Umur Tanaman Pohon= Riap setahun
UNTUK BIOFUEL
V. RENCANA PENGEMBANGAN NYAMPLUNG DI LAHAN GAMBUT
TERDEGRADASI
Pengembangan nyamplung di lahan gambut akan dilakukan melalui 2 (dua) kegiatan utama, yaitu 1) Pembangunan plot pertanaman nyamplung menggunakan benih unggul dari TBP Nyamplung dari Wonogiri, dan 2) Pembangunan plot uji provenan nyamplung dari 8 (delapan) pulau di Indonesia. Kegiatan pembangunan kedua plot tersebut merupakan kerjasama penelitian antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH), Yogyakarta dengan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah (UMP), Palangkaraya yang akan didanai oleh CIFOR (The Centre for Internasional Forestry Research), Bogor. Kegiatan akan dimulai pada tahun 2017 dilanjutkan pada tahun berikutnya melalui tahapan kerjasama para pihak.
Pembangunan plot pertanaman nyamplung akan dilakukan di Etalase Bioenergi, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah, yang berlokasi di kelurahan Kalampangan, kecamatan Sebangau, Kotamadya Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Lahan tersebut seluas 30 ha dengan vegetasi di atasnya berupa anakan jenis Acacia dan pernah terbakar pada tahun 2014 dan 2015, dengan lapisan padas hitam (spodosol). Plot pertanaman nyamplung direncanakan seluas 5 ha dengan jarak tanam 5 x 5 m menggunakan pola agroforestry dengan jenis tanaman pangan
(padi, jagung, labu air dan cabe) dan kontrol (tanpa tanaman tumpang sari) masing-masing seluas 1 ha. Persiapan lahan dilakukan dengan tebas total dan membuat guludan untuk jalur tanaman nyamplung. Bibit tanaman nyamplung akan ditanam di atas guludan tanah gambut dan tanaman pangan akan ditanam diantara jalur tanaman pokok. Benih yang digunakan untuk pembangunan plot pertanaman nyamplung berasal dari TBP nyamplung dari Wonogiri (Jateng). Pengukuran tanaman akan dilakukan pada 3 (tiga) plot ukuran permanen (PUP) di dalam setiap pola agroforestry untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman nyamplung pada lahan gambut dan produktivitas tanaman pertanian untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan pola agroforestry yang diterapkan. Pembibitan dilakukan pada Persemaian Permanen Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Kahayan yang berlokasi di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Plot pertanaman tersebut selain untuk menguji kemampuan adaptasi tanaman nyamplung di lahan gambut terdegradasi juga sebagai salah satu metode dalam program pemuliaan untuk mengetahui stabilitas genetik benih unggul melalui uji multi lokasi (uji pada berbagai lokasi/tapak dengan kondisi lingkungan yang berbeda). Dengan metode demikian akan diketahui peningkatan genetik (realized genetic gain) nyamplung asal TBP Wonogiri pada lahan gambut terdegradasi (Zobel & Talbert, 1984; Wright, 1976).
Pembangunan plot uji provenan nyamplung akan dibangun dengan melibatkan 8 (delapan) provenan dari 8 pulau di Indonesia termasuk ras lahan sebagai kontrol. Uji ini dilakukan untuk pengembangan nyamplung dalam jangka panjang dalam meningkatkan produktivitas buah dan rendemen minyak nyamplung di Kalimantan Tengah. Hasil eksplorasi buah nyamplung dan analisis minyak serta analisis DNA dari 8 pulau tersebut menunjukkan adanya variasi yang sangat tinggi terhadap ukuran buah dan biji, rendemen minyak dan sifat fisiko-kimia serta jarak genetik antar provenan dan ras lahan (Leksono dkk., 2010; Leksono & Putri, 2013; Leksono et al., 2014b; Windyarini & Hasnah, 2017). Provenan atau ras geografik merupakan area geografi alami benih atau propagul dikumpulkan (Zobel & Talbert). Adanya provenan ini disebabkan oleh suatu species tanaman yang mempunyai sebaran alami di beberapa lokasi dan mempunyai kondisi lingkungan yang sangat spesifik, sehingga memberikan penampilan yang berbeda di antara ras geografik tersebut. Sedangkan ras lahan adalah suatu populasi yang menjadi teradaptasi pada suatu lingkungan yang spesifik pada tempat dia ditanam (Wright, 1976). Uji provenan ini dilakukan dengan tujuan sebagaimana uji species, namun pada level populasi (provenan dalam suatu species), yaitu untuk mendapatkan provenan dari species target yang memiliki kemampuan adaptasi dan potensi tumbuh yang besar pada suatu lokasi (Burley & Wood, 1996). Plot uji provenan akan dibangun dengan rancangan acak lengkap berblok (RCBD) dengan 8 plot,
