• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan dan Hasil-Hasil Praktek yang Baik di DBE1

Mendefinisikan praktek yang baik

DBE1 bermaksud mengembangkan manajeman dan tata layanan pendidikan dasar terdesentralisasi yang lebih efektif. Strategi intinya adalah mengembangkan contoh-contoh praktek yang baik di bidang manajemen dan tata layanan di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota, dan mendukung diseminasi contoh-contoh tersebut ke sekolah dan kabupaten/kota yang lain. Untuk memilih contoh praktek yang baik maka dibutuhkan kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan istilah ‘praktek yang baik’ dan bagaimana kita dapat mengidentifikasinya.

Sebagaimana dalam laporan DBE1 sebelumnya, laporan ini menggunakan istilah “praktek yang baik’, bukan ‘praktek terbaik’. Meskipun istilah praktek terbaik menyiratkan suatu tujuan, ukuran mengenai apa yang ‘terbaik’ memperlihatkan bahwa hanya ada sedikit yang perlu diperbaiki lebih lanjut dan bahwa hanya ada satu jawaban, satu pendekatan ‘terbaik’, sedangkan istilah ‘praktek yang baik’ lebih bersahaja dan bersifat terbuka.

Untuk memilih contoh praktek yang baik maka dibutuhkan kesepakatan mengenai apa yang dimaksud dengan istilah ‘praktek yang baik’ dan bagaimana kita dapat mengidentifikasinya. Praktek yang baik dalam DBE1 didefinisikan melalui hasil penelitian internasional, laporan tentang proyek-proyek yang telah dilaksanakan dan yang terjadi secara bersamaan di Indonesia dan pelajaran yang diperoleh dari pengalaman proyek kami sendiri serta sistem pemantauan dan evaluasi.

Karena konsep ‘praktek yang baik’ atau ‘praktek terbaik’ mulai terbiasa digunakan di lingkungan Pemerintah Indonesia, maka kami mempunyai beberapa referensi dari pihak pemerintah. Kriteria praktek yang baik disebutkan dalam Perjanjian Pembiayaan yang ditandatangani antara Masyarakat Eropa dan Pemerintah Indonesia.2 Perjanjian tersebut menyatakan bahwa Kemendiknas telah mendefinisikan praktek yang baik sebagai suatu praktek yang ‘... meningkatkan segala hal berikut ini: Akses, Kualitas, Relevansi dan Efisiensi pendidikan dasar.3

Menurut laporan baru-baru ini yang disusun untuk Bank Dunia,

‘… Pemerintah Indonesia bahkan telah mendefinisikan praktek yang baik, bersama dengan Masyarakat Eropa, sebagai suatu praktek yang: (1) meningkatkan akses, kualitas, relevansi dan/atau efisiensi, (2) mempertimbangkan keragaman Indonesia dan kapasitas yang berbeda dari kabupaten/kota, dan (3) terjangkau sehingga dapat berkelanjutan.' 4

2

Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar di Indonesia (2005). Perjanjian Pembiayaan, Lampiran 2. hal. 6.

3 Dikutip dalam laporan UNICEF tanggal 27 Juni 2007, Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar di Indonesia; Pemetaan Praktek yang Baik untuk Pengarusutamaan dalam Pendidikan Dasar, Jakarta

4

Bank Dunia (2009), Promosi Praktek yang Baik di Bidang Pendidikan, TF 070811 – Basic Education Capacity TRUST Fund, BEC-TF

Kemendagri baru-baru ini mengeluarkan sebuah rancangan Peraturan Menteri tentang ‘Praktek Terbaik’ di bidang tata layanan pemerintahan: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor … Tahun 2008 tentang Pedoman “Best Practice” Tata Layanan Pemerintahan Yang Baik. Rancangan peraturan menteri ini mendefinisikan ‘Praktek Terbaik’ di bidang tata layanan pemerintahan sebagai berikut:

‘"Praktek Terbaik (Best Practice)" dalam Tata Layanan Pemerintahan yang Baik atau "BP" adalah suatu praktek yang motivasional, inovatif dan berkelanjutan serta dapat dialihkan (sustainable-transferable), dikembangkan oleh Pemerintah Daerah (atau pemangku kepentingan lain) yang melibatkan pemangku kepentingan, dalam memecahkan satu persoalan atau lebih sebagai pendekatan baru yang sebelumnya tidak dilaksanakan dengan prioritas mempercepat terwujudnya kesejahteraan sosial.’

