• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana Menjawab Salam non-Muslim

Dalam dokumen Salam terhadap non-muslim perspektif hadis (Halaman 47-57)

BAB III HADIS-HADIS YANG BERKAITAN DENGAN SALAM

B. Hadis-hadis yang Berkaitan dengan

1. Bagaimana Menjawab Salam non-Muslim

3. Larangan Memulai Salam kepada non-Muslim

4. Memberi Salam dalam Majlis yang Berisi Kaum Muslim dan Musyrik 5. Bagaimana Menulis Surat Untuk non-Muslim

6. Mengucapan Salam Kepada non-Muslim

7. Tidak mengucapkan dan juga tidak menjawab salam atas orang yang berdosa

8. Larangan Membunuh non-Muslim yang Memberi Salam

Untuk tema yang pertama, yaitu bagaimana menjawab salam non-Muslim terdapat tiga hadis yang berkaitan. Pertama, Menjawab dengan “wa ‘alaikum”. Kedua, Menjawab dengan “’alaika” atau “wa ‘alaika”. Ketiga Menjawab dengan “

‘alaika mā qulta”.

Tema ke-enam, yaitu mengucapkan salam kepada non-Muslim terdapat dua hadis yang berkaitan. Pertama, tidak perlu menarik ucapan salam kepada non-Muslim. Kedua, meminta kembali ucapan salam. Sementara untuk tema-tema yang lainnya, masing-masing hanya terdapat satu hadis saja.

35

B. Hadis-hadis yang Berkaitan dengan Salam Terhadap non-Muslim

1. Bagaimana Menjawab Salam non-Muslim

Tema yang pertama membahas mengenai hadis-hadis tentang bagaimana Nabi menjawab salam non-Muslim, terdapat tiga hadis yang termasuk dalam tema ini, yaitu Nabi menjawab salam dengan ucapan “wa ‘alaikum”, Nabi menjawab dengan ucapan“’alaika” atau “wa ‘alaika”, serta Nabi memerintahkan untuk menjawab dengan “ ‘alaika mā qulta”.

a. Menjawab dengan “wa ‘alaikum”

Telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Harb telah bercerita kepada kami Hammad dari Ayyub dari Ibnu Abi Mulaikah dari ‘Aisyah RA. bahwa orang-orang Yahudi datang menemui Nabi SAW. lalu mereka mengucapkan “ al-sāmu ‘alaika” (Kecelakaan atau racun buatmu), maka ‘Aisyah melaknat mereka. Beliau bertanya: “Kenapa kamu berbuat begitu”. Aku jawab: “Apakah Tuan tidak mendengar apa yang mereka ucapkan?” Beliau menjawab: “Apakah kamu tidak mendengar apa yang aku katakan?” (Aku kepada mereka): “Wa ‘alaikum (namun juga buat kalian)”.5

Hadis ini menggambarkan tentang kelembutan Nabi bahkan saat menghadapi musuhnya yang secara terang-terangan menghinanya dengan mengucapkan perkataan

5Ṣahih al-Bukhari, Kitab : Jihad dan penjelajahan, Bab : Mendoakan orang-orang musyrik agar mendapatkan kekalahan dan kehancuran, No. Hadis : 2718, (CD Lidwa Pustaka)

yang kasar padanya. ‘Aisyah menerangkan, bahwa beberapa orang Yahudi masuk ke tempat Nabi lalu mengatakan “al-sāmu ‘alaikum” dengan cara memberi pengertian, bahwa mereka mnegucapkan “al-salāmu‘alaika”.

Melihat peristiwa itu, ‘Aisyah mengucapkan “wa ‘alaikum al-sāmu wa al -la‘nat” kepada para tamu Yahudi yang tidak sopan itu. Nabi menegur ‘Aisyah dengan mengatakan “Perlahan-lahan, hai ‘Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai keramahan dalam semua urusan.” Maka ‘Aisyah bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, apa engkau tidak mendengar yang mereka ucapkan?”. Rasulullah menjawab “Aku telah mengucapkan ‘wa ‘alaikum’.”6

Hadis ini ṣ aiḥ karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukahri dan Imam Muslim telah disepakati ke-ṣ aiḥ -annya oleh para ulama.

b. Menjawab dengan “’alaika” atau “wa ‘alaika”

