• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur Tanaman Pohon= Riap setahun

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah akar kalakai. Bahan lain yang digunakan Bahan lain yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah pelarut kimia Etanol (C2H5OH) 70%, Aquades (H2O), Aluminium klorida (AlCl3)10% pa, Asam asetat (CH3COOH) 5% pa, Natrium hidroksida (NaOH) pa, Asam klorida (HCl) 1% pa, Kuersetin (C15H10O7) pa, Etanol (C2H5OH) pa, Klorofom (CHCl3) pa, Pb Asetat (CH3COO Pb), Asam asetat glasial (CH3COOH), Asam formiat (HCOOH), Etil metal keton (CH3COC2H5), Ammonia (NH3), Asam sulfat (H2SO4), Reagen Dragendroff, Reagen Meyer, Reagen Liebermann Burchat, dan kertas saring whatman no.1.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas (Pyrex® Iwaki Glass), blender, cawan porselen, corong pisah, neraca analitik (Ohaus®), pengayak No. 25, bejana maserasi, propipet, rak tabung reaksi, rotary vacuum evaporator (Hseidolph), sendok besi, sentrifugator (Clements®), spektrofotometer UV-VIS (Spectronic Genesys® 10uv) suhu ruang 20-25°C, stopwatch, waterbath (SMIC®), dan vortex mixer.

B. Pengolahan Sampel

Bahan diambil dari seluruh bagian akar tumbuhan kalakai yang menempel pada batang yang terdapat di tanah gambut. Tumbuhan kalakai diambil pada bagian akar

169

yang dikumpulkan selanjutnya dibersihkan dari benda-benda asing dari luar (disortasi basah) dan dicuci bersih di bawah air mengalir. Hasil rajangan dikeringkan di tempat yang teduh (kering-angin) selama 3 hari (kondisi cuaca panas pada saat proses pengeringan), setelah sampel kering dipisahkan dari benda-benda asing (disortasi kering). Dilakukan pengunahan bentuk menjadi bentuk serbuk dengan cara dihaluskan, lalu diayak dengan pengayak nomor 14 (FHI, 2009). Serbuk halus yang diperoleh dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.

C. Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi akar kalakai dilakukan dengan cara perendaman serbuk dengan perbandingan sampel pelarut : etanol 70% sama dengan 1:10. Simplisia direndam dalam pelarut selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Setiap 24 jam di saring, filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan pelarut yang diganti dengan yang baru dengan jumlah yang sama dengan yang pertaa. Filtrat yang diperoleh dipisahkan dari residu dengan menggunakan kertas Whatman nomor 1. Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan dengn vacuum rotary evaporator dengan suhu 60°C. Kemudian diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh ekstrak kental.

D. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol

Akar Kalakai

Uji skrining fitokimia meliputi :uji flavonoid, uji Alkaloid, uji tanin, uji saponin, uji antrakuinon, uji steroid, uji terpenoid.

E. Penentuan Panjang Gelombang

Maksimum Kadar Steroi Total

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan cara membuat larutan stigmasterol dengan konsentrasi 500 ppm dalam pelarut kloroform. Selanjutnya dilakukan pembacaan pada rentang panjang gelombang 200-300 nm.

F. Penentuan Kurva Baku

Stigmasterol

Larutan seri kadar dibuat dengan menggunakan baku standar yaitu stigmasterol. Dibuat larutan seri kadar 500, 1000, 1500, 2000, 2500, dan 3000 ppm. Dilakukan pembacaan absorbansi dari larutan uji pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Persamaan kurva baku yang diperoleh adalah y=bx+a. Blanko yang digunakan adalah campuran antara pelarut dan pereaksi.

G. Penetuan Steroid Total

Sebanyak 100 mg ekstrak ditimbang secara seksama kemudian dilarutkan ke dalam 5 mL aquades, dipanaskan pada suhu 50ºC selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian masukkan ke dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan kloroform hingga tanda batas. Lakukan pengocokan larutan dalam labu ukur. Terbentuk dua lapisan yaitu lapisan aquades dan kloroform. Steroid akan terlarut dalam fase klorofom karena sama-sama bersifat non-polar. Diambil sebanyak 1 mL fase kloroform kemudian dibaca pada panjang gelombang maksimal. Blanko yang digunakan adalah campuran antara pelarut dan pereaksi. Dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Absorbansi ekstrak yang mengandung steroid dikalibrasikan dengan kurva standar dengan persamaan regresi linier y = bx+a. Dimana y

adalah nilai absorbansi dan x adalah kadar terukur. Nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam y sehingga diperoleh x adalah konsentrasi (ppm=mg/L).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Tanah

Sebelum akar kalakai diambil, tanah tempat tumbuh kalakai dianalisis. Analisis jenis tanah berfungsi untuk lebih menyakinkan peneliti dalam pengambilan sampel akar kalakai yang digunakan, yaitu yang berasal dari tanah gambut.

