Bakteri entomopatogen • Proses infeksi dan toksisitas
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Juli 2004 sampai dengan Juli 2005.
Koleksi Tanah dan Daun Murbei
Tanah dan daun murbei (Morus spp.) dikoleksi dari kebun penelitian kampus IPB Gunung Gede. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara membagi kebun murbei (18 x 9) m2 menjadi 9 bagian yang sama (6 x 3) m2, pada masing- masing bagian ditentukan 5 titik secara acak untuk pengambilan sampel tanah dan daun (Lampiran 1).
Tanah diambil dengan menggunakan tabung yang berdiameter 12 cm dan tinggi 25 cm pada kedalaman 10 cm dan dihomogenkan, dimasukan ke dalam plastik dan dikemas sedemikian rupa sehingga tidak ada kontak dengan udara luar dan selanjutnya diproses di laboratorium. Sampel daun diambil pada tiga bagian tanaman murbei yaitu daun bagian atas (lembaran kedua dan ketiga dari pucuk), daun bagian tengah dan daun bagian bawah (Lampiran 2).
Pemeliharaan Serangga
Tenebrio molitor
Tenebrio molitor (Coleoptera: Tenebrionidae) digunakan sebagai serangga perangkap, dipelihara dalam wadah plastik berukuran 30 x 50 cm dengan tutup wadah yang dilubangi dan ditutupi kain kasa sebagai ventilasi. Populasi serangga ini merupakan biakan murni yang berasal dari sepasang induk, pakan yang diberikan yaitu pelet untuk burung.
Bombyx mori L.
Sterilisasi dan desinfeksi
Semua peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ulat sutra sebelum digunakan dilakukan sterilisasi panas untuk alat yang tahan panas dan perendaman dalam larutan disinfektan untuk yang tidak tahan panas. Pakan yang diberikan pada ulat sutra adalah pakan alami yaitu daun murbei (Morus spp.). Untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada daun, dilakukan sterilisasi daun seperti pada Gambar 1.
Keterangan: A. Daun setelah direndam; B. Sterilisasi daun dalam Laminar Air Flow dengan sinar UV; C. Daun steril sebagai pakan
Daun direndam dalam larutan disinfektan selama ± 5 menit, dicuci di bawah air mengalir sebanyak 3 kali, ditiriskan, dikeringanginkan dan disterilisasi di bawah sinar UV dalam Laminar Air Flow. Untuk mempertahankan kondisi daun tetap segar, daun dibungkus dengan kantong plastik dan disimpan dalam lemari pendingin suhu 15°C.
Penetasan dan pemeliharaan
Telur B. mori yang digunakan pada penelitian ini adalah telur dari ras Cina dengan ciri utama telur berwarna hijau, larva polos dan kokon berbentuk bulat (oval). Telur-telur yang dihasilkan ngengat direndam dalam larutan formalin 2% selama 5 menit dan dikeringanginkan. Telur yang sudah kering direndam selama 5 menit dalam larutan HCl dengan berat jenis (BJ) 1.076 pada temperatur 46°C, kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 1 jam untuk menghilangkan sisa asam yang menempel pada kulit telur, dikeringanginkan dan disimpan sampai telur menetas selama ± 10 hari.
Gambar 1. Sterilisasi daun murbei sebagai pakan larva B. mori
Telur yang siap menetas ditempatkan pada cawan petri, satu atau dua hari sebelum menetas bagian atas telur akan terlihat bintik hitam. Telur ditunggu sampai semua menetas, larva yang keluar lebih dulu disimpan pada suhu 5ºC (Gambar 2).
Gambar 2. Penetasan telur B. mori
Setelah larva keluar semuanya dilakukan hakitate yaitu pemberian pakan pertama daun murbei muda yang dirajang dengan ukuran (1 x 1) cm2. Pemeliharaan larva instar kecil dan instar besar dilakukan seperti pada Gambar 3.
Keterangan : A. Larva instar (instar III) kecil ; B. Larva instar besar (instar V)
Larva instar kecil (instar I – instar III) diberi pakan daun muda yang telah dirajang dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi (08.00), siang (12.00) dan sore (16.00). Larva instar besar (instar IV dan instar V) diberi pakan daun yang lebih tua dan utuh dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari yaitu pagi (08.00), siang (12.00), sore (16.00) dan malam (20.00). Jumlah pakan yang diberikan tidak terbatas (ad libitum).
