• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana Kebijakan Nasional Dilaksanakan di Tingkat

Laporan ini telah mendokumentasikan hasil-hasil proyek dengan menyoroti praktek yang baik dari DBE1, bagaimana praktek yang baik dikembangkan dan diuji, serta tingkat keberhasilan diseminasi. Laporan ini bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada Kemendiknas dan Kemenag mengenai pelaksanaan kebijakan nasional di tingkat yang lebih rendah (kabupaten dan sekolah) dan memberikan masukan untuk pembahasan kebijakan nasional.

Dalam bab terakhir ini, kami merangkum beberapa pelajaran penting dan menyampaikan pokok terakhir. Dalam konteks ini, ada dua pesan yang penting: 1. Berdasarkan pengalaman DBE1, kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai

pendidikan dasar terdesentralisasi pada dasarnya saksama, terarah dan dapat dilaksanakan dengan efektif di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota di Indonesia.

2. Agar berhasil dalam pelaksanaan kebijakan di sekolah dan kabupaten/kota, dibutuhkan peningkatan kapasitas dan dukungan tambahan melebihi dari yang biasa diberikan.

Ini khususnya mengacu kepada kebijakan-kebijakan yang meliputi: manajemen berbasis sekolah (MBS) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS), peran komite sekolah, rencana strategis (Renstra) kabupaten/kota, manajemen pendidikan kabupaten/kota, tata layanan pendidikan kabupaten/kota serta peran DPRD, dewan pendidikan dan masyarakat sipil.

Melalui kerja sama dengan mitra Pemerintah Indonesia, DBE1 telah mengembangkan sejumlah praktek yang baik yang mendukung pelaksanaan kebijakan nasional. Praktek yang baik tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut.

Ringkasan Praktek yang Baik yang Mendukung Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah secara Terdesentralisasi

Praktek yang baik dalam penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS): Melalui konsultasi yang erat dengan Kemendiknas dan Kemenag, DBE1 telah mengembangkan dan menguji metodologi penyusunan Rencana Kerja Sekolah yang sejalan dengan kebijakan pemerintah saat ini sehingga diwajibkan kepada sekolah-sekolah. Metodologi tersebut mendukung praktek yang baik dalam perencanaan dan manajemen berbasis sekolah.

Agar sekolah dapat menyusun rencana yang sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang berlaku, yang didasarkan pada informasi dan disusun secara partisipatif, dan dilaksanakan untuk memperbaiki kinerja sekolah maka sekolah

membutuhkan bantuan. Metodologi DBE1 untuk pelatihan dan pembinaan sekolah terbukti telah mencapai hasil praktek yang baik.

Praktek yang baik dalam tata layanan sekolah: Praktek yang baik dalam tata layanan sekolah adalah program pelatihan DBE1 yang mengoperasionalisasi peraturan pemerintah yang berlaku yang mengatur peranan komite sekolah dan kepala sekolah serta mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran dewasa dan pengambilan keputusan partisipatif. Data dasar DBE1 memperlihatkan bahwa sebelum diberikan bantuan proyek, sebagian besar komite sekolah hanya menjadi badan formalitas yang ditunjuk oleh kepala sekolah dan tidak mempunyai peranan selain (1) memungut iuran dan (2) bagi ketua komite, menandatangani anggaran sekolah dan dokumen-dokumen serupa. Sebagian besar kepala sekolah dan anggota komite sekolah tidak mengetahui peraturan pemerintah yang mengatur tentang komite sekolah serta peran dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam peraturan tersebut untuk komite sekolah. Modul-modul pelatihan yang diuji oleh DBE1 menyediakan informasi dan peningkatan kapasitas serta berhasil memberdayakan komite sekolah.

DBE1 juga telah merintis pengembangan pendekatan untuk memberdayakan sekolah melalui komite sekolah dengan berupaya mendapatkan dana desa melalui proses Musrenbangdes/kel. Ini adalah praktek yang baik di mana sekolah-sekolah mengalami kekurangan dana serta sumbangan orang tua murid terbatas akibat adanya kebijakan “sekolah gratis”.

Praktek yang baik dalam manajemen data sekolah: Sebelum intervensi proyek, kebanyakan sekolah tidak mengelola data secara efektif. Kalaupun mereka mengumpulkan data, hal itu biasanya karena diwajibkan oleh dinas di kabupaten atau kecamatan. Data tersebut jarang dianalisa atau digunakan di tingkat sekolah kecuali dalam bentuk yang paling sederhana dan paling mendasar. Karena dianggap kurang berguna, data tidak dihargai dan data yang dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi seringkali tidak lengkap dan tidak akurat.

