• Tidak ada hasil yang ditemukan

68 b) membuat penyederhanaan (berkaitan dengan soal)

Dalam dokumen PROSIDING SEMNAS U PGRI 2011 (Halaman 101-114)

c) membuat perkiraan dan pengecekan

d) mencari pola rumus

e) meneliti hasil pekerjaan dari awal hingga akhir.

*

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan secara kolaboratif antara dosen pendidikan fisika FKIP Universitas PGRI Palembang dengan guru Fisika SMA Methodist 1 Palembang. Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas III IPA 2

Penelitian ini terdiri atas 3 siklus dan pada setiap siklus prosedur pelaksanaannya meliputi (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan tindakan, (3) Observasi dan Evaluasi , dan (4) Refleksi dalam setiap siklus.

Secara rinci prosedur penelitian tindakan ini dapat dijabarkan dalam tahapan tahapan berikut : 1. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi :

1.penyusunan materi pelajaran dan membuat skenario pembelajaran .

2.membuat lembar pengajaran atau handout agar mudah menjelaskan pendekatan heuristic dalam pemecahan soal

3.membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika pendekatan heuristik diterapkan.

4. membuat LKS latihan soal agar siswa dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menerapkan pendekatan heuristik

5.menetapkan waktu pembelajaran 6.menyiapkan alat tes

2. Pelaksanaan

Pada tahap ini tindakan yang akan dilakukan meliputi : 1.melakukan Pre test untuk melihat kemampuan awal siswa 2.memberikan motivasi

3.melaksanakan kegiatan inti dengan menggunakan pendekatan heuristik 4.memberikan latihan soal dan mendiskusikannya

5.memberikan post tes 6.menganalisis hasil post tes

6

7.mendiskusikan hasil post tes bersama tim penelitian

8.merefleksikan perbaikan kegiatan belajar mengajar untuk siklus berikutnya 3. Observasi dan Evaluasi

Selama kegiatan belajar berlangsung dilakukan observasi terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, catatan dan tape recorder. Hasilnya akan digunakan untuk menentukan jenis perbaikkan yang dilakukan pada siklus berikutnya. Dalam tahap ini juga akan dilaksanakan evaluasi tingkat pemahaman siswa berdasarkan pada pelaksanaan proses belajar dengan mempergunakan tes yang telah dipersiapkan oleh peneliti dan dilaksanakan pada akhir pertemuan.

Tes yang diberikan berupa tes tertulis berbentuk tes essay. Bentuk soal tes disesuaikan dengan materi dan dirancang untuk mengukur kemampuan siswa dalam memecahkan soal soal fisika berdasarkan pendekatan heuristik.

Hasil tes tersebut kemudian dianalisis dengan kriteria keberhasilan penelitian ini dicapai apabila hasil belajar lebih dari 85 % dari siswa telah memperoleh nilai > 61 dalam skala( 0 100)

4. Refleksi

Dari data data yang diperoleh setelah evaluasi maka peneliti akan mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil refleksi ini akan diketahui kelemahan yang terjadi pada siklus pertama dan akan dilaksanakan terapi dan perbaikan pada siklus berikutnya , demikian seterusnya.

Sebagai data pendukung tentang kegiatan digunakanlah angket atau kuisioner. Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002:140). Angket digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan metode pendekatan heuristik. Angket yang digunakan disusun dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan, sehingga siswa tinggal menjawab pertanyaan dengan memilih jawaban yang dianggap paling sesuai menurut pendapatnya.

