• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

3. Bahan Ajar

penalaran matematika siswa SMP?

5. Apakah penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP?

Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP kelas IX pada materi kesebangunan dan kekongruenan.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Dari identifikasi area dan fokus penelitian di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Ruang lingkup penelitian ini adalah penggunaan bahan ajar, dan bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar cetak berbasis pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP kelas IX materi kesebangunan dan kekongruenan.

2. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dalam penelitian ini bercirikan siswa disajikan masalah kontekstual di awal pembelajaran yang harus diselesaikan dengan cara mereka sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah didapat, karena dalam pendekatan matematika realistik sebelum matematika siap digunakan, siswa harus memperolehnya terlebih dahulu dengan suatu kegiatan matematisasi (proses matematika horizontal dan matematika vertikal). Dalam proses matematisasi tersebut siswa dibimbing oleh orang dewasa sehingga konsep matematika formal dapat diperoleh.

3. Adapun kemampuan penalaran matematika yang dimaksud adalah kemampuan penalaran secara umum/keseluruhan, yakni kemampuan untuk memberikan alasan atas kebenaran solusi dari masalah yang diberikan dengan cara menyusun bukti, menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar, melakukan manipulasi matematika, dan memeriksa kesahihan suatu argumen.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP kelas IX materi kesebangunan dan kekongruenan?

2. Bagaimana aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan bahan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik?

E. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan bagaimana kemampuan penalaran matematika siswa.

2. Untuk mengetahui apakah bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP kelas IX materi kesebangunan dan kekongruenan.

3. Mendeskripsikan bagaimana aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:

1. Bagi guru, dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa SMP kelas IX materi kesebangunan dan kekongruenan.

2. Bagi siswa, dapat digunakan sebagai bahan belajar mandiri untuk kemampuan penalaran matematika siswa SMP kelas IX materi kesebangunan dan kekongruenan.

10 A. Deskripsi Teoritis

1. Kemampuan Penalaran Matematika

Matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang bilangan dan perhitungan, symbol-simbol, fakta, dan masalah tentang ruang dan bentuk yang menuntun kita untuk berpikr logis dan sistematis dalam menghadapi masalah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia „nalar‟ berati “pertimbangan tentang baik dan buruk, aktivitas yang memungkinkan sesorang berpikir logis”. Dan pe-nalar -an merupak-an “cara serta proses menggunakan nalar”.1 Penalaran yang dalam Bahasa Inggrisnya disebut reasoning didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berlandaskan fakta dan sumber yang relevan, petransformasian yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan.2 Penalaran merupakan proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta dan prinsip. 3 Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada kesimpulan atau pernyataan baru.4Sedangkan kata „mampu‟ dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “kuasa, bisa, dapat, dan sanggup untuk melakukan sesuatu”. Dan kemampuan yaitu “kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu”.5

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed. 4 – cet.1, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 547.

2

Lia Kurniawati, „‟Pembelajaran Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMP,‟‟ Tesis pada Pacasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2006, h.14.

3

Aning Wida Yanti, “Penalaran dan Komunikasi Matematika Serta Pemecahan Masalah Dalam Proses Pembelajaran Kalkulu”,(Makalah Disampaikan pada KNM XVI, UNPAD, Jatinangor: 3-6 Juli 2012), h.1379.

4

Fajar Shadiq, Kemahiran Matematika: Pentingnya Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi, (Yogyakarta: Depdiknas, 2009), h.9.

5

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat diramu kesimpulan bahwa kemampuan penalaran matematika merupakan kecakapan seseorang dalam membuat pertimbangan yang logis dan sistematis tentang baik dan buruk atau salah dan benar dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga diperoleh kesimpulan atau keputusan yang benar.