Dengan mengingat berbagai definisi baru tersebut, DBE1 mendefinisikan praktek yang baik sebagai praktek yang memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan dan membantu melaksanakan kebijakan saat ini yang meningkatkan pendidikan dasar secara efisien dan efektif.

Praktek yang Baik dalam Manajemen Berbasis Sekolah

Selama empat setengah tahun pelaksanaan, DBE1 telah membantu kementerian-kementerian penanggung-jawab pendidikan dalam mengembangkan dan menguji pendekatan-pendekatan untuk melaksanakan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Di Indonesia ada dua kementerian pusat yang berurusan dengan pengelolaan sistem pendidikan: Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag)5. Hal ini karena sekitar 20% anak di Indonesia mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah Islam yang dikenal sebagai madrasah. Kepmendiknas No 044/U/20026 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan menguraikan peranan, hak dan tanggung jawab badan-badan yang berwenang tersebut di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Dengan disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (20/2003),7 Indonesia secara formal mengadopsi kebijakan manajemen berbasis sekolah untuk semua sekolah dan madrasah negeri maupun swasta. Pada bulan Juli 2005, Pemerintah Indonesia (GOI) memperkenalkan Bantuan Operasional Sekolah, (BOS)8 suatu skema pendanaan hibah per siswa langsung dari pemerintah pusat, yang memberi sekolah dan madrasah untuk pertama kalinya independensi keuangan9. Kriteria rencana pengembangan sekolah/madrasah (RPS/M) pertama kalinya dituangkan dalam peraturan yang dikeluarkan pada tahun 2005 (PP

5

MONE (bahasa Inggris) dikenal sebagai Kementerian Pendidikan Nasional atau Kemendiknas (bahasa Indonesia). MORA (bahasa Inggris) dikenal sebagai Kementerian Agama atau Kemenag.

6 Kepmendiknas adalah singkatan dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional.

7

Undang Undang Sisdiknas 20/2003 – Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dapat dilihat dalam website DBE, http://www.dbe-usaid.org/ di bawah seksi Resource Materials

8 Lihat laporan DBE1, Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar di Indonesia (November 2007) untuk penjelasan secara lengkap tentang skema BOS beserta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (20/2003) serta undang-undang, peraturan dan kebijakan pemerintah yang penting lainnya.

9

Sekolah dasar di pedesaan sebelum diperkenalkannya BOS mendapatkan anggaran tahunan sekitar Rp 2 juta ($200), cukup untuk membeli sejumlah alat tulis. Buku pelajaran dan kebutuhan lainnya dipasok dari pusat atau dengan pungutan biaya. Sejak tahun 2005 sekolah dasar mendapatkan anggaran lebih dari Rp25 juta ($2.500) dan sejak tahun 2009, anggarannya menjadi Rp 40 juta ($4.000). Sumbangan dari orang tua dan masyarakat serta pendanaan dari sumber lain seperti pemerintah kabupaten dapat semakin meningkatkan jumlah tersebut.

No. 19/2005)10. Pada bulan Juli 2007, peraturan tahun 2005 tersebut direvisi dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang baru Permendiknas 19, 200711 yang mengharuskan semua sekolah dan madrasah di Indonesia untuk menyusun rencana pembangunan sekolah yang dikenal dengan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M).

Sejak diadopsinya kebijakan manajemen dan tata layanan sekolah yang baru, Pemerintah Indonesia telah berupaya melaksanakannya di seluruh 216.000 sekolah dan madrasah. Dalam konteks inilah DBE1 memberikan bantuan dengan mengembangkan dan melaksanakan model perencanaan pembangunan sekolah yang didukung oleh pelatihan kepemimpinan bagi kepala sekolah, pelatihan untuk memperkuat komite sekolah dan sistem database sekolah (SDS) yang baru.