Untuk mengolah data yang diperoleh dari angket, dilakukan dengan cara memberikan persentase dari jawaban yang diberikan sampel atas pertanyaan pertanyaan yang diajukan. Kemudian dapat diperoleh kesimpulan tentang ketertarikan siswa terhadap fisika dan

6(

ketertarikan siswa terhadap fisika dengan pendekatan heuristik pada materi Teori Relativitas Khusus. Untuk menganalisis data angket diberlakukan rumus :

P = x100% SM R Dimana : P = Persentase

R= Siswa yang menjawab item yang bersangkutan SM = Jumlah siswa

0

Pada penelitian ini jumlah siswa di kelas III IPA2 yang turut dalam penelitian adalah 34 orang. Nama siswa disamarkan dengan cara diberi kode. Sebelum dilaksanakan penelitian siswa diberikan Pre test / Tes Awal T(0), kemudian dilanjutkan Tes Siklus Pertama T(1) dan Tes Siklus Kedua T(2). Dari hasil penelitian diperoleh nilai siswa seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. Rekapitulasi nilai siswa

&) ) & < 0 ; &) ) & < 0 ; 1 ( 0 40 70 18 0 50 70 2 0 70 70 19 10 20 60 3 0 10 90 20 0 20 90 4 % % 0 40 90 21 0 30 70 5 > 0 30 90 22 0 30 100 6 " 1 0 60 80 23 & 0 30 80 7 0 20 90 24 & 0 10 60 8 ( 0 40 90 25 &) 0 30 90 9 10 30 80 26 &# 0 20 100 10 0 20 80 27 9 % 0 30 60 11 0 20 70 28 9 " 0 30 80 12 " 0 40 70 29 9 ( 10 30 80 13 " 5 0 50 80 30 9 0 50 50 14 10 30 90 31 6 10 40 80 15 0 40 70 32 : 10 20 50 16 8 0 70 70 33 6 0 30 80 17 8 0 10 90 34 ! 0 30 70 Keterangan Tabel :

T (0)= Pre test / Tes Awal T (1)= Tes Siklus Pertama T (2)= Tes Siklus Kedua

, ( ? 9 '

Tes Awal / Pre test diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan bimbingan perhitungan kecepatan Teori Relativitas Khusus dengan metode

6*

Heuristik. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat ketuntasan siswa dalam mengerjakan soal Kecepatan Teori Relativitas Khusus (TRK) sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari soal yang disajikan tidak ada siswa yang memperoleh nilai di atas 61 dari keseluruhan siswa yang berjumlah 34 orang. Berdasarkan daya serap siswa diperoleh:

% 100 61 ) 0 ( ) ( x siswa seluruh Jumlah skor memperoleh yang Jumlah T DSK SerapKelas Daya ≥ = 34 100% 0% 0 ) (T0 = x = DSK

Daya serap kelas atau ketuntasan belajar siswa sangat rendah.

Berikut ini adalah tabel tingkat kemampuan siswa dalam mengerjakan soal kecepatan relativitas khusus.

Tabel 3. Tingkat kemampuan siswa pada pre test / tes awal (T0) Skor f fk % Tingkat kemampuan ≤ 30 34 1 100 Sangat rendah 31 ≤ x ≤ 50 0 0 0 Rendah 51 ≤ x ≤ 75 0 0 0 Sedang ≥75 0 0 0 Tinggi Jumlah 34 1 100

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa sangat rendah., sehingga perlu diadakan bimbingan dengan metode heuristik agar kemampuan dan daya serap siswa meningkat.

, ( $'& 2

Pada Siklus Pertama siswa telah diberi bimbingan dalam mengerjakan soal TRK dengan metode Heuristik. Tingkat kemampuan siswa dalam mengerjakan soal Kecepatan Relativitas Khusus mengalami peningkatan dari Tes awal, walaupun peningkatannya masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 4. Tingkat kemampuan siswa pada tes siklus pertama T(1) Skor f fk % Tingkat kemampuan ≤ 30 22 0,647 64,7 Sangat rendah 31 ≤ x ≤ 50 9 0,265 26,5 Rendah 51 ≤ x ≤ 75 3 0,088 8,8 Sedang ≥75 0 0 0 Tinggi Jumlah 34 1 100

Ketuntasan siswa dalam menyerap pelajaran masih sangat rendah dimana siswa yang memperoleh nilai ≥ 61 hanya 2 orang. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan dibawah ini :

6,

% 100 61 ) 1 ( ) ( x siswa seluruh Jumlah skor memperoleh yang Jumlah T DSK SerapKelas Daya ≥ = 100% 5,88% 34 2 ) (T1 = x = DSK

Dengan demikian penelitian ini masih harus dilanjutkan ke siklus berikutnya.