Ciri-ciri penalaran adalah (1) adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (2) proses berpikirnya bersifat analitik. Sedangkan kemampuan penalaran matematika meliputi: (1) penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah; (2) kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi; dan (3) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.6

Secara garis besar, penalaran dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: a. Penalaran Induktif

Induktif artinya penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum. Jadi, Penalaran induktif merupakan proses berpikir dengan menarik kesimpulan umum berdasarkan pengetahuan-pengetahuan khusus yang diketahui. Nilai kebenaran dari penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong dalam penalaran induktif diantaranya adalah:7

6

Dede Sudjadidi, Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Matematis Siswa, 2011, tersedia di: http://dedesudjadimath.blogspot.com/2011/11/kemampuan-penalaran-dan-pemecahan.htmldiakses pada 12 November pukul 22.10, h.1.

7

Siti Maryam JU, „‟Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah “Look For A Pattern” Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematika Siswa,‟‟ Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h.13, tidak dipublikasikan.

a. Transduktif : menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.

b. Analogy: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. c. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang

teramati.

d. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan

e. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.

f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur.

b. Penalaran Deduktif

Deduktif artinya penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum ke keadaan yang khusus. Jadi, penalaran deduktif merupakan proses berpikir dengan menarik kesimpulan dari pengtahuan yang umum ke pengetahuan yang lebih khusus. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah:8

a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.

b. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argument yang valid.

c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tidak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika.

Kemampuan penalaran adalah tujuan dari pembelajaran matematika, sehingga indikator siswa memiliki kemampuan penalaran dan komunikasi dijabarkan dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004, yaitu:9

1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram 2) Mengajukan dugaan,

8

Ibid, h. 14.

9

3) Melakukan manipulasi matematika,

4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan, atau bukti terhadap kebenaran solusi,

5) Menarik kesimpulan dari pernyataan, 6) Memeriksa kesahihan suatu argumen,

7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisai. Berdasarkan penjabaran diatas, dalam penelitian ini kemampuan penalaran yang akan diukur adalah kemampuan penalaran secara umum/keseluruhan, yakni kemampuan untuk memberikan alasan atas kebenaran solusi dari masalah yang diberikan, dengan cara:

1) Menyusun bukti.

2) Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar. 3) Melakukan manipulasi matematika, dan

4) Memeriksa kesahihan suatu argumen.

Penelitian ini dilakukan pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Soal dengan indikator menyusun bukti, yaitu dengan membuktikan segitiga-segitiga sebangun dan kongruen berdasarkan teorema-teorema yang telah siswa dapatkan pada jenjang sebelumnya, sedangkan soal dengan indikator menyajikan pernyataan matematik secara tertulis dan gambar mengukur kemampuan siswa dalam memahami gambar-gambar segitiga sebangun dan kongruen. Indikator manipulasi matematika disajikan untuk melatih kemampuan siswa dalam mengkonversi satuan serta melatih kemampuan dalam melakukan operasi matetika. Sedangkan indikator memeriksa kesahihan suatu argumen dilatihkan kepada siswa agar siswa mampu menganalisis setiap argument yang diberikan secara sistematis dan logis.

2. Pendekatan Matematika Realistik

a. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik

Sebagai bangsa yang menghargai sejarah, berbicara mengenai pendekatan matematika realistik pun harus kita telusuri dari sejarah perkembangannya. pendekatan matematika realistik atau dalam bahasa Ingrisnya disebut Realistic

Mathematics Education (RME) tidak bisa lepas dari Institut Fruedenthal yang berdiri tahun 1971 dibawah naungan Utretcht University, Belanda. Pendekatan matematika realistik adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha mendekatkan siswa dengan matematika. Pendekatan matematika realistik berdasar pada pemikirian Hans Fruedenthal (1905-1990) yang menyatakan bahwa matematika adalah aktifitas/kegiatan manusia dan harus dihubungkan dengan realitas.10