Praktek yang baik yang dikembangkan oleh DBE1 adalah penekanan pada penggunaan data yang tersedia untuk perencanaan. Sistem Database Sekolah (SDS) memperkenalkan manajemen data berbasis komputer kepada sekolah untuk pertama kalinya. SDS adalah aplikasi yang mudah digunakan, dengan platform Excel yang sudah dikenal untuk menangani data dasar di tingkat sekolah. Sistem ini menghasilkan laporan dalam format yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk berbagai keperluan dan pengguna data, yang meliputi:

• Laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) – untuk bagian yang menangani pengelolaan BOS di Kemendiknas

• Laporan Akreditasi Sekolah – untuk Badan Akreditasi Sekolah (BAS)

• Kartu Laporan Sekolah – untuk komunitas sekolah dan pemangku kepentingan • Profil Sekolah – untuk penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS).

Praktek yang baik dalam analisa keuangan kabupaten/kota: Sebelum intervensi oleh DBE1, kabupaten/kota biasanya menyimpan data keuangan dalam map-map yang tebal dan tidak dapat diakses oleh sebagian besar pembuat kebijakan dan perencana.

Hanya sedikit dilakukan analisa yang berguna. DBE1 melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan pemerintah telah mengembangkan dua alat pendukung untuk melakukan analisa keuangan yang sangat berguna bagi pemerintah lokal maupun yang lebih tinggi dalam penyusunan rencana dan pembuatan kebijakan: Analisa Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) dan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).

Dengan menggunakan alat-alat ini, untuk pertama kalinya pengelola kabupaten dan pemangku kepentingan dapat melakukan penghitungan yang akurat terhadap biaya pendidikan seorang anak di setiap jenjang dalam sistem dan memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang pembiayaan pendidikan dari berbagai sumber anggaran yang tersedia (APBN, APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota).

Akhirnya, pembuat keputusan untuk pertama kalinya dapat secara akurat memprediksi biaya, menghitung kekurangan serta merumuskan kebijakan dan APBD berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya.

Praktek yang baik dalam penyusunan rencana strategis kabupaten/kota: Sebelum DBE1, sebagian besar rencana strategis (Renstra) kabupaten/kota disusun oleh konsultan eksternal yang ditunjuk untuk keperluan tersebut. Renstra biasanya disusun hanya dengan sedikit rujukan data, sedikit analisa dan sedikit atau tanpa konsultasi dengan pemangku kepentingan. Praktek yang baik yang diperkenalkan melalui DBE1 adalah penyusunan rencana strategis berbasis informasi yang diwujudkan menjadi rencana kerja dan anggaran belanja kabupaten/kota dan juga mempengaruhi pengembangan kebijakan yang lebih luas.

Metodologi DBE1 untuk mencapai tujuan ini adalah: • Mendukung pelaksanaan kebijakan Kemendagri 34,

• Mendukung kabupaten/kota untuk merumuskan tujuan strategis berdasarkan analisa data,

• Memuat perangkat lunak (software) yang mudah digunakan untuk analisa (SIPPK),

• Mencakup pengembangan rencana keuangan berdasarkan analisa keuangan, • Membantu mengoperasionalisasi pernyataan visi dan misi kabupaten/kota; • Terpadu dengan rencana strategis nasional Kemendiknas.

Praktek yang baik dalam sistem informasi manajemen pendidikan (EMIS): Berdasarkan hasil kajian EMIS DBE1, yang disampaikan pada bulan April 2007: • Sistem EMIS Kemendiknas tidak dirancang sedemikian rupa agar cukup

memotivasi sekolah dan kabupaten/kota untuk merasa berkepentingan dalam keberhasilan EMIS.

34

Terutama Undang Undang No 25/2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Peraturan Pemerintah yang baru tentang Pendanaan Pendidikan (PP No. 48 tahun 2008)

• Sekolah dan kabupaten/kota akan lebih termotivasi untuk memasukkan data yang lebih akurat dan tepat waktu jika data tersebut tersedia dan siap digunakan untuk penyusunan rencana mereka.

• Kapasitas kabupaten/kota untuk menganalisa data masih rendah.

