VIII. B. PERUMAHAN RAKYAT
Pembangunan perumahan rakyat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seiring
dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Kebutuhan perumahan yang setiap tahun
bertambah sekitar 800.000 unit membuat sektor perumahan rakyat menjadi sektor yang perlu
untuk mendapatkan perhatian seksama.
Pembangunan perumahan tidak saja penting dilihat dari aspek mendesaknya pemenuhan
kebutuhan perumahan, namun juga akan dapat membengkitkan perekonomian nasional karena
memiliki multiplier effect yang besar, yang mana sektor ini dapat menggerakkan 104 industri
terkait dan keberhasilan pembangunan akan dapat menggerakkan sektor‐sektor turunannya.
Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan ini merancang Gerakan Nasional
Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) untuk pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH) dan
Program Pembangunan 1.000 Menara Rumah Susun Sederhana (Rusunami & Rusunawa). Untuk
meningkatkan daya beli mayarakat agar mampu membeli RSH dan Rusunami, pemerintah telah
menyediakan KPR bersubsidi dan Bantuan Pinjaman Uang Muka melalui Bapertarum (PNS), YKPP
(TNI/Polri) dan PT Jamsostek (swasta).
Pasokan pembangunan perumahan rakyat dilakukan oleh para pengembang anggota REI dan
perusahaan dengan kapasitas pembangunan sekitar 150.000‐200.000 unit oer tahun. Mayoritas
pengembang (80 persen) adalah pengembang kecil‐menengah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pembentukan kembali Kementrian Perumahan Rakyat tahun 2004 merupakan faktor positif yang
memengaruhi perkembangan pembangunan perumahan rakyat dalam lima tahun terakhir ini.
Faktor‐faktor yang memengaruhi (KSF) pembangunan perumahan rakyat anatara lain mencakup
aspek‐aspek: penyediaan lahan, keberadaan KPR, ketersediaan subsidi, ketersediaan
infrastruktur, dukungan Pemda, daya beli masyarakat, tata ruang, harga bahan bangunan,
permodalan pengembang, kredit perbankan, peraturan‐peraturan daerah, perpajakan,
sinkronisasi kebijakan pemerintah, tingkat suku bunga, ketersediaan anggaran sektor, birokrasi
pemerintah dan lembaga‐lembaga lain terkait.
1. Permasalahan
Permasalahan pokok dalam pembangunan perumahan rakyat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Permasalahan pasokan: kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan pasokan yang mana
kebutuhan mencapai 800.000 unit pertahun ditambah tumpukan backlog yang mencapai
lebih dari 8.600.000 unit sementara kemampuan pasokan rata‐rata hanya 100.000 unit per
tahun.
2) Pengadaan lahan: pengadaan lahan skala besar belum bisa terealisasikan karena belum ada
kebijakan pemerintah, belum ada kelembagaan yang menangani dan belum tersedianya
anggaran khusus, sementara keberhasilan pembangunan perumahan rakyat sangat
tergantung dengan keberhasilan pengadaan lahan skala besar.
3) Marjin RSH & Rusunami masih kurang menarik animo pengembang, karena kurang atraktif
dibandingkan marjin properti mewah, sedangkan proses bisnisnya menghadapi kesulitan
yang hampir sama.
4) Kurangnya dukungan pemda; adanya rusunami yang disegel dan didenda oleh pemda
menunjukkan kurangnya perhatian dan koordinasi antar kebijakan Pemerintah. Terbitnya
Pergub DKI Jakarta No. 27/2009 sebagai revisi atas Pergub No.136/2007 terlalu lama (10
bulan), sementara pengembang sudah mulai kegiatan konstruksinya dan pemasaran
sehingga konsumen sudah membayar uang muka dan akad kredit indent. Oleh karena itu
penghentian pembangunan karena penyegelan dapat berdampak negatif pada konsumen
karena waktu penyelesaian yang tidak tepat, kehilangan kepercayaan, mengundurkan diri
dan peralatan serta bahan bangunan dan juga tenaga kerja terpaksa tidak dapat difungsikan.
5) Daya beli masyarakat berpenghasilan rendah terus terkikis; peningkatan biaya hidup
masyarakat berpenghasilan rendah mengikis daya beli golongan tersebut tersebut.
6) Kurangnya dukungan infrastruktur vital, yaitu listrik dan air bersih menjadi permasalahan
pembangunan. Laporan dari REI dan Apersi mencatat bahwa ada lebih dari 100.000 rumah
RSH yang terbangun namun belum tersambung listrik.
7) Layanan publik biaya tinggi, yang mencakup biaya‐biaya pengurusan ijin pembangunan,
pengurusan sertifikat, pengurusan kredit, pengurusan bantuan uang muka yang dirasakan
masih berbelit, waktu yang kurang menentu dan biayanya yang tinggi.