Pengembangan materi DBE1 untuk perencanaan pembangunan sekolah dan aspek-aspek lain dari manajemen berbasis sekolah telah dilakukan melalui konsultasi dengan Kemendiknas dan Kemenag. Sekretariat Manajemen Berbasis Sekolah (Sekretariat MBS) dari Direktorat Pembinaan TK dan Sekolah Dasar, Kemendiknas, memainkan peranan penting dalam proses ini, yang menghasilkan kesepakatan untuk menerbitkan semua materi dengan logo Kemendiknas dan Kemenag dan dengan persetujuan resmi dari Direktur-Direktur Kementerian yang bersangkutan.

Dalam bagian-bagian berikut, proses pengembangan praktek yang baik serta hasil-hasil dari praktek yang baik dijabarkan untuk setiap program Manajemen Berbasis Sekolah yang utama: Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Penguatan Komite Sekolah, Pelatihan Kepemimpinan dan Sistem Database Sekolah.

Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah (RPS/M atau RKS/M) 12

Inti dari keberhasilan manajemen berbasis sekolah adalah komitmen kepada anak-anak, kepada kegiatan belajar mengajar, kepada perbaikan yang terus menerus, kepada perencanaan yang baik dan kepada partisipasi semua pemangku kepentingan.

10

PP singkatan dari Peraturan Pemerintah, dan biasanya berfungsi untuk menafsirkan suatu undang-undang sebagai kebijakan yang lebih tinggi tingkatannya ke dalam ketentuan-ketentuan operasional.

11 Permendiknas adalah singkatan dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

12 Secara formal dalam bahasa Indonesia disebut Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Setelah terjadi perubahan kebijakan pemerintah, rencana tersebut sekarang disebut Rencana Kerja Sekolah (RKS).

Salah satu aspek terpenting dari pendekatan DBE1 adalah secara konsisten menyelaraskan model dan manual perencanaan pembangunan sekolah, pelatihan kepemimpinan, penguatan komite sekolah dan sistem database sekolah dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang terbaru. Melalui pendekatan ini, proyek telah berhasil menerjemahkan praktek baik internasional yang mapan ke dalam konteks Indonesia. Penyelarasan strategis input proyek dengan peraturan-peraturan saat ini sangat meningkatkan potensi pelaksanaan, diseminasi dan keberlanjutan proyek.

Kemendiknas mengakui hal ini dalam definisinya tentang manajemen berbasis sekolah, yang menggunakan hasil dari proyek-proyek sebelumnya termasuk CLCC UNICEF, untuk mendefinisikan manajemen berbasis sekolah yang terdiri dari tiga pilar: Manajemen, Partisipasi Masyarakat dan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)13. Dalam konteks ini, perencanaan pengembangan sekolah memainkan peranan yang penting.

Dengan mengikuti model-model praktek yang baik yang telah mapan dan dengan menggunakan hasil dari proyek-proyek sebelumnya, DBE1 telah membantu sekitar 1.076 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (MI) serta 202 sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah (MTs) untuk menyusun dan melaksanakan rencana pengembangan sekolah secara komprehensif yang:

• Memusatkan perhatian pada perbaikan kualitas dan didasarkan pada kebutuhan yang diidentifikasi melalui data yang dikumpulkan dan dianalisa dalam profil sekolah,

• Mencerminkan aspirasi dan prioritas pemangku kepentingan,

• Terintegrasi dan mencakup semua aspek utama dari program sekolah, • Bersifat tahunn – umumnya selama empat tahun,

• Memiliki multi sumber daya – semua sumber pendanaan dan sumber daya dicakup, termasuk hibah blok dari pemerintah pusat (Bantuan Operasional Sekolah/BOS), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan orang tua murid, dan sumber-sumber lain,

• Berkaitan langsung dengan rencana kerja tahunan (RKT) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), dan

• Secara efektif dilaksanakan dan dipantau oleh komite sekolah dan pemangku kepentingan.