DBE1 telah mengembangkan sejumlah alat EMIS yang mendemonstrasikan cara menggunakan data untuk perencanaan dan pengembangan kebijakan. Selanjutnya, hal ini menciptakan permintaan, yang mendorong penawaran data yang berkualitas. Alat-alat tersebut mencakup perangkat lunak yang mudah digunakan sehingga data yang ada dapat dianalisa untuk mempengaruhi perencanaan, manajemen dan kebijakan. Melalui kerja sama dengan Pusat Statistik Pendidikan (PSP) Kemendiknas, DBE1 saat ini sedang menguji suatu program untuk memperkuat EMIS di dua kabupaten/kota di Aceh. Hasilnya diharapkan akan mempengaruhi kebijakan nasional. Praktek yang baik dalam tata layanan pendidikan di kabupaten/kota: Tata layanan yang baik pada dasarnya adalah hubungan dan komunikasi yang terbuka dan konstruktif antara eksekutif, legislatif, kepala daerah, masyarakat sipil, pers dan lembaga-lembaga terkait seperti Dewan Pendidikan, sektor swasta, LSM, dan masyarakat yang lebih luas. Transparansi dan akuntabilitas menyangkut berbagai bidang (multidirectional). Hasilnya adalah kebijakan pendidikan, rencana dan manajemen berbasis keterbukaan dalam pemberian informasi yang akurat dan lengkap dan penyuaraan aspirasi oleh pemangku kepentingan utama.

DBE1 telah mengembangkan pendekatan untuk mendukung perumusan kebijakan pendidikan berbasis informasi. Kami mengundang pemangku kepentingan pendidikan utama dalam forum-forum multi pemangku kepentingan dan memfasilitasi tinjauan bersama terhadap hasil analisa data. Dalam konteks ini, kami memfasilitasi dialog kebijakan berdasarkan analisa data dan penilaian kebutuhan. Pendekatan ini memerlukan pengumpulan dan analisa data secara saksama yang diikuti dengan presentasi yang baik; semuanya merupakan hasil dari metodologi pembiayaan dan perencanaan DBE1.

Diseminasi praktek yang baik: Sejauh ini, diseminasi dilakukan terutama di tingkat sekolah. Selain itu, kami sekarang sedang meninjau dampak praktek yang baik dari metodologi DBE1 di tingkat kabupaten/kota. Ini dilakukan dalam rangka kerja sama dengan Kemendiknas, Kemenag, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan donor-donor lain. Metodologi manajemen berbasis sekolah DBE1 telah diperkenalkan di seluruh Indonesia melalui lokakarya regional Kemendiknas dan juga sedang diterapkan dan didiseminasi di daerah-daerah perbatasan, dalam beberapa kasus dengan pendanaan atau dukungan provinsi.

Pada periode terakhir pelaksanaan proyek, berbagai kolaborasi tersebut akan menjadi fokus utama karena metodologi DBE1 dilembagakan dan diubah dari artifak proyek USAID menjadi metodologi resmi pemerintah Indonesia. Praktek yang baik ini telah dikembangkan bersama dengan mitra pemerintah terkait dan mendukung pelaksanaan kebijakan nasional dan provinsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar. Strategi untuk melestarikan dan mendiseminasi praktek yang baik di tertanam pada keyakinan yang telah mendukung pendekatan DBE1 sejak hari pertamanya: bahwa

tugas DBE1 adalah membantu pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan non pemerintah untuk meningkatkan pelaksanaan kebijakan resmi pemerintah Indonesia dengan bersama-sama mengembangkan dan menguji metodologi untuk meningkatkan kapasitas dan mendukung praktek yang baik di kabupaten sasaran.

Ringkasan Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah di Tingkat Lokal

Kebijakan-kebijakan pemerintah diresmikan dalam bentuk hirarki peraturan perundang-undangan yang disahkan oleh DPR, dan peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undangan. Peraturan tingkat tertinggi adalah peraturan pemerintah (PP) yang dikeluarkan oleh Presiden, yang diikuti dengan berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian teknis bersangkutan, yang paling umum disebut peraturan menteri (Permen) (sehingga Permendiknas memaksudkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) 35. Semua intervensi DBE1 telah disesuaikan dengan atau mendukung pelaksanaan peraturan perundang-undangan terkait dengan pendidikan dasar terdesentralisasi. Peraturan perundang-undangan tersebut berhubungan dengan Undang-Undang Pendidikan tahun 2003, paket Undang-Undang Desentralisasi (sehubungan dengan pemerintahan daerah dan keuangan negara) dan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan Nasional. Pelaksanaan peraturan-peraturan teknis di tingkat lokal yang didukung oleh program-program DBE1 terutama adalah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendiknas, Kemenag, Kemendagri dan Kemenkeu.

