Bakteri entomopatogen • Proses infeksi dan toksisitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Mikroorganisme dari Tanah da n Daun Murbei
Dari tanah dapat diisolasi nematoda isolat tanah (NIT) dari famili Steinernematidae, 4 isolat bakteri yaitu : isolat PT (putih tebal), isolat KP (kuning pekat), isolat PB (putih bening) dan isolat C (coklat) serta 3 isolat cendawan entomopatogen dari genus Penicillium sp., Metarhizium sp. dan Beauveria sp. Tabel 1. Hasil isolasi mikroorganisme dari tanah dan daun murbei
Frekuensi (%) Contoh/sampel
Nematoda Bakteri Cendawan
Tanah NIT (59,26) KP (100) PT (66,67) PB (100) C (44,44) Pe (66,67) Me (100) Be (100) Daun atas NID (0) KC (100) PT (100) M (0) Cl (77,78) As1 (88,89) As2 (88,89) Pm (0)
Daun tengah NID (44,44)
KC (100) PT (100) M (22,22) Cl (100) As1 (100) As2 (100) Pm (11,11)
Daun bawah NID (55,55)
KC (100) PT (100) M (44,44) Cl (100) As1 (100) As2 (100) Pm (33,33)
Keterangan : NIT. Nematoda isolat tanah; NID. Nematoda isolat daun; KP. Kuning pekat; KC. Kuning cerah; PT. Putih tebal; PB. Putih bening; M. Merah.; Cl. Cladosporium sp.;
As1 & As2. Aspergillus sp.; Pm. Putih melingkar; Pe. Pennicillium sp.; Me. Metarhizium sp.; Be. Beauveria sp.
Dari daun dapat diisolasi nematoda isolat daun (NID), 3 isolat bakteri yaitu isolat PT (putih tebal), isolat KC (kuning cerah) dan isolat merah (M), dan 4 isolat cendawan yaitu dari genus Aspergillus sp. (warna kuning) (As1), Aspergillus sp. (warna ungu) (As2), Cladosporium sp. dan isolat putih melingkar (Pm) (Tabel 1).
Dominansi NIT dari famili Steinernematidae pada sampel tanah menunjukkan perilaku nematoda yang relatif menyebar di permukaan tanah sampai kedalaman 10 cm dan dapat ditemukan pada semua sampel tanah. Stock & Gress (2006) dalam penelitiannya tentang survey terhadap nematoda entomopatogen di Kepulaua n Sky, Arizona Selatan, menemukan dari 120 sampel tanah, 78,5% ditemukan nematoda entomopatogen dari kelompok Steinernematidae spp. dan 23,3% dari kelompok Heterorhabditidae.
Ditemukannya nematoda famili Steinernamatidae pada tanah kebun murbei sampai pada kedalaman 10 cm sesuai dengan perilaku Steinernematidae yang menyebar di permukaan tanah untuk menemukan serangga inang. Strategi ini sangat efektif untuk menemukan inang yang aktif dipermukaan tanah. Koppenhöfer & Fuzi (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa genus Steinernema dari jenis S. scarabidae lebih cepat menginfeksi inang yang hidup di permukaan tanah pada kedalaman 2 cm dengan persentase mortalitas serangga inang yang diinfeksi mencapai 76% – 96%. Campbell & Gaugler (1993) menyatakan bahwa famili Steinernematidae menggunakan strategi menunggu (ambushing) serta berdiri dengan ekor tanpa bergerak dalam periode waktu yang lama (nictation) untuk menyerang inang yang aktif di permukaan tanah.
Pada daun bagian atas (pucuk) tidak ditemukan nematoda, sedangkan daun bagian tengah dan daun bagian bawah ditemukan nematoda (Tabel 1). Hal yang sama juga terjadi pada bakteri isolat merah (M) dari daun dan cendawan putih melingkar (Pm) dari daun. Hal ini diduga karena posisi daun atas jauh dari tanah sehingga mikrob yang hidup di tanah tidak dapat mengkontaminasi daun bagian atas. Isroi (2006) menyatakan bahwa tanah merupakan media hidup yang sesua i bagi mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang tidak terbatas pada kondisi tanah dengan suhu, kelembaban serta kandungan organik dan anorganik yang seimbang.