25 pohon per plot (treeplot) dan 6 ulangan (blok) seluas 3 ha dengan jarak tanam 5 x 5 m. Persiapan lahan dan penanaman sebagaimana pada plot pertanaman nyamplung, dilakukan dengan tebas total dan membuat guludan untuk jalur tanaman nyamplung. Pengukuran secara peiodik setiap tahun akan dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan adaptasi, pertumbuhan tanaman dan respon berbunga serta berbuah dari masing-masing provenan dan ras lahan di lahan gambut terdegradasi. Informasi potensi pertumbuhan tanaman dan kandungan minyak dari populasi asalnya, akan menjadi bahan rekomendasi untuk pemngembangan nyamplung di lahan gambut khususnya di Kalimantan Tengah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kam ucapkan kepada CIFOR (The Centre for Internasional Forestry Research) atas dukungan dana pada kegiatan ini dalam kerjasama penelitian dengan topik: “Assessing Bioenergy Plantation Potential on Degraded Land.” Terima kasih juga kami ucapkan kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah yang telah menyediakan lahan untuk kegiatan dimaksud, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Kahayan yang telah menyediakan Persemaian Permanen dalam pembibitan nyamplung dan dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah dalam kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Atabani, A.E., S. César. 2014. Calophyllum innophyllum L.- A prospective non-edible biodiesel feedstock. Study of biodiesel production, properties, fatty acid, composition, blending and engine performance. Renewable and Sustainable Energy Reviews 37: 644-655
BAPPENAS. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019: Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019. Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014.
BPS Kalteng. 2017. Provinsi Kalimantan Tengah dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah.
BSN. 2006. Biodiesel. SNI 04-7182-2006. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
Burley, J. and P.J. Wood. 1996. A Manual on Species and Provenance Research with Particular Reference to The Tropics. Trop. For. Pop. 10. Comm. For. Inst. Oxford.
Bustomi, S., T. Rostiwati, R. Sudradjat, B. Leksono, A.S. Kosasih, I. Anggraeni, D. Syamsuwida, Y. Lisnawati, Y. Mile, D. Djaenudin, Mahfudz, E. Rahman.. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) sumber energi biofuel yang potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Cifor. 2016. A bioenergy trial in Central Kalimantan aims to restore land and boost livelihoods. Forest News, 27 October 2016, Growing New Energy. ESDM. 2006. Blueprint pengelolaan energi
nasional 2006 – 2025: Sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. Jakarta.
ESDM. 2007. Pengembangan desa mandiri energi (DME). Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Jakarta.
ESDM. 2008. Rencana strategis 2009-2014 program desa mandiri energi. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Jakarta.
Gatra. 2015. “Budi Leksono, Mengolah limbah menjadi pakan ternak”. Majalah Berita Mingguan Gatra edisi No. 16 Tahun XXI, 19-25 Mei 2015.
Gatra. 2017. Bangkit Energi Lestari. Majalah Berita Mingguan Gatra Edisi Khusus Energi Terbarukan, 18-24 Mei 2017 (hal. 20-21).
Hasnam. 2011. Prospek perbaikan genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.). Perspektif Vol. 10 No.2. Hal. 70-80. Hayes, D.J., R. Ballentine, J. Mazurek. 2007.
The promise of biofuels a home-grown approach to breaking. America's Oil Addiction (Policy Report March 2007). Progressive Policy Institute. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia. Jilid III. Diterjemahkan oleh : Badan Litbang
Kehutanan.Yayasan SaranaWanajaya. Jakarta
Kompas. 2015. Budi Leksono, “Nyemplung” di nyamplung demi kemandirian energi. Kompas, 15 Desember 2014 Kompas. 2017. Tahun ini, pemerintah restorasi
lahan gambut di 7 provinsi. Kompas, 4 September 2017.
Leksono, B., AYPBC Widyatmoko. 2010. Strategi pemuliaan nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk bahan baku biofuel. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III: Peran Strategis Sains dan Teknologi dalam Mencapai Kemandirian Bangsa. Bandar Lampung 18-19 Oktober 2010. Universitas Lampung. Hal.125-137. Leksono, B., Y. Lisnawati, E. Rahman, K.P.