Seperti diuraikan di atas, patut diperhatikan bahwa pelaksanaan suatu peraturan tertentu dalam kebanyakan kasus secara otomatis mendukung pelaksanaan peraturan atau undang-undang yang lebih tinggi.

Kebijakan penting Kemendiknas dan Kemenag serta Kemendagri, Kemenkeu dan Bappenas yang telah dilaksanakan di tingkat lokal dirangkum sebagai berikut. Setiap kebijakan didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan. Di bawah ini, peraturan perundang-undangan yang disebutkan hanya yang paling sering diacu oleh DBE1.

Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 5/2006, Permendiknas No. 35/2006 dan PP No. 47/2008 tentang Wajib Belajar 9 tahun: Ini adalah kebijakan-kebijakan utama yang mengatur wajib belajar dan mandat pendanaan agar semua anak mempunyai akses ke pendidikan dasar. Metodologi DBE1 di tingkat sekolah dan kabupaten/kota berfokus pada akses pendidikan dan pada perbaikan kualitas pendidikan. Metodologi pembiayaan pendidikan dan program-program tata layanan membantu kabupaten/kota (dan dalam beberapa kasus, provinsi) untuk mengetahui kebutuhan pendanaan guna membantu memastikan akses universal pendidikan dasar dan pengesahan kebijakan daerah untuk meresmikan pendanaan tersebut. AKPK juga membantu kabupaten/kota untuk

melaksanakan kebijakan bahwa 20% dari APBD harus dialokasikan untuk pendidikan (UU 20/2003, Pasal 49)36.

Undang-Undang No. 25/2004 (“tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional”), PP No. 8/2008, dan Permendiknas No. 32/2005: Undang-Undang Perencanaan Pembangunan Nasional dan peraturan pelaksanaannya (PP 8/2008) mewajibkan kementerian di pusat dan pemerintah daerah untuk menyusun rencana strategis jangka panjang dan jangka menengah. Metodologi Renstra DBE1telah membantu lebih dari 30 pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut. Permendiknas 32/2005 adalah peraturan-peraturan menter yang berisi rencana jangka panjang (20 tahun) Kemendiknas serta rencana strategis untuk jangka waktu 2005 – 2010. Rencana strategis Kemendiknas dapat diringkaskan menjadi tiga pilar pendidikan yang lebih baik: akses (termasuk akses universal ke pendidikan dasar), kualitas pendidikan serta manajemen dan tata layanan pendidikan. Semua intervensi DBE1 berfokus pada pelaksanaan kebijakan ini dengan berbagai cara. Metodologi Renstra secara spesifik bertujuan untuk menghubungkan rencana strategis kabupaten/kota dengan rencana Kemendiknas37.

Peraturan Pemerintah No. 19/2005 dan Permendiknas No. 19/ 2007: PP 19/2005 menetapkan Standar Nasional Pendidikan sedangkan Permendiknas No. 19/2007 memperbaharui ketentuan-ketentuan manajemen berbasis sekolah. Kedua peraturan ini memberikan bimbingan teknis untuk melaksanakan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20/2003). Beberapa intervensi DBE1 secara langsung mendukung pelaksanaaan peraturan di tingkat sekolah dan pemerintah kabupaten/kota. Praktek manajemen berbasis sekolah DBE1 memperlihatkan bahwa kebijakan-kebijakan Kemendiknas/Kemenag tentang manajemen berbasis sekolah adalah valid dan dapat dilaksanakan jika digunakan metodologi bantuan teknis dan pelatihan yang tepat.

Program-program DBE1 telah membantu melaksanakan beberapa aspek dari PP 19/2005 berkenaan pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan manajemen dan pendanaan38. Selain mempertimbangkan standar nasional pendidikan dalam pengembangan semua metodologi DBE1, metodologi analisa biaya operasional sekolah DBE1 (BOSP) khususnya telah membantu sekolah dan kabupaten/kota untuk menghitung biaya operasional sekolah yang diperlukan untuk memenuhi Standar Pendidikan Nasional.

Kepmendiknas No 044/U/200239: Surat keputusan menteri tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan ini menguraikan peranan, hak dan tanggung jawab badan-badan yang berwenang tersebut di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Dengan

36 Hasil pelaksanaan AKPK oleh semua kabupaten memperlihatkan bahwa mereka mengalokasikan lebih dari 20% dana APBD untuk pendidikan.