Pada daun bagian tengah dan daun bagian bawah, banyak ditemukan mikrob dari berbagai kelompok seperti nematoda, bakteri dan cendawan dengan frekuensi keberadaannya juga mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan posisi daun yang lebih dekat ke tanah memungkinkan mikrob dari tanah mengkontaminasi daun secara langsung melalui percikan air hujan dan secara tidak langsung yaitu penyebaran patogen pada tanaman murbei oleh hama yang terinfeksi patogen. Penelitian Sharma et al. (2003), menemukan hama penggulung daun yang terinfeksi berbagai patogen yang berasal dari kelompok virus, bakteri, cendawan dan protozoa pada kebun murbei.
Inveksi Virus dan Protozoa (mikrosporidia) dalam Penelitian
Selama pelaksanaan penelitian, juga ditemukan larva B. mori yang terinfeksi oleh mikroorganisme entomopatogen dari kelompok virus dan protozoa (mikrosporidia). Dua kelompok patogen ini tidak dipelajari lebih dalam selama penelitian berlangsung.
Infeksi virus entomopatogen
Infeksi larva B. mori oleh virus diketahui setelah larva memasuki instar besar (instar IV dan V). Ciri umum larva yang terinfeksi virus yaitu berkurangnya aktivitas makan dan bergerak yang ditandai dengan pergerakan larva yang menjauhi daun dan lebih menyukai berada di ujung tangkai daun, tubuh larva membesar dari ukuran normal dengan kutikula tubuh terlihat tipis.
Pada infeksi lanjut, ciri spesifik ditunjukkan oleh matinya larva secara mendadak (1 sampai 2 hari) dengan tubuh yang hancur dan mengeluarkan cairan putih. Setelah beberapa hari pasca kematian, bangkai larva yang hancur berubah warna menjadi hitam dengan bau yang menyengat (Gambar 8).
Keterangan: A. Awal kematian larva; B. 2 hari setelah kematian larva Gambar 8. Bangkai larva B. mori terinfeksi virus entomopatogen
Menurut Watanabe (2002), kelompok virus yang biasa menginfeksi B. mori antara lain Bombyx mori Nuclear Polyhedrosis Virus (BmNPV), Cytoplasmic Polyhedrosis Virus (CPV), Infeksi Flacherie Virus (IFV) dan Densonuc leosis Virus (DNV). Selanjutnya Watanabe (2002) mengatakan bahwa virus menginfeksi larva B. mori melalui mulut yaitu oleh pakan yang terkontaminasi. Virus yang telah mengandung virion-virion masuk ke dalam saluran pencernaan, partikel virus akan berikatan dengan sel-sel plasma membran pada epitelium mesenteron, selanjutnya virus memperbanyak diri dan melepas virion ke rongga tubuh serangga dan memyerang organ target lainnya (Tanada & Kaya 1993).
Watanabe (2002) juga mengatakan ada dua faktor yang mempenaruhi tingkat kerentanan B. mori terhadap virus yaitu: a). Faktor internal, sifat resistensi dan kerentanan virus yang sangat ditentukan oleh umur larva, pergantian kulit, metamorfosis dan proses diapause yang semunya dikontrol oleh sistem poligen; b). Faktor eksternal yang sangat ditentukan oleh proses infeksi, suhu, bahan kimia dan makanan baik pakan alami maupun pakan tambahan.