Melalui konsultasi dengan pemangku kepentingan nasional dari Kemendiknas dan Kemenag, DBE1 mengembangkan sebuah manual (buku pedoman) awal untuk penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah (RPS/M) tahun 2005-6. Manual ini didasarkan pada peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan (PP No. 19/2005). RPS/program yang pertama dilaksanakan di sekitar 500 sekolah dan rancangan pertama dari manual RPS/M dievaluasi dan direvisi menjelang akhir tahun 2006. Manual yang telah direvisi tersebut digunakan untuk melatih lebih dari 50 sekolah lagi pada Tahun ke-2 proyek. Dengan menggunakan manual-manual tersebut, DBE1 menyediakan bantuan yang intensif kepada 1.076 sekolah dasar untuk

menyusun rencana pengembangan sekolah berbasis kebutuhan yang komprehensif melalui kerja sama dengan masyarakat.

13

Tabel 1 Uraian program dan kegiatan SDN Kutorejo III, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, seperti tertera dalam Rencana Pengembangan Sekolah periode

2007-2010

Segi-segi utama dari metodologi perencanaan pengembangan sekolah yang dianggap sebagai praktek yang baik adalah sebagai berikut:

• Menyusun rencana sekolah melalui pembentukan kelompok-kelompok kerja yang beranggotakan para pemangku kepentingan dari masyarakat, komite sekolah, guru dan kepala sekolah.

• Prosesnya difasilitasi oleh pengawas sekolah setempat, awalnya dengan dukungan dari personil proyek.

• Kelompok kerja ikut dalam serangkaian lokakarya pelatihan yang didukung dengan sejumlah kunjungan lapangan oleh fasilitator (pengawas sekolah). • Rencana didasarkan pada pengumpulan dan analisa data yang saksama.

Uraian Program & Kegi atan

Jenis Harga Jml. Satuan Jml . Biaya Jml. Satuan Jml. Bi aya Jml . Satuan Jml. Biaya

1 2 3 4=6+8+10+12 5=7+9+11+13 6 7=6x3 8 9=8x3

A. Peningkatan kuali tas sekol ah ramah anak

1.6 - Pemberian Tambahan Pel ajaran Orang/thn 7,000 1,165 8,155,000 269 1,883,000 296 2,072,000 - Peningkatan ki nerja guru melalui

KKG dan pel atihan DBE II 1.2 - Pemberian beasiswa kepada

peserta didi k sec. ekonomi kurang Orang/thn 120,000 54 6,480,000 12 1,440,000 13 1,560,000 mampu

- Pemberi an seragam sekolah kepada Orang/thn 30,000 54 1,620,000 12 360,000 13 390,000 pst didik sec. ekon. Kurang mampu

1.4 - Pengadaan ekstrakurikul er:

- Seni Orang/thn 22,000 279 6,138,000 60 1,320,000 66 1,452,000 - Ol ahraga Orang/thn 14,000 279 3,906,000 60 840,000 66 924,000 - Pengadaan guru/pelati h ekstrakurikuler

B. Peningkatan Kual itas P. Pembelajaran

2.1 Penyusunan si labus dan RPP 5 mapel Orang/thn 13,000 1,165 15,145,000 269 3,497,000 296 3,848,000 dan penilai an semua sistem

2.2 Pengadaan alat peraga Orang/thn 5,000 1,165 5,825,000 269 1,345,000 296 1,480,000 C. Peningkatan Manajemen Sekolah

3.1 - Pelatihan advokasi kuirkul um thn 06 - Pel atihan DBE1 dan DBE2

3.6 Pengadaan brosur, pengumuman Orang/thn 1,000 1,165 1,165,000 269 269,000 296 296,000 pada masyarakat terbuka, internet

untuk penyampaian informasi D. Peni ngkatan Peran Serta Masyarakat

4.1.1 - Pemil ihan pengurus komite sekolah Orang/thn 5,000 300 1,500,000 0 300 1,500,000 sec. demokratis