Putri. 2010. Potensi tegakan dan karakteristik lahan enam populasi nyamplung (Calophyllum inophyllum) ras Jawa. Prosiding workshop sintesa hasil penelitian hutan tanaman 2010. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan, Bogor. Hal.397-408.
Leksono, B., K.P. Putri. 2013. Variasi ukuran buah - biji dan sifat fisiko - kimia minyak nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) dari enam populasi di Jawa. Prosiding Seminar Nasional HHBK “Peranan Hasil Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan”. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. hal.321-334.
Leksono, B. 2014. Buah nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk ketahanan energi, pakan dan obat-obatan: peluang dan tantangan. Prosiding Seminar Nasional "Peranan dan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam Meningkatkan Daya Guna Kawasan (Hutan)". Fakultas Kehutanan UGM-BPDASPS. Yogyakarta, 6-7 November 2014. hal.302-314
Leksono, B., E. Windyarini, T. Hasnah. 2014a. Budidaya nyamplung (Calophyllum inophyllum L) untuk bioenergi dan prospek pemanfaatan lainnya. IPB Press. 55 hal.
Leksono, B., R.L. Hendrati, E. Windyarini, T. Hasnah. 2014b. Variation of biofuel potential of 12 Calopyllum inophyllum populations in Indonesia. Indonesian Journal of Forestry Research Vol.1 (2):127-138.
Leksono, B., R.L. Hendrati, E. Windyarini, T. Hasnah. 2014c. Coumarins content of seed and crude oil of nyamplung (Calopyllum inophyllum) from forest stands in Indonesia. Proceeding The International Seminar on “Forests and Medicinal Plants for Better Human Welfare”. CRDFPI-FORDA. Bogor, 10 – 12 September 2013.
Leksono B. 2016. Seleksi berulang pada spesies tanaman hutan tropis untuk kemandirian benih unggul. Naskah Orasi Profesor Riset. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Bogor. 78 hal.
Leksono B, E. Windyarini, T. Hasnah. 2016. Growth, flowering, fruiting and biofuel content of Calophyllum inophyllum in provenance seed stand. The Third
International Conference of Indonesia Forestry Researchers (The 3rd INAFOR). Forestry Research, Development and Inovation Agency. Bogor, 21-22 October 2015.
Leksono B, E. Windyarini, T. Hasnah. 2017. Conservation and Zero Waste Concept for Biodiesel Industry Based on Calophyllum inophyllum Plantation. IUFRO INAFOR Joint International Conference. Forestry Research, Development and Inovation Agency. Yogyakarta, 24-27 July 2017 (printed). Maimunah, Y. Artati, Y. Samsudin. 2017. Uji tanaman sumber bioenergi di lahan gambut terdegradasi: Studi di Desa Buntoi, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Silvikultur Indonesia ke V: “Silvikultur untuk Produksi Hutan Lestari dan Rakyat Sejahtera”. Banjarbaru 23-24 Agustus 2017. Mubekti. 2011. Studi pewilayahan dalam
rangka pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Provinsi Riau. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13(2):88-94.
Prabakaran, K., S.J. Britto. 2012. Biology, Agroforestry and Medicinal value of Calophyllum inophyllum l. (clusiacea): A Review. International Journal of Natural Products Research 1(2): 24-33. Raja, S.A., D.S.S. Robinson, C.L.L. Robert.
2011. Biodiesel production from jatropha oil and its characterizations. Res.J.Chem.Sci. Vol 1(1): 81-87. Sudrajat, R., D. Setiawan. 2005. Biodiesel dari
tanaman jarak pagar sebagai energi alternatif untuk pedesaan. Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Hal. 207-219.
Sudrajat, R., S. Yogie, D. Hendra, D. Setiawan. 2010a. Pembuatan biodiesel kepuh dengan proses transesterifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.28 No.2 (145-155).
Sudrajat, R., E. Pawoko, D. Hendra, D. Setiawan. 2010b. Pembuatan biodiesel dari biji kesambi (Schleichera oleosa
L). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.28 No.4 (358-379).
Utami, T.S., R. Arbianti, D. Nurhasman. 2007. Kinetika reaksi transesterifikasi CPO terhadap produk metil palmitat dalam reaktor tumpak. Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia, Surabaya, 15 November 2007. Hal. KR2-1-KR2-6.