Infeksi protozoa (mikrosporidia) entomopatogen
Infeksi larva B. mori oleh kelompok protozoa (mikrosporidia) pada penelitian juga diketahui pada saat larva memasuki stadia instar besar (instar IV dan V). Ciri umum larva yang terinfeksi mikrosporidia yaitu berkurangnya aktivitas makan sehingga pertumbuhannya menjadi tidak seragam dan pergantian kulit tidak serentak. Pada infeksi lanjut larva tidak mau makan, pertumbuhan serta pergantian kulit terlambat dan akhirnya larva mati. Ciri spesifik diketahui dari adanya bercak hitam (black spot) pada tubuh larva, bercak ini ada yang berukuran kecil dan ada yang berukuran besar sehingga secara keseluruhan larva terlihat berwarna hitam (Gambar 9).
Menurut Singh & Saratchandra (2003) infeksi mikrosporidia pada larva B. mori disebabkan oleh Nosema bombycis, dengan penyakit ya ng dikenal dengan pebrin. Penyakit ini paling menakutkan menyerang persutraan alam karena bersifat diturunkan dan penularannya sangat cepat. Infeksi terjadi akibat kontaminasi pakan oleh spora N. bombycis, spora ini akan membelah diri di saluran pencernaan dalam kondisi basa. Selanjutnya spora ini berkembang menghasilkan sporoplasma yang akan dilepaskan ke hemolim dengan bantuan filamen polar. Sporoplasma akan terus tumbuh dan memperbanyak diri, dengan bantuan sistem peredaran darah serangga, sporoplasma ini akan menginfeksi berbagai sistem tubuh lainnya seperti sistem otot dan jaringan lemak tubuh (Singh & Saratchandra 2003).
Uji Tapis dan Potensi MEP dalam Menimbulkan Penyakit
Kelompok nematoda yang bersifat entomopatogen hanyalah NIT dari famili Steinernematidae (Gambar 10A), sedangkan kelompok bakteri yaitu isolat KP, isolat PB, dan isolat PT (dari tanah); isolat KC dan isolat PT (dari daun) (Gambar 10B), serta kelompok cendawan yaitu isolat Be, Me, dan Pe (dari tanah); isolat As1, As2, dan Cl (dari daun) (Gambar 10C). Isolat yang tidak bersifat entomopatogen adalah NID dan bakteri isolat coklat (C) (dari tanah); bakteri isolat merah (M) dan cendawan isolat Pm (dari daun) (Gambar 10A, 10B dan 10C).
Gambar 9. Larva B. mori terinfeksi mikrosporidia black spot
NEP dari Tanah dan Daun 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 Hari Pengamatan % Mortalitas NIT NID* K
BEP dari Tanah dan Daun
0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 Hari Pengamatan % Mortalitas P T KP P B C K P T * KC* M*
CEP dari Tanah dan Daun
0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 Hari Pengamatan % Mortalitas Cl* As1* As2* Pm* K Be Me Pe a
Keterangan : A. Nematoda ; B. Bakteri; C. Cendawan ; *. MEP dari daun. Gambar 10. Uji tapis mikroorganisme entomopatogen dari tanah dan daun
B A
Mai dan Mulin (1996) mengelompokkan nematoda atas beberapa kelompok seperti kelompok parasit tumbuhan, predator pada nematoda lain, dekomposer dan entomopatogen. Diduga NID yang telah diuji hanya bersifat parasit pada tumbuhan karena nematoda ini diisolasi dari daun yang rusak. CTE (2004) menyatakan bahwa ada beberapa jenis mikrob tanah yang bersifat patogen pada bagian-bagian tanaman, ada yang bersifat patogen terhadap biota yang hidup di tanah dan ada juga yang bersifat patogen pada tanaman dan serangga.
Berdasarkan kelompok MEP, rata-rata kemampuan mematikan larva uji antar MEP yang diisolasi dari tanah tidak berbeda nyata; sedangkan antar MEP yang diisolasi dari daun memperlihatkan nilai yang berbeda nyata (Gambar 11A dan 11B). Kemampuan MEP dari tanah mematikan larva uji mencapai 50% pada nematoda, 45,56% pada bakteri, dan 58,33% pada cendawan (Gambar 11A). Kemampuan MEP dari daun mematikan larva uji mencapai 48,33% pada bakteri dan 55,56% pada cendawan (Gambar 11B). Penggabungan hasil uji tapis tanpa melihat asal usul sampel didapatkan bahwa kemampuan mematikan larva uji oleh mikroorganisme kelompok cendawan lebih tinggi dari mikroorganisme kelompok bakteri yaitu 59,26% pada cendawan dan 47,31% pada bakteri (Gambar 11C).
