BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
4. Badan dan Lembaga dalam Perlindungan Konsumen
Untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya, diperlukan sebuah lembaga yang akan bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan konsumen. Lembaga tersebut juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian para pelaku usaha kepada konsumen. Dengan adanya Lembaga ini maka para konsumen dan pelaku usaha dapat bertindak secara adil serta teratur. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan pembentukan 3 lembaga yang diamanati sebagai Lembaga resmi, yaitu:
a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Menurut aturan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 31, Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau biasa disingkat menjadi BPKN adalah sebuah lembaga resmi untuk perlindungan konsumen di Indonesia. Badan ini bertempat di ibukota negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPKN mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Fungsi dan tugas BPKN sebagaimana dicantum dalam pasal 33 serta 34 UUPK, yaitu:52
1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, BPKN mempunyai tugas:
a) Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
52 Racmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, (Cet. I. Djambatan: Jakarta, 2000), h., 22
b) Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
c) Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
d) Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
e) Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.
f) Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan kosumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.
g) Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional
Kedudukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional sebagai lembaga yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
Hingga akhirnya kedudukan ini bisa dimanfaatkan sebagai pedoman perlindungan konsumen.53
b. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Konsumen perlu kepastian kualitas dan keamanan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Konsep perlindungan konsumen dalam e-commerce harus disertai dengan pertumbuhan regulasi pertanggungjawaban para pelaku usaha. Salah satu wujud dari penyelenggara perlindungan konsumen dalam e-commerce adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
53 Claudya Angelia Kairupan, “Fungsi dan Tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam Menerima Pengaduan Mengenai Pelanggaran Hak-hak Konsumen”, Lex et Societatis, Vol. I, No.3, (diakses Juli,2013), h. 124.
Penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang berdomisili dalam yurisdiksi hukum Indonesia dapat diselesaikan melalui BPSK. Prinsip dari BPSK sendiri adalah menyelesaikan sengketa dengan cepat, murah, dan sederhana. BPSK bersifat quasi-judicial, sehingga menggunakan sistem konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Putusannya bersifat win-win-solution daripada win-lose-solution seperti yang sering terjadi pada putusan Badan Peradilan Umum.
Tugas pokok, fungsi dan wewenang BPSK tercantum dalam Pasal 52 UUPK dan pasal 2, 3 SK Memperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas Wewenang BPSK. Dalam Surat Keputusan ini dikatakan bahwa BPSK memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:54
1) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase
2) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen
3) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku
4) Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5) Menerima pengaduan tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran perlindungan konsumen
6) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen 7) Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan
8) Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berfungsi menangani dan menyelesaikan sengketa di luar jalur pengadilan. Menurut pasal 54 ayat (3)
54 SK Memperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelakanaan Tugas Wewenang BPSK
UUPK, putusan majelis BPSK bersifat relatif terbatas, final, dan mengikat dengan belum melebihi masa tenggang waktu 14 hari sejak putusan terbit. 55
Menurut peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2006 tentang tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan Badan Perlindungan Sengketa Konsumen huruf (a) dikatakan bahwa:56
“Terhadap putusan Badan Perlindungan Konsumen (BPSK) yang final dan mengikat pada hakikatnya tidak dapat diajukan keberatan, kecuali dipenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ini”
c. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Berdasarkan ketentuan pasal 44 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pemerintah telah mengakui adanya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat sebagai sebuah lembaga perlindungan konsumen. Syarat yang dimaksud ditentukan dari Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001, yaitu berisi “Terdaftar Pada Pemerintah Kabupaten/Kota, dan bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya”. Walaupun dikatakan sebagai lembaga non pemerintah yang bersifat independent, menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen LPKSM harus terdaftar dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah dangan tugas-tugas yang telah ditentukan.57
Menurut Santoso, LPKSM sudah tidak layak disebut sebagai swadaya masyarakat dikarenakan masih ada intervensi pemerintah dalam tugas-tugasnya.
Tuturnya LPKSM lebih baik disebut dengan “LSM pelat merah” yaitu Lembaga
55 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
56 Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Perlindungan Sengketa Konsumen
57 Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen: Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018), h., 199.
yang dikhususkan mengikuti pemerintahan. Di sisi ini dapar dilihat bahwa pemerintah mengendalikan Lembaga tersebut.58
LPKSM bertugas untuk mengedukasi dan membantu masyarakat atau konsumen dalam memperjuangkan seluruh haknya dan juga bekerja sama dengan pemerintah terkait perlindungan konsumen di kehidupan manusia. Semua ini agar mencegah timbulnya kerugian-kerugian dalam bertransaksi antara konsumen dan pelaku usaha.
Tugas-tugas LPKSM sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 44 Ayat 3 yaitu:
3) Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat meliputi:
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan
c. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
d. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Adapun upaya dalam pemberdayaan konsumen dari LPKSM dapat dilakukan dari berbagai segi, yaitu:59
1) Dari sisi konsumen, dengan cara meningkatkan kualitas diri dan pendidikan konsumen menuju tingkat kesadaran yang lebih baik. Dengan begitu hasilnya dapat menjadikan konsumen cerdas dan mandiri.
58 Santoso, “Undang-Undang Perlindungan Konsumen Masih Banyak Bolongnya”, Artikel dalam Media Indonesia, (Jakarta), 7 Juli 1999
59 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), h., 252.
2) Dari sisi pelaku usaha, dengan meningkatkan rasa kepedulian pelaku usaha terhadap konsumen maka harapannya pelaku usaha dapat menjadi jujur dan bijak dalam berdistribusi.
3) Dari sisi masyarakat, dengan adanya gerakan memberikan informasi dan pendidikan kepada konsumen serta para pelaku usaha.