Wahyunto, A. Dariah. 2011. Pengelolaan lahan gambut terdegradasi dan terlantar untuk mendukung ketahanan pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Windyarini, E., T. Hasnah. 2017. Karakteristik sumber daya genetik nyamplung dari 7 pulau di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional “Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Lokal dalam Mendukung Keberhasilan Program Pemuliaan”. Yogyakarta, 2 Juni 2016. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. Hal.491-501.
Wright, J.W. 1976, Introduction to Forest Genetics, Academic Press Inc.,New York, San Fransisco, London.
Zobel, B.J and J.T. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley & Sons Inc. Canada.
Penetuan Kadar Steroid Total Ekstrak Etanol Akar Kalakai (Stenochlaena palustris Bedd) Asal Tanah Gambut Kalimantan Tengah
Rabiatul Adawiyah
Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Jl. RTA. Milono KM 1,5 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 73111, Hp 081352798226
Email : [email protected]/ rabiatul [email protected] Abstrak
Penggunaan tumbuh–tumbuhan alami sebagai tanaman obat di Indonesia sedang populer. Salah satu tanaman khas Kalimantan yang banyak digunakan sebagai tanaman obat adalah kalakai atau sering juga disebut paku haruan (Stenochlaena palustris Bedd). Pada tumbuhan kalakai, akar dari kalakai tersebut belum banyak dimanfaatkan, dimana selamai ini yang dimanfaatkan hanya di bagian daunnya. Bagian Akar umumnya juga memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang memiliki potensi sebagai afrodisiak. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar senyawa steroid total ekstrak etanol akar kalakai (Stenochlaena palutris Bedd) yang berasal dari tanah gambut. Serbuk akar kalakai diekstraksi dengan etanol 70% secara maserasi. Ekstrak ditentukan kadar steroid total dengan menggunakan metode spektroskopi dengan menggunakan marker stigmasterol. Hasil Kadar steroid total pada ekstrak etanol 70% akar kalakai yang tumbuh ditanah gambut adalah 58,23+8,49 µg/mg. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kadar steroid total akar kalakai yang tumbuh di tanah gambut sebesar 58,23+8,49 µg/mg.
Kata kunci : Akar kalakai, Stenochlaena palustris Bedd, steroid, tanah gambut
PENDAHULUAN
Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah tanaman berkhasiat obat. Kekayaan flora tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk herbal yang kualitas, aktifitas farmakologi, dan keamananya setara dengan obat modern (Saifudin et al., 2011). Kalimantan sebagai daerah hujan trofis menyimpan sekurang-kurangnya 4.000 spesies tumbuhan yang dapat menjadi sumber temuan obat baru (Kepmenkes, 2007). Salah satu tanaman khas Kalimantan yang banyak digunakan sebagai tanaman obat adalah kalakai atau sering juga disebut paku haruan (Stenochlaena palustris Bedd) yang termasuk kedalam jenis pakis/paku-pakuan.
Penelitian sebelumnya telah menjelaskan bahwa daun dan batang kalakai mengandung zat besi yang sangat tinggi sehingga baik digunakan pada penderitaanemia (Maharani et al., 2013). Liu et al. (1999) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) glikosida flavonol baru dalam daun Stenochlaena palustris, dimana satu sampai empat dari kandungan tersebut secara signifikan menunjukan aktivitas antibakteri gram negatif. Selain itu, kalakai juga mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti fenolik, flavonoid, alkaloid dan keluarga terpenoid (Ho et al., 2010) yang telah terbukti sangat efektif sebagai antioksidan (Dai dan Mumper, 2010). Kandungan mineral Mg, Ca, Zn, dan Mn yang terdapat pada pucuk daun kalakai yang tumbuh di tanah bergambut
cukup tinggi dan adanya pengaruh berdasarkan cara pemasakannya (Thursina, 2010).