Kemampuan cendawan dalam menginfeksi serangga sudah dikenal dalam berbagai penelitian, bahkan sifat entomopatogen cendawan ini dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama tanaman pertanian. Hal ini disebabkan karena cendawan mempunyai daya bunuh yang tinggi terhadap berbagai jenis serangga hama, mudah diperbanyak dan hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organisme bukan sasaran (Ta nada & Kaya 1993). Menurut Ekesi et al. (2003) kemampuan cendawan Metarhizium anisopliae menginfeksi pupa lalat buah yang hidup di tanah meningkat dengan persentase mortalitas mencapai 80%, hal ini seiring dengan kenaikan suhu dan kelembaban tanah.
0
20
40
60
CEP
BEP
Kelompok MEP
% Mortalitas
0
20
40
60
Tanah
Daun
Sumber Isolat
% Mortalitas
10 20 30 40 50 60NIT BEP CEP
Kelompok MEP Tanah
% Mortalitas 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 BEP CEP Kelompok MEP Daun
% Mortalitas
Keterangan : A dan B: Berdasarkan jenis MEP; C.Tanpa asal usul sampel; D. Berdasar sumber isolat Gambar 11. Kemampuan mematikan larva uji dari berbagai jenis MEP dan
asal sampel.
Berdasarkan sumber isolat, potensi isolat MEP tanah dan isolat MEP daun tidak berbeda nya ta dalam mematikan larva uji (Gambar 11D). Pada mikrob asal tanah selain bersifat merugikan tetapi ada beberapa jenis yang mungkin menguntungkan. Menurut Schloter et al. (2003) selain bersifat parasit pada tanaman, sebagian besar mikrob tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Isroi (2006) juga mengatakan bahwa organisme patogen tanah akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikrob pengendalinya, apabila jumlah organisme patogen lebih banyak
a a b a b a a A D C B a a
dari jumlah mikrob pengendalinya maka akan merugikan bagi tanaman dan biota yang hidup pada tanah tersebut.
Identifikasi MEP
Identifikasi nematoda entomopatogen
Kelompok nematoda yang bersifat entomopatogen adalah NIT yang berasal dari famili Steinernematidae. Hasil pengamatan preparat menunjukkan morfologi luar dari Steinernematidae dengan ciri-ciri: kepalanya set-off, stoma berbentuk silinder, panjang dan melebar serta tidak mempunyai stilet. Nematoda jantan memiliki spikula yang relatif besar dan lebar, testis tunggal dan tidak memiliki bursa. Nematoda betina biasanya berukuran lebih besar dari nematoda jantan, memiliki vulva yang menonjol keluar, sepasang ovari dengan posisi yang berlawanan serta ekor pendek dengan ujung berbentuk kerucut (Gambar 12). Jika diamati dari suspensi cairan berisi nematoda maka, Steinernematidae bentuk tubuhnya relatif panjang dan ramping serta gerakannya sangat aktif.
Menurut Wouts (1991) kelompok Steinernematidae memiliki ukuran tubuh j.i. yang beraneka ragam. Steinernema glaseri memiliki panjang tubuh lebih dari 1000 µm, sedangkan S. felatie memiliki panjang tubuh kurang 700 µm. Wang & Ishibashi (1999) menyatakan bahwa dengan tubuh yang lebih panjang, S. glaseri mampu menemukan inang pada kedalaman 7 cm.