4.1.1.2 - Penyusunan pengurus komite sek. dari berbagai unsur

E. Prestasi peserta di dik

5.1.1 Tambahan pelajaran untuk Orang/thn 30,000 149 4,470,000 32 960,000 35 1,050,000 Peningkatan Nil ai UAS

5.1.5 Tambahan pelajaran utk pembinaan Orang/thn 45,000 46 2,070,000 10 450,000 11 495,000 siswa berprestasi

F. Sumber daya pendidi kan

6.2.2 Pengadaan buku 4 mapel rasio 1:1 dalam kurun wkt 4thn mulai 07/08

6.2.5 Pembuatan gapura Orang/thn 101,360 250 25,340,000 100 10,136,000 50 5,068,000 TOTAL BIAYA 393,360 6,071 81,814,000 1,362 22,500,000 1,738 20,135,000

Pada tahun 2008, setelah pertemuan multi-donor di Bank Dunia, tim nasional DBE1 mengadakan pertemuan dengan donor lain, Kemendiknas dan Kemenag untuk berbagi pengalaman, memetakan program manajemen berbasis sekolah dan membentuk forum multi pemangku kepentingan. Dalam konteks ini, informasi disampaikan kepada para donor dan Kemendiknas mengenai pendekatan perencanaan pengembangan sekolah. Juga turut hadir dalam pertemuan ini para wakil dari Bank Dunia, AusAID, (IAPBE, NTT PEP, LAPIS), Yayasan Kartika Sukarno, Plan International, Save the Children, UNESCO, UNICEF, World Vision dan JICA. Secara menonjol ditegaskan bahwa pendekatan penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah (RKS/M) oleh DBE1 adalah satu-satunya pendekatan yang saat ini selaras sepenuhnya dengan peraturan pemerintah yang berlaku (terutama Permendiknas 19/2007). Fakta ini sangat dihargai oleh Kemendiknas (terutama Direktorat Pembinaan TK/SD dan Direktorat Pembinaan SMP) dan sebagian besar merupakan keberhasilan program di lapangan serta minat yang kuat untuk melakukan diseminasi.

Penguatan Komite Sekolah

Praktek yang baik dalam manajemen berbasis sekolah mencakup bukan hanya perencanaan yang baik melainkan juga partisipasi aktif semua pemangku kepentingan. Ketika orang tua murid, warga masyarakat, guru – dan, bila perlu, peserta didik – berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan, mereka kemungkinan besar lebih berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan keputusan dan rencana tersebut. Idealnya, pendidikan sekolah adalah kemitraan antara rumah tangga/masyarakat dan sekolah dengan setiap orang yang mempunyai visi yang sama untuk perbaikan kualitas; setiap orang yang mempunyai rasa memiliki, tanggung jawab dan komitmen untuk bekerja bersama dalam rangka mewujudkan visi tersebut. Kepmendiknas No 044/U/200214 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan menguraikan peranan, hak dan tanggung jawab badan-badan yang berwenang tersebut di tingkat sekolah dan kabupaten/kota.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini dan perubahan menjadi kemitraan yang lebih besar antara sekolah dan masyarakat, dan untuk menciptakan model-model praktek yang baik dalam tata layanan sekolah maka DBE1 telah mengembangkan dan menguji materi-materi pelatihan untuk memperkuat peranan komite sekolah. Pelatihan dirancang untuk meningkatkan pemahaman komite sekolah tentang peranan mereka berdasarkan Kepmendiknas dan memperkuat kapasitas mereka untuk memenuhi peranan tersebut. Pelatihan komite sekolah oleh DBE1 terdiri dari empat belas modul yang dirancang untuk dilaksanakan dalam enam tahap. Pendekatan ini memberi sekolah kesempatan untuk memilih modul-modul yang paling cocok dari menu, setelah menyelesaikan pelatihan pengenalan standar.

Pelatihan untuk memperkuat peranan komite sekolah telah diselenggarakan di semua sekolah dasar dan madrasah yang didukung oleh DBE1. Keempat belas modul

14

pelatihan tersebut disusun berdasarkan tema sehingga sekolah-sekolah dapat memilih topik-topik yang paling cocok untuk pengembangan kapasitas.