Pada pendekatan matematika realistik pemberian masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari menjadi ciri pembelajaran. Hal ini bertujuan menekankan kepada siswa bahwa matematika tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Keberhasilan Belanda mengembangkan pendekatan matematika realistik dapat dilihat dari peringkat siswa-siswi Belanda pada hasil yang dilakukan TIMSS yang berada pada urutan atas dan cenderung konstan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Peringkat Siswa Belanda pada TIMMS untuk Matematika Grade 4 dan Grade 8 TIMSS 1995 TIMSS 1999 TIMSS 2003 TIMSS 2007 TIMSS 2011 GRADE 4 Tidak tersedia 5 6 9 12 GRADE 8 Tidak tersedia 7 7 Tidak tersedia Tidak tersedia

b. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik

Terdapat tiga prinsip pendekatan matematika realistik yaitu: (a) reinvensi terbimbing dan matematisasi berkelanjutan (guided reinvention and progressive mathematization), (b) fenomenologi didaktis (didactical phenomenology), dan (c) dari informal ke formal (from informal mathematics, model plays in bridging thr

10

Zulkardi, Realistic Mathematics Education: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, (Bandung: UPI Bandung, 4 April 2001), h.2.

gap between informal knowledge and formal mathematics) (Gravemeijer, dalam Armanto, 2002, h.30-33).11

Reinvensi terbimbing merupakan prinsip dimana dalam proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, siswa dengan bimbingan orang dewasa yang dalam hal ini adalah guru belajar secara mandiri dengan menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan materi ajar untuk menemukan kembali konsep (progressive mathematization). Dalam menemukan kembali konsep terjadi proses matematisasi, yakni proses dimana siswa diberikan kesempatan menemukan konsep dengan cara mereka sendiri. Matematisasi terdiri dari matematisasi horizontal dilanjutkan dengan matematisasi vertikal. Proses matematisasi tersebut menggunakan model of (model of situation) dimana proses ini masih berbentuk pengetahuan informal siswa yang kemudian dengan bimbingan dan pengarahan guru dikembangkan dan disempurnakan sendiri oleh siswa menjadi bentuk pengetahuan matematika formal dalam bentuk model for. De Lange (1987) mengistilahkan matematika informal sebagai horizontal

mathematization sedangkan matematika formal sebagai vertical

mathematization.12 Berikut ini beberapa aktivitas dalam proses matematisasi baik proses matematisasi horizontal, maupun matematisasi vertikal: 13

Matematisasi horizontal antara lain:

a. Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum b. Penskemaan

c. Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda d. Penemuan relasi (hubungan)

e. Pengenalan aspek isomorfic dalam masalah-masalah yang berbeda f. Pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem

g. Pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui.

11

Marpaung, Karakteristik PMRI, tersedia di: www.p4mriusd.blogspot.com. diakses pada 14 Oktober pukul 21.15, h.3.

12

Turmudi, Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika dan Beberapa Contoh Real di Tingkat Mikro, (Bandung: UPI Bandung, 4 April 2001), h.2.

13Ibid.,

Sedangkan aktivitas yang meliputi matematika vertikal adalah: a. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus

b. Pembuktian keteraturan

c. Perbaikan dan penyesuaian model d. Penggunaan model-model yang berbeda.

Ketiga prinsip matematika realistik tersebut lebih jelasnya dijabarkan dalam karakteristik pendekatan matematika realistik. yaitu:

1) Menggunakan masalah kontekstual

2) Mengembangkan model atau jembatan dengan instrument vertikal 3) Menggunakan kontribusi murid

4) Interaktivitas

5) Terintergrasi dengan topik pembelajaran lainnya.

Menggunakan masalah kontekstual dalam pembelajaran adalah titik tolak pendekatan matematika realistik. Proses matematisasi secara horizontal menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pada proses matematisasi horizontal ini siswa mencari darimana prinsip matematika formal didapatkan. di dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik siswa sendiri yang membangun pengetahuan secara aktif, sedangkan guru bertugas untuk menjembatani serta menterjemahkan temuan siswa dengan matematika formal yang dipelajari baik simbol, definisi, maupun teorema. Komunikasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru harus terjaga agar dalam proses penemuan makna matematika terorganisir dengan baik dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus dapat mengintegrasikan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain yang sudah dipelajari, baik konsep matematika yang lain atau konsep ilmu lain dan kehidupan.

Menurut TIM PMRI, Karakteristik pendekatan matematika realistik yang dikembangkan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Murid aktif, guru aktif (Matematika sebagai aktivitas manusia)

2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik

3. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri

4. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar)

6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data)

7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru.

8. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (Menggunakan model). 9. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tutwuri Handayani).

10.Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan dan usaha mereka hendaknya dihargai.14

Berdasarkan karakteristik pendekatan matematika realistik tersebut, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan aktivitas pembelajaran bercirikan pendekatan matematika realistik yang sesuai dengan kondisi kelas dan materi yang dipelajari.

Tabel 2.2

Aktivitas Belajar Siswa dengan Pendekatan PMR Aktvitas

Guru Siswa

Memberikan masalah kontekstual. Menyelesaikan masalah kontekstual, baik secara mandiri atau berkelompok (disesuaikan).

Mengajak siswa memilih strategi yang paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan.

Memilih strategi yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah.

Mengarahkan siswa agar

menyelesaikan masalah dengan cara dan pengalaman mereka sendiri.

Menyelesaikan masalah dengan cara dan pengalaman mereka sendiri.

Memberikan scaffolding kepada siswa beberapa siswa mempresentasikan

14

yang memerlukan, serta menugaskan beberapa siswa mempresentasikan jawabannya di muka kelas.

jawabannya di muka kelas.

Mengenalkan istilah konsep berdasarkan pengalaman siswa beajar.

Merumuskan bentuk matematika informal sesuai pengalaman siswa ke bentuk matematika formal.

Memberikan permasalahan yag harus dikerjakan yang jawabannya sesuai dengan matematika formal.

Menyelesaikan masalah sesuai dengan matematika formal.

3. Bahan Ajar

Bahan ajar yang dalam Bahasa Inggrisnya disebut teaching-material, terdiri atas dua kata, yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan. Menurut University of Wollongong NSW 2522, AUSTRALIA, mengajar diartikan sebagai proses menciptakan dan mempertahankan suatu lingkungan belajar yang efektif. Paul S. Ache berpendapat bahwa material adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan rujukan dalam belajar.15

Menurut Widodo bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara megevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan segala kompleksitasnya.16 Sedangkan Sudrajat menjelaskan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik secar tertulis maupun tidak sehingga terciptanya lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar, menampilkan kompetensi utuh yang harus dicapai siswa.17 Sementara Winkel mendefinisikan bahan ajar sebagai materi pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan intruksional yang banyak jenisnya seperti naskah, persoalan, gambar, atau isi audio kaset.

Juknis Pengembangan Bahan Ajar mendefinisikan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara

15

Panduan pengembangan bahan ajar (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Depdiknas, 2008) h. 6

16Kasina Ahmad dan Ika Lestari. „‟Pengembangan Bahan Ajar Perkembangan Anak Usia SD Sebagai Sarana Belajar Mandiri Mahasiswa‟‟, Perspektif Ilmu Pendidikan Vol. 22 Th. XIII Oktober 2010 (Jakarta: UNJ, 2010), h.184.

17Ibid

sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar.18 Dalam Pedoman Pengembangan Bahan Ajar, bahan ajar jua didefinisikan sebagai semua bahan yang digunakan untuk mendukung proses belajar.19

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisi materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara megevaluasi, didesain secara sistematis dan menarik yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar dan memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Dari kesimpulan yang telah diramu, dapat dilihat bahwa bahan ajar sacara garis besar memiliki fungsi baik bagi guru maupun bagi siswa. Fungsi bahan ajar bagi guru adalah mengarahkan aktivitas pembelajaran dan wadah dalam menuangkan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Sedangkan bagi siswa, bahan ajar berfungsi sebagai pedoman dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Pada Panduan Pengembangan Bahan Ajar Diknas dijelaskan bahwa fungsi bahan ajar adalah sebagai berikut: 20

a. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan/dilatihkan kepada siswanya.

b. Pedoman bagi siswa yang dapat mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang harus dipelajari/dikuasai siswa, dan

c. Alat evaluasi pencapaian/ penguasaan hasil pembelajaran.

18

Juknis Pengembangan Bahan Ajar (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Kemendiknas, 2010), h.27.

19

Panduan pengembangan bahan ajar, op.cit., h. 5.