Keterangan: a.Juvenil infektif (j.i.) ; b. Bagian kepala; c. Bagian ekor; d. Kutikula Gambar 12. Identifikasi nematoda isolat tanah
a
b
c
Identifikasi bakteri entomopatogen
Dari tanah kebun murbei dapat diisolasi 3 jenis cendawan yang bersifat entomopatogen yaitu isolat KP (kuning pekat), isolat PT (putih tebal) dan isolat PB (putih bening). Isolat KP mempunyai ciri-ciri bentuk koloni bulat cembung, bewarna kuning pekat, bentuk sel kokus (bulat) dan motil. Isolat PT dengan bentuk koloni bulat cembung, berwarna putih tebal, bentuk sel kokus dan motil. Isolat PB koloni berbentuk bulat pipih, bewarna putih bening, bentuk sel kokus dan motil (Gambar 13).
Keterangan: A, A1. Isolat kuning pekat; B, B1. Isolat putih bening; C , C1. Isolat putih tebal
Dari daun murbei dapat diisolasi dua jenis bakteri entomopatogen yaitu isolat KC( kuning cerah) dan isolat PT (putih tebal). Isolat KC mempunyai ciri- ciri antara lain: bentuk koloni bulat cembung, warna koloni kuning cerah, bentuk sel kokus dan motil. Isolat PT dengan bentuk koloni bulat cembung, bewarna putih tebal, bentuk sel basil (batang) dan motil (Gambar 14).
Keterangan: A, A1. Isolat KP; B, B1. Isolat PB; C, C1. Isolat PT
A1 B1 C1
A
Gambar 13. Identifikasi isolat bakteri yang diisolasi dari tanah
A A1 B B1
C B
Identifikasi cendawan entomopatogen
Dari tanah kebun murbei ditemukan tiga jenis cendawan entomopatoge n dari genus Penicillium sp. (Pe), Metarhizium sp. (Me) dan Beauveria sp. (Be) (Gambar 15).
Keterangan: Pe. Penicillium sp.; Me. Metarhizium sp.; Be. Beauveria sp.
Dari daun murbei dapat diisolas tiga jenis cendawan entomopatogen yaitu dari genus Aspergillus sp. (As1 dan As2) dan Cladosporium sp. (Cl) (Gambar 16).
Keterangan: As1. Aspergillus kuning (As2); Aspergillus ungu (As2); Cl. Cladosporium sp
Penicillium
Konidiopor muncul dari miselium tunggal, tegak lurus dan seringkali percabanganya muncul lebih ke ujung. Konidia berbentuk bulat terdiri dari satu sel dan tersusun dalam bentuk rantai basipetal (Gambar 17).
Keterangan: A. Biakan cendawan pada media PDA,; B. Konidia; C. Tubuh buah (konidiopor) Gambar 15. Cendawan entomopatogen isolat tanah kebun murbei
Gambar 16. Cendawan entomopatogen isolat daun murbei
As1 As2 Cl
Pe Be
Gambar 17. Identifikasi isolat Penicillium sp.
A B C
Metarhizium
Konidiopor tegak lurus dan memanjang, bercabang dan membentuk dinding sporulasi. Konidia berbentuk bulat panjang, tersusun membentuk rantai tunggal dan kadang berpasangan dengan konidia berwarna hijau (Gambar 18).
Keterangan: A. Biakan cendawan pada media PDA dan B. Konidia.
Beauveria
Miselium berwarna putih atau seperti benang halus yang tipis dan kadang seperti tepung. Konidia tunggal, hialin dan satu sel, susunannya tidak beraturan terkadang berbentuk zig- zag (Gambar 19).
Keterangan: A. Biakan cendawan pada media PDA; B. Konodia; C. Konidiopor
Cladosporium
Konidiopor berbentuk batang, tegak lurus, berwarna gelap, percabangannya bervariasi dan lebih ke ujung, berkelompok atau terkadang juga tunggal. Konidia bewarna gelap, 1 atau 2 sel bentuk dan ukuran bervariasi, ada yang bulat, agak bulat dan bulat tidak beraturan. Percabangan konidiopor membentuk rantai akropetalus (Gambar 20).