Bagian 1: Pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah

Bagian 2: Penilaian Sendiri dan Penguatan Organisasi, meliputi pembentukan dan perwakilan komite, sensitivitas terhadap gender, sensitivitas terhadap diversitas dan kelompok-kelompok marginal, serta organisasi komite sekolah.

Bagian 3: Administrasi dan Manajemen: meliputi organisasi komite sekolah/madrasah, penyusunan anggaran dan rencana kerja dasar

Bagian 4: (pilih dari menu) Memperkuat peranan komite: meliputi partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, menilai aspirasi masyarakat, mengembangkan kemitraan, sumber pendanaan alternatif dan partisipasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa/kelurahan (musrenbangdes/kel).

Bagian 5 (pilih dari menu): Memperkuat peranan komite: meliputi pelaporan keuangan yang sederhana, dan mengidentifikasi sumber daya pembelajaran.

Sebagian karena adanya keterlibatan komite sekolah dan anggota masyarakat dalam perencanaan sekolah dan pelatihan untuk komite sekolah dan kepala sekolah, komunitas sekolah DBE telah menyumbangkan lebih dari Rp. 25 milyar ($2.7 juta) sampai bulan Desember 2009 untuk membantu sekolah melaksanakan rencana mereka.

Selain itu, pada tahun 2008, DBE1 telah mengembangkan materi pelatihan untuk mendukung pelaksanaan undang-undang beserta peraturan-peraturan terkait tentang perencanaan pemerintahan dan pembangunan tingkat desa – terutama untuk mendukung pelaksanaan rencana pengembangan sekolah.

Modul pelatihan yang baru telah dikembangkan dan kemudian dilaksanakan di semua sekolah dukungan DBE1 untuk mempersiapkan komite sekolah dalam rangka mendukung proses konsultasi masyarakat yang diadakan setiap tahun pada bulan Januari-Februari. Proses konsultasi ini, yang disebut musrenbangdes/kel15 adalah bagian dari proses konsultasi perencanaan dari bawah ke atas (bottom-up) secara luas yang diadakan setiap tahun di semua kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Proses perencanaan pembangunan ini dilayanan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)16 berdasarkan UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional17. Dana pembangunan dialokasikan kepada desa dan kabupaten/kota sebagai bagian dari program perencanaan pembangunan.

Program ini memberikan kesempatan yang sangat baik kepada sekolah-sekolah untuk mendapatkan Anggaran Alokasi Desa/Kelurahan (ADD) dalam rangka membiayai rencana pengembangan sekolah. Hasil evaluasi awal terhadap program ini yang dilaporkan dalam studi dampak yang akan diterbitkan pada bulan Maret 2010,18

15

Musrenbangdes/kel adalah singkatan dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Kelurahan

16 Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri

17

Undang Undang No 25/2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional

18 DBE1, 2009, (draft), Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia, Pengalaman DBE1; Studi Dampak 2009.

menyingkapkan bahwa melalui proses musrenbang, komite sekolah dari sekolah-sekolah peserta program DBE1 telah menyediakan dana sekitar Rp 1.143.200.000 (US$ 115.000) untuk program pengembangan sekolah. Dari 368 program yang diusulkan oleh anggota komite sekolah dalam musrenbang, 65% di antaranya berasal dari rencana pengembangan sekolah (RPS/RKS).

Gambar 2 Pedoman Penguatan Komite Sekolah/Madrasah DBE1

Pelatihan komite sekolah yang diselenggarakan melalui DBE1 tidak hanya memperkuat tata layanan sekolah melainkan juga memberikan kesempatan yang penting bagi masyarakat dan warga setempat untuk menikmati demokrasi secara terbuka dan partisipatif di tingkat bawah (grass roots level). Sistem pendidikan serta sekolah dan madrasah di bawahnya merangkul masyarakat lokal dan kehidupan rakyat Indonesia lebih jauh daripada instansi pemerintah lain manapun. Potensi dampak dari meningkatnya tata layanan sekolah melalui komite sekolah adalah penyelenggaraan pelatihan yang sangat luas di bidang demokrasi bagi masyarakat di tingkat bawah.