Gambar 3. Pemeliharaan larva B. mori
A B
6 cm 2 cm
Pada waktu larva mengalami pergantian kulit, dilakukan disinfeksi menggunakan campuran kapur tohor dan kaporit dengan perbandingan (95 : 5) untuk ulat kecil dan (90 : 10) untuk ulat besar. Disinfektan ditaburkan merata pada bagian tubuh larva menggunakan ayakan halus pada saat makan pertama pergantian instar, sedangkan pada saat larva melakukan pergantian kulit, tubuh larva ditaburi dengan kapur tohor.
Pengokonan dan panen kokon
Pada akhir instar V tubuh larva sudah terlihat transparan, larva dipindahkan ke dalam alat pengokonan, diberi label sesuai dengan perlakuan dan ditempatkan dalam rak pengokonan (Gambar 4). Panen kokon dilakukan satu minggu dari awal pengokonan.
Keterangan: A. Tempat pengokonan, B. Rak pengokonan.
Isolasi Mikroorganisme Entomopatogen
Nematoda entomopatogen
Isolasi nematoda dari tanah dilakukan dengan menempatkan 10 ekor serangga perangkap T. molitor dalam wadah gelas yang berisi 200 g tanah yang sudah dilembabkan; wadah gelas dibalik sehingga larva ditutupi tanah dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari. Terhadap T. molitor yang terinfeksi nematoda dilakukan White trap (Bedding & Akhurst 1975 dalam Kaya & Stock 1997) yaitu dengan cara meletakkan secara terbalik penutup petri ukuran kecil (Ø 5 cm) di dalam petri ukuran sedang (Ø 10 cm). Petri ukuran sedang diisi air steril
Gambar 4. Pengokonan larva B. mori
sebanyak 20 ml, kertas saring diletakkan di atas petri kecil dengan ujungnya mencapai permukaan air dan bangkai larva diletakkan di atas kertas saring lembab. Juvenil infektif (j.i.) yang terperangkap dalam air dipanen setiap 2 hari selama 2 minggu. Hasil panen ditampung pada labu erlemeyer dan disimpan dalam inkubator pada suhu 10º C (Gambar 5).
Keterangan : A. Ekstraksi nematoda tanah ; B. Infeksi kertas saring ; C. White trap ; D. Perbanyakan nematoda secara in vivo ; E. Penyimpanan nematoda.
Metode yang sama juga dilakukan terhadap sampel daun yaitu dengan cara memotong bagian daun yang rusak (robek dan berlubang kecil) dengan ukuran (1 x 1) cm2 sebanyak 10 potongan, dan dilakukan white trap. Panen j.i. juga dilakukan setiap 2 hari selama 2 minggu (Gambar 6).
Keterangan: A. Ekstraksi nematoda daun ; B. Infeksi kertas saring, C. White trap,
Perbanyakan dan pemurnian nematoda dilakukan secara in vivo pada larva T. molitor dengan menggunakan metode infeksi kertas saring (Wooding and Kaya 1998). Metode ini dilakukan dengan cara satu mililiter suspensi nematoda diencerkan dalam 9 ml aquades steril, ditularkan pada 20 larva T. molitor dan diinkubasi pada suhu kamar. Setelah 3 – 4 hari, terhadap larva yang terinfeksi dilakukan white trap. Nematoda yang terperangkap di dalam air dipanen setiap 2 hari selama 2 minggu.
Gambar 5. Teknik isolasi nematoda dari tanah C
A B D E
Gambar 6. Teknik isolasi nematoda dari daun murbei
Bakteri entomopatogen
Isolasi bakteri dari tanah dan daun dilakukan dengan membuat homogenat tanah (2 gram tanah dalam 20 ml aquades) dan homogenat daun (2 gram daun digerus dalam 20 ml aquades steril) dan disaring. Homogenat yang didapat dikocok dengan vorteks selama 5 menit. Selanjutnya masing- masing homogenat diencerkan dengan faktor pengenceran 106 dan 107, hasil pengenceran diinokulasikan sebanyak 0,1 ml pada cawan petri yang berisi media NA, dilabel dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 48 jam dengan masing- masing 3 ulangan.
Koloni bakteri yang tumbuh setelah masa inkubasi dimurnikan dengan cara memindahkan masing- masing sel bakteri yang berbeda (berdasarkan perbedaan warna) pada tabung reaksi kecil dengan metode media miring. Biakan murni ini diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan dan disimpan dalam lemari pendingin suhu 15ºC.