6

Tim penulis Paramadina, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, (Jakarta: Paramadina, 2004) h. 69

37

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, Yahya bin Ayyub, Qutaibah dan Ibnu Hujr lafazh ini miliknya Yahya bin Yahya. berkata Yahya bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami. Dan yang lainya berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma‘il yaitu Ibnu Ja‘far dari ‘Abdullah bin Dinar bahwa ia mendengar Ibnu 'Umar berkata; Rasulullah SAW. bersabda: “ Orang-orang Yahudi, bila mereka memberi salam kepadamu, maka salah seOrang-orang di antara mereka ada yang mengucapkan: Al-sāmu ‘alaikum (semoga kematian bagi kalian). Maka jawablah: ‘Alaika!” Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdur Rahman dari Sufyan dari ‘Abdullah bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dari Nabi SAW. dengan redaksi yang serupa. Hanya saja dia berkata; ‘Maka ucapkanlah oleh kalian;

‘Wa ‘alaika’.7

Para ulama berbeda pendapat tentang menyebutkan atau tidak menyebutkan huruf wawu dalam menjawab ucapan salam non-Muslim, karena perbedaan pandangan mereka mengenai riwayat yang lebih kuat diantara kedua riwayatnya.

Ibn ‘Abd al-Barr menyebutkan dari Ibn Habib, bahwa pengucapannya tanpa huruf wawu adalah karena jika diucapkan dengan huruf wawu berarti menyertakan kita didalamnya. Ia memaparkan, bahwa huruf wawu dalam redaksi seprti ini mengandung arti mengakui redaksi pertama dan mengaitkan redaksi kedua dengan yang pertama, seperti ucapan “Zaidun Kātibun, faqultu: washāriʻ un” artinya: Zaid adalah penulis, lalu aku mengatakan dan juga penyair. Ini berarti menetapkan kedua sifat itu pada diri Zaid.

7Ṣahih Muslim, Kitab : Salam, Bab : Larangan memulai Ahl al-Kitāb dalam memberikan salam, No. Hadis : 4026, (CD Lidwa Pustaka)

Ibn Baṭ al menukil dari al-Khatabi menyerupai apa yang dikatakan oleh Ibn Habib, dia berkata, “riwayat orang yang meriwayatkannya dengan redaksi “’alaikum” tanpa huruf wawu adalah lebih baik daripada riwayat yang menyebutkan huruf wawu, karena maknanya adalah “aku mengembalikan apa yang kalian katakana itu kepada diri kalian”. Sebab, dengan menyertakan huruf wawu, maka maknanya menjadi “ʻ alaiya wa ‘alaikum” (atasku dan atas kalian), karena huruf wawu adalah partikel penggabung yang berfungsi menyertakan.”8

Sama halnya dengan hadis pertama, hadis ini berderajat ṣ aiḥ, karena diriwayatkan oleh Imam Muslim.

c. Menjawab dengan “ ‘alaika mā qulta”

Telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid telah menceritakan kepada kami Yunus dari Syaiban dari Qatadah telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik bahwa seorang Yahudi datang kepada Nabi SAW. serta

8

Al-Nawawi, Sharah al-Nawawi ‘ala Muslim, (CD al-Maktabah al-Syamilah, Global Islamic Software, 1991-1997)

39

para sahabatnya kemudian mengatakan; Al-sāmu 'alaikum. Kemudian orang-orang menjawab. Lalu Nabi SAW. bertanya: “Tahukah kalian apa yang ia katakan ini?” Mereka berkata; Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui wahai Nabi Allah. Beliau berkata: “Tidak, akan tetapi ia mengatakan demikian dan demikian, tolong ringkuslah Yahudi itu kepadaku.” Kemudian mereka pun meringkus Yahudi dan diseret ke hadapan Rasulullah Saw. Beliau menginterogasinya dengan bertanya: “Apakah engkau mengatakan; Al-sāmu ‘alaikum?” (kematian untuk kalian)? Ia berkata; ‘ya’. Nabi saw. berkata di saat itu: “Apabila salah seorang dari ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian maka katakan; ‘alaika maa qulta.” (bahkan untuk mu yang kau ucapkan itu) Beliau membaca ayat: “Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan ditentukan Allah untukmu.” (QS. Almujadilah 8), Abu Isa berkata; hadis ini adalah hadis hasan ahih.9

