• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Aditif dan Pemantauan Lumpur Bor

FLUIDA BOR

6.4 LUMPUR BOR

6.4.2 Bahan Aditif dan Pemantauan Lumpur Bor

Beberapa jenis lumpur menjadi mahal pada penggunaannya jika telah dicampur dengan zat kimia atau jika telah digunakan secara berlebihan pada penggantian perlengkapan yang sembarangan, demikian pula waktu turun yang berkali-kali, sehingga perolehan sampel tidak memuaskan. Semua penambahan dan perlakuan pada sistem lumpur harus diukur dan dicatat dengan hati-hati.

Pengencer

Tujuan dari pengenceran adalah untuk menurunkan viskositas dan kekuatan gel lumpur bor dengan mengurangi gaya interaksi antar partikel. Berdasarkan fungsinya pengencer ini dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :

- Untuk menyebarkan dan mengendapkan pertikel-partikel pembentuk koloid dalam sistem lumpur. Tujuannya adalah untuk mendapatkan viskositas yang lebih besar dan kekuatan gel yang efektif dengan menggunakan perbandingan kuantitas partikel koloid.

- Menambahkan konsentrasi partikel koloid yang lebih besar pada sistem yang sama tanpa penambahan sejumlah air.

Pada kenyataannya kedua alternatif tersebut berlawanan satu sama lain, yang bergantung pada tipe dan jumlah pengencer yang digunakan, dengan konsentrasi koloid awal dan derajat dispersi larutan. Efek pengendapan dan dispersi ini timbul ketika jumlah pengencer yang digunakan sedikit, jumlah ini sudah cukup untuk menetralisir gaya-gaya antar partikel yang pada kenyataannya saling berlawanan dengan prinsip dispersi yang ditunjukkan pada alternatif kedua di atas. Terpisah dari hal ini, pengencer telah digunakan untuk membuktikan efisiensi hidrolik dari lumpur bor. Untuk memelihara tingkat keterlarutan pengencer biasanya dicampur dengan soda api atau sebaliknya.

Pengencer kimia yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan dalam dua katagori yaitu pengencer organik dan non-organik. Pengencer organik memiliki aplikasi lebih luas karena efektivitasnya besar, biaya murah, dan ketahanan reaksi terhadap garam maupun temperatur lubang. Jenis bahan organik di antaranya adalah asam fosfat natrium (Na2H2P2O2), natrium hexa meta fosfat (NaPO3), natrium tetra fosfat (Na6P4O13), dan ligno sulfonat. Salah satu pengencer yang sering dipakai adalah ekstrak tanaman “quebracho”

karena dapat digunakan dalam berbagai kondisi. Pengencer organik yang lain adalah lignin berwarna coklat kehitaman atau hitam hasil dekomposisi tumbuhan yang biasanya muncul bersamaan dengan lignit batubara. Asam humik dalam lignin inilah yang dipakai untuk pengenceran tersebut.

Pengencer diberikan dalam jumlah yang sedikit dan bertahap dengan memperhatikan parameter-parameter lumpur bor. Pada umumnya pengencer menyebabkan lumpur naik sampai batas tertentu dan apabila penambahan sangat berlebihan maka lumpur bor akan menjadi tidak efektif. Kebanyakan pengencer bersifat asam dan cenderung akan mereduksi pH. Pengencer yang bersifat asam biasanya dikombinasikan dengan soda api atau abu soda. Asam oksalik dapat dipergunakan apabila reduksi pH diperlukan.

Pengontrol Keasaman

Telah dijelaskan di atas bahwa soda sapi (NaOH) digunakan sebagai bahan yang dikombinasian dengan pengencer yang bersifat asam. Larutan abu soda ini dibuat dengan perbandingan terhadap air (abu soda : air) 2:1 atau 3:1. Untuk perlakuan yang lebih “smooth” dapat digunakan natrium karbonat (Na2CO2). Setelah lumpur diberi soda api atau soda dan pengencer, mungkin juga dibutuhkan penambahan material koloid yang mana penambahan ini tergantung pada kondisi lumpur bor yang dibutuhkan dan juga kondisi pengeborannya. Penambahan material koloid bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam formasi.

Pengontrol Berat Lumpur Bor

Satuan yang biasa digunakan adalah satuan densitas, misalnya lbs/barrel, lbs/ft3 lbs/gallon, kg/lt, dan gr/cm³. Dalam kegiatan pengeboran, densitas dari fluida bor lebih dikenal dengan “weight” (berat).