Cendawan entomopatogen
Untuk mendapatka cendawan entomopatogen (CEP) dari tanah dilakukan dengan metode Insect Baiting (Zimmermann 1986) (Gambar 7). Metode ini dilakukan dengan cara menempatkan 100 gram sampel tanah ke dalam cawan petri dan ditambahkan 10 ekor larva T. molitor. Cawan petri ditutup dan diinkubasi pada suhu kamar selama 14 hari dan secara periodik larva diamati. Larva yang terinfeksi CEP dicirikan dengan munculnya cendawan dari dalam tubuh larva yang dapat diamati dari ruas-ruas tubuh T. molitor.
Larva yang terinfeksi CEP dipisahkan dan ditempatkan pada wadah yang lembab untuk mempercepat proses sporulasi. Cendawan yang telah mengalami sporulasi sempurna pada bangkai larva T. molitor disuspensikan dengan menggerus bangkai serangga tersebut dan dilakukan pengenceran (Hadioetomo 1985). Sebanyak 0,1 ml suspensi cendawan diinokulasi pada cawan petri yang sudah berisi media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari. Koloni cendawan yang tumbuh dimurnikan dalam media miring pada tabung reaksi.
Keterangan: A. Metode serangga perangkap; B. Larva terinfeksi bersporulasi; C. Suspensi cendawan dari larva terinfeksi, D. Pembiakan cendawan pada media agar PDA.
Untuk mengisolasi cendawan dari daun dilakukan dengan membuat homogenat daun (2 gram daun digerus dalam 20 ml aquades steril) dan disaring, masing- masing homogenat diencerkan dengan faktor pengenceran 105 dan 106 . Hasil pengenceran ditanamkan sebanyak 0,1 ml pada cawan petri yang berisi media PDA, diberi label dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari. Koloni cendawan yang tumbuh setelah masa inkubasi dipindahkan pada cawan petri yang berisi media baru dan disimpan dalam inkubator pada suhu 15ºC.
Uji Tapis dan Potensi MEP Sebagai Patogen
Uji tapis MEP dilakukan dengan menginfeksikan MEP yaitu: 100 ekor nematoda dalam 2 ml aquades steril pada daun murbei untuk pakan 20 ekor larva uji B. mori instar II hari pertama. Hal yang sama juga dilakukan untuk bakteri dan cendawan dengan menginfeksikan ekstraks kasar bakteri dan cendawan. Uji tapis dilakukan untuk memilah mikrob yang benar-benar patogenik. Isolat nematoda yang mematikan larva uji disebut ne matoda entomopatogen (NEP), isolat bakteri yang mematikan larva uji disebut sebagai bakteri entomopatogen (BEP) dan isolat
Gambar 7. Isolasi cendawan entomopatogen dari tanah kebun murbei D
C
B A
cendawan yang mematikan larva uji disebut cendawan entomopatogen (CEP). Pengamatan dilakukan terhadap tingkat mortalitas larva dan me nganalisis potensi MEP sebagai patogen. Mikrob patogenik diteliti lebih lanjut patogenisitasnya terhadap larva ulat sutra.
Identifikasi MEP
Identifikasi NEP dilakukan dengan membuat preparat nematoda pada gelas objek yang telah ditetesi larutan Ringer, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop cahaya. Sebagai pedoman identifikasi digunakan buku Entomopathogenic Nematology (Adams & Nguyen 2002).
Identifikasi BEP dilakukan secara makroskopis yaitu dengan melihat perbedaan warna pada masing- masing koloni bakteri, bentuk koloni serta bentuk sel (Hadioetomo 1985) dan sebagai data tambahan juga dilakukan pengamatan secara mikroskopik sederhana yaitu dengan melihat bentuk dan sifat sel bakteri.
Identifikasi CEP dilakukan secara makroskopis dengan menga mati ciri-ciri fisik dari koloni cendawan pada media PDA. Untuk pengamatan secara mikroskopis, isolat CEP ditumbuhkan pada agar air yang tipis di gelas objek (Slide Culture), diinkubasi selama 2 minggu dan diamati morfologinya di bawah mikroskop cahaya. Identifikasi dilakukan dengan melihat ciri spesifik masing- masing isolat cendawan yang didasarkan pada kunci identifikasi dalam buku Illustrated Genera of Imperfect Fungi (Barnett & Hunter 1972).