8) Keterbatasan modal pengembang RSH, khusunya untuk pengadahan lahan yang
membutuhkan modal yang cukup besar sementara sekitar 80 persen pengembang RSH
merupakan kategori pengusaha UKM
9) Beban pajak dan retirbusi yang berlebihan, yang terdiri dari BPHTB (5%), APPKD, PBB,
kompensasi makam, retribusi IMB, PPN jasa konstruksi (10%), PPh 1% dan beban‐beban
10) Rawan terhadap ketersediaan KPR, yang mana MBR sebagai konsumen perumahan rakyat
hanya bisa membeli rumah bila KPR tersedia (pembeli RSH via KPR mencapai 95%.
11) Rawan terhadap ketersediaan subsidi. Subsidi dibutuhkan mengingat suku bunga yang tinggi
dan fluktuatif membuat daya beli masyarakat berpenghasilan rendah terhadap KPR
terganggu.
2. Rekomendasi Kebijakan Dasar
Kebijakan dasar yang direkomendasikan terdiri atas:
1) Meningkatkan peran operasional Kemneg Perumahan Rakyat dalam menangani perumahan
rakyat.
2) Perlunya peranan komprehensif pemerintah dalam tatanan kebijakan terpadu, pembentukan
struktur operasional, dan inisiator pembangunan
3) Pemberdayaan lahan milik pemerintah BUMN/D
4) Pembiayaan melalui obligasi perumahan
5) Program Pemerintah – Swasta ( Public Private Partnership/PPP)
6) Penerapan model subsidi silang dalam pengembangan kawasan besar yang disiapkan
pemerintah
7) Anggaran konsolidasi sektor perumahan 5% APBN
8) Pemda diwajibkan berperan aktif dalam melakukan pembangunan perumahan rakyat di
wilayahnya.
4. Kebijakan
Berdasarkan rekomendasi tersebut, kebijakan yang akan diambil dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1) Pemberian subsidi KPR dan lain‐lain dilanjutkan terutama KPR bersubsidi baik skim
konvensional maupun skim syariah.
2) Pembebasan PPN
3) Bank BTN dipertahankan dan dijadikan bank yang fokus pada perumahan rakyat
4) Pemberdayaan Asset Negara & BUMN/D bagi komplek perumahan bersubsidi kepada
masyarakat berpendapatan rendah, seperti Housing Development Board di Singapura yang
menyediakan perumahan rakyat dan Urban Regional Authority di Hong Kong yang mencari
lokasi, pengadaan lahan dan pembangunan infrastruktur dasar.
5) Pembiayaan melalui “Obligasi Perumahan” untuk pengadaan lahan
6) Pembiayaan APBN untuk infrastruktur kawasan
7) Peningkatan peran sektor swasta melalui kebijakan Public Private Partnership dalam setiap
kawasan pengembangan yang disiapkan pemerintah.sehingga dapat menghasilkan 1 juta
rumah per tahun
8) Kebijakan khusus pertanahan, perijinan, infrastruktur, listrik dan perpajakan untuk
5. Program Prioritas dan Operasional
Program Prioritas yang akan dikembangkan dalam usaha meningkatkan dan mendukung sektor
perumahan rakyat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Tahun pertama;
terdiri dari beberapa program yaitu:
• Penetapan kebijakan dan struktur
• Pembentukan & perkuatan kelembagaan
• Revisi peraturan‐peraturan yang menghambat
• Peraturan‐peraturan pelaksanaan: mencakup lahan, infrastruktur, PPP
• Menyusun UU Perumahan Rakyat
2) Tahun kedua;
terdiri dari beberapa program yaitu:
• Peningkatan konsolidasi anggaran sektor 5% APBN
• Pelaksanaan pengembangan kawasan
3) Tahun ketiga;
terdiri dari beberapa program, yaitu :
• Akselerasi pembebasan lahan
• Akselerasi pembangunan infrastruktur
4) Tahun keempat dan tahun kelima;
terdiri dari satu program yaitu Akselerasi Pembangunan. Program Operasional yang akan
dikembangkan dalam usaha meningkatkan dan mendukung sektor perumahan rakyat dapat
dijabarkan sebagai berikut:
• Studi Pembangunan Wilayah di 10 kota besar
• Pengadaaan lahan skala besar oleh pemerintah (Land Bank) dalam kawasan yang
disiapkan
• Pembangunan infrastruktur dalam hal ini pembiayaan pemerintah dalam pembiayaan
pembangunan perumahan sejak pembebasan lahan, pembangunan infrastruktur dan
pembangunan rumah.
• Dukungan infrastruktur listrik: adanya mata anggaran subsidi listrik untuk perumahan
rakyat
• Standarisasi layanan publik (perijinan, sertifikat dan pengurusan terkait lainnya.
• Pemberian keringan pajak‐pajak khusus perumahan rakyat
• Pelaksanaan k’s PPP disetiap kawasan pengembangan
• Program yang telah ada tetap dilanjutkan.