37 Kemenag tidak mempunyai rencana strategis khusus untuk pendidikan. Pendidikan Madrasah tercantum dalam salah satu pasal dari rencana strategis Kemenag di bidang keagamaan.Tetapi, Kemenag diwajibkan untuk mengikuti Standar Nasional Pendidikan sehingga sebagian besar kebijakan yang dilaksanakan melalui program DBE1 juga berlaku bagi Kemenag.

38 Delapan kelompok standar tercantum dalam peraturan. Lihat laporan DBE1, Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan

Dasar Indonesia, Edisi kedua, Hal. 17 untuk uraian tentang standar.

39

disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (20/2003),40 Indonesia secara formal mengadopsi kebijakan manajemen berbasis sekolah untuk semua sekolah dan madrasah negeri maupun swasta. Metodologi pelatihan komite sekolah dan kepemimpinan DBE1 sepenuhnya mendukung pelaksanaan kebijakan ini serta aspek-aspek dari PP 19/2005 dan Permendiknas 19/2007 terkait dengan perencanaan dan penganggaran sekolah.

Surat Edaran Bersama Bappenas dan Kemendagri tentang pedoman Perencanaan Pembangunan (No. 0008/M.PPN/01/2007/050/264/SJ) dan Surat Edaran Kemendagri tentang Pedoman Hibah untuk Pembangunan Desa (No. 140/640/SJ): Metodologi perencanaan strategis kabupaten/kota DBE1 dan pelatihan komite sekolah untuk mengakses dana Pembangunan Desa membantu melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia ini. DBE1 juga sedang mengembangkan metodologi untuk membantu pemerintah kabupaten dalam perencanaan tahunan dengan berfokus pada menghubungkan rencana tahunan dengan rencana strategis. Hal ini belum dibahas karena hal ini belum dilaksanakan sepenuhnya sehingga tidak dilaporkan sebagai praktek yang baik. DBE1 berharap dapat memberikan bantuan teknis di bidang ini kepada semua kabupaten/kota yang telah menyusun rencana strategis (Renstra) pada bulan Juni 2010.

PP 38/2008 dan Permendiknas 12, 13, 19, 24, 50 tahun 2007: Kelima peraturan yang terakhir masing-masing berhubungan dengan peranan pengawas sekolah dan kepala sekolah, manajemen dan infrastruktur sekolah, dan pengelolaan oleh provinsi dan kabupaten/kota. Selain metodologi yang diuraikan di atas (manajemen berbasis sekolah, perencanaan kabupaten dan analisa keuangan serta program-program tata layanan), DBE1 sedang dalam proses mengembangkan metodologi peningkatan kapasitas untuk meningkatkan pengawasan serta pengelolaan aset dan manajemen tenaga kependidikan. PP 38/2008 juga berhubungan dengan pengelolaan aset nasional dan regional yang sedang dibantu pelaksanaannya oleh DBE1 melalui program pengelolaan aset. Intervensi-intervensi yang disebutkan belakangan masih dikembangkan serta diuji, dan belum sepenuhnya dilaksanakan; oleh karena itu, intervensi-intervensi tersebut belum dianggap sebagai praktek yang baik. Kami berharap agar program-program ini dapat sepenuhnya dikembangkan dan dilaksanakan secara terbatas sebelum berakhirnya proyek.

UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/2004 dan PP 48/2008: Paket peraturan pembiayaan desentralisasi ini menentukan bagaimana kabupaten dan provinsi menerima sebagian besar pendanaan dari pemerintah pusat. Karena kompleksnya sistem pembiayaan yang sebagian besar dikendalikan oleh Kemenkeu maka kabupaten/kota (dan beberapa provinsi) kadang-kadang tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah dana yang tersedia atau diharapkan, dan bahkan dalam beberapa kasus, penggunaan dana secara tepat. Metodologi DBE1 untuk perencanaan dan analisa pendanaan pendidikan mempertimbangkan undang-undang ini beserta peraturan pelaksanaannya sehingga dapat mendukung pelaksanaannya di tingkat daerah.

