingga
mereka mampu bersosialisasi dengan baik di penjara dan dapat
mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan atau bidang yang
dikuasainya. Para narapidana yang memiliki ahli dalam suatu bidang juga
dapat menjadi pengajar bagi teman-teman yang lainnya. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan membuat narapidana dapat lebih menghargai
hidupnya dan merasa dirinya masih dibutuhkan dan berharga buat orang
lain.
b. Saran untuk keluarga narapidana
Bagi para keluarga yang memiliki saudara seorang narapidana hendaknya
mampu menerima (tidak malu) kehadiran seorang saudara yang berstatus
sebagai narapidana sehingga mereka tidak merasa sendiri atau
ditinggalkan. Peran keluarga sangat penting bagi narapidana untuk
mengembalikan kepercayaan diri dan harga diri mereka. Keluarga juga
diharapkan agar memberikan perhatian dengan sering menjenguk ataupun
mengirim surat sehingga mereka masih merasa disayangi dan dibutuhkan
di dalam keluarga. Hal ini akan menimbulkan perasaan berharga bagi
mereka dan dengan sendirinya mereka akan memiliki makna hidup dalam
c. Saran untuk lembaga pemasyarakatan
Pada lembaga pemasyarakatan diharapkan agar memperlakukan
narapidana sebagai makhluk yang berharga dengan cara tidak menjadi
musuh bagi mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai budak. Hal
ini dilakukan agar mereka merasa dirinya masih memiliki harga diri.
Lembaga pemasyarakatan hendaknya juga dapat memberikan kesempatan
bagi para narapidana untuk mengekspresikan ide-ide mereka melalui
kegiatan-kegiatan yang ada atau kegiatan yang akan dilakukan sehingga
mereka akan merasa bahwa masih ada dari diri mereka yang dapat
dibanggakan atau diandalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. (1999). Reliabilitas dan validitas: Seri pengukuran Psikologi.
Yogyakarta: Sigma Alpha.
Azwar, Saifuddin. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bastaman, H.D. (1996). Meraih Makna Hidup. Jakarta: Penerbit Paramadina
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi. Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada.
Barnes, Robert C. 2000. Victor Frankl’s Logotherapy: Spirituality and Meaning in the New Millenium. TCA Journal pg. 24. Academic Research Library.
Battista, J., & Almond, R. (1973). The Development of Meaning in Life, Journal of Psychiatry, 36, 409 – 427. Retrieved August 9, 2006, from Boston Medical Library.
Coopersmith, Stanley. (1967). Antecedent Self Esteem. San Francisco. W. H. Freeman and Company.
Corr,C.A., Corr,D.M., Nabe,C.M., (2003). Death and Dying Live and Living (4th ed). USA: Wadsworth.
Dagun, Save M. (1992). Maskulin dan Feminim. Jakarta: PT. Renika Cipta.
Debats, D. L., Van Der Lubbe, P. M., & Wezeman, F. R. A. (1993). On the
Psychometric Properties of the Life Regard Index (LRI): A Measure of
Meaningful Life. Personality and Individual Differences. Retrieved Dec 2005.Vol. 14, 337 – 345.
Frankl, V.E., (….). Meaningful Living
Frankl, V.E., (2004). Mencari Makna Hidup. Bandung: Penerbit Nuansa.
Frey, D., & Carlock, C. Jesse. (1987). Enchancing Self Esteem. Ohio: Accelerated Development.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Penerbit Andi.
Harlock, Elizabeth. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi-5). Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harsono, C.I. (1995). Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Irmawati, Meutia, Lili, dkk (2003). Pedoman Penulisan skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lindeman, Marjanna, Verkasalo, Markku. (1996). Meaning in Life for Finnish
Student. Journal of Social Psychology. Washington: Oct 1996. Vol. 136, Iss 5; pq. 647, 3 pgs.
Maulina, Bania. (2005). Hubungan antara Harga Diri dan Stress pada Ibu yang memiliki Anak Penyandang Retardasi Mental. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Michael F. Steger., Patricia Frazier., Shigehiro Oishi. (2006). The Meaning in Life
Questionare: Assessing the Presence of and Search for Meaning in Life.
Journal of Conseling Psychology, 2006. Vol. 53, No. 1, 80 – 93.
Hafiyah, Nurlyta. (2006). Adaptasi Life Regard Index: Alternatif Pengukuran Hidup Bermakna. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Panjaitan, Petrus Irwan, dkk (1995). Lembaga Pemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Paul Yelsma, Julie Yelsma. (1998). Self-Esteem and Social Respect within the
High School. Journal of Social Psychology. Washington: Aug 1998. Vol. 138, Iss. 4; pg. 431, 11 pgs.
Richard W. R., Kali H. Trzesniewski., Jessica L. Tracy., Samuel D. Gosling
(2002). Global Self-Esteem Across the Life Span. Journal Psychology and Aging. Vol. 17, No. 3, 423 – 434.
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Penerbit Politeia.
Suryabrata, Sumadi. (2000). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Van Dogen, Carol J. (1996). Quality of life and Self Esteem in Working and
Nonworking Persons with Mental Illness. Journal of Community Mental Illness. New York: Dec 1996. Vol. 32, Iss. 6; pg. 535, 14 pgs.