• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan November 2011. Penelitian bertempat di Dusun Jepang, Desa Karawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, 110 m dpl. Analisis unsur hara tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: empat genotipe kedelai terdiri atas: dua hasil silangan (F7) yaitu: Sibayak dengan Pangrango (SP-30-4) dan Pangrango dengan Godek (PG-57-1), (diperoleh dari koleksi Dr. Trikoesoemaningtyas), dan dua varietas nasional yaitu: Anjasmoro dan Tanggamus (deskripsi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1), inokulan rhizobium, insektisida, pupuk SP-36, pupuk KCl, kapur kalsium magnesium karbonat [CaMg (CO3)2], kompos dan mulsa jerami. Alat yang digunakan ombrometer manual, timbangan analitik dengan ketelitian 0.1 g dan 0.01 g, penggaris, oven, dan termometer tanah.

Metode

Rancangan yang digunakan adalah petak terpisah (Split plot Design) dua faktor dengan rancangan lingkungan yaitu rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan.

Faktor pertama adalah genotipe kedelai, terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu: (G1) Hasil persilangan Sibayak dan Pangrango/SP-30-4

(G2) Hasil persilangan Pangrango dan Godek/PG-57-1

(G3) Tanggamus

(G4) Anjasmoro.

Faktor kedua adalah sistem olah tanah yang dikombinasikan dengan pemupukan terdisi atas 10 taraf perlakuan yaitu:

12

(S2) Sistem konvensional (olah tanah rata pada seluruh petakan tanam) tanpa penambahan pupuk

(S3) Sistem alur dengan penambahan pupuk dasar

(S4) Sistem alur dengan penambahan pupuk dasar dan kapur

(S5) Sistem alur dengan penambahan pupuk dasar, kapur dan kompos

(S6) Sistem alur dengan penambahan pupuk dasar, kapur, kompos dan dihamparkan mulsa organik

(S7) Sistem konvensional dengan penambahan pupuk dasar

(S8) Sistem konvensional dengan penambahan pupuk dasar dan kapur

(S9) Sistem konvensional dengan penambahan pupuk dasar, kapur dan kompos (S10) Sistem konvensional dengan penambahan pupuk dasar, kapur, kompos dan dihamparkan mulsa organik.

Petak utama adalah genotipe kedelai dan anak petak adalah sistem olah tanah yang dikombinasikan dengan pemupukan (denah petak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2). Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + δik + (αβ)ij + ρk + εijk Keterangan :

i = genotipe kedelai ke 1,2,3,4 ; j = sistem olah tanah ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

k = Blok ke 1,2,3

Yijk = Nilai pengamatan perlakuan genotipe kedelai ke-i, sistem olah tanah ke-j, dan blok ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan genotipe kedelai ke-i

βj = Pengaruh perlakuan sistem olah tanah ke-j

δik = Pengaruh acak dari petak utama yang menyebar normal

ρk = Pengaruh aditif dari blok ke-k

(αβ)ij = Interaksi perakuan genotipe kedelai ke-i dengan sistem olah tanah ke-j

13 Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% menggunakan SAS 9.1.3 Portable.

Pelaksanaan Penelitian

Pupuk dasar yang diberikan berupa 200 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha, kapur yang diberikan berupa kalsium magnesium karbonat [CaMg (CO3)2] dengan dosis 1.5 ton/ha, kompos dengan bahan utama pupuk kandang sapi dosis 2.5 ton/ha, dan mulsa organik yang digunakan berupa jerami padi. Pupuk ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0.1 g. Pemberian pupuk dasar, kapur dan kompos dilakukan satu minggu sebelum tanam. Kandungan hara kompos yang digunakan, hasil analisisnya disajikan pada Lampiran 3. Mulsa jerami padi diberikan dua minggu setelah tanam, dihamparkan di atas petak tanam dengan ketebalan 5 cm.

Pengolahan lahan dilakukan berdasarkan perlakuan sistem olah tanah. Terdapat dua jenis sistem olah tanah yang diaplikasikan yaitu olah tanah alur dan olah tanah konvensional (perbedaan bentuk petakan dapat dilihat pada Gambar 1). Sistem olah tanah alur yaitu pengolahan tanah pada baris tanam dalam bentuk alur dengan kedalaman 10 cm pada petak tanam, kemudian input berupa pupuk dasar, kapur dan kompos diberikan pada alur (Lampiran 4). Sistem olah tanah konvensional dilakukan pengolahan pada seluruh permukaan petak tanam, kemudian input disebar secara merata pada permukaan petak tanam.

Setiap petak berukuran 2 m x 3 m, dengan jarak tanam 10 cm x 50 cm. Terdapat 120 tanaman per petak yang terdiri dari 4 tanaman sample (contoh). Sebelum ditanam, benih diberi inokulan rhizobium sebanyak 5 g/kg benih dan insektisida dengan bahan aktif karbosulfan 5 g/kg benih. Jumlah benih yang ditanam yaitu 2 benih/lubang dengan kedalaman lubang tanam ± 5 cm. Penjarangan tanaman dan penyulaman dilakukan pada umur dua minggu setelah tanam. Penyulaman tanaman berupa bibit yang berasal dari persemaian.