, * $'& "&

Pada Siklus Kedua, peneliti telah mengadakan observasi dan evaluasi dimana telah diketahui kelemahan kelemahan peneliti dan siswa. Pada siklus kedua ini telah diadakan refleksi dan perbaikan agar diperoleh peningkatan kemampuan siswa. Tingkat kemampuan siswa dalam mengerjakan soal Kecepatan Relativitas Khusus mengalami peningkatan dari Tes Siklus Pertama. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 5. Tingkat kemampuan siswa pada tes siklus kedua T(2) Skor f fk % Tingkat kemampuan ≤ 30 0 0 0 Sangat rendah 31 ≤ x ≤ 50 2 0,059 5,9 Rendah 51 ≤ x ≤ 75 12 0,353 35,3 Sedang ≥75 20 0,588 58,8 Tinggi Jumlah 34 1 100

Tes Siklus kedua terlihat bahwa tidak terdapat nilai siswa ≤ 30, ada 2 orang siswa yang masih perlu pengayaan dimana tingkat kemampuan siswa tersebut masih rendah (nilai siswa antara 31 ≤ x ≤ 50), terdapat 35,3 % atau 12 orang siswa tingkat kemampuannya sedang (nilai siswa antara 51 ≤ x ≤ 75) dan 58,8 % atau 20 orang siswa dari 34 siswa memiliki tingkat kemampuan memecahkan masalah kecepatan teori relativitas khusus tinggi.

Daya serap kelas digolongkan tuntas, dari hasil perhitungan dibawah ini terlihat bahwa 85,3 % atau 29 orang siswa memperoleh nilai ≥ 61, sehingga tidak perlu dilanjutkan ke Siklus ketiga. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan daya serap kelas dibawah ini :

% 100 61 ) 2 ( ) ( x siswa seluruh Jumlah skor memperoleh yang Jumlah T DSK SerapKelas Daya ≥ = 100% 85,3% 34 29 ) (T2 = x = DSK

60

Tabel 6. Persentase jawaban benar tiap soal pada tiap siklus.

Nomor soal

Jumlah siswa yang menjawab benar

< ? 0 ? ; % 1 6 17,65 13 38,24 32 94,12 2 0 0,00 28 82,35 29 85,29 3 0 0,00 10 29,41 34 100,00 4 0 0,00 8 23,53 14 41,18 5 0 0,00 17 50,00 15 44,12 6 0 0,00 11 32,35 32 94,12 7 0 0,00 19 55,88 33 97,06 8 0 0,00 0 0,00 34 100,00 9 0 0,00 4 11,76 13 38,24 10 0 0,00 2 5,88 28 82,35

Dari data di atas juga diperoleh nilai rata rata kelas mengalami peningkatan. Sebelum diadakan bimbingan memecahkan soal kecepatan relativitas khusus dengan metode heuristik, nilai rata rata kelas adalah 1,767, kemudian diberikan bimbingan memecahkan soal kecepatan relativitas khusus dengan metode heuristik diperoleh peningkatan rata rata kelas pada Tes Siklus Pertama T(1) yaitu 32,94. Setelah diadakan observasi dan evaluasi, diperoleh kelemahan kelemahan pada Siklus Pertama untuk kemudian diperbaiki pada Siklus Kedua. Dari data memperlihatkan peningkatan tajam nilai rata rata kelas yaitu sebesar 77,65. Dari tabel dibawah ini juga dapat dilihat persentase kemampuan siswa dalam menjawab soal dengan benar dalam setiap siklus.