Berat dari fluida bor memberikan dampak terhadap stabilitas lubang bor. Jika berat fluida bor berubah maka tekanan hidrostatik dalam lubang bor juga berubah. Jika densitas dari fluida bor itu meningkat maka berat semu (relatif) cutting dalam fluida akan menurun sehingga fluida ini dapat membawa cutting lebih banyak dari pada air.

Lumpur bor yang normal memiliki berat sekitar 1,07 kg/lt. Barit biasa digunakan sebagai material pemberat yang digunakan untuk mengangkat material lebih ringan seperti halnya

hematite atau galena pada kondisi tertentu. Material pemberat ini merupakan suspensi di bawah pengaruh pertikel koloid dari lumpur bor dan kelembaman kimia.

Pengontrol Keseimbangan Sirkulasi

Kehilangan sirkulasi (lost circullation) dan ledakan (blow out) merupakan kegagalan keseimbangan tekanan antara tekanan hidrostatik fluida bor dalam lubang dengan tekanan fluida formasi. Tekanan fluida formasi terbentuk akibat adanya tekanan pada saat pembentukan formasi tersebut yang mengakibatkan lapisan dengan tekanan fluida formasi normal. Peningkatan tekanan ini berbanding lurus dengan jumlah (tebal) lapisan penutup di atasnya.

Ketika lubang bor dibuat, tekanan sirkulasi fluida bor dapat tidak sama dengan tekanan fluida formasi sehingga memungkinkan terjadi ketidakseimbangan tekanan. Tekanan fluida formasi yang berlebihan menyebabkan fluida bor keluar dari lubang bor, peristiwa ini disebut “blow out” (ledakan). Fenomena ledakan ini sering terjadi pada pengeboran eksplorasi geothermal. Sebaliknya ketidakseimbangan tekanan menyebabkan kehilangan sirkulasi fluida ke dalam formasi dikenal dengan “lost circulation” (kehilangan sirkulasi) dalam hal tekanan fluida bor melebihi tekanan fluida formasi. Tekanan hidrostatik fluida bor yang berlebihan mengakibatkan pecahnya formasi di sekitar lubang bor, sehingga pencahannya bercampur dengan fluida bor yang mengakibatkan :

- laju penetrasi yang rendah - laju filtrasi yang tinggi - kerusakan formasi

Kehilangan sirkulasi sering terjadi pada formasi yang memiliki karekter sebagai berikut : - lapisan yang porous dan permeabel

- tidak terkompaksi

- formasi yang tidak homogen

- Memiliki bukaan natural (sesar, kekar, rekahan)

Contoh formasi yang sering terjadi kehilangan sirkulasi adalah lapisan gravel (gravel beds) dan gua-gua batugamping (vuggy limestone). Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan casing pada pengeboran yang dilakukan.

Perbedaan tekanan antara fluida bor dan fluida formasi bisa diantisipasi dengan memberikan dinding pemisah di antara keduanya. Selain menggunakan casing, dalam batas tekanan tertentu material fluida bor bisa membentuk dinding pemisah untuk mengendalikan perbedaan tekanan. Dalam hal ini fluida bor ditambahkan material perekat. Komposisi material dapat diklasifikasikan secara umum menjadi tiga kategori yang berbeda, tergantung kepada ukuran dan bentuk dari material yang digunakan, yaitu : fibrous, flaky dan granular. Material fibrous yang banyak digunakan adalah mineral, hewani, vegetasi atau bahan sintetis asli. Asbestos, kulit, bagasse (sugar cane waste), glass atau rayon adalah macam-macam material fibrous yang sering digunakan untuk perekatan yang efektif pada pasir dan kerikil ataupun lapisan pebble yang memiliki ukuran agregat yang besar. Sedangkan flaky material yang sering digunakan adalah : cellophane, mika dan katun yang sering digunakan untuk menutup formasi yang memiliki komposisi ukuran pori-pori yang kecil sampai sedang. Sedangkan material granular seperti nut shells, ground rubber, ground plastic dan bentonit kasar sering digunakan untuk penutupan yang efisien pada formasi dengan ukuran pori-pori dari sedang sampai besar.

Disamping dengan dinding pemisah, perbedaan tekanan fluida formasi dan fluida bor dapat dikontrol dengan mengatur densitas fluida bor sehingga tekanan hidrostatik fluida bor akan berubah. Metode penyeimbangan tekanan ini harus memperhatikan kinerja pengeboran supaya tetap efisien karena jika densitas fluida bor terlalu ringan maka terdapat kemungkinan cutting tidak bisa terangkat dan apabila densitas fluida bor terlalu besar maka kerja pompa akan semakin berat.

Dokumen terkait