40

Undang Undang Sisdiknas 20/2003 – Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dapat dilihat dalam website DBE, http://www.dbe-usaid.org/ di bawah bagian Resource Materials

PP 48/2008 menguraikan berbagai biaya pendidikan yang perlu didanai: biaya sekolah (investasi, biaya operasional, bantuan keuangan bagi keluarga dan peserta didik). Peraturan pemerintah ini memberikan petunjuk yang terperinci kepada instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah mengenai bagaimana dan untuk apa mengalokasikan pengeluaran dalam anggaran belanja mereka. PP ini juga mengizinkan sekolah untuk memungut sumbangan dari orang tua jika, antara lain, sumbangan tersebut berkaitan dengan rencana strategis dan tahunan sekolah yang berorientasi pada pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP). Metodologi perencanaan dan penganggaran DBE1 dengan jelas mendukung pelaksanaan kebijakan ini.

PP No. 7/1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP): Peraturan ini menjadi dasar untuk evaluasi dan pelaporan tahunan tentang pelaksanaan rencana strategis kabupaten/kota. Sekali lagi, program ini sedang dalam proses pengembangan dan tidak dilaporkan di atas. Semua kabupaten/kota DBE yang telah menyusun Renstra akan dibantu dalam kegiatan ini pada bulan Februari 2010 dalam rangka melaksanakan peraturan ini.

Pelaksanaan Kebijakan EMIS Kemendiknas: Kebijakan EMIS Kemendiknas berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak dikutip di sini. Pendek kata, EMIS tidak terlalu berhasil karena kurang tersedianya data yang valid dari sekolah ke kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota ke kementerian di pusat. DBE1 telah memutuskan bahwa penggunaan data yang lebih baik di tingkat yang lebih rendah (sekolah dan kabupaten/kota) akan meningkatkan ketersediaan data ke tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Tampaknya penggunaan data mendorong tersedianya data yang lebih baik di tingkat kabupaten/kota, tetapi dalam kebanyakan kasus, data tersebut tidak disalurkan secara efisien atau efektif sampai ke Kemendiknas di tingkat nasional. Jadi, DBE1 telah membantu melaksanakan kebijakan EMIS Kemendiknas dengan meletakkan dasar bagi ketersediaan data yang lebih baik di tingkat lokal. Kami sedang menguji penggunaan metodologi ICT yang inovatif dengan Kemendiknas yang mungkin menghasilkan penyerahan data yang lebih baik dari sekolah/kabupaten kepada kementerian di pusat.

Kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kemendiknas/Kemenag: Kemendiknas dan Kemenag mengirimkan dana langsung kepada sekolah dan madrasah untuk membantu pendanaan biaya operasional sekolah untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan41. DBE1 berpendapat bahwa sekolah dan kabupaten/kota menghadapi kesulitan yang besar dalam menafsirkan peraturan tentang BOS dan ketentuan tentang pelaporan. Ketidakpastian ini juga terjadi pada inspektorat nasional dan daerah serta badan-badan audit yang mempunyai penafsiran yang berbeda tentang kebijakan sehingga mengeluarkan temuan-temuan yang saling bertentangan. Tim BOS Kemendiknas meminta agar DBE1 membantu mengklarifikasi prosedur pelatihan. Oleh karena itu, kami menyusun pedoman teknis untuk membantu sekolah memperbaiki pelaporannya tentang penerimaan dan

41 Praktek mendukung sekolah dengan hibah berakar dari Undang-Undang Pendidikan tahun 2003. Namun, praktek ini sebenarnya telah ada sejak krisis keuangan tahun 1999. Lihat Lampiran 2, “Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia”, Edisi Kedua.

penggunaan dana BOS. Pedoman tersebut tercantum dalam Buku Pedoman BOS 2010; kami sedang dalam proses membahas dengan Kemenag bagaimana menggabungkan pedoman teknis ke dalam manual-manualnya yang telah direvisi. (Kebetulan, pedoman yang baru mengharuskan dana BOS didasarkan pada format perencanaan RKS DBE1.) Pada saat penulisan dokumen ini, DBE1 dan Kemendiknas sedang bekerja sama dengan inspektorat dan auditor bersangkutan untuk mencapai pemahaman bersama tentang kebijakan dan peraturan BOS; dan kami sedang mengembangkan sistem pelaporan komputerisasi berbasis sekolah yang sederhana42 yang diyakini oleh Kemendiknas akan banyak meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana BOS.

Kesimpulan

Sekarang kita mengetahui bahwa manajemen dan tata layanan pendidikan terdesentralisasi dapat berhasil di Indonesia. Yang jelas, pelaksanaan kebijakan pemerintah tentang manajemen dan tata layanan pendidikan dasar terdesentralisasi,

Dokumen terkait