Pendapat siswa, mengenai metode heuristik dapat dilihat dari data angket yang dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 7. Persentase jawaban siswa pada angket

&) ( ( ?

1

Apakah cara yang digunakan guru untuk mengerjakan soal soal penjumlahan kecepatan relativitas khusus atau yang disebut juga dengan pendekatan Heuristik, bagi anda

a. Memudahkan dalam mengerjakan soal 34 100

b. Menjadikan lebih sulit bila digunakan untuk mengerjakan soal

0 0

2

Sebelum anda diperkenalkan pendekatan Heuristik, menurut anda memecahkan soal soal penjumlahan relativitas khusus itu

a. Mudah 4 11,76

b. Sulit 30 85,29

3

Setelah guru menjelaskan relativitas khusus dengan pendekatan Heuristik. Bagaimana pendapat anda dalam memecahkan soal soal

63

&) ( ( ?

penjumlahan kecepatan relativitas khusus

b. Sulit dipecahkan 0 0

Dari data diperoleh bahwa sebelum menggunakan metode pendekatan heuristik, siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan soal soal kecepatan relativitas khusus, dapat dilihat dari tabel bahwa 85,29 % atau 29 orang siswa mengalami kesulitan, dan 11,76 % atau 4 orang siswa menyatakan tanpa menggunakan metode pendekatan heuristik dapat memecahkan soal kecepatan relativitas khusus dan 1 orang siswa tidak menyatakan pendapat mengenai metode ini. Setelah diperkenalkan metode pendekatan heuristik untuk memecahkan soal soal kecepatan relativitas khusus , dari data diperoleh 100 % siswa menyatakan dapat dengan mudah menyelesaikan soal soal tersebut.

0

0 2)&'

Sebelum diperkenalkan metode pendekatan heuristik dalam memecahkan soal soal kecepatan relativitas khusus, siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal soalnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan istilah istilah gerak yang berlawanan, searah, mendekat atau menjauh pada kecepatan relativitas khusus yang menyulitkan siswa dalam menentukan titik acuan inersial dan tanda gerakan yang (+) atau ( ). Siswa biasanya dalam menyelesaikan soal tersebut menggunakan cara trial and error. Pada soal – soal Teori Relativitas Khusus, kecepatan yang digunakan bukan merupakan hasil pengalaman dan pengamatan siswa sehari hari (berhubungan dengan kecepatan cahaya), sehingga untuk mencapai kriteria plausible ( dimengerti karena berhubungan dengan pengalaman) pada siswa tidak mudah. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan siswa sebelum digunakan pendekatan heuristik mencapai 0 %.

Metode pendekatan heuristik dapat meningkatkan kemampuan siswa, serta menyelesaikan masalah masalah yang dihadapi siswa dalam memahami kecepatan relativitas khusus. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan yang diperoleh siswa dimana :

1. peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan soal dari dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa tiap siklus T(0) ≤ T(1) ≤ T(2).

2. peningkatan daya serap kelas atau ketuntasan belajar siswa sebesar 85,3% dimana siswa yang memperoleh nilai diatas 61 sebanyak 29 orang dari 34 siswa.

64

3. rata rata kelas juga mengalami peningkatan tajam dalam menyelesaikan soal soal kecepatan relativtas khusus dengan pendekatan heuristik, nilai yang diperoleh sebesar 77,5.

0 (

Penelitian ini dapat dilanjutkan dan diteliti lagi untuk topik topik fisika yang berhubungan dengan vektor seperti muatan listrik, efek Doppler, mekanika dan lainnya.

<

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Beiser, Arthur. (1995). Konsep Fisika Modern.PT. Erlangga.

Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Menengah Umum. Jakarta : Depdikbud. Foster, Bob. (2003). TerpaduFisika SMU Kelas 3. Jakarta : Erlangga.