Tabel. Hasil analisis tanah

No.

Sampel

Parameter yang Di Analisis pH H2O (1:2,5) N-Total (%) P-Bray I (ppm) K-dd (me/100 g) KTK (me/100 g) Tekstur (%) Tingkat Dekomposisi Pasir Debu Clay

1. Gambut

MM 3,49 0,54 31,66 0,40 25,81 - - - Saprik

Ket: - = tidak dianalisis

Hasil analisis menunjukkan tanah gambut memiliki pH dengan tingkat keasaman yang relatif tinggi, yaitu 3,49. Hasil tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan tingkat keasaman tanah gambut berkisar pada pH 3-4(Hartatik et al., 2012). Ketersediaan N

bagi tanaman pada tanah gambut umumnya rendah (Hartatik et al., 2012). Unsur fosfor

adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar (Umaternate et al., 2014).

Parameter Kapasistas Tukar Kation (KTK), Kapasitas tukar kation umumnya berbanding lurus dengan tingginya pH pada tanah, apabila pH naik maka terjadi kenaikan nilai KTK (Hartatik et al., 2012). Nilai kalium

dapat ditukar (K-dd), Kalium dapat ditukar memberikan gambaran kadar kalium yang

menunjukkan tingkat kesuburan tanah. Tingginya nilai K-dd berkorelasi dengan tingginya mineral dan unsur hara pada tanah (Sasli, 2011). Penelitian lain menunjukkan K-dd pada tanah gambut di Kalimantan tergolong tinggi dibandingkan di Sumatera (Ratmini, 2012).

Pada parameter tekstur tanah, tanah gambut menunjukkan tingkat dekomposisi tergolong saprik (matang). Tanah gambut saprik adalah tanah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali. Umumnya berwarna coklat tua sampai hitam, dan apabila diremas kandungan seratnya kurang dari 15% (Noor, 2001).

B. Hasil Skrinng Fitokimia

Skrining fitokimia dapat memberikan informasi metabolit sekunder atau konstituen

yang terkandung di dalam ekstrak. Konstituen kimia yang terkandung bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis (Yadav dan Agarwala, 2011). Skrining fitokimia yang dilakukan pada ekstrak akar kalakai adalah uji flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, antrakuinon, triterpenoid dan steroid. Hasil pengujian skrining fitokimia ekstrak akar kalakai ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel . Hasil Pengujian Skrining Fitokimia Ekstrak Akar Kalakai

No. Golongan Akar Kalakai Tanah

Gambut 1. Alkaloid - 2. Saponin + 3. Antrakuinon + 4. Tanin + 5. Flavonoid + 6. Terpenoid + 7. Steroid + Keterangan : (+) = positif, (-) = negatif

Hasil skrining fitokimia akar kalakai yang tumbuh di tanah gambut menunjukkan hasil positif mengandung senyawa golongan saponin, antrakuinon, tanin, flavonoid, terpenoid, dan steroid.

Pada akar kalakai terkandung senyawa golongan flavonoid yang berperan terhadap aktivitas afrodisiak. Flavonoid bekerja melalui aktivitas sentral yang menyebabkan peningkatan hormon dehidroepiandrosteron, sehingga terjadi peningkatan hormon

testosteron (Semwal et al., 2012). Flavonoid meliputi banyak pigmen yang banyak terdapat di seluruh tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Flavonoid memiliki kelarutan dalam pelarut polar dan semipolar. Golongan flavonoid dapat diektraksi dengan etanol 70% (Yunita et al., 2009). Pada uji flavonoid yang dilakukan pada ekstrak akar kalakai diperoleh hasil positif. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya perubahan warna larutan menjadi kuning setelah ditambahkan larutan NaOH.

Steroid merupakan salah satu golongan yang bertanggungjawab terhadap aktivitas afrodisiak. Golongan steroid bekerja secara sentral dengan meningkatkan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH), meningkatkan produksi hormon androgen, dan mempengaruhi enzim yang memproduksi hormon androgen (Semwal et al., 2012). Identifikasi steroid dilakukan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard yang terdiri atas asetat anhidrat. Hasil positif apabila terbentuk cincin coklat pada batas larutan saat ditambahkan dengan H2SO4.

Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul besar. Tanin dapat terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus karboksil. Tanin memiliki sifat membentuk kompleks dengan protein dan beberapa makromolekul. Identifikasi keberadaan tanin dengan menggunakan larutan gelatin 1% yang mengandung natrium klorida akan ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna putih (Tiwari et al., 2011).

Identifikasi saponin pada akar kalakai dilakukan dengan metode foam. Identifikasi yang dilakukan menunjukkan akar kalakai

172

mengandung saponin yang ditandai dengan timbulnya busa. Saponin terdiri atas gugus glikosil yang merupakan gugus polar, diikuti gugus steroid atau triterpenoid yang memiliki sifat nonpolar.

C. Hasil Kadar Steroid Total

Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia, suatu ekstrak tumbuhan dapat distandarisasi dengan menetapkan kadar salah satu atau dua golongan metabolit sekunder yang paling bertanggungjawab terhadap aktivitas yang dihasilkan (Saifudin et al., 2011).

Steroid merupakan salah satu golongan yang bertanggungjawab terhadap aktivitas afrodisiak (Semwal et al., 2013). Steroid terdeteksi secara kualitatif pada akar kalakai.

Penetapan kadar steroid total pada penelitian ini menggunakan metode spektroskopik. Senyawa marker yang digunakan sebagai standar yaitu stigmasterol yang termasuk golongan steroid. Stigmasterol merupakan prekursor dalam sintesis progesteron dan terlibat pada biosintesis hormon androgen (efek afrodisiak), estrogen, dan kortikoid (Kaur et al., 2011).

Kadar steroid total dapat dihitung dengan menggunakan standar eksternal yaitu memasukkan nilai absorbansi (y) dari larutan ekstrak akar kalakai pada persamaan kurva baku stigmasterol. Persamaan kurva baku stigmasterol yaitu y = 0,0002X–0,2642. Hasil penentuan kadar steroid total pada akar kalakai ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel . Hasil kadar steroid total akar kalakai

Sampel Abs X (µg/mL) Preparasi Sampel Kadar (µg/mg) Rata-rata (µg/mg) + SD RSD Akar Kalakai Tanah Gambut 0,379 574 100 mg/10 mL 57,4 58,23+8,49 1,45% 0,380 579 100 mg/10 mL 57,9 0,383 594 100 mg/10 mL 59,4 Kadar steroid total menyatakan kadar

senyawa seluruh golongan steroid yang terdapat pada ekstrak akar kalakai. Hasil penetapan kadar pada akar kalakai yang berasal dari tanah gambut sebesar 58,23+8,49 µg/mg. Senyawa golongan steroid dapat meningkatkan level serum testosteron, FSH, dan LH. Selain itu, golongan steroid juga dapat menghambat enzim fosfodiesterase-5 (PDE-5) yang bertanggungjawab terhadap gangguan disfungsi seksual (Sharma et al., 2014).

Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan pada penetapan kadar steroid total.

Nilai RSD pada penetapan kadar steroid total pada akar kalakai tanah gambut berturut-turut sebesar 1,45%. RSD yang dapat diterima dalam analisis yaitu maksimal 4% (Gonzales et al., 2012). Nilai RSD yang lebih dari 4% menunjukkan tidak memenuhi presisi (keterulangan). Nilai RSD pada penelitian ini memenuhi persyaratan yang menunjukkan terdapat keseksamaan hasil pengujian yang dilakukan secara berulang (Harmita dan Radji, 2004).

KESIMPULAN

Kadar yang diperoleh dari metabolit sekunder golongan steroid akar kalakai yang tumbuh di tanah gambut adalah sebesar 58,23+8,49 µg/mg.

DAFTAR PUSTAKA

Bone, K., dan S. Mills. 2013. Principles and Practice of Phytotherapy. 2nded. Churchill Livingstone Elsevier, New York.

Dai, J. dan R.J. Mumper. 2010. Plant Phenolics: Extraction, analysis and their antioxidant and anticancer properties. Molecules. 15: 7313-7352.

Farmakope Herbal Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi Pertama, Depkes RI, Jakarta.

Gonzales, A.G., M.A Herrador, dan A.G. Asuero. 2010. Intra-laboratory Assesment of Method Accuracy (Trueness and Precision) by Using Validation Standarts. Talanta. 82: 1995-1998.

Harmita, M., dan Radji. 2008. Analisis Hayati. Penerbit EGC, Jakarta.