B
A A
B
Gamba r 18. Identifikasi isolat Metarhizium sp.
Gambar 19. Identifikasi isolat Beauveria sp. C
Keterangan: A. Biakan cendawan pada media PDA dan B. Konidia
Aspergillus
Konidiopor tegak lurus dan tidak begitu rumit, konidia berbentuk bulat, satu sel dan tersusun ke arah ujung. Konidia biasanya mempunyai warna yang bervariasi (Gambar 21).
Keterangan: A1. Aspergillus kuning (As1); A2. Aspergillus ungu(As2); B1 dan B2. Konidia, C1 dan C2. Konidiopor A B A2 C1 B1 A1 C2 B2
Gambar 20. Identifikasi isolat Cladosporium sp.
Uji Patogenisitas
- Mortalitas
Kelompok nematoda Steinernematidae mampu menginfeksi larva B. mori dengan tingkat mortalitas berbeda nyata dengan kontrol. Persentase mortalitas larva B. mori yang diinfeksi dengan NIT mencapai 46%, dengan persentase mortalitas kontrol ha nya 3% (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil uji patogenisitas MEP pada larva B. mori dengan konsentrasi 108sel/ml (BEP), 108konidia/ml (CEP) dan 50 (j.i)/ 5ml (NEP)
Parameter kokon yang diuji
MEP Isolat M (%) KA (%) BK (g/butir) BKK (%) NEP NIT K 46,00 ± 5,48 a 3,00 ± 4,47 b 29,85± 8,01a 3,16 ± 2,89 b 1,73 ± 0,13 b 2,13 ± 0,09 a 19,78± 1,49 b 24,30 ± 1,41a BEP tanah BEP daun PT KP PB PT KC K 12,50 ± 2,88 b 26,25 ± 4,79 a 10,00 ± 0,00 b 8,75 ± 4,79 bc 21,25 ± 6,29 a 3,75 ± 2,50 c 11,44 ± 4,55 b 24,09 ± 9,99 a 6,94 ± 5,32 b 8,35 ± 3,58 b 25,71 ± 10,69 a 2,53 ± 3,04 b 1,73 ± 0,12 bc 1,44 ± 0,12 d 1,97 ± 0,22 ab 1,79 ± 0,1 b 1,52 ± 0,13 cd 2,16 ± 0,22 a 19,78 ± 1,49 a 19,22 ± 4,02 b 20,89 ± 1,56 a 20,04 ± 2,09 a 19,17 ± 1,94 b 22,00 ± 2,27 a CEP tanah CEP daun Be Pe Me Cl As1 As2 K 51,67 ± 12,58 ab 55,00 ± 5 ab 58,33 ± 5,77 ab 51,67 ± 7,64 a 41,67 ± 16,07 b 60,00 ± 5 a 6,67 ± 2,89 c 19,43 ± 9,16 b 26,11 ± 6,73 ab 19,57 ± 4,58 b 24,09 ± 3,72 ab 32,28 ± 4,65 a 25,26 ± 33,18 ab 3,61 ± 3,13 c 1,76 ±0,13 a 1,88 ± 0,22 a 1,86 ± 0,05 a 1,86 ± 0,13 a 1,76 ± 0,21 a 1,74 ± 0,15 a 1,97 ± 0,09 a 20,59 ± 0,52 a 22,16 ± 2,10 a 22,23 ± 0,81 a 22,87 ± 2,14 a 21,27 ± 0,63 a 22,23 ± 3,38 a 21,90 ± 0,52 a
Keterangan : K. Kontrol; M. Mortalitas; KA. Kokon abnormal; BK. Bobot kokon; BKK. Bobot kulit kokon .Angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Hal ini menunjukkan bahwa NIT bersifat entomopatogen pada larva B. mori. Menurut Koppenhöfer & Fuzi (2003) sifat entomopatogen nematoda kelompok Steinernematidae terhadap kelompok serangga Lepidoptera seperi Galleria mellonella mencapai persentase mortalitas 95%.