Halloun, I. (1996). Schematic Modelling for Meaningful Learning of Physics, Journal of Research in Sciences Teaching, Vol. 33. (9:227 242).

Hamalik, Oemar. (2004). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara. Margono, S. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Polya, G. (1945). How to Solve it. Princeton University Press, Princeton.

Siahaan, Sardianto M.(2003). Penggunaan Pendekatan Heuristik untuk Meningkatkan Keberhasilan Siswa Memecahkan Soal/Soal Fisika Teori Relativitas Khusus.

Sukidin, Basrowi, Suranto (2002). Manajemen Penelitian tindakan Kelas. : Insan Cendikia Surabaya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 2. Jakarta : Balai Pustaka.

65

"

< ' 2# !

# $

Sering kali terdengar oleh kita bahwa banyak anak anak merasa takut akan pelajaran matematika. Bagi mereka matematika adalah “momok” yang membuat belajar menjadi tidak nyaman. Bahkan kebanyak anak anak tak ragu ragu lagi mengatakan “Aku Benci Matematika”. Hal ini menyebabkan anak malas untuk sekolah. Ungkapan seperti itu tak semestinya keluar dari setiap mulut anak, justru sebaliknya mereka harus berani mengatakan “Aku Cinta Matematika”. Untuk menghadapi hal ini diperlukan proses pembelajaran yang manusiawi dan menyenangkan bagi setiap anak didik yang dimulai sejak anak usia dini. Sehingga matematika tidak lagi menjadi pelajaran yang menjadi momok bagi setiap anak dan matematika menjadi kerinduan bagi setiap anak didik dalam proses pembelajaran.

Kata Kunci : Psikologis, Pembelajaran Efektif, Teori Kepribadian

1. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu penting dalam kehidupan sehari hari. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam kehidupan kita tidak lepas dari ilmu matematika. Matematika sudah dikenal sejak anak usia dini dalam kelompok bermain/playgroup dan di taman kanak kanak. Hal ini dikarenakan ketika anak memasuki dunia pendidikan dan bertemu dengan matematika, matematika justru menjadi masalah bagi orang tua ketika membantu anak anaknya dalam proses mengajarkan anak anaknya di rumah. Bahkan banyak orang tua yang rela mengeluarkan biaya banyak hanya untuk mengikuti anak anaknya pada Bimbel (Bimbingan Belajar) di luar sekolah dengan tujuan anak menjadi pintar. Tapi pada kenyataannya walaupun anak mendapatkan bimbel di luar sekolah, anak merasa tertekan hal ini dikarenakan hanya paksaan dari orang tua dan bukan keinginan anak pribadi. Untuk menghilangkan kata “Momok” dalam pembelajaran matematika ini sangat diperlukan proses pembelajaran yang manusiawi, menyenangkan, dan mampu membantu anak untuk membentuk konsep diri positif terkhususnya guru dapat memahami “Psikologis Anak Didik” dalam proses pembelajaran matematika.

66

2. Masalah

Bagaimana cara menanamkan proses pembelajaran yang manusiawi, menyenangkan, dan mampu membantu anak untuk membentuk konsep diri positif dalam hal ini guru dapat memahami psikologis anak sehingga matematika tidak lagi menjadi momok bagi setiap anak sejak anak usia dini.

3. Tujuan

Merupakan proses pemberitahuan pada setiap para pendidik (guru) bahwa bagaimana caranya guru dapat memahami anak lewat aspek psikologis anak sejak anak usia dini sehingga keberhasilan pembelajaran matematika dapat berlangsung dengan baik dan anak merasa senang ketika mengikuti pembelajaran matematika tersebut.

Sudah lama matematika sebagai pelajaran yang menakutkan bagi setiap anak, ketakutan ini terjadi sejak anak mulai memasuki dunia pendidikan seperti playgroup/taman kanak kanak. Hal ini menjadi salah satu kekhawatiran bagi setiap guru. Yang perlu kita pikirkan bersama saat ini adalah bagaimana caranya mengkemas pembelajaran matematika ini menjadi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi setiap anak yang dimulai sejak anak usia dini.

Mengapa matematika menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian besar 0rang? Hal inilah yang menjadi masalah terbesar dan harus segera dicarikan solusinya sehingga matematika tidak lagi menjadi momok bagi setiap orang. Sebenarnya masalah tersebut itu justru terletak pada proses pembelajaran matematika itu sendiri dan hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru akan psikologis anak, cara kerja otak, memori, proses perkembangan kogmisi anak, dan bukan karena anak tidak mampu atau bodoh.

Pada umumnya anak yang berumur enam tahun itu belum dapat berhintung dengan sesungguhnya. Yang dimaksud dengan berhitung sesungguhnya ialah bekerja dengan bilangan abstrak. Tetapi anak anak telah mulai berhitung walaupun itu masih tergolong berhitung permulaan, yaitu “berhitung berupa”. Sebenarnya berhitung berupa itu telah dikenal anak dari lingkungan dan situasi permainan. Guru di kelas satu sekolah dasar harus memberikan hitungan berupa, yaitu berhitung dengan mempergunakan benda benda kongret sebagai contohnya. Cara mengajar dengan hitungan berupa

88

hanyalah merupakan bimbingan kea rah berhitung yang sebenarnya, yaitu dengan bilangan abstrak. Pada akhirnya, tujuan pelajaran berhitung itu adalah anak mampu bekerja dengan bilangan bilangan abstrak (Zulkifli, 2005).

Perlu kita ketahui bahwa orang sejak dilahrikan dan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, memilki kemampuan sendiri/potensi pribadi yang sangat besar, yang dibawa sejak anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan hingga anak memasuki dunia pendidikan. Pada dasarnya setiap anak memiliki pondasi, tetapi pondasi ini rusak karena trauma akibat proses pendidikan yang tidak manusiawi yang dialami semasa masih kecil. Dalam pondasi ini ada factor kunci yang terlupakan dan jarang mendapat perhatian dalam proses pembentukannya.

Perlu kita ketahui pula bahwa guru sesungguhnya adalah probadi yang berhati mulia karena dia berjuang dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya maupun dunia pendidikan secara umum. Lebih dari itu, guru bagaikan pelita yang memancarkan cahaya pengetahuan kepada siswanya. Karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tidak ada orang yang cerdas tanpa adanya guru. Selain itu juga ada beberapa hal yang harus guru kuasai yaitu : seorang guru itu harus mengenal setiap siswa yang dididiknya, seorang guru juga harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, seorang guru harus memiliki pengetahuan dan mengerti tujuan pendidikan nasional, Seorang guru harus memiliki pengetahuan utuh dan up to date mengenai ilmu yang diajarkan. Tetapi ironisnya, tidak semua guru dapat menjadi harapan bagi setiap anak didiknya, hal ini dikarenakan guru tidak dapat memahami kondisi anak didik tersebut sehingga pondasi anak menjadi rusak bahkan sampai anak duduk di bangku SMP, SMA dan bahkan sampai Perguruan Tinggi.

Dalam menghadapi hal ini Ariesandi Setyono (2005) menerapkan proses pembelajaran matematika melalui metode Mathemagics (Cara Jenius Belajar Matematika) yang menjelaskan proses pembelajaran yang manusiawi, menyenengkan, dan mampu membantu anak untuk membentuk konsep diri positif.

Ada banyak hal yang menjadi factor keberhasilan dalam proses pembelajaran. Namun dalam hal ini akan membahas hanya beberapa hal terpenting saja yang perlu diketahui oleh setiap guru, antara lain :

1) Aspek Psikologis Peserta Didik 2) Mengajar dari Kedalaman Cinta

8

Intelegensi

dan Bakat Anak Konsep Diri Positif Prikologis

Anak Pendidik 3) Pembelajaran Efektif

Lalu, apa apa saja yang harus seorang guru pahami dalam proses pembelajaran matematika pada anak usia dini? Konsep diri anak akan terbentuk jika guru memahami beberapa hal, seperti dalam bagan di bawah ini :

Dari bagan di atas dapat diartikan bahwa bagaimana seorang pendidik harus memhami psikologis anak didik, dimana psikologis tersebut meliputi beberapa hal penting yaitu dengan psikologis dapat membentuk konsep diri positif pada setiap anak didik, dengan psikologis seorang guru dapat melihat intelegensi dan bakat yang ada pada anak tersebut 1. Aspek Psikologis Peserta Didik

Aspek psikologis yang dimaksud adalah konsep diri anak didik dan juga guru sebagai materi. Konsep diri ini terdiri atas diri ideal, citra diri, dan harga diri. Tanpa konsep diri yang bagus akan sangat sulit mencapai kesuksesan karier, bisnis, hubungan antara manusia dan pembelajaran. Dalam dunia konseling, konsep diri ini haruslah mendapat perhatian yang khusus bagi setiap para pendidik. Ketika konsep diri dapat diperbaiki dan ditingkatkan, secara otomatis hidup orang itu akan berubah kearah yang lebih baik. Masa kritis pembentukan konsep diri ini terjadi pada anak usia dini dan lima tahun pertama saat anak duduk di bangku sekolah dasar dari kelas satu SD sampai kelas lima SD. Perlu diketahui pula bahwa setiap pendidik haruslah bisa memahami dunia konseling, yaitu dapat memahami psikologis anak didik dalam proses belajar khususnya dalam belajar matematika.

8(

Psikologis pendidikan merupakan cabang dari prikologis. Secara harfiah atau etimologis, psikologis berasa dari kata “psyche” yang berarti jiwa dan “ogos” yang berarti ilmu. Psikologis adalah ilmu jiwa yang berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia melalui gejala gejalanya, aktivitas aktivitasnya atau perilaku manusia. Makna tentang psikologis khususnya tentang objek materialnya, berkembang seirama dengan perkembangan psikologis itu sendiri dan yang menjadi objek material dari psikologis itu ialah perilaku manusia, yaitu mulai dari perilaku yang nampak keluar (overt behavior) yang bersifat objektif dan dapat diamati sampai kepada perilaku yang tidak nampak (overt behavior).

Psikologis umum ialah ilmu jiwa yang mempelajari ilmu jiwa manusia, aktivitas atau perilaku yang mum pada setiap manusia yang dapat diamati, sedangkan psikologis khusus ialah ilmu jiwa yang mempelajari atau mengkaji jiwa untuk sekelompok manusia tertentu misalnya dari segi perbedaan usia, maka dikelompokkan psikologis khusus menjadi beberapa bagian, yaitu ada psikologis anak, psikologis remaja, dan psikologis perkembangan dan sebagainya.

Psikologis pendidikan sebagai bagian integral dari disiplin psikologis berupaya menggunakan konsep atau prinsip prinsip psikologis dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologis pendidikan meluas menjadi berbagai kajian dalam mengkaji tentang masalah masalah yang dialami peserta didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran di kelas.

Adapun jenis jenis gejala aktivitas jiwa manusia yang perlu diketahui oleh calon guru dan guru :

1) Perhatikan peserta didik 2) Motivasi belajar

Menurut Donald (Sudirman, 1990 : 73) motivasi ialah perubahan energi dalam diri sesorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

3) Pikiran peserta didik

Berfikir sebagai aktivitas mental memiliki tiga fungsi, yaitu : membentuk pengertian, pembentukan pendapat, dan pembentukan kesimpulan dan keputusan (La Sulo, 1990 : 28)

8*

Dalam dokumen PROSIDING SEMNAS U PGRI 2011 (Halaman 101-114)

Dokumen terkait