14

Gambar 1 Perbedaan bentuk petakan berdasarkan sistem olah tanah; (A) sistem olah tanah alur, (B) sistem olah tanah konvensional.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian gulma dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan pada saat awal tanam yaitu 1 sampai 2 minggu setelah tanam (mst) karena tidak turun hujan. Penyiangan gulma dilakukan dua kali yaitu pada saat pengolahan lahan dan 4 mst. Pengendalian hama dilakukan pada saat awal gejala muncul dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol 50 g/l. Hama yang mengganggu tanaman di lapangan yaitu: ulat grayak, ulat jengkal dan ulat penggerek polong.

Pengamatan

Pengamatan terdiri dari dua kategori yaitu variabel pengamatan tanaman contoh dan variabel pengamatan destruksi tanaman. Pengamatan tanaman contoh meliputi:

1 Tinggi tanaman (cm), dilakukan pengamatan setiap 2 minggu sampai 8 minggu setelah tanam (mst). Tinggi tanaman diukur dari permukaan sampai titik tumbuh pada batang utama menggunakan alat bantu penggaris.

2 Jumlah daun trifoliat yang sudah terbuka penuh dan hijau, dilakukan pengamatan setiap 2 minggu sampai 8 mst.

3 Jumlah cabang, dilakukan pengamatan setiap 2 minggu sampai 8 mst. Cabang yang dihitung adalah cabang yang tumbuh pada batang utama, dengan ciri–ciri telah memiliki lebih dari satu buku dan diakhiri dengan titik tumbuh.

15 4 Jumlah polong isi dan polong hampa per tanaman dihitung saat panen.

5 Bobot 100 biji (g), biji ditimbang setelah dikeringkan hingga kadar air ± 12%. Penimbangan dilakukan terhadap biji yang dihasilkan pada setiap petak panen. 6 Bobot ubinan/petak panen (g/2 m2), petak panen berukuran 1 m x 2 m, biji

ditimbang setelah dikeringkan hingga kadar air ± 12%.

7 Produktivitas (ton/ha), bobot kering biji petak panen dikonversi ke dalam satuan ton/ha.

Pengamatan destruksi dilakukan pada tiap petak tanaman dengan 1 tanaman sampel selain tanaman yang digunakan dalam variabel pengamatan tanaman contoh. Pengamatan dilakukan pada 8 mst dan 10 mst. Variabel pengamatan meliputi:

1 Bobot kering (g) akar, batang dan daun ditimbang setelah dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 24 jam hingga kadar air ± 12%. Bobot tanaman ditimbang dengan timbangan analitik ketelitian 0.01 g.

2 Jumlah bintil akar tanaman dengan kriteria bintil masih segar.

3 Kandungan hara (N, P dan K) jaringan tanaman. Contoh daun diambil dari seluruh bagian daun yang telah dikeringkan dengan oven suhu 105oC selama 24 jam. Daun kering dihaluskan dengan alat penggiling. Kandungan N daun ditentukan dengan metode Kjeldhal, kandungan P dengan metode pengabuan kering, sedangkan untuk K dengan metode HClO4 +HNO3 dengan Atomic Absorption Spectrometer. Pelaksanaan analisis hara jaringan tanaman saat fase vegetatif maksimum yaitu 6 mst.

Pengamatan terhadap kondisi lingkungan tanam meliputi:

1 Analisis hara tanah dilakukan sebelum dilakukan pengolahan lahan, sebagai asumsi kandungan hara yang terdapat dalam tanah.

2 Suhu tanah (oC) diukur pada kedalaman 10 cm dengan termometer tanah pada 2 titik di setiap unit percobaan. Pengukuran suhu tanah dilakukan setiap 2 minggu.

3 Kuantitas hujan harian (mm), pengukuran menggunakan ombrometer manual, alat diletakkan di tengah lokasi percobaan dengan kriteria 450 jarak pandang

16

dari bagian ujung alat tidak ditemui penghalang. Pengukuran kuantitas hujan harian dengan menghitung volume air yang ditampung pada alat menggunakan rumus:

Kuantitas hujan harian = � (��

3)

��2(cm2)

×

10 . . . (mm)

4 Kadar air tanah tersedia (available water capacity) ditetapkan berdasarkan perhitungan persentase air tanah secara langsung, yaitu contoh tanah dimasukkan ke dalam polibag dan diuji sampai pada kondisi kapasitas lapang dan kondisi tanaman layu permanen. Massa contoh tanah ditimbang sebelum (BB) dan setelah dioven (BK) pada suhu 105oC selama 24 jam.

Kadar air pada kondisi kapasitas lapang = BB−BK

BK × 100%

Kadar air pada kondisi layu permanen = BB−BK

BK × 100%

Kadar air tersedia = kadar air pada kondisi kapasitas lapang – kadar air pada kondisi layu permanen (Harsono et al. 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait