Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Arisha Khairunnisa 11170490000049
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1441 H/ 2021 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE PLATFORM BUKALAPAK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Arisha Khairunnisa 11170490000049
Pembimbing:
Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
NIP. 19850524 202012 1 006
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2021 M
iii
iv ABSTRAK
ARISHA KHAIRUNNISA, NIM 11170490000049, “PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE PLATFORM BUKALAPAK.”
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M, X + 98 halaman + 7 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa itu phising hingga penyebab terjadinya pelanggaran phising dalam e-commerce. Lalu menjelaskan pula terkait pertanggungjawaban Pelaku Usaha Bukalapak terhadap Konsumen saat terjadi pelanggaran phising.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris dan normatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah Statutory Approach atau yang disebut dengan pendekatan perundang-undangan dan juga menggunakan pendekatan Cases Approach yaitu pendekatan kasus. Sumber bahan hukum penelitian ini adalah peraturan yang berlaku terkait Transaksi e-commerce dan Hak Konsumen. Serta Bahan sekunder dari penelitian ini berdasarkan studi kepustakaan, wawancara, dan kuesioner penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penyebab phising dalam transaksi e- commerce pada Platform Bukalapak, yaitu: Pertama, Lemahnya sistem keamanan pada Platform. Kedua, Gambar pada website/situs Platform sangat mudah ditiru. Ketiga, Kurang tersebarnya informasi tentang pelanggaran phising kepada para konsumen.
Keempat, Kurangnya pengetahuan konsumen mengenai phising. Kelima, Bertransaksi online sangat rentan terhadap pelanggaran hak konsumen. Selain dari kelalaian pelaku usaha dan Konsumen, juga terdapat perilaku kejahatan yang memicu terjadinya phising.
Pertanggungjawaban Pelaku Usaha terhadap hak Konsumen dalam Transaksi e- commerce yaitu dengan mengganti kerugian Konsumen. Tetapi terdapat pembatasan tanggung jawabnya yang merugikan Konsumen. Pelaku Usaha tidak akan mengganti kerugian apabila kesalahan dari Konsumen itu sendiri terutama dalam kasus phising.
Pembatasan tanggung jawab tersebut lebih menonjolkan kewajiban Konsumen dibanding dengan Hak-hak Konsumen. Peraturan yang membahas tanggung jawab Pelaku Usaha dalam hak Konsumen pun masih sangat terbatas.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Phising, Bukalapak Dosen Pembimbing : Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1992 s.d Tahun 2021
v
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahiim
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhannahu Wa Ta’ala yang selalu memberikan hidayah, rezeki dan taufik-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E-commerce Platform Bukalapak” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Prodi Strata-1 Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan semoga kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti.
Semoga skripsi ini dapat digunakan dengan sebaiknya untuk para pembaca.
Dalam proses menyelesaikan skripsi ini penulis dibantu oleh berbagai pihak, baik berbentuk doa, semangat, ataupun hal lain yang tidak dapat disebutkan semua. Tanpa mengurangi rasa hormat, terimakasih banyak penulis ucapkan atas bantuannya, kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
3. Bapak Dr. Hasanudin, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang tidak pernah lelah dalam membantu, memotivasi dan mengarahkan penulis sejak awal perkuliahan hingga akhir.
4. Bapak Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu mengarahkan, membimbing, dan memotivasi penulis agar
menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat waktu.
vi
5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, seluruh pengurus akademik, dan seluruh civitas Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama perkuliahan.
6. Kepada pemimpin dan pengurus Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan. Khususnya Perpustakaan Nasional yang juga menyediakan berbagai macam literasi untuk penelitian ini.
7. Pihak Bukalapak dan Para Konsumen yang telah membantu dalam penelitian ini. Skripsi tidak akan berjalan tanpa adanya data dari Para pihak transaksi e-commerce.
8. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Alm Drs. Edwar Tasar dan Ibunda Drs. Welya Safitri, M.Si atas kasih sayangnya yang telah membesarkan dan mendidik Arisha hingga saat ini. Beserta nenek Hefniwarti tersayang yang telah merawat Arisha dan adik-adik dari buaian hingga sekarang.
9. Kepada Adik-adik tersayang, Nabila Safira dan Fitria Qotrul Jannati, beserta sepupu Ria, Rani, Ghina, Bayu dan keluarga lainnya yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan kebahagiaan bagi penulis.
10. Kepada yang terkasih, Fahmi Muhammad yang telah sabar dan setia kepada penulis serta selalu mendukung dalam keadaan apapun.
11. Kepada sahabat terbaik Erlinda Pratiwi dan Cut Munawirul yang selalu menemani penulis dan memberikan arti sebuah persahabatan tulus.
12. Kepada kawan-kawan baik penulis selama perkuliahan, Tepi, Piu, Titin,
Ridho, Esty, Hafsah, Irul beserta seluruh keluarga besar Hukum Ekonomi
Syariah angkatan 2017 dan senior jurusan yang memberikan arti sebuah
keluarga dan kebahagiaan hingga saat ini. Semoga teman-teman selalu
diberikan kesehatan dan kesuksesan bersama.
vii
13. Kepada teman-teman penulis di Yayasan Putra Fatahillah dan STEBANK, yang selalu ada setiap saat dan berdoa untuk kemudahan penulis dalam skripsi ini.
14. Kepada seluruh anggota organisasi baik internal maupun eksternal kampus yang penulis ikuti, Terima kasih atas pengalaman yang sangat berharga sehingga bisa belajar menjadi manusia yang bermanfaat bagi umat dan negara.
15. Kepada seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis ucapkan terimakasih atas bantuannya selama ini. Semoga doa, dukungan, dan motivasi dari para pihak dapat menjadi pahala dan balasan dari Allah Subhannahu wa ta’ala. Aamiin. Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini belum dapat dikatakan sempurna dan masih ada kekurangannya. Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan digunakan dengan sebaik-baiknya.
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan dan rahmat Allah Subhannahu wa ta’ala. Aamiin
Jakarta, 16 Juli 2021
viii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu... 8
G. Metodologi Penelitian ... 10
H. Rancangan Sistematika Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hukum Perlindungan Konsumen ... 15
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ... 15
2. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 19
3. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pada Hukum Perlindungan Konsumen ... 25
4. Badan dan Lembaga dalam Perlindungan Konsumen ... 34
B. Transaksi ... 39
1. Pengertian Transaksi ... 39
2. Jenis-Jenis Transaksi ... 40
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI BUKALAPAK, E-COMMERCE, DAN PHISING A. Bukalapak ... 42
1. Sejarah PT. Bukalapak ... 42
2. Visi dan Misi PT. Bukalapak ... 43
3. Layanan Bukalapak ... 43
4. Kontrak Hukum PT. Bukalapak ... 46
ix
B. E-commerce... 51
1. Pengertian E-commerce ... 51
2. Jenis-jenis E-commerce ... 53
3. Tahap-tahap Transaksi Konsumen ... 55
4. Bentuk Pelanggaran E-commerce ... 57
C. Pelanggaran Phising ... 61
1. Pengertian Pelanggaran Phising ... 61
2. Pelanggaran Phising Menurut Pandangan Islam ... 63
3. Teknik Pelanggaran Phising ... 64
4. Dasar Hukum Pelanggaran Phising ... 65
BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI E- COMMERCE PLATFORM BUKALAPAK A. Penyebab Phising Dalam Transaksi E-commerce Pada Platform Bukalapak .. 67
B. Tanggung Jawab Platform Bukalapak Terhadap Perlindungan Hak Konsumen Dalam Transaksi E-commerce ... 75
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 99
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Logo Bukalapak ... 42
Gambar 4. 1 Diagram Konsumen ... 67
Gambar 4. 2 Diagram Konsumen ... 68
Gambar 4. 3 Diagram Konsumen ... 69
Gambar 4. 4 Diagram Konsumen ... 69
Gambar 4. 5 Gambar terkait peringatan phising ... 73
Gambar 4. 6 Kenali Link Phising ... 74
1
terasa manfaatnya dalam berbagai sektor Industri, terutama di bidang e-commerce, Perbankan, maupun Usaha Kecil-Menengah (UKM). Sektor-sektor tersebut merasakan manfaat dalam segi operasional maupun segi pelayanan terhadap pengguna. Teknologi informasi atau information technology (IT) telah mengubah perspektif masyarakat, dan juga menciptakan peluang bisnis yang baru, serta menciptakan jenis pekerjaan bagi masyarakat. Salah satu bagian yang paling berkembang pesat dari bidang teknologi informasi adalah internet (interconnection networking), yang pada awalnya diciptakan sebagai saluran untuk kepentingan kegiatan penelitian dan akademis. Internet sekarang lebih banyak dieksploitasi oleh bisnis untuk berbagai macam pelayanan komersial.
1Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dalam pasar e-commerce.
Menurut data wearesocial dan hootsuite, sekitar 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja melalui online. Salah satu faktor terbesar dalam perkembangan e- commerce adalah peningkatan pengguna perangkat elektronik serta pengguna internet.
Pertumbuhan tersebut akan terus meningkat seiring dengan banyaknya orang yang mengakses berbagai platform belanja online di berbagai media elektronik. E-commerce berasal dari Bahasa Ingris yaitu electronic commerce atau perdagangan elektronik. Hal tersebut merupakan transaksi belanja online dengan menggunakan jaringan belanja online.
Wabah pandemi Covid-19 telah diyakini mengubah pola konsumsi masyarakat yang berdampak pada meningkatnya transaksi belanja online. Pada tahun ini, terjadi kenaikan jumlah pengguna aplikasi belanja online. Dikarenakan pemerintah menganjurkan kepada warga untuk menghindari kerumunan di luar rumah. Di sisi lain
1
Satria Putra, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui
E-Commerce”, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4, NO. 2, (Februari-Juli, 2014), h. 288.
terjadi peningkatan terhadap pengaduan masyarakat dalam transaksi e-commerce.
Dalam perkembangannya muncul tantangan baru dengan berbagai tindak kriminal berbasis siber (cybercrime). Pelanggaran ini dilakukan oleh pihak yang berusaha memanfaatkan kelemahan sistem dan kesadaran pengguna terhadap Informasi. Hal ini sangat merugikan Konsumen dalam transaksi e-commerce.
Menurut data BPKN, salah satu pengaduan masyarakat yang sering terjadi dalam transaksi e-commerce adalah metode phising. Phising merupakan tindakan memperoleh informasi data pribadi konsumen, seperti nomor ID, PIN, dan nomor rekening konsumen secara tidak sah. Informasi ini akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menipu konsumen.
Phising (password harvesting fishing) adalah tindakan penipuan yang menggunakan email palsu atau situs website palsu yang bertujuan mengelabui user sehingga pelaku bisa mendapatkan data user tersebut. Tindakan penipuan ini berupa sebuah email yang seolah-olah berasal dari sebuah perusahaan resmi, misalnya bank atau marketplace dengan tujuan untuk mendapatkan data-data pribadi seseorang, contohnya PIN, nomor rekening, nomor kartu kredit, dan sebagainya.
2Baru-baru ini terjadi kasus penipuan dengan metode phising yang dialami oleh konsumen Bukalapak. Dalam kasus tersebut, korban diminta mengunjungi sebuah halaman situs berkedok asuransi pengiriman dalam proses pengiriman barang di Bukalapak. Ternyata hal itu merupakan sebuah penipuan berkedok e-commerce.
Masalah tersebut telah diselesaikan oleh Bukalapak dan pihak korban telah dikembalikan dananya.
Tetapi masih banyak konsumen yang tidak terima akan penyelesaian pelanggaran phising. Mereka merasa bahwa platform dalam e-commerce tidak bertanggung jawab terhadap kasus yang terjadi. Dalam platform e-commerce ada beberapa hal yang belum masuk ke ranah perlindungan konsumen, seakan-akan hal tersebut menjadi jembatan
2
Vyctoria, Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking dan Carding,
(Yogyakarta: CV Andi Offset, 2013), h., 214.
bagi para penipu (phiser) untuk menjalankan aksinya. Maka dari itu, belum ditemukan acuan yang cukup kuat terkait perlindungan konsumen dalam kasus phising.
Permasalahan yang terjadi adalah, apakah bisa platform Bukalapak disalahkan atas kasus pelanggaran phising dimana telah melanggar hak-hak konsumen. Menurut hukum perlindungan konsumen kasus tersebut sangat merugikan para konsumen yang melakukan transaksi e-commerce. Lalu bagaimana metode pelanggaran phising menurut hukum perlindungan konsumen dan perundang-undangan lainnya. Penelitian ini juga akan membahas tentang kesesuaian penerapan transaksi e-commerce pada Bukalapak dengan peraturan perlindungan konsumen yang berlaku.
Sebenarnya, dalam ranah hukum, Phishing termasuk ke dalam bentuk cybercrime atau kejahatan dalam dunia maya/internet. Sebagai salah satu bentuk kejahatan, tentu ada yang bisa dimintakan pertanggungjawaban. Dalam kasus Phishing ini, pihak yang bisa dimintakan pertanggungjawaban adalah pelaku Phishing itu sendiri.