Hartatik, W., I. Subiksa, A. Dariah. 2012. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Gambut. Balai Penelitian Tanah (Balittana), Litbang

Kementrian Pertanian.

http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/i nd/dokumentasi/lainnya/wiwik%20harta tik.pdf

Ho, R., T. Teai, J.-P. Bianchini, R. Lafont, dan P. Raharivelomanana. 2010. Ferns: From traditional uses to pharmaceutical development, chemical identification of active principles. p. 321-346. In H. Fernández, M.A. Revilla, and A. Kumar (ed.). Working with ferns: Issues and applications. Springer, New York. Kaur, N., J. Chaudhary., A. Jain., dan L.

Kishore. 2011. Stigmasterol: A

Comprehensive Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Resarch. Vol. 2(9):2259-2265.

Kepmenkes. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81/Menkes/SK/III/2007. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Liu, H., J. Orjala, O. Sticher, dan T. Rali.

1999. Acylated flavonol glycosides from leaves of Stenochlaena palustri. Jurnal Natural Product. 62: 70-75.

Maharani, D.M., S.N. Haidah, dan Haiyinah. 2013. Studi Potensi Kalakai (Stenochlaena palustris (Burm.F) Bedd)), Sebagai Pangan Fungsional, Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. PKMP 1: 1-13.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensial dan Kendala. Kanisius. Jakarta.

Noorcahyati. 2012.Tumbuhan Berkhasiat Obat Etnis Asli Kalimantan. Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Balikpapan.

Ratmini, S. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2) : 197-206.

Raharjo, T. J. 2013. Kimia Bahan Alam. Penerbit: Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Rohaeti, E., R. Heryanto., M. Rafi., A.

Wahyuningrum, dan L. K. Darusman. 2011. Prediksi Kadar Flavonoid Total Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Menggunakan Kombinasi Spektroskopi IR dengan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial. Jurnal Kimia. 5 (2): 101-108. Rohaeti, E., R. Heryanto., M. Rafi., A. Wahyuningrum, dan L. K. Darusman. 2011. Prediksi Kadar Flavonoid Total Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Menggunakan Kombinasi Spektroskopi IR dengan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial. Jurnal Kimia. 5 (2): 101-108.

Saifudin, A., V. Rahayu., dan H. Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sasli, I. 2011. Karakterisasi Gambut Dengan Berbagai Bahan Amelioran dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Guna Mendukung Produktifitas Lahan Gambut. Grovigor. 4(1):42-50. Sukmaningsih A.A.., I. W. Widia, N. S.

Antara., P. D. Kencana., dan I. B. W. Gunam. 2012. Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata) Sebagai Bahan Afrodisiak pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan. Pusat Studi Ketahanan Pangan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Udayana. Bali.

Semwal, A., R. Kumar., dan R. Singh. 2013. Nature’s Aphrodisiacs - A Review of Current Scientific Literature. International Journal of Recent Advances in Pharmaceutical Research. 3(2) : 1-20.

Sharma, P., P. Bhardwaj., T. Arif., I. Khan., dan R. Singh. 2014. Pharmacology, Phytochemistry and Safety of Aphrodisiac Medicinal Plants: A Review. RRJPTS. Volume 2(3):1-18.Tiwari, P., B. Kumar., M. Kaur., G. Kaur., dan H. Kaur. 2011. Phytochemical Screening and Extraction : A Review. International Pharmaceutica Scienca.1(1) : 98-106.

Thursina, D. 2010. Kandungan Mineral Kalakai (Stenochlaena palutris) yang Tumbuh Pada Jenis Tanah Berbeda Serta Dimasak dengan Cara Berbeda. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Umaternate, G., J. Abidjulu, dan A. Wuntu. 2014. Uji Metode Olsen dan Bray dalam Menganalisis Kandungan Forfat Tersedi Pada Tanah Sawah di Kecamatan Dumoga Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 3(1): 6-10.

Yadav, R., dan M. Agarwala. 2011. Phytochemical analysis of some medicinal plants. Journal of Phytology. 3(12): 10-14.

Yakubu, M.T., M.A. Akanji, dan A.T. Oladiji. 2007. Evaluation of biochemical indices of male rat refroductive function and testicular histology in Wistar rats following chronic administration of aqueous extract of Fadogia agrestis (Schweinf. Ex Heirn) stem. African Journal of Biochemistry Research. 1(7): 156-163.

Yunita, A. I., dan R. Nurmasari. 2009. Skrining Fitokimia Daun Tumbuhan Katimaha (Kleinhovia hospital L.). Sains dan Terapan Kimia. 3(2): 112 – 123.

EVALUASI ANEKA POTENSI HUTAN PENDIDIKAN UNHAS UNTUK OPTIMALISASI