Ciri umum dari larva yang terinfeksi NIT antara lain terjadinya penurunan aktivitas makan dan pergerakan, larva cenderung diam, paralisis pada mulut dan pada infeksi lanjut larva akan mati. Ciri spesifik dari larva yang terinfeksi nematoda baru dapat diketahui beberapa hari setelah kematian larva yaitu terjadinya perubahan warna tubuh menjadi lebih transparan dan agak kecoklatan, tubuh lembek dan bila dibedah jaringan tubuh bagian dalam hancur namun tidak mengeluarkan bau busuk (Gambar 22).
Keterangan: A1. Infe ksi awal NIT; A2. infeksi akhir NIT
Perez et al. (2003) menyatakan bahwa infeksi nematoda oleh j.i. (stadia penginfeksi), masuk ke hemosel inang dengan membawa bakteri simbion yang berkembang biak dengan cepat dan menghasilkan toksin yang dapat memb unuh serangga inang. Beberapa keuntungan dari asosiasi tersebut adalah bakteri dapat membunuh inang dengan cepat secara septicemia, menyediakan nutrisi dan lingkungan yang cocok bagi perkembangan dan reproduksi nematoda (Tanada & Kaya 1993).
Gouge & Snyder (2006) menyatakan bahwa selain bersimbiosis dengan kelompok bakteri Xenorhabdus, famili Steinernematidae juga mampu bersimbiosis dengan beberapa kelompok bakteri lain, seperti: Enterobacter, Vibrio, Pseudomonas, Citrobacter dan Serratia. Berbagai laporan menyatakan bahwa larva B. mori juga sangat rentan terhadap kelompok bakteri tersebut terutama oleh kelompok bakteri Serratia dan Pseudomonas (Hee 1998).
Bakteri isolat KP dari tanah memberikan mortalitas sebesar 26,25%, sedangkan isolat KC dari daun memiliki mortalitas sebesar 21,25 %. Kedua isolat ini berbeda nyata dengan isolat BEP lainnya termasuk kontrol dengan mortalitas kontrol mencapai 3,75% (Tabel 2). Larva yang terinfeksi BEP, setelah 1 x 24 jam
Gambar 22. Larva B. mori yang terinfeksi nematoda isolat tanah A1
pasca inokulasi secara umum memperlihatkan ciri-ciri seperti berkurangnya aktivitas makan dan pergerakan, sehingga larva cenderung untuk diam dan mati. Ciri spesifik dari larva yang terinfeksi BEP diketahui dari perubahan warna tubuh menjadi kehitaman dengan jaringan epitel yang tetap utuh, paralisis pada saluran pencernaan, mengeluarkan muntah dari mulut dan diare dari anus, sehingga bangkai larva mengeluarkan bau yang menyengat (Gambar 23).
Keterangan: A dan B. Kematian larva pada awal infeksi; C dan D. bangkai larva dan pupa akhir infeksi
Infeksi oleh bakteri entomopatogen terjadi melalui kontaminasi pakan, bakteri yang sampai pada saluran pencernaan menyebabkan terjadinya paralisis. Tanada & Kaya (1993) menyatakan bahwa terjadinya paralisis pada larva disebabkan bakteri sampai pada saluran pencernaan, mengganggu keseimbangan sel-sel di saluran pencernaan dan akhirnya sel-sel tersebut lisis (hancur) sehingga aktivitas makan larva terhenti.
Paralisis yang terjadi pada saluran pencernaan ditandai dengan keluarnya cairan muntah (vomit) pada mulut dan anus yang mengeluarkan bau menyengat. Larva yang mati memperlihatkan perubahan warna tubuh menjadi coklat tua sampai hitam yang dimulai dari ruas utama abdomen sampai ke bagian posterior. Tubuh larva lembek dengan integumen yang masih utuh kemudian larva mengering dan menyusut. Selanjutnya larva atau pupa yang terinfeksi akan mati dengan tubuh yang berwarna hitam dan jaringan epitel yang tetap utuh. Menurut
Gambar 23. B. mori yang mati terinfeksi bakteri entomopatogen
A B
Tanada & Kaya (1995), terjadinya paralisis pada larva disebabkan karena bakteri yang sampai pada saluran pencernaan mengganggu keseimbangan sel-sel di saluran pencernaan dan akhirnya sel-sel tersebut lisis (hancur) sehingga menyebabkan terhentinya aktivitas makan larva.