Pengetahuan pengguna yang minim terhadap alat teknologi yang digunakan merupakan faktor penyebab terjadinya phising, sehingga pengguna teknologi harus dibekali oleh beberapa pengetahuan tentang pengoperasian sebuah teknologi karena pengetahuan pengguna yang minim menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya cybercrime khususnya dalam karya ilmiah ini adalah phising. Ada sebuah teori yang menyatakan, “crime is product of society its self” artinya bahwa masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan
Secara umum, masyarakat pengguna atau konsumen tidak mengetahui secara
persis situs perusahaan, mereka akan menemukan alamat situs tersebut melalui
penyebutan merek dagang perusahaan. Kesalahan terbesar adalah jika situs yang
menjadi target adalah bukan merupakan situs asli, karena hal ini akan merugikan
konsumen itu sendiri dalam rangka mendapatkan produk dan layanan yang sah. Jadi,
hal yang sangat penting bagi pemilik merek dagang adalah agar menggunakan merek dagang mereka sebagai nama domain.
3Jika berbicara mengenai ketentuan apa yang tepat untuk menjerat para pelaku Phishing, sebenarnya sangat disayangkan mengapa UU ITE (UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak mengatur mengenai kejahatan ini. Padahal UU ini adalah undang-undang yang khusus dibuat untuk mengatur kegiatan yang berorientasi pada sistem elektronik. Para pelaku Phishing ini dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Transaksi elektronik sangat mudah dan efisien, namun dalam kegiatannya seringkali membuat banyak pihak merasa dirugikan, baik itu konsumen maupun produsen. Maka perlu adanya perlindungan hukum bagi para pihak dalam melakukan transaksi elektronik, agar para pihak merasa tenang dan aman dalam melakukan kegiatan transaksi elektronik. Sehingga kegiatan transaksi elektronik di indonesia bisa berjalan dengan lancar dan para pihak merasa mendapat jaminan perlindungan.
Maka perlindungan hukum terhadap konsumen sangat dibutuhkan masyarakat guna untuk untuk menjamin kepastian hukum. Mengacu pada ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diketahui hak-hak konsumen yaitu: (a) konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang; (b) hak untuk memilih barang sesuai dengan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; (c) hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur; (d) hak untuk didengar keluhannya; (e) hak untuk mendapatkan perlindungan; (f) hak untuk mendapatkan pembinaan; (g) hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur; (h) hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
43
Imas Rosidawati dan Edy Santoso, “Pelanggaran Internet Marketing Pada Kegiatan E- commerce Dikaitkan dengan Etika Bisnis”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume: Tahun ke-43 No.1, (Januari-Maret 2013), h. 40.
4
Satria Putra, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual-beli Melalui
E-commerce, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4, No: 2, (2015), diakses tanggal 2 Agustus 2018, pukul
11.00, h. 7.
Kewajiban Pelaku usaha diatur dalam pasal 7 UUPK yakni: (a) beritikad baik dalam menjalankan usahanya; (b) memberikan informasi yang benar dan jujur mengenai kondisi barang; (c) memperlakukan konsumen secara benar dan jujur; (d) menjamin mutu barang yang diproduksi berdasarkan ketentuan standar mutu barang yang berlaku; (e) memberi kesempatan konsumen untuk mencoba barang yang diperdagangkan; (f) memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan barang yang diperdagangkan; (g) memberikan kompensasi, ganti rugi apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Disini itikad baik dari pelaku usaha lebih ditekankan lagi dalam UUPK, karena itikad baik dimulai pada saat barang diproduksi sampai dengan penjualan.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian di atas, peneliti akan mengkaji lebih dalam terkait persoalan phising yang dihadapi oleh konsumen e-commerce dan bagaimana perlindungan hak konsumen di platform Bukalapak. Lalu mencari tahu tentang kesesuaian transaksi dalam Bukalapak dengan aturan perlindungan konsumen yang berlaku dan bagaimana pertanggungjawaban platform Bukalapak dalam kasus phising. Maka dari itu, penulis tertarik untuk membuat penelitian yang berjudul
“Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E-commerce Platform Bukalapak”
B. Identifikasi Masalah
Pembahasan masalah ini memiliki cakupan yang sangatlah luas. Sehingga penulis memilih beberapa identifikasi masalah untuk diteliti agar pembahasannya tidak menjauh dari topik bahasan. Identifikasi masalah tersebut antara lain:
a. Masih banyaknya masyarakat terutama konsumen e-commerce yang belum paham mengenai aturan dalam transaksi online.
b. Maraknya lapak-lapak palsu yang tidak lain pelaku usaha yang melakukan penipuan terhadap Konsumen dalam transaksi e-commerce.
c. Keamanan Platform e-commerce yang belum kuat sehingga terjadi penyalahgunaan sistem dalam transaksi online.
d. Tanggungjawab Platform e-commerce terhadap permasalahan hak konsumen.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka terdapat pembatasan masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai yang diharapkan peneliti. Peneliti akan membahas terkait bagaimana pelanggaran phising dalam transaksi e-commerce menurut perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Perlindungan Konsumen lalu membahas pula bagaimana pertanggungjawaban hak-hak konsumen terkait masalah phising dalam transaksi e- commerce. Penulis juga akan membahas tentang kesesuaian keamanan pada platform bukalapak dengan hukum perlindungan konsumen yang berlaku serta penanganan dalam pelanggaran phising.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan pembatasannya maka peneliti akan rinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apa penyebab phising dalam e-commerce pada platform Bukalapak?
b. Bagaimana tanggung jawab platform Bukalapak terhadap perlindungan hak konsumen dalam transaksi e-commerce?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan sebelumnya. Tujuan penelitian akan dinyatakan sebagai berikut:
a. Mempelajari ketentuan hukum terkait pelanggaran phising dalam e- commerce perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan menurut Hukum Perlindungan Konsumen
b. Menganalisis pelanggaran phising dalam e-commerce terutama pada kasus Bukalapak
c. Mengetahui tanggungjawab Platform e-commerce terhadap kasus phising.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat secara teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan kontribusi pemikiran terkait phising dalam transaksi e-commerce menurut perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Perlindungan Konsumen.
Dan dapat pula mengetahui tata cara penyelesaian masalah pada pelanggaran phising yang terjadi dalam e-commerce.
Manfaat lainnya adalah menjadikan penelitian ini sebagai referensi dan juga karya tulis ilmiah yang dapat dijadikan rumusan dalam perbandingan hukum. Dapat pula dijadikan sebagai perbandingan dalam karya tulis ilmiah.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi teoritis keilmuan.
b. Manfaat secara Praktis
Peneliti akan membagikan manfaat yang didapat dari penelitian ini sesuai dengan:
1) Manfaat bagi mahasiswa, yaitu mahasiswa dapat mengetahui dan menambah pengetahuan terkait modus dan bahaya phising dalam transaksi e-commerce perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Perlindungan Konsumen. Lalu juga dapat menambah referensi penelitian bagi yang membutuhkan ilmu dan data.
2) Manfaat bagi masyarakat, yaitu penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang modus dan bahaya phising perspektif Hukum Syariah dan Hukum Perlindungan Konsumen.
Juga dapat digunakan untuk antisipasi dalam transaksi e-commerce
agar menghindari pelanggaran phising. Manfaat bagi platform
Bukalapak, agar bisa dijadikan acuan survey konsumen dan juga
dapat merubah sesuatu yang keliru dalam transaksi e-commerce.
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis menemukan ada beberapa penelitian terdahulu dari sudut pandang berbeda yang mengangkat pembahasan tentang phising dan e-commerce, adapun penelitian tersebut diantaranya:
1. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E- commerce, (Studi Kasus E-commerce Melalui Sosial Media Instagram)”
Peneliti: Muhammad Khadafi, NIM: 1111048000085, Tahun 2016, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang Perlindungan hukum yang terdapat pada e-commerce dengan menggunakan social media.
5Hasil Penelitian di atas bahwa selama ini peraturan yang digunakan untuk melindungi hak-hak Konsumen adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun Undang-Undang ini tidak secara khusus mengatur mengenai hak-hak konsumen dalam e- commerce. Konsumen pun sulit untuk menggugat pelaku usaha e-commerce dengan Undang-Undang tersebut karena pelaku usaha sangat sulit untuk dijangkau.
Perbedaannya pada penelitian ini adalah peneliti akan melanjutkan pembahasan lebih lanjut terkait konsumen dengan menggunakan hukum- hukum yang berlaku seperti Undang-Undang Informasi, dan Transaksi Elektronik. Lalu peneliti khusus menganalisis kasus phising dalam e- commerce jadi bukan sekedar perlindungan konsumen saja.
2. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pasal 9 UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pada Praktik Jual-beli Online.” Peneliti: Indah Dwi Astuti NIM
5
Muhammad Khadafi, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-
commerce, (Studi Kasus E-commerce Melalui Sosial Media Instagram)”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah
dan Hukum, UIN Jakarta, 2016)
14380009, Tahun 2017, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Yogyakarta.
Skripsi ini membahas tentang UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE perspektif Hukum Islam pada transaksi jual-beli.
6Hasil penelitian skripsi ini adalah dapat disimpulkan bahwa transaksi e- commerce pada dasarnya terlarang untuk dilakukan. Maka ditinjau dengan menggunakan metode zadd ad-zari’ah dan kaidah ushul fiqh lainnya.
Kedudukan pasal 9 UU ITE sangatlah penting dalam pelaksanaan transaksi e- commerce. Karena dapat mencgah timbulnya mafsadat dan hal-hal yang dapat merugikan salah satu pihak baik konsumen maupun pelaku usaha.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa di sini akan merujuk pada hukum ekonomi Syariah dan juga dengan hukum perlindungan konsumen. Selain itu, terkait hukum Syariah pada e-commerce akan dibahas lebih dalam di penelitian ini. Penelitian ini akan fokus ke satu pelanggaran yaitu phising.
3. “Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Memperoleh Data Identitas Diri Dengan Menggunakan Teknik Phising.” Peneliti: I Gede Arya Utamayasa NIM 1103005114, Tahun 2015, Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar. Skripsi ini membahas tentang jenis criminal dalam metode phising dan juga tentang hukum phising.
7Hasil penelitian skripsi ini adalah belum ada hukum positif yang mengatur pencurian identias di Indonesia. Pencurian data yang mengakibatkan kekacauan hukum sehingga perlunya mengkriminalisasi perbuatan phising dengan pembaruan hukum dimana permbaruan dilakukan menggunakan teori tindak pidana dengan perbandingan negara lain.
6
Indah Dwi Astuti, Skripsi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pasal 9 UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pada Praktik Jual- beli Online”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Yogyakarta, 2017)
7
I Gede Arya Utamayasa, “Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Memperoleh Data Identitas Diri
Dengan Menggunakan Teknik Phising.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Udayana Denpasar,
2015)
Perbedaan dengan penelitian ini adalah di dalam objek penelitian. Jika skripsi di atas membahas tentang kriminalitas phising maka dalam penelitian ini objeknya lebih ke phising dalam e-commerce dan mengikuti hukum perlindungan konsumen. Lalu dalam perspektif hukumnya pun lebih luas dengan menambahkan pandangan dalam Hukum Ekonomi Syariah. Penelitian ini memakai penalaran hukum pidana, sedangkan penelitian yang akan dibuat memakai pendapat hukum perdata.
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian empiris dan normatif. Penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan serta peraturan hukum lainnya. Penelitian empiris atau yang biasa disebut dengan Socio legal research adalah model pendekatan dalam meneliti hukum sesuai dengan objek penelitiannya, dalam hal ini hukum tidak hanya dipandang sebagai terapan belaka, melainkan juga kenyataan hukum. Menurut jenis penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan kedua metode tersebut.
8Penelitian empiris yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang -Undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto) atau yang biasa disebut pengalaman. Berdasakan penelitian ini maka akan berkonsentrasi pada kejadian-kejadian dan kasus yang terjadi di masyarakat. Peneliti akan mencari penyelesaian dalam phising menurut hukum yang berlaku sesuai dengan jenis penelitian normatif dan empiris.
98
Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Hukum”, Fiat Justicia Jurnal Ilmu Hukum, Volume: 8, No: 1, (Januari-Maret 2014), h. 27-28.
9
Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
h., 134
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah Statutory Approach atau yang disebut dengan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut menggunakan legislasi dan regulasi. Peneliti juga manggunakan pendekatan Cases Approach atau yang biasa disebut dengan pendekatan kasus, dimana penelitian ini berdasarkan kasus lapangan. Berdasarkan teori penelitian di atas maka peneliti akan fokus terhadap pendekatan penelitian perundang-undangan serta meneliti kasus yang terjadi di masyarakat.
103. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yakni:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.
Sumber pertama ini merupakan sumber yang aslinya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi, dan Elektronik
3) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Online
4) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
5) Berbagai pasal dalam KUHPerdata yang berhubungan dengan hubungan hukum Konsumen dan Platform Bukalapak
6) dan perspektif Hukum Ekonomi Syariah tentang penipuan yang berlaku.
1110
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005), h., 96.
11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grapindo
Persada, 2004), h., 30.
b. Data Sekunder merupakan data yang dapat dijadikan sebagai pendukung data pokok atau merupakan sumber data yang mendukung dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada data primer. Sumber hukum selain hukum yang berlaku juga dapat menjadi data penelitian. Dalam penelitian ini, sumber data sekundernya berupa wawancara, buku-buku, dokumen, karya ilmiah, atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan kajian ini.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Setelah mengetahui bahan hukum penelitian maka sangat dibutuhkan untuk mengetahui teknik-teknik dalam pengumpulan bahan hukum. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan untuk penelitian ini adalah:
a. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan termasuk ke dalam pengambilan data sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai hukum-hukum yang berlaku pada phising dalam e-commerce perspektif Hukum Ekonomi Syariah maupun Hukum Perlindungan Konsumen. Dengan cara mengutip peraturan-peraturan, hasil penelitian, makalah seminar, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah yang berhubungan dengan phising dalam e-commerce.
b. Wawancara dan Observasi
Wawancara akan merujuk pada data lapangan yang telah diteliti. Yaitu pengumpulan dilakukan dengan mewawancarai atau mendatangi objek penelitian yang akan diteliti. Bisa dengan komunikasi langsung maupun tidak langsung kepada informan. Peneliti akan menjadikan Bukalapak sebagai objek yang akan diwawancarai terkait penelitian ini.
c. Kuisioner
Yaitu membuat kuisioner yang akan dibagikan kepada masyarakat yang
menggunakan e-commerce. Yang mana nantinya akan menemukan
jawaban atas pertanyaan terkait pelanggaran phising di e-commerce.
Tujuannya agar mengetahui seberapa taunya masyarakat terhadap hukum atas transaksi e-commerce.
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode komparatif. Metode komparatif ini digunakan untuk membandingkan antara pelanggaran phising dalam e-commerce pandangan Hukum Ekonomi Syariah dengan pelanggaran phising menurut Hukum Perlindungan Konsumen. Agar nantinya penelitian ini dapat menemukan hasil temuan hukum untuk menyelesaikan masalah.
Penelitian ini juga menggunakan analisis data kualitatif yaitu dengan metode deduktif-induktif. Deduktif menganalisis data dari perspektif Hukum Ekonomi Syariah tentang phising dalam e-commerce dan melalui pandangan Hukum Perlindungan Konsumen, sehingga akan terjawab permasalahannya. Induktif yaitu menganalisis karakteristik, latar belakang, dan data yang diambil dari Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Perlindungan Konsumen tentang phising dalam transaksi e-commerce kemudian diambil kesimpulannya.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan penelitian ini adalah mengikuti pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2017.
H. Rancangan Sistematika Penelitian
Untuk mendeskripsikan penelitian dengan jelas dan mudah dipahami, maka penulis menggunakan sistematika penulisan dengan konsep narasi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini di paparkan mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. BAB II, Dalam bab II
dijelaskan mengenai Tinjauan Pustaka yaitu pada bagian ini diterangkan kerangka
teori yang akan menjadi pembahasan penulisan skripsi. Tinjauan Penelitian
Terdahulu yaitu uraian hasil penelitian terdahulu yang dijadikan acuan atau
pembanding dengan skripsi atau penelitian saat ini.
Pada BAB III dalam bab ini akan dibahas permasalahan yang ditemukan oleh
penulis serta cara menyelesaikan masalah tersebut. Pada bab IV atau penutup maka
akan dipaparkan rangkuman dari penjelasan atau jawaban yang telah didapat oleh
penulis. BAB V pada bab terakhir yaitu bab lima, yang merupakan penutup
berkaitan tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang
berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.
15
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut pendapat Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan, dan menghasilkan perjanjian untuk menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dari sini terlihat bahwa perlindungan konsumen muncul berkaitan adanya perjanjian dalam jual beli.
12Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.
13Dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang biasa disingkat UUPK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Lalu menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
14Dalam Business English Dictionary, perlindungan konsumen adalah protecting consumers against unfair or illegal trades yang artinya melindungi
12
Subekti R, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, Cet. XIII, 2002), h., 1.
13
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), h., 17.
14
A.A Gede Agung Brahmanta, Prof. Dr. Ibrahim, dan Dr. I Made Sarjana, “Perlindungan
Hukum bagi Konsumen dalam Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan dengan Pihak Pengembang di Bali”,
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, Vol. 01, No. 02, (Oktober 2016), h. 208.konsumen dari perlakuan tidak adil dan transaksi illegal.
15Adapun dalam Black’s Law Dictionary mendefinisikan perlindungan konsumen dengan a statute that safeguards consumers in the use goods and services, yaitu sebuah peraturan yang melindungi konsumen dalam pemakaian dan service yang baik. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen.
16Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek hukum yang saling berkaitan. Perlindungan konsumen juga berhubungan dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Konsumen dalam penelitian ini adalah konsumen dalam e-commerce.
17Perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi e-commerce dapat ditemui dalam UUPK dan UU ITE. UUPK merupakan dasar hukum bagi perlindungan konsumen, sedangkan UU ITE merupakan dasar hukum bagi konsumen yang melakukan transaksi e-commerce. Pembahasan terkait pelanggaran transaksi e-commerce akan dijabarkan menurut UUPK dan UU ITE.
18Menurut Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas dan mengatur sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan barang atau jasa konsumen
15
Peter Colin, Business English Dictionary, (London: Linguaphone Institute Limited), h., 61.
16
Bryan A. Garner,
Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minnesota: West Publishing. EightEdition, 2004), h., 335.
17
Desi Sommaliagustina, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen E-Commerce di Indonesia”, Jurnal Equitable, Vol. 3, No. 2, (Tahun 2018), h. 53.
18
Acep Rohendi, “Perlindungan Konsumen dalam Transaksi E-commerce Perspektif Hukum
Nasional dan Internasional”, Jurnal Ecodemica, Vol III, No.2, (September 2015), h. 476.
di dalam hidup. Beliau menyatakan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Konsumen merupakan sesuatu yang berbeda.
19Purba menguraikan konsep kunci pokok perlindungan konsumen adalah pihak konsumen dan pelaku usaha saling menguntungkan. Bisa juga diartikan sebagai produksi tidak akan terpakai apabila tidak ada yang mengonsumsi ataupun tidak memuaskan konsumen.
20Dalam YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), hukum konsumen adalah seluruh asas serta kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara penyedia dan penggunaan barang atau jasa dalam kehidupan masyarakat. Sementara hukum perlindungan konsumen seluruh asas serta kaidah yang mengatur konsumen dalam hubungan dan masalah antara para pelaku usaha di dalam kehidupan bermasyarakat.
21Menurut Inosentius Samsul, hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan perundang-undangan serta putusan oleh hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen. Hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas dikarenakan meliputi beberapa aspek hukum yang melindungi konsumen secara spesifik. Misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
22Menurut adrianus, perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas.
Meliputi perlindungan konsumen terhadap barang atau jasa yang dipakai hingga akibat dari pemakaian barang atau jasa tersebut. Cakupan tersebut dibedakan dengan dua aspek, yaitu:
2319
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen: Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018), h., 40.
20
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, (Bandung: Nusa Media, 2008), h., 47.
21
Intan Nur Rahmawati, Rukiyah Lubis, Win-win Solution Sengketa Konsumen, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2014), h., 28.
22
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), h., 34.
23
Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h., 152.
a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen seperti ketidaksesuaian spesifik barang yang diinginkan.
Contohnya pelanggaran kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha.
b. Perlindungan konsumen terhadap diberlakukannya syarat-syarat tidak adil sehingga sangat merugikan konsumen
Perlindungan Konsumen menurut pandangan Hukum Ekonomi Syariah melalui unsur bagaimana Islam menjaga harta kekayaan. Unsur tersebut masuk kedalam Maqasid Syariah. Maqasid Syariah merupakan sebuah tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Maqasid adalah bentuk jamak dari mauqud yang berarti tujuan. Salah satu unsur dari maqasid Syariah adalah Menjaga Harta (Hifdzu-maal). Perlindungan konsumen dapat diartikan sebagai bentuk dari menjaga harta tersebut. Dimana terdapat larangan Zolim, Riba, Maysir, Hubn, Tadlis, dan lain sebagainya.
24Konsep penelitian perlindungan konsumen berasal dari sebuah keinginan masyarakat. Yaitu keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan rasa aman inilah masyarakat akan terus melakukan pembelian yang dibutuhkan.
25Sedangkan jika keinginan masyarakat tidak dipenuhi, maka banyak konsumen yang menyatakan tidak setuju dalam berbelanja yaitu dengan alasan:
26a. Menimbulkan ketidaknyamanan dalam berbelanja
b. Menimbulkan keresahan jika terlalu sering melakukan promosi yang tidak benar
c. Merugikan pembeli.
24
Atiqi Chollisni dan Kiki Damayanti, “Analisis Maqashid Al-syariah Dalam Keputusan Konsumen Memilih Hunian Islami Pada Perumahan Villa Ilhami Tangerang”, Jurnal Islaminomic, Vol.
7, No. 1, (April,2016), h. 49
25
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003), h., 30.
26
Yemima Br. Sitepu, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Kepada Konsumen Terhadap
Promosi Yang Tidak Benar Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Studi Kasus Di Toko Alfamart Kecamatan Sail”, JOM Fakultas Hukum, Volome III, Nomor
2, (Diakses pada Oktober 2016), h. 13.
Berangkat dari konsep yang diataslah banyak konsumen yang menanyakan terkait pertanggungjawaban platform e-commerce dalam perlindungan konsumen.
Dikarenakan kasus yang sudah-sudah masih ada platform e-commerce yang melepas tanggungjawabnya kepada pelaku pelanggaran phising dan tidak ada perubahan aturan dalam platform tersebut. Hukum perlindungan konsumen bertujuan untuk memberikan pengaturan hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen. Hal ini supaya hak-hak konsumen terlindungi dan kewajibannya terlaksana.
2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Selain pengertian konsumen dari UUPK Pasal Ayat 2, konsumen dapat diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
27Hak dan kewajiban konsumen adalah sebagai berikut:
a. Hak-hak Konsumen dalam Perspektif Internasional
Presiden Jhon F. Kennedy mengemukakan empat hak konsumen yang harus dilindungi, yaitu:
281) Hak memperoleh keamanan (the right to safety)
Ditujukan pada perlindungan konsumen dari transaksi yang dapat membahayakan keselamatan konsumen. Pada posisi ini, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam menjamin keselamatan dan keamanan konsumen dari perilaku produsen yang dapat merugikan konsumen.
2) Hak memilih (the right to choose)
27
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen: Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018), h., 49.
28
Vernon A. Musselman dan Jhon H. Jackson, Introduction to Modern Business, diterjemahkan
Kusma Wiriadisastra, (Jakarta: Erlangga, 1992), h., 294-295.
Hak memilih merupakan hak prerogative konsumen untuk menentukan transaksi yang digunakan. Apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/atau jasa.
3) Hak mendapatkan informasi (the right to be informed)
Setiap keterangan barang yang akan dibeli pastilah mempunyai informasi yang sangat penting, sehingga harus disampaikan beritanya dengan baik dan benar. Informasi juga disampaikan dengan kesepakatan bersama agar tidak menyesatkan konsumen.
4) Hak untuk didengar (the right to be heard)
Konsumen harus didengar setiap keluhan dan harapannya dalam mengonsumsi barang/jasa yang dipasarkan produsen. Hal ini dapat menjadi acuan dalam perkembangan bisnis bagi pelaku usaha.
PBB melalui Resolusi Nomor A/RES/39/248 tentang Guidelines for Consumer Protection merumuskan enam hak konsumen yang harus dilindungi, meliputi:
291) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya
2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen 3) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen
4) Pendidikan konsumen
5) Tersedianya ganti rugi yang efektif
6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen b. Hak dan Kewajiban Konsumen Perspektif UUPK
Di Indonesia, salah satu peraturan yang membahas hak dan kewajiban konsumen tertera pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang
29
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), h., 7.Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999, hak-hak konsumen adalah:
301) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi penggantian, apabila barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen dalam perspektif UUPK
Konsumen memiliki berbagai kewajiban dalam transaksi jual-beli barang serta adanya berbagai regulasi terkait perlindungan konsumen. Sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah:
30
Rosmawati, Pokok-pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Depok: Prenada Media, 2018),
h., 51.
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
c. Hak-hak Konsumen Perspektif Hukum Islam
Ajaran Islam yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian berorientasi pada perlindungan hak-hak pelaku usaha/produsen dan konsumen. Agama Islam memberikan ruang bagi konsumen dan pelaku usaha untuk mempertahankan haknya dalam berdagang dengan istilah Khiyar, yaitu:
311) Khiyar Majelis
Khiyar merupakan hak memilih yang ditetapkan pelaku usaha dan konsumen dalam ijab kabul, saat melangsungkan atau membatalkan akad jual beli selama keduanya masih dalam satu majelis (belum berpisah). Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadis dari Hakim bin Hazam, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Dua pihak yang berjual beli memiliki khiyar selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan transparan maka berkah diberikan dalam jual beli keduanya. Sebaliknya, jika keduanya tertutup dan berdusta maka berkah jual belinya hangus”.
2) Khiyar Syarat
31
Yusuf As-sabatin, Bisnis Islam dan Kritik atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis, (Bogor: Al-azhar
Press, 2009), h., 308.
Adalah salah satu pihak yang berakad membeli sesuatu dengan ketentuan memiliki khiyar dalam jangka waktu yang jelas. Selama waktu tersebut, pembeli dapat melaksanakan atau membatalkan jual beli. Syarat ini boleh dipakai keduanya atau salah satu pihak saja. Hal ini sesuai dengan Hadis riwayat Ibnu Umar bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Masing-masing dari dua orang yang berjual beli, tidak ada jual beli bagi keduanya hingga berpisah, kecuali jual beli dengan khiyar”.
323) Khiyar Aibi
Diharamkan bagi seseorang yang ingin menjual barang cacat (cacat produk) tanpa memberitahu kepada pembeli. Uqabah bin Amir menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang Muslim menjual sesuatu kepada saudaranya, sementara di dalamnya terdapat cacat, kecuali ia menjelaskannya”.
(Hadis Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Tabrani)
334) Khiyar Tadlis
Ketika penjual mengelabui pembeli sehingga menaikkan harga barang, maka hal itu haram baginya. Dalam hal ini pembeli memiliki khiyar selama tiga hari, untuk mengembalikan barang tersebut. Kejadian ini berdasarkan pada Hadis Rasulullah yang dituturkan oleh Abu Hurairah:
“Janganlah kalian membiarkan unta dan domba tidak diperah (sebelum dijual). Siapa saja yang membelinya, kemudian setelah ia memerahnya, ia boleh memilih di antara dua hal; ia boleh
32
h., 309.
33
Yusuf As-sabatin, Bisnis Islam dan Kritik atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis, (Bogor: Al-azhar
Press, 2009), h., 310.
mempertahankannya, ia boleh mengembalikannya disertai dengan satu sha’ kurma”.
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
345) Khiyar al-Ghabn al-Fahisy (Khiyar al-Mustarsil)
Khiyar ini bisa termasuk hak dari penjual maupun hak dari pembeli. Sebagai contoh pembeli membeli barang dengan harga 5 dinar, padahal barang tersebut hanya setara dengan 3 dinar. Contoh lainnya adalah penjual menjual barang dengan harga 10 dinar, padahal barang tersebut setara dengan harga 8 dinar. Jika seorang penjual dan pembeli ditipu, maka ia memiliki khiyar untuk menarik diri dari jual beli dan membatalkan akad. Khiyar jenis ini didalamnya terdapat syarat transaksi. Hayan bin Munqidz pernah mendatangi Rasulullah, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah ditipu dalam jual beli”. Rasulullah kemudian bersabda kepadanya:
“Jika engkau membeli maka katakanlah, tidak ada penipuan dan bagiku khiyar tiga hari”.
356) Khiyar Ru’yah
Khiyar ini terjadi apabila pelaku usaha menjual barang dagangannya, sementara barang tersebut tidak ada dalam majlis jual beli. Jika pembeli melihat barang tersebut dan tidak sesuai dengan keinginannya, maka pembeli berhak meninggalkan akad tersebut. Hal ini didasari pada Hadis Rasulullah:
“Barang siapa yang membeli sesuatu dan ia belum melihatnya maka ia memiliki khiyar jika melihatnya; jika ingin ia boleh mengambilnya, jika ingin ia boleh meninggalkannya”.
3634
h., 312.
35
Yusuf As-sabatin, Bisnis Islam dan Kritik atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis, (Bogor: Al-azhar Press, 2009), h., 313.
36
h., 316
7) Khiyar Ta’yin
Khiyar ini memberikan hak pembeli untuk memilih barang yang diinginkan dari sejumlah barang yang dijual walau barang tersebut berbeda harga. Misalnya seseorang membeli empat ekor kambing dari sekumpulan kambing. Hal ini bermaksud untuk menentukan jumlah yang dibeli.
373. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pada Hukum Perlindungan Konsumen Dalam perlindungan konsumen sangat dibutuhkan prinsip-prinsip untuk pertanggungjawaban ketika diberlakukannya suatu hukum. Prinsip ini bertujuan agar dapat mengetahui bagaimana pertanggungjawaban dalam suatu kasus perlindungan konsumen. Prinsip perlindungan konsumen mencari siapa saja pihak yang harus bertanggung jawab dan juga seberapa besar beban tanggung jawab yang diterimanya. Peraturan perundang-undangan memberikan batasan-batasan tanggung jawab yang dipikul oleh pelaku usaha yang melanggaran hak konsumen.
38Prinsip ini sebagian besar membatasi ruang pelaku usaha agar tidak melakukan hal yang dapat merugikan konsumen. Tujuan jelasnya agar menghindari sesuatu yang tidak baik dan benar dalam bertransaksi bersama konsumen.
Konsumen pun juga akan menghadapi masalah apabila tidak memakai prinsip- prinsip tanggung jawab ini. Karena dari prinsip inilah seluruh tanggung jawab akan dibebankan kepada pelaku usaha atau konsumen yang melanggar.
a. Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah mengandalkan hukumnya pada dalil dan fiqih. Prinsip dasar ekonomi Syariah adalah kajian fiqih di dalam muamalat. Salah satu kaidah dasar yang paling utama dan disepakati para ulama yaitu:
3937
h., 317
38
Celina Tri Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), h., 92.
39
Imam Musthofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016),
h., 10.
[Al Ashlu fil mu’amalati ibahatu hatta yadullu dalilun ‘ala Khilafihi]
Artinya:
“Hukum dasar mu’amalah adalah diperbolehkan, sampai ada dalil yang melarangnya”
Berdasarkan kaidah di atas, maka umat Islam dibebaskan untuk mengembangkan mode ekonomi Islam sesuai zaman dan peradabannya. Hal ini diperkuat dengan adanya sistem modern dalam ekonomi Islam. Mu’amalah tidak terlepas dari landasan atau dasar hukum perspektif fiqih, jadi ekonomi Syariah haruslah berdasarkan dalil dan kaidah Islam. Maka dari itu batasan atau yang biasa diartikan dengan prinsip Islam tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum Islam. Prinsip-prinsip dalam tanggung jawab perlindungan konsumen juga sama dengan alur mu’amalah. Prinsi-prinsip tersebut yaitu:
401) Larangan berbuat zalim (Man’u Dzalim)
Zalim adalah melakukan sesuatu tidak pada tempatnya. Dapat diartikan sebagai tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Zalim sangat bertolak belakang dengan keadilan, maka dari itu dilarang berbuat zalim oleh Agama Islam. Di dalam transaksi bisnis haruslah kita berbuat adil mulai dari pelaku usaha dan juga konsumen. Ketika prinsip keadilan tidak terlaksana maka semua kegiatan akan mengalami kegagalan.
2) Siap menerima risiko
Prinsip yang selanjutnya adalah siap menerima risiko, yaitu segala sesuatu kegiatan pasti mempunyai risiko. Terutama dalam hal transaksi ekonomi setiap pelaku usaha dan konsumen mempunyai risiko yang berbeda- beda. Untuk melindungi para pihak, haruslah ada prinsip menerima risiko yang dijalani. Pelaku usaha bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami selama bukan kesalahan yang disengaja. Para pihak konsumen dan
40
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen: Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi
Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018), h., 108.
pelaku usaha harus menerima setiap risiko. Prinsip ini sangat berbarengan dengan tanggung jawab perlindungan konsumen. Apabila semua pihak menjalani prinsip tersebut maka akan jauh dari sengketa.
3) Larangan riba
Riba disepakati keharamannya oleh seluruh ulama bahkan oleh seluruh syariat langit, dengan kata lain riba tidak hanya diharamkan oleh agama Islam saja, tetapi agama-agama samawi yang lainpun juga demikian.
41Allah mengancam orang yang menjalankannya dengan ancaman yang sangat keras.
Allah berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila” (Q.S. Al-Baqarah: 275).
Secara bahasa riba artinya “tambahan” atau “tumbuh”. Secara istilah riba berarti tambahan yang dimiliki salah satu dari dua pihak yang saling bertransaksi tanpa adanya imbalan. Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya, karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
42Larangan riba berarti dalam setiap transaksi tidak boleh berlaku riba.
Riba menjadikan transaksi tersebut menjadi tidak adil dan memberatkan salah satu pihak. Di dalam prinsip pertanggungjawaban haruslah secara baik dan juga tidak ada sistem yang terlarang contohnya riba.
4) Larangan melakukan penipuan
41
Muhammad Tho’in, “Larangan Riba Dalam Konteks dan Teks (Studi Atas Hadist Riwayat Muslim Tentang Pelaknatan Riba)”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 02, NO. 02, (Diakses Juli, 2016), h. 64.
42
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h., 57.
Larangan melakukan penipuan ini sama dengan larangan berlaku gharar. Gharar adalah ketidakjelasan suatu objek dalam transaksi. Bagaimana ingin melakukan transaksi apabila terdapat gharar dalam suatu objek maupun tata cara transaksi. Ketidakjelasan tersebut akan menimbulkan perselisihan antar pihak yang mengakibatkan kegagalan transaksi. Larangan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari ketidak adilan dalam transaksi.
Transaksi konsumen yang di dalamnya ada gharar maka sangat merugikan konsumen. Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai suatu objek maupun sistem jual beli. Sebagai pelaku usaha haruslah bersikap jujur dan bertanggung jawab apabila konsumen merasa dirugikan. Jika dilakukan dengan jujur maka sebuah transaksi akan berhasil.
435) Larangan maysir
Maysir adalah suatu tindakan yang tidak jelas perhitungannya ataupun tidak ada dasar sama sekali. Maysir bisa dikatakan sebagai kecurangan dalam bertransaksi. Sebagai contoh adalah menjual buah-buahan yang masih berada di pohonnya. Berdasarkan prinsip ini maka suatu yang dilarang dalam syariah itu sudah sesuai dengan ketentuan dan porsinya. Sesuatu yang dilarang pasti akan berbuah kebaikan. Hal tersebut dapat menghindari sebuah kecurangan dalam bertransaksi. Agar konsumen lebih terlindungi dan para pelaku usaha dapat bertanggung jawab dengan prinsip yang sudah adil.
6) Prinsip kejujuran
Kejujuran adalah kunci dalam suatu keberhasilan. Prinsip bertanggung jawab harus berbarengan dengan kejujuran. Orang yang jujur akan menghasilkan suatu keadaan yang adil. Khususnya dalam berbisnis pasti yang dicari adalah keuntungan dan keuntungan itu seharusnya berasal dari orang
43
Aulia Muthiah, Hukum Perlindungan Konsumen: Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi
Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018), h., 112.
yang jujur. Prinsip kejujuran merupakan pegangan untuk para pelaku bisnis.
Konsumen dan pelaku usaha sama-sama berpegang pada kejujuran.
Apabila suatu transaksi tidak didasari dengan kejujuran, maka hal tersebut rentan terkena masalah dan kezaliman di dalamnya. Suatu transaksi yang terdapat masalah akan merugikan seluruh pihak. Konsumen dan pelaku usaha haruslah berbuat jujur untuk memenuhi syarat keadilan dalam transaksi ekonomi. Prinsip kejujuran termasuk ke dalam prinsip yang sangat penting untuk hukum perlindungan konsumen.
7) Sadd al-Dzari’ah
Kata Sadd berarti menutup cela atau mencegah kerusakan. Kata dzari’ah merupakan perantara dan jalan kepada sesuatu. Maksud dari saad dzari’ah adalah mencegah atau menahan jalan-jalan menuju kesesatan yang bisa menjerumuskan ke dalam sesuatu yang haram dilakukan. Menurut syariah dzari’ah berarti perantara yang hukumnya mubah namun jika menimbulkan kerugian maka berubah menjadi haram.
44Dzariah harus dihindari karena menimbulkan kerusakan dan kemudharatan. Apabila terjadi kecurangan dalam transaksi bisnis maka sudah termasuk ke dalam prinsip pertanggungjawaban dan harus berbuat adil.
Konsumen dan pelaku usaha sama-sama ingin menghindari permasalahan dalam kegiatan bisnis. Jadi dalam bertransaksi diwajibkan menghindari sarana yang mengakibatkan kerugian baik untuk pelaku usaha maupun konsumen.
b. Prinsip Perlindungan Konsumen Berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen
Prinsip tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dibahas dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Suatu permasalahan dalam kegiatan pelanggaran bisnis haruslah mempunyai prinsip pertanggungjawaban. Semua
44