Anas bin Malik berkata “Datang orang Yahudi kepada Nabi dan para sahabat Nabi, mereka mengucapkan “al-sāmu ‘alaikum” yang artinya kematian atas kalian, maka para sahabat menjawabnya, mereka mengira bahwa yang diucapakan Yahudi adalah “al-salāmu ‘alaikum”. Nabi bertanya “Apakah kalian tahu apa yang Yahudi itu katakan?” sahabat menjawab “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui akan hal itu.” Nabi berkata “Tidak, sesungguhnya dia mengatakan al-sāmu ‘alaikum’, bawalah Yahudi itu kepadaku!” kemudian Nabi bertanya kepada Yahudi itu “Apakah kamu mengtakan ‘al-sāmu ‘alaikum’? dia menjawab “ya”. Nabi berkata menganai hal ini “Apabila salah seorang Ahl al-Kitāb mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah “atasmu apa yang engkau katakan”. Kemudian Nabi membacakan ayat “Dan apabila mereka (Yahudi) datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan ditentukan Allah untukmu", yaitu ucapa ‘al-sāmu ‘alaikum’. Al-Qurthubi berkata “Yahudi mendatangi

9

Sunan al-Tirmidzi, Kitab : Tafsir al Qur`an, Bab : Diantara surat al-Mujādilah, No. Hadis : 3223, (CD Lidwa Pustaka)

Nabi mengatakan ‘al-sāmu ‘alaikum’, secara ẓ ahir dia mengatakan ‘al-salāmu ‘alaikum’, tetapi dalam hatinya ia mendo‘akan kematian, maka nabi menjawab

‘alaikum’ dalam riwayat lain mengatakan ‘wa ‘alaikum’.10

Hadis ini merupakan asbāb al-wurūd dari al-Quran surat al-Mujadilah ayat 8:















































































Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Qs. Al-Mujadilah: 8)

Pada ayat ke 7 surat al-Mujadilah telah dijelaskan bahwa segala bisikan, desas-desus dan pertemuan rahasia pasti Allah mengetahuinya. Maka orang yang beriman akan berhati-hati akan hal itu. Tetapi bagi orang-orang yang bersifat munafik, meskipun mereka telah diperingati supaya bergaul dengan jujur dan dilarang

10

Imam al-Hafiẓ Abi al-‘ula Muhammad ‘Abdurrahman Ibn ‘Abdurrahim al-Mubarakfuriy,

Tuhfat al-Ahwadhi bi Sharh Jāmi‘ al-Tirmidhi, (Beirut: Daar al-Kutb al-‘Alamiyah, 1410 H-1990 M) h. 136

41

melakukan pembicaraan rahasia, namun mereka tetap melakukannya. Mereka selalu mencari berbagai jalan supaya kewibawaan Rasul dapat dirusak.

Yang menjadi bisikan rahasia mereka ada tiga hal, 1) dosa, yaitu memfitnah, mengada-ada, membalas dendam, 2) permusuhan, diantaranya mengatur siasat untuk mengalahkan lawan. 3) menentang Rasul.

Hasil dari pembicaraan rahasia mereka adalah mereka sengaja menemui Rasul bukan dengan maksud yang baik, melainkan karena hendak mempertontonkan kebenciannya dengan mengucapkan kata-kata yang pada lahirnya seperti memberi hormat, tetapi dalam batinnya berisi penghinaan dan kutukan. Yaitu dengan mengucapkan “al-sāmu’alaikum” seperti dalam hadis di atas.11

Mereka melakukan hal itu semata-mata untuk membuktikan kenabian Muhammad. Merka berkata dalam hati, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” artinya mereka berkata ‘jika benar Muhammad itu nabi, tentu kehormatannya dijaga oleh Tuhan, maka atas ucapan seperti itu pastilah Allah tidak akan menangguhkan azab-Nya. Tetapi Allah tidak mengazab kami.” Dikatakan bahwa orang-orang Yahudi itu mengucapkan ‘dan kematian tas kalian’ jika Muhammad benar seorang nabi, maka ucapannya atas kami akan langsung dikabulkan oleh Allah, dan mereka pasti akan segera mati. Di sinilah letak keheranan mereka, padahal mereka Ahl al-Kitāb, semestinya mereka tahu bahwa para nabi memang terkadang murka, tetapi kemurkaan mereka bukan berarti