Pada kelompok CEP, isolat Aspergillus ungu (As2) yang diisolasi dari daun murbei memperlihatkan persentase mortalitas larva B. mori tertinggi yaitu mencapai 60% biila dibandingkan dengan isolat CEP lainnya termasuk kontrol dengan persentase mortalitas kontrol mencapai 6,67% (Tabel 2).
Tingginya mortalitas larva uji yang diinfeksi CEP kelompok Aspergillus menunjukkan bahwa larva B. mori sangat rentan terhadap cendawan ini. Kematian larva tidak hanya terjadi pada stadia instar kecil, namun infeksi dapat berlanjut sampai larva mencapai instar besar dan stadia pupa. Kemampuan cendawan entomopatogen menginfeksi larva kelompok Lepidoptera melalui integumen disebabkan karena larva memiliki lapisan integumen yang tipis sehingga cendawan entomopatogen tidak memiliki hambatan yang berarti dalam melakukan penetrasi pada kutikula (Tanada & Kaya 1993).
Ciri umum larva yang terinfeksi CEP yaitu berkurangnya nafsu makan dan aktivitas pergerakan, pertumbuhannya lambat, dan larva mati dengan tubuhnya lunak, namun setelah satu atau dua hari tubuh larva mengeras dan berwarna hitam. Ciri spesifik dari larva yang terinfeksi cendawan baru terlihat setelah 3 hari pasca kematian larva yaitu pada kondisi lingkungan yang lembab cendawan akan bersporulasi pada bangkai larva dengan warna yang sesuai dengan jenis CEP penginfeksi (Gambar 24). Furlong & Fuzi (2003) menyatakan sporulasi Beauveria bassiana pada tubuh larva instar dua hama kentang dapat terjadi dalam waktu cepat seiring dengan tingkat kerentanan larva terhadap CEP dan larva mengalami kekurangan nutrisi. Pada kondisi yang tidak menguntungkan perkembangan cendawan hanya berlansung di dalam tubuh serangga tanpa menembus integumen (Santoso 1993).
Keterangan: A. Larva yang mati oleh cendawan Aspergillus kuning, B. Larva yang mati oleh cendawan Aspergillus ungu, C. Larva yang mati oleh cendawan Penicillium sp.; D. Larva yang mati oleh oleh cendawan Metarhizium sp.; E. Larva yang mati oleh cendawan Cladosporium sp., F. Infeksi Cladosporium yang bersporulasi pada bagian ekor larva, G. Larva yang mati oleh cendawan Beauveria sp.
Pada awal kematian larva mempunyai ciri yang sama yaitu tubuh mengeras dan berwarna hitam. Perbedaan penyebab infeksi baru bisa diamati setelah cendawan bersporulasi pada bangkai larva. Larva yang terinfeksi cendawan Aspergillus kuning dicirikan dengan bangkai larva ditumbuhi cendawan berwarna kuning (Gambar 24A), sedangkan larva yang terinfeksi cendawan Aspergillus ungu, berwarna lebih gelap dari Aspergillus kuning (Gambar 24B). Larva yang terinfeksi cendawan Penicillium sp.ditandai dengan tubuh larva yang ditumbuhi cendawan berwarna hijau dan agak tebal (Gambar 24C), sedangkan Gambar 24. Larva B. mori yang mati terinfeksi oleh cendawan entomopaogen
C D
E F
G
larva yang terinfeksi cendawan Metarhizium sp. ditandai dengan munculnya cendawan berwarna hijau pada tubuh serangga namun lebih tipis dari larva yang