20Ibid

Sedangkan Bentuk-bentuk bahan ajar adalah sebagai berikut:21

a. Bahan cetak seperti: hand out, buku, modul, lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart.

b. Audio visual seperti: video/film, VCD. c. Audioseperti: radio, kaset, CD audio, PH. d. Visual seperti: foto, gambar, model.

e. Multimedia seperti CD interaktif, computer based, internet.

Untuk membuat sebuah bahan ajar, diperlukan pertimbangan yang cukup. Selain berpedoman pada tujuan pembelajaran matematika, bahan ajar juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai peserta didik. Karakteristik yang dimaksud adalah tingkat kemampuan kognitif siswa serta lingkungan belajarnya. Sebelum dilakukan penyusunan bahan ajar, terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan bahan ajar. Analisis kebutuhan bahan ajar dilakukan agar peneliti dapat menentukan jenis bahan ajar yang akan dipakai dalam pembelajaran. Analisis kebutuhan bahan ajar ini diturunkan dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ada. Adapun tujuan pembelajaran disesuaikan dengan tujuan pembelajaran matematika yang dijelaskan dalam KTSP, yang salah satunya adalah mengembangkan kemapuan bernalar siswa. Mengenai bagaimana bentuk penalaran yang akan dikembangkan, terjabar dalam indikator-indikator kemampuan yang hendak diukur. Berikut ini adalah analisis kebutuhan bahan ajar sebelum peneliti menyusun bahan ajar:

21Ibid.,

Tabel 2.3

Analisis Kebutuhan Bahan Ajar yang Digunakan Mata pelakaran : Matematika

Kelas : IX

Semestre : Ganjil

Standar Kompetensi : Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah

Kompetensi Dasar

Indikator Penalaran

Materi

Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran

Jenis Bahan Ajar 1.1Mengiden tifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen. 1.2Mengiden tifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen. 1.3Menggun akan konsep kesebangu nan segitiga dalam pemecaha n masalah. Menyusun bukti. Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar. Melakukan manipulasi matematika , dan Memriksa kesahihan suatu argumen.

Skala  Siswa menentukan perbandingan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya. Bahan ajar cetak Syarat Bangun datar yang sebangun Siswa menentukan

bangun-bangun datar yang sebangun. Bahan ajar cetak Menentukan panjang salah satu sisi yang belum

dikatahui dari dua bangun datar yang sebangun.

 Siswa menentukan salah satu panjang sisi yang belum diketahui dari dua bangun datar sebangun.

Bahan ajar cetak Syarat dua segitiga sebangun. Siswa meggamabar bebarapa segitiga yang memiliki perbandinagn sisi dan sudut yang

bersesuaiannya sama. Bahan ajar cetak Ruas garis pada segitiga.

Dari sebuah puzzle, siswa menentukan ruas garis sejajar dan banyaknya segitiga sebangun. Bahan ajar cetak Syarat dua bangun datar kongruen.

Siswa menentukan syarat dua bangun datar

kongruen dengan

mengukur panjang sisi dua ubin yang dan sebuah buku tulis.

Bahan ajar cetak

segitiga kongruen.

sifat segitiga kongruen dengan menggambar kembali dua buah segitiga kongruen dengan s, s-sd-s, dan sd-sd-s. ajar cetak Menyelesaika n masalah yang berkaitan dengan kesebangunan dan kekongruenan segitiga. Siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kesebangunan dan kekongruenan segitiga.

Bahan ajar cetak

Setelah dilakukan analisis kebutuhan bahan ajar, langkah selanjutnya adalah menyusun peta bahan ajar. Peta bahan ajar perlu dibuat karena untuk mengetahui jumlah bahan ajar yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan bahan ajarnya seperti apa. Selain itu, peta bahan ajar juga dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana sifat bahan ajar, apakah bahan ajar yang akan dibuat bergantung pada materi lain atau memiliki materi prasayarat, ataukah dapat berdiri sendiri. Dalam penelitian ini peta bahan ajar yang dibuat adalah sebangai berikut:

Dokumen terkait