11

langsung diiringi azab Allah kepada orang-orang yang membuat para nabi murka. Selain itu juga mereka tidak mengerti bahwa Allah mempunyai sifat Maha Pemurah, Dia tidak menyegerakan azab kepada mereka karena mencela-Nya, apalagi hanya karena mereka mencela nabi-Nya. Maka di akhir ayat ini Allah berfirman, “Cukuplah bagi mereka Jahannam.” Balasan bagi mereka adalah neraka Jahannam yang merupakan seburuk-buruknya tempat kembali.12

Di akhir hadis ini dikemukakan pendapat dari Abu Isa bahwa hadis ini berkualitas ḥasan aiḥ.

Dari tema di atas, bisa disimpulkan bahwa di kalangan ulama ada perbedaan pendapat tentang hukum menjawab salam dari non-Muslim. Diantaranya adalah:

Menurut Imam Malik, sperti yang diriwayatkan oleh Asyhab dan Ibn Wahab darinya, ia berpendapat bahwa menjawab salam kepada Ahl al-Kitāb bukanlah suatu kewajiban, jika mereka mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah: ‘alaika.

Sementara Ibn Ṭawus memilih jawaban dalam menjawab salam mereka adalah dengan mengucapkan ‘alāka al-salām, yakni salam tersebut terangkat darimu. Ada pula yang memilih jawaban “al-silam” dengan menkasrahkan huruf sin yang berarti batu.13

12

Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz 18. Penerjemah; Dudi Rasyadi, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) h. 165

13

Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz 18. Penerjemah; Dudi Rasyadi, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) h. 164

43

Menurut madzhab al-Shafiʻ i, memberi salam kepada mereka, haram hukumnya, tetapi menjawabnya adalah wajib dengan perkataan “wa ‘alaikum” saja. Kebanyakan ulama salaf membolehkan kita memberi salam kepada orang kafir.14

Dalam kitab Sharah ai Muslim, Imam Nawawi mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang menjawab salam Ahl al-Kitāb dan memulai salam kepada mereka. Imam Nawawi dan para ulama sepakat mengharamkan memulai salam atas Ahl al-Kitāb dan mewajibkan menjawab salam mereka dengan ucapan

“wa ‘alaikum” atau ʻ alaikum” saja. Al-Mawardi berpendapat boleh menjawab salam Ahl al-Kitāb dengan ucapan “wa ‘alaikum salam” tanpa “warahmatullah”, apabila mereka mengucapkan salam yang benar yaitu “al-salāmu’alaikum”.15

Ibn Qayyim berkata: jumhur ulama berpendapat wajib menjawab salam Ahl al-Kitāb, dan menurutnya inilah pendapat yang benar. Sebagian ulama berpendapat tidak wajib menjawab salam mereka sebagaimana tidak wajib menjawab salam kepada ahli bid’ah. Beliau berkata: “Jika orang yang mendengar yakin bahwa yang diucapkan Ahl al-Dhimmi adalah “salāmun ‘alaikum” dan ia tidak ragu akan hal itu, maka wajib menjawab “wa ‘alaika salam” dan sungguh ini termasuk balasan yang adil.

Hal ini tidak meniadakan sedikitpun kandungan hadis, karena Nabi hanya memerintahkan untuk menjawab salam secara ringkas dengan mengucapkan “wa

14

Hasbi As Shidiqie, Mutiara Hadis, jilid VII, h. 228 15

Al-Nawawi, Shar al-Nawawi ‘alā Muslim, kitab salam no. 4024, CD Maktabah al-Syamilah, Global Islamic Software, 1991-1997

‘alaikum”, Karena ada sebab yang telah disebutkan bahwa yang diucapkan mereka adalah umpatan “al-sāmu ‘alaikum”.16

Tentang hal ini, penulis setuju dengan pendapat al-Mawardi yang menyatakan boleh menjawab salam non-Muslim dengan ucapan “wa ‘alaikum salam” tanpa “warahmatullāh”, apabila mereka mengucapkan salam yang benar yaitu “al-salāmu’alaikum”.

Dalam dokumen Salam terhadap non-muslim perspektif hadis (Halaman 47-57)

Dokumen terkait