Afrodisiak berasal dari bahasa Yunani, yaitu Aphrodite yang didefenisikan sebagai makanan atau obat yang meningkatkan naluri sexual terutama pada laki-laki dengan gangguan ereksi atau impoten (Yakubu et al., 2007). Bahan alam banyak telah digunakan oleh masyarakat etnis Banjar di Kabupaten Balangan dan banyak etnis Dayak di Kalimanatan Selatan dan di Kaliamantan Tengah memanfaatkan akar kalakai dan diyakini berfungsi sebagai bahan afrodisiak dalam meningkatkan kualitas sperma dan potensi seksual (Noorcahyati,2012). Bahan alam tersebut diantaranya Eurycoma longifolia Jack, Tribulus terrestris, Paussinystalia yohimbe, Panax ginseng, dan Rebung Bambu. Senyawa aktif dari tanaman tersebut yang bersifat afrodisiak adalah β-sitosterol (steroid) dari Eurycoma longifolia Jack yang merangsang pembentukan hormon androgen pada testis (Ang dan Sim, 2000). Golongan senyawa pada tanaman yang berpotensi sebagai bahan afrodisiak berupa steroid, alkaloid dan flavonoid. Pada rebung bambu terdapat senyawa fitosterol yang merupakan prekursor hormon steroid pada tumbuhan, dan dapat meningkatkan konsentrasi hormon testosteron pada laki-laki (Sukmaningsih et al., 2012).
Akar kalakai (Stenochlaena palustris) belum banyak diteliti. Data ilmiah yang mendukung efektivitas akar kalakai sebagai afrodisiak belum banyak dilakukan sehingga minim informasi pada publikasi ilmiah yang mengkaji kandungan metabolit sekunder
(skrining fitokimia) pada bagian akar kalakai. Penggunaan akar kalakai oleh masyarakat sebagai afrodisiak telah banyak dilakukan, terutama afrodisiak yang diperoleh dengan cara merendam atau merebus bagian akar kemudian air rendaman atau rebusannya diminum. Golongan senyawa yang umumnya bertanggungjawab terhadap efek afrodisiak, yaitu flavonoid, steroid, dan alkaloid. Flavonoid dan steroid bekerja sentral dengan meningkatkan produksi hormon androgen, sehingga terjadi peningkatan produksi hormon testosteron yang bertanggungjawab terhadap efek afrodisiak. Alkaloid bekerja melalui aktivitas perifer dengan meningkatkan dilatasi pembuluh darah menuju testis (Semwal et al., 2013).
Produk bahan alam yang akan dijadikan sebagai bahan baku obat harus memenuhi kriteria berkhasiat, aman, dan bermutu (Raharjo, 2013). Mutu dari bahan alam dapat dinilai dari konsistensi kadar golongan senyawa yang ditetapkan menggunakan pembanding senyawa marker. Penetapan kadar golongan senyawa harus berdasarkan kajian ilmiah terkait satu atau dua golongan senyawa yang paling bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis tanaman tersebut (Saifudin et al., 2011). Penetapan kadar golongan senyawa diantaranya penetapan kadar steroid total. Ekstrak terstandar akan memiliki kadar steroid total yang konstan pada setiap pengulangan dalam pembuatan, sehingga aktivitas yang diharapkan konstan (Bone dan Mills, 2013). Penetapan kadar steroid total juga dapat memberikan informasi tempat tumbuh yang
168
optimum bagi tanaman tersebut. Tempat tumbuh yang sesuai memungkinkan tanaman tumbuh secara optimal, sehingga dapat menghasilkan metabolit sekunder yang optimum (Rohaeti et al., 2011).
Kalakai merupakan tumbuhan yang tumbuh subur di tanah gambut. Sifat fisik gambut yang paling utama adalah sifat kering tidak balik (irriversible drying), gambut yang telah mengering dengan kadar air < 100% (berdasarkan berat), tidak dapat menyerap air lagi jika dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja, 1988). Produktivitas lahan gambut yang rendah karena rendahnya kandungan unsur hara makro maupun mikro yang tersedia untuk tanaman, tingkat keasaman tinggi, dan kejenuhan basa rendah. Tingkat marginalitas dan fragilitas lahan gambut sangat ditentukan oleh sifat-sifat gambut yang inherent, baik sifat fisik, kimia maupun biologisnya (Ratmini, 2012).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetukan kadar metabolit sekunder dari golongan steroid akar kalakai (Stenochlaena palustris Bedd) yang tumbuh di tanah gambut dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang tanaman tradisional khas Kalimantan yang banyak digunakan sebagai obat tradisional secara turun temurun, khususnya kalakai dan sebagai informasi yang berbasis bukti dari penelitian kepada masyarakat bahwa tumbuhan kalakai sebagai tumbuhan khas Kalimantan yang biasa digunakan turun
temurun dapat bersifat sebagai obat maupun bahan obat.