Uji patogenisitas
Konsentrasi suspensi MEP
Penentuan dosis uji patogenisitas nematoda entomopatogen dilakukan dengan cara mengkait 50 ekor j.i. nematoda dan ditempatkan dalam 5 ml aquades steril. Penentuan konsentrasi suspensi BEP 1 x 108 sel/ml dilakukan denga n metode hitungan cawan sebar (Hadioetomo 1985). Metode ini dilakukan dengan cara mengencerkan 1 ose sel bakteri yang telah murni dalam 9 ml aquades dan ditebarkan pada cawan petri Ø 10 cm selama 3 hari. Hasil tebaran bakteri disuspensikan secara berseri sampai 8 kali. Pada pengenceran 6, 7 dan 8, ditebar dalam medium agar sebanyak 0,1 ml masing- masing sebanyak 3 petri dan diinkubasi selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung dan untuk menentukan
konsentrasi suspensi yang ditanam, jumlah koloni dikalikan dengan faktor pengenceran. Data jumlah bakteri yang diambil adalah petri dengan jumlah koloni bakteri 30–300.
Penentuan suspensi konidia CEP dengan konsentrasi 1 x 108 konidia/ml didapat dengan cara menambahkan 5 ml akuades steril ke dalam masing- masing cawan petri berisi biakan cendawan ya ng telah berumur 3 minggu dan diberi bahan perata Triton X100. Konidia dilepaskan dari media dengan kuas halus dan diaduk secara perlahan sampai rata. Suspensi yang diperoleh disaring dengan kain kasa, dilakukan pengenceran berseri, dan dihitung jumlah konidianya menggunakan haemocytometer, untuk mendapatkan konsentrasi aplikasi digunakan rumus pengenceran.
Aplikasi pada B. mori
Mikroorganisme yang bersifat entomopatogen, selanjutnya dilakukan uji patogenisitas dengan menginokulasikan isolat MEP pada daun murbei untuk pakan 20 ekor larva B. mori instar II hari pertama. MEP disuspensikan dalam aquades steril yang sudah mengandung perekatTriton X100.
Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas larva dari awal perlakuan sampai pembentukan kokon. Pemberian pakan dilakukan setiap hari, untuk mendeteksi keberadaan patogen pada larva yang terinfeksi dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik. Pada nematoda, larva yang terinfeksi dilakukan white trap atau larva dibedah untuk melihat keberadaan nematoda pada bangkai larva. Pada bakteri dan cendawan dilakukan dengan mengisolasi patogen dari larva terinfeksi pada media agar.
Analisis kokon
Kokon hasil penelitian dipisah antara kokon abnormal (kokon tipis dan bernoda) dengan kokon normal sesuai dengan perlakuan. Kokon normal selanjutnya dikupas dan dibedakan antara kokon jantan dengan kokon betina yaitu dengan cara melihat jenis kelamin pupa di dalam kokon. Analisis kokon dilakukan pada kokon betina karena infeksi patogen juga berpengaruh pada sistem
reproduksi serangga. Variabel yang dianalisis antara lain persentase kokon abnormal, bobot kokon dan bobot kulit kokon.
Pengamatan
Mortalitas larva. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah larva yang mati terinfeksi selama percobaan pada masing- masing perlakuan, dihitung untuk mengetahui efek letal serangga uji terhadap patogen, dengan rumus sebagai berikut :
M = (A/B) x 100 % Keterangan :
M = Mortalitas larva (%)
A = Jumlah larva yang mati terinfeksi B = Jumlah total larva
Kokon abnormal, dilakukan dengan menyeleksi kokon abnormal (tipis dan bernoda) yang dihasilkan pada perlakuan. Persentase kokon abnormal didapat dengan membandingkan jumlah kokon abnormal dengan jumlah total kokon pada masing- masing perlakuan, dengan rumus :
PKA = (JKA/JKT) x 100 % Keterangan :
PKA = Persentase kokon abnormal (%) JKA = Jumlah kokon abnormal
JKN = Jumlah kokon total pada perlakuan
Bobot kokon, didapat dengan menimbang berat kokon utuh yang dihasilkan pada masing- masing perlakuan (gram/ butir).
Bobot kulit kokon, didapat dengan membandingkan bobot kokon tanpa pupa perbutir dengan bobot kokon utuh perbutir. Persentase kulit kokon dihitung dengan rumus:
PKK = (BKK/BKU) x 100 %
Keterangan :
PKK = Persentase kulit kokon (%)
BKK = Bobot kulit kokon (kokon tanpa pupa) (g) BKU = Bobot kokon utuh ( kokon dengan pupa) (g)
Analisis Data
Percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), keragaman data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Steel & Torrie 1993). Analisis data dilakukan dengan program statistical analysis system (SAS).