Pelatihan Kepemimpinan Sekolah

Pelatihan kepemimpinan (leadership training) bagi kepala sekolah (dan pengawas) merupakan salah satu komponen dalam program DBE1 untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Tujuan dari pelatihan ini adalah memperkuat kapasitas kepala sekolah dalam melaksanakan tugas hariannya – dengan perhatian khusus untuk mengembangkan pendekatan kepemimpinan yang terbuka, inklusif dan partisipatif. Strateginya adalah membantu kepala sekolah untuk memahami apa artinya kepemimpinan yang efektif dalam praktek, dan mendukung kepala sekolah menilai gaya kepemimpinannya serta mengembangkan rencana singkat untuk perbaikan diri. Tujuan yang lebih luas adalah, dengan meningkatkan kualitas kepemimpinan sekolah, memfasilitasi partisipasi masyarakat dan pelaksanaan rencana pengembangan sekolah.

Pelatihan kepemimpinan sekolah terdiri dari dua acara yang masing-masing berlangsung selama sehari. Pelatihan hari pertama diadakan sebelum proses perencanaan RKS/M guna mempersiapkan kepala sekolah untuk memikul peranannya sebagai pemimpin dan memperlengkapi kepala sekolah untuk mengelola partisipasi komite sekolah dan pemangku kepentingan yang lain. Pelatihan hari kedua diselenggarakan setelah tahun pertama pelaksanaan rencana pengembangan sekolah (RKS/M). Meskipun tidak mungkin untuk mengikuti urutan ini secara saksama, pelatihan selama dua hari ini sejauh ini telah diselenggarakan bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah di semua sekolah dasar dan menengah pertama dan madrasah sasaran.

Gambar 3 Kepala madrasah sedang membicarakan alokasi dana dengan guru-guru

Pada tahun 2009, sebuah studi kecil diadakan di Karanganyar untuk menilai dampak dari program ini.19 Hasil studi menunjukkan bahwa pelatihan tersebut telah memberi kepala sekolah pemahaman baru mengenai cara menjadi seorang pemimpin. Dampak yang dirasakan meliputi peningkatan pengetahuan kepala sekolah, perubahan manajemen kepala sekolah, gaya kepemimpinan serta hal-hal lain. Namun, dampak yang paling sering disebutkan dari pelatihan ini adalah meningkatnya pengetahuan tentang kepemimpinan. Meskipun sulit untuk memilah-milah dampak langsung dari dua hari pelatihan tentang kepemimpinan yang diselenggarakan bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah ini, berdasarkan studi kasus tersebut, kita dapat mengatakan dengan yakin bahwa secara umum program DBE1 mempunyai dampak penting yang dapat diidentifikasi terhadap pendekatan kepemimpinan dan manajemen yang dilakukan oleh para kepala sekolah.

19 Lihat: DBE1, 2009, (draft), Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia, Pengalaman DBE1; Studi Dampak 2009.

School Database System

DBE1 melakukan kegiatan sepanjang tahun 2006 dan 2007 melalui kerja sama dengan DBE2 untuk mengembangkan aplikasi perangkat lunak yang disebut Kartu Laporan Sekolah (School Report Card/SRC) untuk menyampaikan laporan kinerja sekolah kepada orang tua murid dan warga masyarakat.

Gambar 4 Lembar Mutu Sekolah

Dengan adanya landasan ini, di akhir tahun 2007 dan 2008, DBE1 memperluas program SRC dengan mengembangkan Sistem Database Sekolah terpadu (SDS) yang mencakup semua data yang diperlukan sebagai kelengkapan pelaporan selain SRC; data tersebut mencakup: data untuk mengikuti proses akreditasi sekolah yang disampaikan kepada Badan Akreditasi Sekolah (BAS), laporan penggunaan dana bantuan BOS dan rencana jangka menengah dan tahunan serta anggaran belanja (Error! Reference source not found.).

SDS mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan inisiatif dari dalam proyek menjadi suatu inisiatif yang unik untuk mendukung pelaksanaan Sistem

Dokumen terkait